Disusun Oleh:
Kelompok II
Kelas Reguler A
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai
terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan
Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut
dan pesisir Indonesia mencapai ¾ wilayah Indonesia (5,8 juta km2 dari
7.827.087 km2). Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumberdaya
dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring
dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya,
manusia memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan.
Konsekuensi yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi
aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Menurut Sunartono (2011),
Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan
(marine resource based), seperti nelayan, pembudidaya ikan,
penambangan pasir dan transportasi laut.
Sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada pada sektor informal,
misalnya sektor pertanian, industri kecil, nelayan, peternak, perajin
batubata, perajin kayu, penambang batu kapur dan lain sebagainya.
Sebenarnya tidak ada batasan jelas antara sektor informal dan sektor
formal. Sementara ini sektor informal dan formal dibedakan karena
ketiadaan hubungan kerja atau kontrak kerja yang jelas. Pada
umumnya sifat pekerjaan sektor informal hanya berdasarkan perintah
dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan
buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3 (Achmadi,
2013).
Kajian terhadap nelayan penyelam tradisional di pulau bungin, NTB
menunjukkan bahwa 57,5% menderita nyeri persendian dan gangguan
pendengaran 11,3% serta menderita kelainan pernafasan berupa sesak
nafas. Penelitian yang dilakukan Dharmawirawan dan Robiana Modjo,
yang menyatakan bahwa bahaya yang dihadapi nelayan antara lain
adalah ombak, lantai licin, duri ikan, terjepit, bahan bakar mesin
kompresor, selang api korosif, tekanan udara pada tabung mesin
kompresor, tuas terlepas, karang, gigitan biota laut, selang tertekuk,
terputus, atau bocor dan tubuh yang tersangkut baling-baling kapal.
Bahaya kesehatan meliputi ergonomi, kebisingan, tekanan ekstrim,
temperatur dingin, temperatur panas, sengatan ikan dan karang
beracun, gas CO, CO2 dan nitrogen. N. Bull et.al [5] menyatakan bahwa
tingkat insiden cedera yang tinggi pada nelayan muda dan selama
bulan musim dingin. Memar dan patah tulang yang paling sering terjadi
mengenai jari-jari dan tangan, sedangkan terjatuh dan kecelakaan yang
berkaitan dengan mesin adalah penyebab paling umum.
Lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan 160 juta pekerja
menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja setiap tahunnya. Selain itu,
1,2 juta pekerja juga meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat
kerja (Irpan, Ginanjar, & Fathimah, 2019). FAO juga memperkirakan
sekitar 4 juta kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan
tangkap, 1,3 juta kapal dek, 30 juta nelayan bekerja di atas kapal, dan
2,7 juta kapal yang tidak diperiksa. Diperkirakan angka kematian
mencapai 80 per 100.000 pekerja nelayan dunia per tahun. Jumlah
kematian dapat meningkat setiap harinya akibat kondisi dan berbagai
bahaya alam yang tidak aman (Mandal et al, 2017).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu
aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus melindungi aset
perusahaan. Hal ini tercermin dalam pokok pokok pikiran dan
pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No.1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan,
dan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja perlu terjamin
pula keselamatanya serta setiap sumber produksi perlu dipakai dan
dipergunakan secara aman dan efisien, sehingga proses produksi
berjalan dengan lancar.
Pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja ini
juga telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, yang menegaskan
bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86 ayat 1).
Upaya keselamatan dan kesehatan yang dimaksud untuk
meningkatkan derajat kesehatan pekerja atau buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan pengendalian
bahaya di tempat kerja yang dimaksudkan dalam pasal 86 ayat 2 UU
No. 13 Tahun 2003.
