Disusun oleh:
Anis Kurlillah - 1213622013
Karen Angel - 1213622015
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan pemahaman
bagi mahasiswa program studi yang bergerak pada bidang pendidikan mengenai
pengembangan kurikulum. Terima kasih kepada Bapak Rendy Aditya, B.TCFL., M.Pd. dan
Ibu Rizky Wardhani S.S., M.TCSOL selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi
Pengajaran Bahasa Mandarin atas bimbingannya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa dalam
memahami apa dan bagaimana pengembangan kurikulum yang efektif dan berkualitas, serta
dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi belajar bagi mahasiswa dalam dalam memahami
serta mengembangkan suatu kurikulum yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Kritik
dan saran yang membangun sangat diapresiasi agar makalah ini dapat terus dikembangkan
menjadi lebih baik lagi.
Penyusun,
5 Maret 2024
2
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...5
2.1 Metode Penerjemahan Tata Bahasa (Grammar Translation Method)..................................5
2.2 Metode Langsung (Direct Method)....................................................................................10
2.3 Metode Audiolingual dan Audiovisual (Audiolingual and Audiovisual Method).............12
2.3.1 Metode Audiolingual (Audiolingual Method)............................................................12
2.3.2 Metode Audiovisual (Audiovisual Method)...............................................................14
2.4 Pembelajaran Bahasa Komunitas (Community Language Learning)................................16
2.5 Metode Saintifik (Scientific Method).................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...25
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan pengajaran, guru akan menggunakan satu atau berbagai jenis metode
pengajaran agar sasaran pembelajaran yang ingin diraih dapat tercapai dalam diri siswa.
Sebelum menggunakan suatu metode, guru perlu mempertimbangkan ciri khas metode yang
akan dipakai serta kesinambungannya dengan kesediaan fasilitas, karakteristik siswa dalam
kelas yang akan diajar, tingkat kemampuannya sendiri.
Maka dari itu, dalam rangka menambah pengetahuan serta memperluas wawasan
sesama mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Mandarin tentang metode-metode
pembelajaran bahasa asing, dalam makalah ini akan dibahas 5 metode pengajaran yang dapat
dipakai, yaitu 1) Grammar Translation Method, 2) Direct Method, 3) Audiolingual and
Audiovisual Method, 4) Community Language Learning, dan 5) Scientific Method.
1.3 Tujuan
1. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang apa saja definisi, latar
belakang, proses pembelajaran, serta kelebihan dan kekurangan dari Grammar
Translation Method.
2. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang apa saja definisi, latar
belakang, proses pembelajaran, serta kelebihan dan kekurangan dari Direct Method.
4
3. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang apa saja definisi, latar
belakang, proses pembelajaran, serta kelebihan dan kekurangan dari Audiolingual and
Audiovisual Method.
4. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang apa saja definisi, latar
belakang, proses pembelajaran, serta kelebihan dan kekurangan dari Community
Language Learning.
5. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang apa saja definisi, latar
belakang, proses pembelajaran, serta kelebihan dan kekurangan dari Scientific
Method.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Digunakan dalam studi bahasa Latin klasik yang dipakai dalam karya-karya klasik
seperti Virgil, Ovid, dan Cicero, GTM diterapkan sebagai model standar pembelajaran bahasa
asing dari abad ke-17 sampai abad ke-19 Masehi. Akibatnya, saat bahasa-bahasa yang relatif
lebih “modern” memasuki kurikulum sekolah-sekolah Eropa pada abad ke-18, semua bahasa
tersebut diajarkan dengan prosedur dasar yang sama dengan yang digunakan untuk
mengajarkan bahasa Latin. Namun, menjelang pertengahan abad ke-19, terjadilah Gerakan
Reformasi yang mengandung pertentangan terhadap GTM serta kemunculan berbagai ide
pendekatan alternatif terhadap pengajaran bahasa.
Larsen-Freeman (1986) dalam Lestary (2019) memberikan beberapa teknik khas yang
terkait dengan Grammar Translation Method, yaitu:
1. Penerjemahan. Para siswa diinstruksikan untuk menerjemahkan sebuah teks dalam
bahasa target ke dalam bahasa ibu mereka.
2. Pemahaman bacaan. Para siswa perlu untuk menjawab beberapa pertanyaan dan
menemukan beberapa informasi berdasarkan teks yang mereka mereka pelajari.
