Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

KASUS 5

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Prof. Dr. Tatag Y. E. Siswono, M.Pd.


Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Gurit Wulan Jagadianti 23030785005

2. Latifah Nuryah R. M. 23030785006

3. Putri Hidayah 23030785012

4. Anita Yulianti 23030785014

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA

2024
Kasus 5 : Apakah aspek filosofis pembelajaran daring?

Deskripsi
Perhatikan tiga video berikut https://www.youtube.com/watch?v=xnqmWNB8E2c dan
https://www.youtube.com/watch?v=uWJgMPE3Crw,https://www.youtube.com/watch?v=e5no
MZSSvXg. Situasi pembelajaran daring yang terjadi pada ketiga kelas tersebut dapat dianalisis
dari sudut pandang filosofisnya. Pandangan filosofis apa secara umum diyakini untuk
mengembangkan strategi pembelajaran yang dilakukan? Kembangkan pertanyaan-pertanyaan
untuk menganalisis dan menyelesaikan kasus tersebut.

1. Bagaimana situasi pembelajaran di kelas pada video ?


Berdasarkan tayangan video pertama dengan link
https://www.youtube.com/watch?v=xnqmWNB8E2c dapat dilihat bahwa siswa
cenderung pasif dalam pembelajaran. Hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh
beberapa hal. Salah satu hal yang mendasari yakni pemilihan metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi terkait pecahan tersebut, yang mana
guru pada video tersebut menggunakan metode ekspositori. Metode ekspositori adalah
suatu cara dalam menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan informasi secara
lisan maupun tulisan. Sebetulnya, metode ekspositori memang cocok digunakan untuk
menyampaikan materi pembelajaran baru yang belum pernah dipelajari oleh siswa
sebelumnya. Dalam hal ini, di video tersebut guru membahas materi tentang pecahan.
Walaupun penyampaian informasi yang diberikan oleh guru dilakukan secara lisan
menggunakan metode ceramah, tetapi metode ekspositori itu sendiri sebenarnya dapat
menggabungkan antara metode ceramah dengan metode drill, metode tanya jawab,
metode penemuan, dan metode peragaan. Terlihat pada video tersebut, guru hanya
menggunakan gabungan metode ceramah dan metode tanya jawab. Padahal masih ada
metode lain yang dapat digunakan pada pembelajaran tersebut agar semakin efektif,
meskipun pembelajaran dilakukan secara daring. Selain itu, dalam sesi tanya jawab, guru
terkesan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan alasan atas
jawaban yang diberikan. Contohnya pada saat guru bertanya kepada salah satu siswa dan
siswa tersebut berhasil memberikan jawaban yang tepat, setelah itu guru tersebut
menerangkan mengapa jawaban yang diberikan siswa tersebut benar. Padahal
seharusnya, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan alasan
atas jawabannya sendiri, sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih efektif.
Sedangkan pada tayangan video kedua dengan link
https://www.youtube.com/watch?v=uWJgMPE3Crw, dapat dilihat bahwa proses
pembelajaran telah berjalan secara efektif. Dalam pembelajaran yang membahas
penjumlahan dan pengurangan dua sudut trigonometri tersebut, guru menggunakan
model pembelajaran interaktif, yang mana di dalam prosesnya melibatkan interaksi baik
antara guru dan siswa, maupun antar siswa dengan siswa yang lain. Hal ini efektif
digunakan dalam pembelajaran, terutama dalam pembelajaran daring, agar dapat
memastikan bahwa siswa benar-benar mengikuti pembelajaran daring tersebut.
Ditambah lagi, guru telah memberikan video yang berisi materi yang akan dibahas
sebelum pembelajaran daring dilakukan. Hal ini memudahkan siswa memeroleh
gambaran tentang apa yang akan mereka pelajari nantinya. Siswa juga dapat
mengonstruksi beberapa pertanyaan setelah melihat video yang diberikan, dan
mengajukannya pada saat pembelajaran daring dilakukan sehingga terjadi interaksi yang
bermakna dalam pembelajaran. Salah satu contohnya ketika siswa bertanya “Mengapa
sudutnya belakangnya selalu 0 kalau nggak 5 Pak? Dan guru mampu menjawab
pertanyaan yang diberikan dengan memberikan contoh yang dapat dipahami oleh siswa.
Selanjutnya pada tayangan video ketiga dengan link
https://www.youtube.com/watch?v=e5noMZSSvXg, dapat dilihat juga bahwa
pembelajaran sudah berjalan cukup baik. Dalam mengajarkan materi Sistem Persamaan
Linier Tiga Variabel (SPLTV), guru pada video tersebut menggunakan model
pembelajaran discovery learning. Menggunakan model pembelajaran ini, guru berperan
dalam memberikan stimulus bagi siswa agar siswa mampu mengonstruksi sendiri
pemahamannya. Pada video tersebut, guru telah memberikan stimulus berupa video
yang menampilkan suatu permasalahan terkait SPLTV dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi, permasalahan yang diangkat pada video tersebut tidak cukup mendukung model
pembelajaran discovery learning, yang mana inti dari model pembelajaran ini adalah
siswa dituntut untuk menghimpun informasi, membandingkan, mengategorikan,
menganalisis, serta memberikan kesimpulan. Jika permasalahan yang diambil hanya
sekedar belanja buah di swalayan, tentu hal itu pun jarang dilakukan oleh siswa, terutama
di masa pandemi. Guru tersebut seharusnya dapat mengangkat permasalahan seperti
perbelanjaan online yang tentu saja lebih diminati dan populer bagi siswa terutama di
masa pandemic. Selain itu, siswa dapat dituntut untuk mengonstruksi pemahamannya
sendiri dengan permasalahan yang diberikan, seperti diminta untuk menghimpun
informasi mengenai harga-harga barang dengan jenis yang sama yang dijual pada
beberapa toko online yang berbeda, kemudian siswa diminta untuk membandingkannya,
dan memberikan kesimpulan.