3. Antonim dan sinonim. Para siswa diinstruksikan untuk menemukan antonim atau
sinonim dari sekumpulan kata.
4. Mengisi bagian yang rumpang. Guru menyediakan kalimat yang tidak lengkap dan
siswa diinstruksikan untuk mengisi bagian yang rumpang dengan kata-kata atau yang
baru saja mereka pelajari.
5. Menghafal. Para siswa menghafal satu set kosakata baru atau aturan tata bahasa.
6. Menggunakan kata-kata dalam kalimat. Para siswa perlu membuat kalimat untuk
mendefinisikan atau mendeskripsikan kata atau istilah yang baru saja mereka pelajari.
Berhubungan dengan teknik-teknik khas yang diberikan di atas, Prator dan Celce
Murcia (1979) dalam Brown (2000) menjabarkan karakteristik utama Grammar Translation
Method:
1. Kelas dilaksanakan menggunakan bahasa ibu, dengan sedikit penggunaan aktif bahasa
sasaran.
2. Banyak kosakata diajarkan dalam bentuk daftar kosakata tertutup.
3. Penjelasan panjang dan mendetail dari rincian tata bahasa diberikan.
6
4. Tata bahasa menyediakan aturan untuk merangkai kata-kata, dan instruksi seringkali
berfokus pada bentuk dan infleksi kata-kata.
5. Pembacaan teks klasik sulit dimulai sejak tahap awal.
6. Sedikit perhatian ditujukan kepada isi teks, yang dianggap sebagai latihan analisis tata
bahasa.
7. Seringkali latihan yang diberikan hanyalah latihan menerjemahkan kalimat-kalimat
yang tidak berkesinambungan dari bahasa ibu ke bahasa sasaran.
8. Sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali perhatian yang ditujukan kepada pelafalan.
Tabel 1
Hasil Observasi Kelas yang Menggunakan Metode Grammar Translation Method serta
Prinsip GTM yang Terdapat dalam Kelas Tersebut (diambil dari Larsen-Freeman dan
Anderson, 2011: 18-19 dengan sedikit modifikasi)
2. Siswa menerjemahkan bagian teks Suatu tujuan penting adalah agar siswa
tersebut dari bahasa Inggris ke mampu menerjemahkan setiap bahasa ke
bahasa Spanyol. dalam bahasa lainnya. Jika siswa dapat
menerjemahkan satu bahasa ke dalam
bahasa lain, mereka dianggap sebagai
pemelajar bahasa yang sukses.
5. Guru memutuskan apakah sebuah Guru adalah figur otoritas dalam ruang
7
jawaban betul atau tidak. Jika kelas. Sangat penting bagi siswa untuk
jawaban salah, guru memilih siswa mendapatkan jawaban yang betul.
lain untuk menyediakan jawaban
yang betul atau guru sendirilah yang
memberikan jawaban yang betul.
8. Siswa diberi sebuah aturan tata Penting bagi siswa untuk mempelajari tata
bahasa untuk penggunaan objek bahasa atau bentuk bahasa sasaran.
langsung dengan verba dua kata.
11. Guru meminta para siswa untuk Siswa harus sadar akan aturan tata bahasa
menerangkan aturan tata bahasa. dalam bahasa sasaran.
12. Siswa menghafal bentuk present Sebisa mungkin, konjugasi verba dan
tense, past tense, dan past participle paradigma tata bahasa lainnya harus diingat
tense sekumpulan irregular verbs. dalam memori.
Dinilai terlalu menitikberatkan sisi teoritis dan mengabaikan sisi praktis kemampuan
berbahasa asing, Grammar Translation Method telah menuai banyak kritik dan
ketidakpuasan, terutama dari pelajar bahasa asing di ribuan sekolah yang akibat metode ini
memandang kegiatan pembelajaran bahasa asing sebagai “pengalaman melelahkan menghafal
daftar tata bahasa tidak terpakai yang tak ada habisnya serta mencoba menghasilkan
terjemahan sempurna dari prosa kaku atau sastra” (Richards & Rodgers, 1986). Brown (2000)
pun menganggap bahwa GTM “tidak melakukan apapun untuk meningkatkan kemampuan
komunikatif siswa dalam bahasa [asing] tersebut.”