2. Apa filsafat sosial rekonstruksionisme itu?


Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris “reconstruct” yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks pendidikan, aliran ini adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini
lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahaun 1930,
ingin membangun masyarakat yang pantas dan adil. Aliran rekonstruksionisme dalam
suatu prinsip sependapat dengan perenialisme. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak
sependapat dengan cara yang ditempuh filsafat perenialisme. Rekonstruksionisme
berusa membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan
utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Rekonstruksionalisme berusaha
mencari kesempatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengautur tata
kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan kata
lain, rekonstruksionalisme ingin merombak tata susunan yang lama, dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dalam proses
pendidikan. Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerja sama, kerja
sama semua bangsa-bangsa, penganut aliran ini yakni bahwa telah tumbuh kesadaran
dan konsensus seperti dimaksud diseluruh dunia. Mereka percaya bahwa telah ada
hasrat yang sama dari bangsa-bangsa tentang cita-cita yang tersimpul dalam ide
rekonstruksionisme.
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab sosial. Hal
ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realistasnya diarahkan untuk
pengembangan dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja
berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaan dengan hakikat manusia, tetapi juga
terhadap teori belajar yang dikaitkkan dengn pembentukan kepribadian subjek didik
yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka idealisnya terletak pada
filsafat pendidikannya. Bahkan penetapan tujuan dalam hal ini merupakan seuatu yang
penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan suatu
masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan.
Rekonstruksi percaya bahwa pendidikan sebagai suatu lembaga msyarakat
tentulah diarahkan pada upaya rekayasa sosial, sehingga segala aktivitasnya pun
senantiasa merupakan solusi bagi berbagai problem kehidupan dalam masyarakat.
Sekolah dalam hal ini menjadi agen perubahan sosial, politik dan ekonomi yangg
primer. Oleh karena itu lembaga pendidikan mesti memiliki komitmen untuk
menciptakan masyarakat baru yang sarat dengan nilai-nilai dasar budaya dan sosial
ekonomi yang akan membentuk harmonisasi suatu masyarakat. Guru menurut aliran ini
bertugas meyakini subjek didiknya tentang urgensi rekonstruksi dalam memajukan
kehidupan sosial kemasyarakatan dan membiasakan mereka untuk sensitif terhadap
berbagi problema yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat serta mencairkan
solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan perubahan-perubahan. Untuk itu, seorang
guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam membantu dan menyediakan kondisi
kepada subjek didik agar subjek didiknya mampu dan keterampilan dalam memberikan
solusi terhadap berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik yang tumbuh dalam
masyarakat.
3. Bagaimana peran filsafat sosial rekonstruksionisme pada dunia pendidikan?
a. Pendidik
Disini pendidik harus mampu membantu siswa untuk meyadari masalah-
masalah yang ada disekitarnya dan mampu menstimulus mereka untuk tertarik
memecahkan masalah tersebut. Guru juga harus terampil dalam membantu peserta
didik untuk mampu menghadapi kontroversi dan perubahan-perubahan yang
terjadi. Guru berusaha membantu siswa dalam menentukan minat dan
kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa baik individu maupun
kelompok dalam pemecahan suatu masalah.
b. Peserta didik
Untuk menimbulkan jiwa sosial pada peserta didik, kita harus menanamkan
pendidikan karakter dan moral sejak dini. Seperti sistem pendidikan di
Jepang,disana anak SD sejak dini sudah diajarkan hidup mandiri dan saling
melayani satu sama lain. Contohnya para murid disana setiap habis makan siang
selalu bergantian mencuci peralatan makan temannya. Hal ini ini dimaksudkan agar
mereka merasa tidak adanya kesenjangan sosial. Jadi meskipun dari anak seorang
keluarga terpandang pun harus tetap mau mencuci peralatan makan temannya
sehingga tidak adanya harus tinggi hati akibat status sosialnya.
c. Desain kurikulum
Aliran rekonstruksionalisme berkeyakinan bahwa tuga penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali
daya intelektual dan spiritual yang sehat akan menimba kembali manusia melalui
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang
dan yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat
manusia.
d. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatakan, keterlibatan mereka
terutama dalm memilih, menyusun dan menilai bahan yang akan diujikan.soal yang
akan diujikan dinilai terlebih dahulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga
keampuhan menialai pencapaian tujuan –tujuan pembangunan masyarakat yang
sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang dikuasi siswa, tetapi juga
menilai pengaruh keggiatan sekolah terhadap masyarakat.pengaruh tersebut
terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan
masyarakat.