Sehubungan dengan pernyataan di atas, Asi (2015) dalam Lestary (2019) merangkum
sejumlah kelemahan dalam GTM:
1. Kemampuan berbicara dan pemahaman lebih penting bagi pemelajar bahasa modern
dibandingkan kemampuan membaca dan menulis. Namun, GTM fokus terhadap
kemampuan membaca dan menulis alih-alih kemampuan berbicara.
8
2. Pemelajar harus secara bertahap mengakumulasi pengetahuan dari tingkat dasar ke
tingkat lanjut sebelum mereka dapat menggunakan bahasa tersebut dengan baik.
3. Dewasa ini, guru dan institusi lebih menyukai pembelajaran melalui metode
pemaparan dan pengalaman sedangkan GTM menggunakan penghafalan aturan tata
bahasa atau kosakata.
4. Guru dan pemelajar kebanyakan berkomunikasi dalam bahasa pertama, tetapi banyak
ahli telah memperdebatkan pentingnya penggunaan bahasa sasaran dalam ruang kelas.
5. Guru adalah pusat dari proses pembelajaran. Siswa berinteraksi dengan guru dengan
sedikit atau tanpa interaksi antarsiswa.
6. Akhir-akhir ini, para ahli dan praktisi memercayai bahwa penerjemahan bukanlah
teknik terbaik dalam mempelajari suatu bahasa.
7. Grammar Translation Method menitikberatkan akurasi, yang cukup berlawanan
dengan metode-metode pengajaran terkini yang mementingkan kelancaran berbahasa.
Meski begitu, pada kenyataannya GTM masih diterapkan secara luas dalam
pembelajaran bahasa asing hingga kini, terutama dalam situasi di mana “memahami teks
sastra merupakan fokus utama pembelajaran bahasa asing dan pengetahuan berbicara dalam
bahasa tersebut tidak begitu dibutuhkan” (Richards & Rodgers, 1986). Brown (2000) pun
berpendapat bahwa “mudah bagi guru untuk menyusun dan menilai secara objektif tes
peraturan tata bahasa dan penerjemahan, karena ada banyak tes bahasa asing terstandarisasi
yang tidak mencoba menguji kemampuan komunikatif, sehingga siswa memiliki sedikit
motivasi untuk mempelajari apapun selain analogi tata bahasa, penerjemahan, dan latihan
hafalan.”
Lebih lanjut, Lestary (2019) juga menjabarkan beberapa keuntungan GTM yang
membuatnya terus bertahan lama:
1. Banyak sekolah masih memiliki kelas-kelas dengan jumlah siswa yang banyak,
sehingga GTM menjadi salah satu metode paling efektif dalam mengajar kelas besar
karena berpusat pada guru.
2. Teknik penerjemahan teks ke dalam bahasa pertama (L1) membantu pemelajar
memahami teks secara penuh dan menghindari terjadinya kesalahpahaman.
3. Kata dan frasa dalam bahasa sasaran dapat dijelaskan secara cepat saat siswa
menerjemahkan teks sehingga menghemat waktu. Bahkan, guru yang tidak lancar
berbicara dalam bahasa kedua (L2) masih dapat mengajarkannya karena metode ini
tidak bergantung pada kemampuan berbicara guru.
4. Para siswa tidak akan kesulitan dalam merespon pertanyaan karena pertanyaan
kemungkinan besar diberikan dalam bahasa pertama. Ini membantu guru memahami
apakah para siswa telah atau belum mempelajari apa yang sudah diajarkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa GTM adalah metode klasik yang
membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menerjemahkan teks dalam
bahasa sasaran serta relatif tidak begitu menuntut guru untuk lancar berbicara dalam bahasa
tersebut, tetapi bersifat satu-arah serta tidak cocok bagi siswa yang memerlukan kemampuan
berbicara bahasa asing secara praktis dalam dunia nyata.
9
Berikut contoh kegiatan pelaksanaan pembelajaran menggunakan Grammar
Translation Method yang dapat diamati melalui tautan video ini: The Grammar Translation
Method (youtube.com)
Prinsip mendasar dari metode ini adalah bahwa proses pembelajaran bahasa kedua
seharusnya meniru proses pembelajaran bahasa pertama, dengan fokus pada interaksi lisan
yang aktif, penggunaan bahasa secara spontan, serta minimnya atau bahkan tanpa
penerjemahan antara bahasa pertama dan kedua. Selain itu, analisis gramatikal yang terlalu
mendalam juga dihindari, dengan guru lebih memilih untuk mengajarkan tata bahasa secara
induktif. Pendekatan ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih alami dan menekankan
pengalaman langsung dalam menggunakan bahasa, sehingga memfasilitasi pemahaman dan
penggunaan bahasa yang lebih efektif. (Stephen D. Krashen, 1982: 135)
Metode langsung (direct method) dikembangkan oleh Maximilian Berlitz, seorang ahli
pengajaran bahasa di Jerman menjelang abad ke-19. Faktor pendorong munculnya metode
langsung yakni adanya penolakan atau ketidakpuasan terhadap metode pengajaran tata bahasa
dan terjemahan. Pada saat itu memang metode pengajaran tata bahasa dan terjemahan
merupakan metode pengajaran bahasa kedua dan asing yang populer.
Menurut H.G. Palmer, metode langsung memiliki beberapa ciri khas yang mencakup:
1. Penghilangan Terjemahan: Terjemahan dalam segala bentuknya dihilangkan dari
lingkungan kelas, termasuk penggunaan bahasa ibu dan kamus dwibahasa.
2. Tata Bahasa Induktif: Jika tata bahasa diajarkan, itu dilakukan secara induktif, artinya
melalui pengamatan dan penalaran dari contoh-contoh yang diberikan, membantu
siswa memahami aturan tata bahasa secara alami.
3. Prioritas Pengajaran Lisan: Pembelajaran lisan ditempatkan di depan segala bentuk
membaca dan menulis. Komunikasi verbal menjadi fokus utama, memungkinkan
siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara dan mendengarkan secara
efektif.
4. Penggunaan Teks yang Bersambung: Kalimat-kalimat yang terputus digantikan
dengan teks-teks yang saling terkait, sehingga menciptakan konteks yang lebih alami
bagi pembelajaran.
10
5. Pembelajaran Pengucapan yang Sistematis: Pengucapan diajarkan secara terstruktur
berdasarkan prinsip-prinsip fonetik dan fonologi dari bahasa yang
dipelajari,membantu siswa menguasai pengucapan yang akurat dan fasih.
6. Pengajaran Makna Melalui Konteks: Makna kata dan bentuk diajarkan melalui objek
atau konteks alamiah, memungkinkan peserta didik untuk memahami penggunaan
bahasa dalam situasi nyata.
7. Interaksi Guru-Siswa dalam Pemahaman Kosakata dan Struktur Bahasa: Kosakata
dan struktur bahasa ditanamkan terutama oleh guru, sementara siswa merespons dan
berinteraksi dengan materi pembelajaran tersebut.
11
Berdasarkan penjabaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa metode langsung dalam
pembelajaran bahasa asing bertujuan untuk meniru proses pembelajaran bahasa pertama
dengan fokus pada interaksi lisan yang intensif. Dalam metode ini, siswa didorong untuk
mendengarkan dan berbicara dalam bahasa target, sementara kemampuan membaca dan
menulis dikembangkan secara bertahap. Meskipun memiliki kelebihan seperti kontrol penuh
guru dan pengembangan kemampuan berbicara siswa, metode ini juga memiliki kekurangan
seperti ketergantungan pada kemampuan mendengarkan dan kurangnya penguasaan
membaca dan menulis. Oleh karena itu, penerapan metode langsung perlu disesuaikan
dengan konteks pembelajaran dan kebutuhan siswa untuk memaksimalkan efektivitasnya.
Metode audiolingual dan audiovisual memiliki potensi yang kuat untuk saling
berkolaborasi dalam pembelajaran bahasa. Metode audiolingual, dengan fokusnya pada
latihan berulang-ulang dalam struktur bahasa dan pengembangan keterampilan lisan, dapat
diintegrasikan dengan metode audiovisual yang menekankan pada penggunaan berbagai
media untuk menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan kontekstual. Penggunaan
audiovisual dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konteks dan memberikan
stimulus visual yang mendukung proses pembelajaran bahasa. Dengan kolaborasi ini, siswa
dapat memperoleh manfaat dari kelebihan masing-masing metode, menciptakan pengalaman
pembelajaran yang lebih holistik dan mendalam. Integrasi keduanya dapat memberikan
variasi dalam pembelajaran, meningkatkan motivasi siswa, dan meningkatkan efektivitas
pembelajaran bahasa secara keseluruhan.