4. Apa filsafat progresivisme itu?


Aliran Progresivisme, progress (maju) adalah sebuah fahan filsafat yang lahir
dan sangat berpengaruh dalam abad ke-20. Aliran filsafat ini kelahiran Amerika dan
pengaruhnya terasa di seluruh dunia yang mendorong usaha pembaharuan di dalam
lapangan pendidikan. Aliran ini bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada
masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada
anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Pada dasarnya aliran ini memandang bahwa pendidikan adalah sebagai wadah
untuk menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai
generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru. Melalui pandangannya
“the liberal road culture”, maksudnya ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-
sifat fleksibel, curious, toleran dan open-minded, serta menolak segala otoritarisme dan
absolutism seperti yang terdapat dalam agama, politik, etika dan epistimologi. Dan
pandangannya tentang menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia
yang diwarisi sejak lahir, sehingga manusia merupakan makhluk biologis yang utuh
dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku/subjek di dalam
hidupnya.
Dengan pandangan-pandangannya tersebut, aliran progresivisme memiliki kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan, yang memliputi: ilmu hayat (manusia untuk
mengetahui semua masalah kehidupan), antropoli (manusia mempunyai pengalaman,
pencipta budaya, dengan demikian, dapat mencari hal baru), psikologi (manusia akan
berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan dan pengalaman-pengalamannya, dandapat
mengusai serta mengatur sifat-sifat alam). Aliran ini menyadari
dan mempraktekan asas progresivisme dalam semua realitakehidupan. Agar manusia
dapat bisa selamat menghadapi semua tantangan hidup.
Dinamakan ‘intrumentalisme’, karena aliran ini beranggapan bahwa
kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan
untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan ‘’eksperimentalisme’’, untuk
menguji kebenaran suatu teori. Dinamakan “enviromentalisme’’, karena aliran ini
menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. Aliran
progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan meliputi ilmu hayat,
antropologi, dan juga psikologi.
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain adalah William
James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana.
Wiliam James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek darieksistensi
organic. Harus mempunyai fungsi biologis dan nilai berkelajutan hidup. Dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Disini, James berusaha membebaskan
ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis yang meneparkannya di atas dari ilmu perilaku.
John Dewey, ide filsafatnya yang utama berkisar dalam problema pendidikan yang
konkret, baik teori maupun praktek. Reputasi internasionalnya terletak dalam
sumbangan pemikirannya terhadap filsafat pendidikan progresivisme Amerika.
Menurut John filsafat progresivisme bermuara pada aliran filsafat pragmatism
yang diperkenalkan oleh William James dan John dewey, yang menitik beratkan pada
segi manfaat bagi hidup praktis. Filsafat progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar
filsafat pragmatism yang telah memberikan konsep dasar atas yang utama, bahwa agar
manusia bisa selamat menghadapi semua tantangan hidup, manusia harus pragmatis
memandang kehidupan.Pandangan progresivisme tantang realitas, seperti halnya
pandangan John Dewey dalam buku Uyoh Sadulloh (2015: 145) bahwa perubahan dan
ketidaktetapan merupakan esensi dari realitas. Menurut progresivisme, pendidikan
selalu dalam proses pengembangan, penekanannya adalah perkembangan individu,
masyarakat, dan kebudayaan.
Pendidikan harus siap memperbaharui metode, kebijaksanaannya, berhubungan
dengan perkembangan sains danteknologi, serta perubahan lingkungan.untuk
memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan
Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja, dan
mengembangkan intelegensi, sehingga anak dapat menemukan dan memecahkan
masalah yang dihadapi.Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan
menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secaa mulak dan abadi. Norma
atau nilai kebenaran yang abad tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil
tidaknnya usaha pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekonstruksi
pengalaman yang berlaku secara terus menerus.

5. Apa implikasi filsafat progresivisme dalam pendidikan ?


a. Perhatian terhadap anak
Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak-
anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup
matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat
dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa
membutukan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanaka aktivitas.
Pangalaman anak adalah rekonstruksi yang terus menerus dari keinginan dan
kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran
yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan menjejalkan
informasi ke dalam kepadaanak melainkan dengan pengawasan dengan lingkungan
dimana pendidikan berlangsung. Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan
intelegensi dalam pengelolaan hidup dan adaptasi yang intelegan (cerdas) terhadap
lingkungan.
b. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang
bermanfaat untuk berinteraksi denga lingkunganyang berada dalam proses
perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah
keterampilan pemecahan masalah (problem solfing) dalam memecahkan masalah.
Proses belajar terpusatkan pada perilaku dan sangat berevolusi kooperatif dan
disiplin diri dimana kebudayaan sangat dan sangat dibutukan dan sangat berfungsi
dalam masyarakat. Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme
lebih menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli,
2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak
pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi
di lingkungan sehari-hari.
Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari harus bersifat riil atau sesuai dengan
kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang pendidik harus dapat melatih anak
didiknya untuk mampu memecahkan problem-problem yang ada dalam kehidupan.
Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan
keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan
yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus.Yang dimakssud
dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang
dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan
masalah.Pendidikan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses
perubahan.
c. Pandangan tentang belajar
Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensisal merupakan
penerimaan pengetahuan sebagai suatu substansi abstrak yang diisikan ke dalam
jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk
mengatur pengalaman,untuk menangani situasi baru secara terus menerus, dimana
perubahan itu merupakan tantangan dihadapan manusia. Manusia
harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu pengetahuan harus
bersumber pada pengalaman.

d. Kurikulum dan Peranan Guru

Dewey menyatakan bahwa "the good school is cocerned with every kind of
learning that helps student, young and old, to grow" (2: 124). "sekolah yang baik
ialah yang memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua jenis belajar (dan
bahannya) yang membantu murid, pemuda dan orang dewasa, untuk berkembang."
Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas,
dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai
kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya
rencana dan susunan yang teratur.

Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk


memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan kebutuhannya masing-
masing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan setempat.Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi
ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang "berpusat pada pengalaman".
Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe
yang disebut "Core Curriculum", ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar
kebutuhan umum. Core curriculum maupun kurikulum yang bersendikan
pengalaman perlu disusun dengan teratur dan terencana.

Sains social sering dijadikan pusat pembelajaran yang digunakan dengan


pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah serta dalam
kegiatan proyek. Pemecahan masalah akan mengakibatkan kemampuan
berkomunikasi, proses matematis dan penelitan ilmiah oleh kerena itu, kurikulum
seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner. Buku merupakan alat dalam
proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Metode yang dipergunakan adalah
metode ilmiah dalam inkuiri dan metode problem solfing.

Peran guru adalah membimbing siswa-siswi dalam kegiatan pemecahan


masalah, dalam kegiatan proyek mungkin akan banyak guru yang kurang senang
terhadap peran ini karena didasarkan atas sesuatu anggapan bahwa siswa mampu
berpikir dan mengadakan penjelajahan terhadap kebutuhan dan minat sendiri.Guru
harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang
bermakna menemukan sumber-sumber data yang relevan menafsirkan dan menilai
akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu menganalisis,
terutama pada saat apakah memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan,
sehingga ia dapatmeneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel
berfikit interdisipliner kreatif dan cerdas.

e. Prinsip-prinsip Pendidikan

Secara umum terdapat beberapa prinsip pendidikan: menurut pandangan


progresivisme, yang penulis syarikan dari tulisan Kneller (1971).
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup, kehidupan
yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup
interprestasi dan rekonstruksi pengalaman.
2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat
individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi
“(Child centered)’’dimana proses belajar ditentukan pertama oleh anak. Anak
akan belajar dan mau belajar karena merasa perlu tidak karena terpaksa oleh
orang lain.
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjai presenden terhadap
pemberian subjek matter jadi belajar harus dapat memecahkan masalah yang
penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak. Dalam memecahkan suatu
masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapa tahapan yang disebut metode
berpikir ilmiah sebagai berikut:

a. Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah;


b. Menganalisis masalah tersebut dan menduga atau menyusun hipotesis-
hipotesi yang mungkin;
c. Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah;
d. Memilih dan menganalisis hipotesis;
e. Mencoba menguji dan membuktikan.
4. Peranan guru tidak langsung melainkan memberikan petunjuk kepada siswa.
Kebutuhan dan minat siswa akan menenetukan apa yang mereka pelajari. guru
harus membimbing kegiatan belajar;
5. Sekolah harus memberikan semangat bekerja sama bukan mengembangkan
pesaingan. Persaingan tidak ditolak namun persaingan tersebut harus mampu
mendorong pertumbuhan pribadi
6. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang di perlukan bagi
pertumbuhan.demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan yang saling
berhubungan. Untuk mengajar demokras, sekolah sendiri harus demokratis.
Sekolah harus meningkatatkan “student government“, diskusi bebas tentang
suatu masalah, partisipasi penuh dalam semua pengalaman pendidikan. namun,
sekolah tidak mengidoptrinasi siswa-siswa dengan tata social yang baru.