12
Metode audiolingual memiliki beberapa asumsi dasar. Pertama, bahasa dipandang
sebagai ujaran, yang berarti bahasa dipahami melalui kegiatan berbicara dan mendengarkan.
Asumsi lainnya adalah bahwa bahasa adalah kebiasaan, yang berarti perilaku berbahasa akan
menjadi kebiasaan jika dilatih secara berulang-ulang. Oleh karena itu, metode ini
menekankan pada pengulangan (repetisi) dalam proses pembelajaran (Effendi, 2009: 47).
13
pembelajaran, beberapa siswa mungkin hanya mengulangi tanpa memahami
maknanya, seperti berbicara tanpa pemahaman yang mendalam.
1. Pemanfaatan media audio: Penggunaan media audio seperti kaset, video, film, slide,
dan media pendukung lainnya untuk memberikan contoh dan penjelasan yang lebih
jelas tentang materi pembelajaran. Ini membantu siswa memperkuat pemahaman
mereka terhadap materi yang diajarkan
2. Penggunaan teknik mimikri dan penghafalan: Penggunaan teknik mimikri dan
penghafalan untuk melatih kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan.
Dengan berulang-ulang mengikuti dan mengulangi pola bahasa yang diajarkan,
diharapkan siswa dapat lebih lancar dan percaya diri dalam berbicara.
3. Dramatisasi dialog: Melibatkan siswa dalam dramatisasi dialog atau teks yang telah
dipelajari untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi mereka. Hal ini
memungkinkan siswa untuk berlatih menggunakan bahasa dalam konteks yang lebih
nyata dan relevan.
4. Fokus pada latihan mendengarkan dan berbicara: Pemberian fokus utama pada latihan
mendengarkan dan berbicara sebelum siswa mulai membaca dan menulis. Tujuannya
adalah agar siswa dapat menguasai kemampuan berbicara dalam bahasa target
sebelum mempelajari keterampilan lainnya.
5. Integrasi media audiovisual: Pemanfaatan berbagai media audio visual seperti kaset,
video, film, slide, dan media pendukung lainnya untuk memperkuat pemahaman
siswa terhadap materi pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengalaman
belajar yang lebih mendalam dan menarik bagi siswa.
14
Media pembelajaran audiovisual merupakan sebuah unit media pembelajaran elektronik
yang menggabungkan elemen auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan) sebagai sarana
untuk menyampaikan informasi kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar. Menurut
Nasution (1999), penggunaan film dalam konteks pendidikan sangat berharga karena dapat
membantu dalam mengembangkan pemikiran dan pendapat peserta didik, meningkatkan daya
ingat terhadap materi pelajaran, merangsang imajinasi peserta didik, serta memupuk minat
dan motivasi belajar.
15
2. Tidak dapat dinikmati siapa saja: Bergantung pada sumber energi listrik atau internet,
sehingga daerah yang belum terjangkau oleh ketersediaan listrik atau internet
mungkin tidak dapat mengaksesnya dengan baik.
3. Mengurangi interaksi siswa dan guru: Sifat komunikasi yang searah dalam
penggunaan media audiovisual mengurangi kesempatan untuk memberikan umpan
balik. Ini dapat menghambat interaksi antara guru dan siswa serta antara sesama siswa
dalam pembelajaran.
1. Pemilihan Media yang Tepat: Diusahakan untuk memilih media pembelajaran audio
visual yang sesuai dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
2. Persiapan Perangkat: Pastikan semua perangkat yang diperlukan, seperti laptop,
proyektor, speaker, dan materi audio visual sudah siap digunakan sebelum sesi
pembelajaran dimulai.
3. Perhatikan Penataan Ruang: Pastikan posisi duduk siswa dan pencahayaan ruangan
mendukung agar siswa dapat melihat dan mendengar dengan jelas.
4. Penggunaan Media dalam Pembelajaran: Gunakan media audio visual secara efektif
dalam penyampaian materi pembelajaran, mendorong kreativitas siswa, dan
mempertahankan minat mereka selama proses pembelajaran.