6. Apa filsafat pragmatisme itu?


Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “pragma”,
adapula yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti tindakan atau aksi.
Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang tindakan (Keraf,1987:15). Filsafat
ini menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung pada berfaedah tidaknya
teori itu bagi manusia dalam penghidupannya. Dengan demikian, ukuran untuk segala
perbuatan adalah manfaatnya dalam praktek dan hasil yang memajukan hidup. Benar
tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam
kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia. Atas
dasar itu, tujuan kita berfikir adalah memperoleh hasil akhir yang dapat membawa
hidup kita lebih maju dan lebih berguna. Sesuatu yang menghambat hidup kita adalah
tidak benar.
7. Apa ciri-ciri filsafat pragmatisme?
Menurut George R. Knight (1982) Pragmatisme memiliki tiga ciri, yaitu:
(1) Memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera
manusia.
Dari perspektif penganut pragmatisme, kita hidup dalam sebuah dunia
pengalaman. Dalam perjalanan waktu, pengalaman manusia tersebut berubah
dan karenanya konsep pragmatisme tentang kenyataanpun juga berubah. Di luar
pengalaman manusia, tak ada kebenaran atau kenyataan yang sesungguhnya.
Dengan demikian, penganut pragmatisme menolak pemikiran metafisika. Bagi
mereka, tidak ada hal yang absolut, tidak ada prinsip apriori atau hukum alam
yang tidak berubah. Kenyataan bukanlah sesuatu yang abstrak, ia lebih sebagai
sebuah pengalaman transaksional yang terus-menerus berubah. Apa yang
“nyata” di hari ini dapat “tidak nyata” di hari esok, sebab kenyataan tidak dapat
dipisahkan dari pengalaman. Kita hidup dalam dunia yang dinamis, yang selalu
berubah dan ada hukum-hukum ilmiah yang didasarkan pada pengalaman
manusia yang terbatas, yang harus dipandang sebagai probabilitas, bukan yang
absolut. Menurut kaum pragmatis, pikiran dan materi bukanlah dua hal yang
terpisah dan substansi yang independen. Orang hanya mengetahui tentang
materi sebagaimana mereka mengalaminya dan merefleksikan pengalaman ini
dengan pikirannya. Oleh karena itu kenyataan tidak pernah terpisah dari
manusia yang mengetahui.

(2) Apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi.
Pragmatisme pada dasarnya adalah sebuah pemikiran epistemologis.
Pengetahuan, menurut kaum pragmatis, berakar pada pengalaman. Manusia
mempunyai pemikiran yang aktif dan eksploratif, bukan pasif dan reseptif.
Manusia tidak hanya menerima pengetahuan, ia juga membuat pengetahuan itu
sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Jadi, usaha pencarian
pengetahuan adalah sebuah transaksi. Manusia berbuat terhadaplingkungannya,
kemudian ia mengalami konsekuensi-konsekuensi tertentu. Ia belajar dari
pengalaman transaksionalnya dengan dunia di sekelilingnya. Selain itu,
pengetahuan dari perspektif pragmatis perlu dibedakan dari keyakinan atau
kepercayaan. Hal-hal autentik tentang keyakinan manusia adalah urusan
pribadi, tetapi apa yang ia anggap perlu diketahui harus dapat didemonstrasikan
kepada pengamat yang memenuhi syarat dan tak berpihak. Dengan kata lain,
kepercayaan (keimanan) itu bersifat pribadi, sedangkan pengetahuan adalah hal
yang senantiasa bersifat publik. Dari sudut pandang pragmatis, sebuah
pernyataan dikatakan benar adalah jika dapat diuji dengan pengalaman empiris
yang bersifat publik. Selain itu, posisi epistemologi kaum pragmatis tidak
memberi tempat pada konsep-konsep apriori dan kebenaran-kebenaran absolut.
Manusia hidup dalam dunia pengalaman yang berubah secara terusmenerus dan
“apa yang berguna dan berfungsi” di hari ini bisa terbukti sebagai sebuah
penjelasan yang tidak memadai lagi di esok hari. Oleh karena itu, kebenaran
bersifat relatif dan apa yang benar di hari ini bisa tidak benar di waktu
mendatang atau dalam konteks situasi yang berbeda.

(3) Manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat.


Manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dari masyarakat. Nilai-nilai
bersifat relatif dan tidak ada prinsip-prinsip absolut yang dapat dipedomani.
Sebagaimana budaya berubah, demikian juga nilai-nilaipun berubah. Ini tidak
berarti bahwa moralitas tidak mengalami pasang surut dari hari ke hari, akan
tetapi ini berarti bahwa tidak ada aturan aksiologis yang dapat dianggap sebagai
hal yang mengikat secara universal. Menurut kaum pragmatis, apa yang secara
etis baik adalah apa yang berguna dan berfungsi. Dengan demikian, seperti
halnya pengujian epistemologis itu bersifat publik, maka pengujian etis itu juga
didasarkan pada hal yang baik menurut kriteria sosial kemasyarakatan dan
bukan semata-mata didasarkan pada landasan personal yang bersifat pribadi.

8. Bagaimana implikasi filsafat pragmatisme bagi dunia pendidikan?


1. Menghormati prinsip pendidikan berbasiskan pengalaman
Sebagaimana telah ditekankan, bahwa menurut pragmatisme (Glassman, 2001)
peran pendidikan yang sangat penting adalah mengajar peserta didik tentang
bagaimana menjalin hubungan antara sejumlah pengalaman sehingga terjadi
penyimpulan dan pengujian pengetahuan baru. Pengalaman baru akan menjadi
pengetahuan baru apabila seseorang selalu bertanya dalam hatinya. Jawaban
terhadap pertanyaan tersebut merupakan pengetahuan baru yang tersimpan pada
struktur kognitif seseorang. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan
baru akan terjadi bila ada pengalaman baru. Oleh karena itu, semakin banyak
pengalaman belajar yang dialami seseorang akan semakin banyak pengetahuan
yang dimilikinya.
Pengalaman baru peserta didik diperoleh dari sekolah, baik yang dirancang
maupun tidak. Penentuan pengalaman yang diperoleh di sekolah harus melihat ke
depan, yaitu tuntutan masyarakat di masa depan, karena perubahan yang dilakukan
saat ini akan diperoleh hasilnya di masa depan. Selanjutnya, akumulasi pengetahuan
baru bagi peserta didik menentukan kemampuan peserta didik. Kemampuan ini
sering disebut dengan kompetensi, yaitu kemampuan yang dapat dilakukan oleh
peserta didik. Kompetensi ini sangat penting dalam era globalisasi, karena
persaingan yang terjadi terletak pada kompetensi lulusan lembaga pendidikan atau
pelatihan. Kompetensi lulusan ini ditentukan oleh pengalaman belajar peserta didik,
sedang pengalaman belajar ini merupakan bagian dari kurikulum sekolah.
Secara formal jelas bahwa prinsip pendidikan berbasiskan pengalaman
sebagaimana ditekankan dalam pragmatisme, diakui dan disarankan dipraktekkan
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
berbasis pada kompetensi, jelas sangat menekankan pentingnya seorang guru
menggunakan strategi dan media pembelajaran yang beragam, maksudnya antara
lain agar peserta didik dapat melakukan berbagai variasi pengalaman belajar,
sehingga kompetensi dasar yang ditetapkan bisa tercapai secara lebih efektif dan
efisien.
2. Pendidikan yang berpusat pada peserta didik
Pragmatisme mengidealkan anak sebagai subyek yang aktif, bukan pasif.
Tentang hal inipun, kiranya telah disadari pentingnya di Indonesia, tetapi yang
terjadi dalam praktek prinsip tersebut belum dilaksanakan secara optimal. Menurut
penulis, di Indonesia pada umumnya masih lebih menerapkan teacher centre
strategies dan material centre strategies katimbang student centre strategies.
Teacher centre strategies adalah strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru.
Dalam hal ini, mengajar adalah penyampaian informasi kepada peserta didik.
Dalam pengertian yang demikian, maka tekanan pada strategi belajar mengajar
terletak pada guru itu sendiri, di mana guru sebagai sumber informasi mempunyai
posisi yang sangat dominan.
Belajar dalam pendekatan ini adalah menerima informasi dari guru. Sedangkan
dalam material centre strategies, strategi belajar mengajar lebih berpusat pada
materi. Belajar dengan demikian adalah usaha untuk menguasai informasi. Dalam
strategi belajar mengajar yang demikian, menyebabkan (1) kecenderungan pada
dominasi kognitif di mana pendidikan afektif dan ketrampilan kurang mendapatkan
tempat yang seimbang dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia
seutuhnya. Selain itu, materi pelajaran yang disampaikan di dalam kelas, dan yang
di muat dalam buku teks, akan makin usang dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Materi pelajaran itu lebih berfungsi sebagai masukan
(input) yang akan luluh dalam proses belajar mengajar. Sekolah diciptakan untuk
tempat para siswa belajar. Dengan pengertian ini, mestinya guru dan berbagai
fasilitas pembelajaran yang lain disediakan untuk membantu siswa melaksanakan
kegiatan belajarnya. Siswa menjadi pusat seluruh kegiatan belajar mengajar di
sekolah (student centered). Dalam hal ini, mestinya peran guru di depan kelas lebih
diposisikan sebagai motivator, mediator, fasilitator dan evaluator. Bila ada guru
yang jauh lebih aktif mengajar dibandingkan siswanya di sekolah, perilaku tersebut
jelas menyalahi dasar-dasar pembelajaran. Jadi, dalam hal ini guru memang
diharapkan menjadi ujung tombak bagaimana prinsip student centered itu bisa
diterapkan secara optimal, tentu dengan didukung oleh segenap komponen sistem
pendidikan lainnya.