16
Dalam tradisi pengajaran bahasa Community Language Learning kadang-kadang
disebut sebagai contoh "pendekatan humanistik" (humanistic approach). Hubungan juga
dapat ditarik antara prosedur CLL dan pendidikan bilingual, khususnya serangkaian prosedur
bilingual yang disebut sebagai "pergantian bahasa" (language alternation) atau "peralihan
kode" (code switching). Pembelajaran Bahasa Komunitas mengacu pada metafora konseling
untuk mendefinisikan kembali peran guru (konselor) dan pemelajar (klien) di kelas bahasa.
Dengan demikian, prosedur dasar CLL dengan demikian dapat dilihat sebagai berasal dari
hubungan konselor-klien (Richards & Rodgers, 1986).
Tabel 2
Perbandingan Hubungan Klien-Konselor dalam Psychological counseling dan CLL (Richards
& Rodgers, 1986: 114)
1. Klien dan konselor setuju [masuk ke 1. Pemelajar dan pengajar setuju untuk
dalam kontrak] untuk melakukan menjalankan proses pemelajaran
konseling. bahasa.
2. Klien mengutarakan masalahnya 2. Pemelajar menyajikan (dalam L1)
dalam bahasa afeksi. kepada pengajar pesan yang ingin
3. Konselor menyimak dengan disampaikan kepada orang lain.
saksama. 3. Pengajar menyimak dan pemelajar
4. Konselor menyatakan kembali isi lain ikut mendengar.
pesan klien dalam bahasa kognisi. 4. Pengajar menyatakan kembali pesan
5. Klien mengevaluasi akurasi pemelajar dalam L2.
pernyataan kembali pesan konselor. 5. Pemelajar mengulang pesan dalam
6. Klien bereaksi terhadap interaksi bentuk L2 kepada penerima pesan
dari sesi konseling. tersebut.
6. Pemelajar memutar ulang (dari kaset
atau memori) dan merefleksikan
pesan yang ditukarkan dalam kelas
bahasa.
17
4. Transkripsi. Pemelajar menuliskan ucapan dan percakapan yang telah mereka rekam
untuk latihan dan analisis bentuk linguistik.
5. Analisis. Pemelajar menganalisis dan mempelajari transkripsi kalimat bahasa sasaran
untuk fokus pada penggunaan leksikal tertentu atau pada penerapannya aturan tata
bahasa tertentu.
6. Refleksi dan observasi. Pemelajar merefleksikan dan melaporkan pengalaman mereka
kelas, baik sebagai satu kelas maupun dalam kelompok. Hal ini biasanya terdiri dari
ekspresi perasaan – perasaan terhadap satu sama lain, reaksi terhadap keheningan,
kekhawatiran terhadap sesuatu yang ingin dikatakan, dan sebagainya.
7. Mendengarkan. Pemelajar mendengarkan monolog guru yang melibatkan unsur-unsur
yang mungkin mereka pernah peroleh atau dengar dalam interaksi kelas.
8. Percakapan bebas. Para pemelajar terlibat dalam percakapan bebas dengan guru atau
dengan sesama pemelajar lainnya. Ini mungkin mencakup pembahasan mengenai apa
yang mereka pelajari serta perasaan yang mereka miliki mengenai cara mereka
mempelajarinya.
Dieter Stroinigg dalam Stevick (1980) menyajikan protokol yang dibahas di hari
pertama kelas CLL yang diuraikan di bawah ini:
1. Melakukan salam informal dan perkenalan diri.
2. Pengajar membuat pernyataan tentang tujuan dan pedoman kelas.
3. Terjadi sesi percakapan bahasa asing.
a. Sebuah lingkaran dibentuk sehingga setiap orang dapat melakukan kontak
visual satu sama lain dan semuanya mudah dijangkau oleh mikrofon tape
recorder.
b. Seorang siswa memulai percakapan dengan siswa lainnya dengan memberikan
pesan di L1 (bahasa pertama).
c. Instruktur, yang berdiri di belakang siswa, membisikkan pesan yang mirip
dengan pesan dalam L2 (bahasa kedua).
d. Siswa tersebut kemudian mengulangi pesan dalam L2 kepada penerimanya
dan juga ke mikrofon tape recorder.
e. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk menyusun dan merekam beberapa
pesan.
f. Tape recorder diputar ulang secara berkala.
g. Setiap siswa mengulangi arti dalam L1 dari apa yang dia katakan di L2 dan
membantu menyegarkan ingatan siswa lain.