9. Apa filsafat perenialisme itu?


Secara etimologis, perenialisme diambil dari kata perennial dengan mendapat
tambahan -isme, perenial berasal dari bahasa Latin yaitu perennis, yang kemudian
diadopsi ke dalam bahasa Inggris, berarti kekal, selama-lamanya atau abadi. Sedang
tambahan –isme di belakang mengandung pengertian aliran atau paham.3 DalamOxford
Advanced Learner’s Dictionary Of Current English perenialisme diartikan sebagai
“continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” yang berarti
abadi atau kekal. Jadi perenial-isme bisa didefinisikan sebagai aliran atau paham
kekekalan. Istilah philosophia perennis (filsafat keabadian) digunakan untuk pertama
kalinya di dunia Barat oleh Augustinus Steuchus sebagai judul karyanya De
Perenni Philosophia yang diterbitkan pada tahun 1540. Dengan demikian filsafat
perenial adalah tradisi yang bukan dalam pengertian mitologi yang sudah kuno yang
hanya berlaku bagi suatu masa kanak-kanak, melainkan merupakan sebuah
pengetahuan yang benarbenar riil.
Pendidikan perenialisme memiliki arah yang berlawanan dengan modernisasi
yang lebih mengutamakan logika, rasio dan memandang sesuatu berdasarkan materi
(Habsari, 2013:154). Pendidik di masa modern saat ini lebih dipengaruhi oleh
pandangan hidup yang bercorak atheis, materialis dan skeptis. Hal ini akan
memunculkan suatu individu yang individualistik, materialistik, hedonistik dan lainnya
(Setiawan, & Sudrajat, 2018: 26). Apabila hal ini dibiarkan tentunya akan berdampak
buruk bagi kehidupan sekarang maupun masa yang akan datang. Dari hal tersebut maka
perlu adanya usaha untuk mengubah krisis pendidikan yang terjadi dengan mencari dan
menemukan solusi dan tujuan yang jelas, dimana ini semua merupakan tujuan dari
filsafat pendidikan. Jadi filsafat pendidikan perenialisme disini lebih mengutamakan
kebudayaan masa lampau yang memang lebih ideal dan telah teruji (Wora, 2006: 18).

10. Bagaimana pemikirian filsafat perenialisme?


Perenialisme merupakan aliran filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan
norma yang bersifat abadi, sehingga perenialsime ini dianggap sebagai suatu aliran
filsafat menginginkan untuk kembali pada nilai-nilai kebudayaan pada masa lampu,
maksudnya adalah membina atau mempelajari kembali nilai-nilai masa lampau untuk
menghadapi permasalahan di kehidupan manusia masa sekarang bahkan masa yang
akan datang (Syam, 1998: 295-297). Jadi perenialisme ini berupaya untuk menerapkan
kembali budaya atau adat yang telah menjamur di dalam kehidupan, bahwasanya hal
tersebut akan selalu perlukan dengan kata lain bersifat abadi. Aliran perenialisme ini
menganggap bahwasannya tidak ada jalan lain selain kembali pada prinsip umum yang
telah ada dan menjadi dasar tingkah laku dan segala perbuatan yang terjadi pada zaman
yunani kuno dan abad pertengahan. Maksud dari hal tersebut adalah kepercayaan
aksiomatis tentang pengetahuan, realitas, dan nilainilai pada zaman tersebut (Assegaf,
2011: 193).

11. Bagaimana karakteristik filsafat perenialisme?


Menurut (Assegaf, 2011: 193-194) adapun empat karakteristik pada filsafat
perenialisme sebagai berikut.
1. Perenialisme selalu mengambil jalan regresif, maksudnya adalah kembali kepada
nilai-nilai dan prinsip dasar yang melekat pada pendidikan masa Yunani Kuno dan
abad Pertengahan.
2. Perenialisme menganggap bahwasannya realita itu memiliki tujuan.
3. Perenialime menganggap bahwa belajar itu merupakan latihan dan disiplin mental.
4. Perenialisme menganggap kenyataan yang paling itu berada di balik alam, penuh
dengan kedamaian, dan transcendental.

12. Apa ciri-ciri filsafat perenialisme?


Adapun ciri-ciri dari filsafat perenialisme adalah sebagai berikut.
1. Filsafat perenialisme mengarah pada pencapaian kepada yang absolut melalui
pendekatan mistik melalui intelek yang lebih tinggi dalam memahami secara langsung
(Ramayulis, 2015: 24)
2. Filsafat perenialisme menjelaskan bahwa sumber dari segala sumber adalah segala
sesuatu yang bersifat relatif, tidak lebih sebagai jejak, kreasi dan cerminan esensi dan
substansinya diluar jangkauan nalar manusia (Kertanegara, 2017: 3)
3. Filsafat perenialisme berupaya untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang abadi.
4. Filsafat perenialisme selalu memperhatikan keterkaitan seluruh eksistensi yang ada
di alam semesta dengan realitas mutlak

13. Bagaimana implementasi filsafat perenialisme dalam pendidikan?


Aliran ini dibangun atas dasar keyakinan ontologis, bahwasanya pengetahuan
pendidikan itu sudah ada sejak dulu dengan adanya subyek individu yang sedang
mencari ilmu dan bagaimana ia menggunakan ilmu tersebut. Dan aliran ini memiliki
prinsip dasar dalam mencari kebenaran abadi. Dimana kebenaran ini dapat kita peroleh
dengan latihan intelektual yang menyebabkan fikiran menjadi teratur. Aliran
pendidikan berpendapat bahwa transfer ilmu pengetahuan tentang kebenaran mutlak.
Pengetahuan yaitu hasil akhir/ informasi apabila seseorang sudah mencari
kebenarannya. Karena pada dasarnya setiap pendidikan mencari data yang valid agar
mendapatkan tujuan akhir yaitu kebenaran.
Dengan demikian, solusi untuk menumbuhkan rasa semangat untuk belajar
adalah dengan mendisiplinkan diri. Disiplin mampu diraih dengan melalui disiplin
eksternal terlebih dahulu. Dapat disimpulkan bahwasanya belajar sangat penting untuk
memcahkan suatu problem dengan metode mencari kebenaran pada isi aliran ini,
dengan tanda kutip boleh mengikuti adanya perkembangan teknologi, tetapi tidak
menghilangkan nilai-nilai budaya aslinya. Pada aliran ini atau dikenal dengan aliran
perenialisme aliran masa lampau. Penerapan aliran perenialisme dalam pendidikan
sangat dibutuhkan agar individu tidak menghilangkan nilai-nilai budaya yang sudah
ada.

14. Filosofi apa yang digunakan di kelas pada video ?


Berdasarkan video pertama yang disajikan pada youtube terkait "pecahan"
adapun pandangan filosofi secara umum yang digunakan untuk mengembangkan
strategi pembelajaran yang dilakukan adalah aliran filsafat perenialisme. Aliran
pendidikan perenialisme berpendapat bahwa transfer ilmu pengetahuan tentang
kebenaran mutlak. Hal tersebut tersebut ditunjukan ketika guru mengajak siswa
menyanyikan lagu “Halo-halo Bandung”, ini sesuai dengan filosofi perenialisme yang
menjunjung adat dan budaya. Metode – metode yang digunakan juga secara turun
temurun dari generasi ke generasi, yaknidengan cara menjelaskan secara gamblang dan
detail langkah-langkah terkait pecahan. Sehingga metode yang diberikan guru tersebut
menjadi budaya atau adat istiadat dalam menyampaikan pembelajaran yang akan terus
dilakukan dari generasi ke generasi.
Jadi perenialisme ini berupaya untuk menerapkan kembali budaya atau adat
yang telah menjamur di dalam kehidupan, bahwasanya hal tersebut akan selalu
perlukan dengan kata lain bersifat abadi. Jadi filsafat pendidikan perenialisme disini
lebih mengutamakan kebudayaan masa lampau yang memang lebih ideal dan telah
teruji (Wora, 2006: 18). Bahwasanya pengetahuan terkait hal tersebut sudah ada sejak
dulu dengan adanya subyek individu yang sedang mencari ilmu dan bagaimana ia
menggunakan ilmu tersebut. Serta guru memberikan latihan-latihan soal terkait materi
yang telah diajarkan dengan tujuan untuk melatih siswa agar lebih paham terkait
pecahan.
Kemudian berdasarkan video kedua yang disajikan pada youtube terkait
"penjumlahan dan pengurangan dua sudut trigonometri" adapun pandangan filosofi
secara umum yang digunakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang
dilakukan adalah aliran filsafat progresivisme dan juga filsafat pragmatisme. Hal ini
sesuai dengan salah satu prinsip filsafat progresivisme, yaitu sekolah harus
meningkatatkan “student government“, diskusi bebas tentang suatu masalah, partisipasi
penuh dalam semua pengalaman pendidikan, karena pada video kedua guru tersebut
menggunakan pembelajaran interaktif yang menuntut adanya interaksi antar siswa dan
guru serta antar siswa. Selain itu, pada video ini, juga didasari filsafat pragmatisme
yang mana aliran filsafat pagmatisme mengidealkan siswa sebagai subyek yang aktif,
bukan pasif.

Sedangkan pada video ketiga yang terkait dengan SPLTV, adapun filosofi yan
g digunakan diantaranya filsafat pragmatisme dan filsafat rekonstruksionisme. Video
tersebut sesuai dengan aliran filsafat pragmatism karena pada pembelajaran tidak hanya
terpusat pada guru tetapi juga terpusat pada siswa. Guru berperan sebagai pembimbing
bagi siswa. Selain itu, video ini juga sesuai dengan filsafat rekonsutruksionisme karena
pada aliran ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam membantu dan
menyediakan kondisi kepada subjek didik agar subjek didiknya mampu dan
keterampilan dalam memberikansolusi terhadap berbagai masalah sosial, ekonomi, dan
politik yang tumbuh dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan materi dan model
pembelajaran yang diambil pada video ketiga.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S. (2012). Filsafat Aliran Rekonstruksionisme.


Mu’ammar, M. A. (2017). Analisis Konsep Filsafat Perenial dan Aplikasinya dalam Pendidikan
Islam.
Putri, S. D. (2021). Analisis Filsafat Pendidikan Perenialisme dan Peranannya dalam
Pendidikan Sejarah. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah.
Wasitohadi. (2012). Pragmatisme, Humanisme, dan Implikasinya Bagi Dunia Pendidikan di
Indonesia. Satya Widya, 175-189

Anda mungkin juga menyukai