4. Siswa kemudian berpartisipasi dalam periode refleksi, di mana mereka diminta untuk
mengungkapkan perasaan mereka tentang pengalaman sebelumnya dengan jujur.
5. Dari materi yang baru dicatat guru memilih kalimat-kalimat untuk ditulis di papan
tulis yang menonjolkan unsur tata bahasa, ejaan, dan kekhasan penggunaan huruf
kapital dalam L2.
6. Siswa didorong untuk bertanya tentang hal-hal di atas.
7. Siswa didorong untuk menyalin kalimat dari papan tulis yang diberi catatan arti dan
kegunaannya. Ini menjadi "buku teks" mereka untuk pembelajaran di rumah.
18
Brown (2000) menunjukkan bahwa CLL memiliki banyak kelebihan dan kekurangan.
Melalui CLL, segala ancaman yang dapat menimbulkan perasaan diasingkan dan
ketidakcakapan dalam kelas, seperti ancaman dari guru mahatahu, ancaman membuat
kesalahan dalam bahasa asing di depan teman sekelas, serta ancaman berkompetisi dengan
siswa lain agaknya dihilangkan. Konselor memperbolehkan pemelajar untuk menentukan
jenis percakapan serta menganalisis bahasa asing secara induktif. Dalam situasi di mana
penjelasan atau penerjemahan dirasa tidak memungkinkan, seringkali klien-pemelajarlah
yang turun tangan dan menjadi konselor untuk membantu motivasi tersebut dan
memanfaatkan motivasi intrinsik.
Sebaliknya, ada pula beberapa masalah praktis dan teoritis dari CLL yang
dipertanyakan Brown, di antara lain:
1. Peran guru yang dapat menjadi terlalu kurang mengarahkan. Siswa seringkali perlu
arahan, terutama dalam tahap pertama, di mana seolah-olah ada pergumulan
terus-menerus dalam mempelajari bahasa asing. Hal ini dapat diatasi dengan arahan
supportif dan juga asertif dari guru.
2. Ketergantungan CLL dengan strategi pembelajaran induktif. Brown menyatakan
bahwa pembelajaran deduktif telah banyak diakui sebagai strategi pembelajaran yang
layak dan efektif serta bahwa orang dewasa khususnya dapat mengambil manfaat dari
strategi pembelajaran deduktif maupun induktif. Brown berpendapat bahwa kesulitan
pemelajar bahasa asing pada tahap pertama dapat diatasi dengan pengajaran yang
lebih terarah dan deduktif, kemudian barulah memakai strategi pembelajaran induktif
di tahap kedua atau ketiga ketika pemelajar sudah lebih mandiri.
3. Kesuksesan CLL sangat bergantung pada keahlian penerjemahan konselor.
Penerjemahan adalah suatu proses intrik dan kompleks yang “lebih mudah diucapkan
daripada dilakukan”; jika aspek halus dalam suatu bahasa salah diterjemahkan, maka
akan timbul pemahaman yang kurang dari efektif mengenai bahasa sasaran.
19
materi ini karena produk pendidikan dasar menengah belum menghasilkan lulusan yang
mampu berpikir kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain (Nurdin dan
Adriantoni, 2019).
Nurdin dan Adriantoni (2019) juga menulis bahwa proses pembelajaran menyentuh tiga
ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik
yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi.
a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
"tahu mengapa."
b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik "tahu bagaimana".
c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik "tahu apa."
d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi
aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
f. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua
mata pelajaran.
20
Salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah
pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dalam tahapan
kegiatan pembukaan, inti, dan penutup. Salah satu tahapan pembelajaran yaitu kegiatan inti
dilaksanakan dengan pendekatan saintifik yang meliputi kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
1. Mengamati
Mengamati dilakukan untuk mengetahui objek di antaranya dengan menggunakan
indera seperti melihat, mendengar, menghirup, merasa, dan meraba.
2. Menanya
Anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang telah diamati maupun hal-hal
lain yang ingin diketahui.
3. Mengumpulkan Informasi
Mengumpulkan informasi dilakukan melalui beragam cara, misalnya: dengan
melakukan, mencoba, mendiskusikan dan menyimpulkan hasil dari berbagai sumber.
4. Menalar
Menalar merupakan kemampuan menghubungkan informasi yang sudah dimiliki
dengan informasi yang baru diperoleh sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih
baik tentang suatu hal.
5. Mengomunikasikan
Mengomunikasikan merupakan kegiatan untuk menyampaikan hal-hal yang telah
dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, dan dengan
menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari adonan, boneka dari
bubur kertas, kriya dari bahan daur ulang, dan hasil anyaman (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 146 tahun 2014).
Tabel 3
Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Pendekatan Ilmiah/Pendekatan Saintifik (Yolanda
dan Suryana, 2018: 17-18)
21
● Menstimulus anak untuk Menanya ● Bertanya tentang segala
bertanya. sesuatu yang diamati.
● Membimbing anak untuk ● Belajar merangkai kalimat
menyempurnakan bertanya.
pertanyaannya. ● Berupaya untuk mencari
● Mengembangkan rasa ingin informasi tentang segala
tahu anak. sesuatu yang dia kerjakan.
22
7. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
8. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
9. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
10. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
11. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
12. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
13. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
14. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu (Kemendikbud, 2014 dalam
Ambarsari, 2016).
23
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Memahami dan menggali berbagai metode pembelajaran bahasa seperti Grammar
Translation Method, Direct Method, Audiolingual Method, Audiovisual Method, Community
Language Learning, dan Scientific Method adalah langkah kunci untuk menciptakan
pengalaman pembelajaran yang bervariasi dan berdaya guna bagi siswa. Setiap metode
memiliki pendekatan yang unik dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan
memilih dan mengintegrasikan berbagai metode ini sesuai dengan kebutuhan dan preferensi
siswa, pendidik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, berdaya guna,
dan bermakna, memperkaya proses pembelajaran bahasa secara menyeluruh.
3.2 Saran
Dalam penggunaan berbagai metode pembelajaran bahasa, penting bagi pendidik
untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang setiap metode yang tersedia. Pastikan
untuk memilih teknologi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan ketersediaan sumber
daya di lingkungan pembelajaran. Cobalah untuk menggabungkan berbagai metode
pembelajaran bahasa secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa.
Gunakan variasi dalam pendekatan pembelajaran untuk menjaga minat dan motivasi siswa.
Terakhir, lakukan evaluasi terhadap efektivitas metode pembelajaran yang digunakan dan
sesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan respons siswa. Dengan
memperhatikan saran-saran ini, pendidik dapat menciptakan pengalaman pembelajaran
bahasa yang lebih bervariasi, menarik, dan efektif bagi siswa.
24
DAFTAR PUSTAKA
Kasmiati. (2023). Implementasi Metode Langsung dalam Pembelajaran Bahasa Arab untuk
Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(3), 3067-3076.
Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Metode. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/metode
Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Pembelajaran. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pembelajaran
Larsen-Freeman, Diane, dan Anderson, Marti. (2011). Techniques & Principles in Language
Teaching (3rd ed). New York: Oxford University Press.
Lestary, Agustina. (2019). The Use of Grammar Translation Method (GTM) in Teaching
Bahasa Indonesia to Foreign Learner. TEFLA Journal (Teaching English as Foreign
Language and Applied Linguistic Journal), 1(2), 1-4.
Nurdin, Syarifuddin dan Adriantoni. (2019). Kurikulum dan Pembelajaran (edisi kedua).
Depok: Rajawali Pers.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 146 tahun 2014. Tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Qudrotulloh, Alvin., Sudjani, D.H., Indra, Syukri. (2020). Direct Method: Pembelajaran
Bahasa Arab Dengan Menggunakan Metode Langsung. Tatsqifiy: Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab, 2(2), 119-131.
Richards, Jack C., dan Rodgers, Theodore S.. (1986). Approaches and methods in language
teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
25
Stevick, Earl Wilson. (1980). Teaching Languages: A Way and Ways. Rowley, Mass.:
Newbury House.
Yani, Damai. (2016). Audio-Lingual Method in Teaching Kaiwa. Lingua Didaktika: Jurnal
Bahasa dan Pengajaran Bahasa, 10(1), 9-17.
Yolanda, Erick dan Suryana, Dadan. (2018). Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Padang: Universitas Negeri Padang.
26