1.2 Latar Belakang
1. Bagaimana potensi kecelakaan kerja di pesisir kepulauan?
. Hierarchy of Control
a. Pengendalian Risiko
Apabila suatu risiko terhadap Kecelakaan kerja dan penyakit
akibat Kerja telah diidentifikasi dan dinilai Maka pengendalian risiko
harus di Implementasikan untuk mengurangi Risiko sampai batas-
batas yang dapat Diterima berdasarkan ketentuan,Peraturan dan
standar yang berlaku.Didalam memperkenalkan suatu Sarana
pengendalian risiko, harus Mempertimbangkan apakah sarana
Pengendalian risiko tersebut dapat Diterapkan dan dapat
memberikan Manfaat kepada masing-masing tempat Kerjanya
Risiko menurut Tarwaka, 2008 ada 6(enam), yaitu :
1. Eliminasi (elimination)
Eliminasi adalah suatu pengendalianRisiko yang bersifat
permanen dan harus Dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan
Prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan
memindahkan objek Kerja atau sistem kerja yang Berhubungan
dengan tempat kerja yang Kehadirannya pada batas yang tidak
Dapat diterima oleh ketentuan, peraturan Atau standar baku K3
atau kadarnya Melampaui Nilai Ambang Batas
(NAB)Diperkenankan. Eliminasi adalah caraPengendalian risiko
yang paling baik,Karena risiko terjadinya kecelakaan
danPenyakit akibat kerja ditiadakan.
2. Substitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk Menggantikan
bahan-bahan da Peralatan yang lebih berbahaya denganYang
kurang berbahaya atau yang lebihAman, sehingga
pemaparannya selaluDalam batas yang masih diterima
3. Rekayasa teknik (engineering control)
Pengendalian atau rekayasa teknikTermasuk merubah
struktur objek kerja Untuk mencegah tenaga kerja terpapar
Kepada potensi bahaya, seperti Pemberian pengaman mesin,
penutup Ban berjalan, pembuatan struktur Pondasi mesin
dengan.
4. isolasi(isolation)
cor beton,Pemberian alat bantu mekanik,Pemberian
absorben suara pada dinding Ruang mesin yang menghasilkan
Kebisingan tinggi.Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan
cara memisahkan seseorang dari objek kerja, seperti
menjalankan mesinmesin produksi dari tempat tertutup(control
room).
5. Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi dilakukan dengan
menyediakan suatu sistem kerja Yang dapat mengurangi
kemungkinan Seseorang terpapar potensi bahaya.Metode
pengendalian ini sangat Tergantung dari perilaku pekerjanya dan
Memerlukan pengawasan yang teratur Untuk dipatuhinya
pengendalian Administrasi ini. Metode ini meliputi Rekruitmen
tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan
ditangani,Pengaturan waktu kerja dan waktu Istirahat, rotasi
kerja untuk mengurangi Kebosanan dan kejenuhan, penerapan
Prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training
keahlian danTraining K3.
6. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) merupakan Sarana
pengendalian yang digunakan Untuk jangka pendek dan bersifat
Sementara jika system pengendalian yang lebih permanen
belum dapat di Implementasikan. APD merupakan pilihan
terakhir dari suatu sistem Pengendalian risiko di tempat kerja
b. Langkah pengendalian
Langkah pengendalian adalah suatu Tindakan yang
dilakukan oleh Karyawan/pekerja untuk mengurangi risiko
kecelakaan kerja dan juga untukMemenuhi prosedur pengendalian
yang diAtur dalam Undang-undang No 1 Tahun 2009 dan
peraturan menteri Nomor : KM 24 Tahun 2009 tentang peraturan
Keselamatan penerbangan sipil (PKPS)333 tentang helikopter
operations. Dari Hasil penelitian dan pengamatan secara Visual
oleh penulis dalam menjawab Rumusan masalah pada poin ke 2
(dua) Menjelaskan beberapa langkah Pengendalian risiko terhadap
keselamatan Kerja dimana pengendalian tersebut telah Di
implementasikan dengan baik oleh Perusahaan berikut antaranya :
1.Inspection Report
2.HLO Checklist
3.Safety Briefing
4.Dangerous Goods
5.Security Check
6.Maintenance (pemeriksaan rutin)
c. Penggunaan APD
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang
digunakan oleh pekerja demi Melindungi dirinya dari potensi
bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di
Tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja
merupakan suatu upaya untuk menghindari Paparan resiko
bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat
pencegahan Terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini
sangat dianjurkan (Tarwaka, 2008).Hasil analisis univariat
sebelum penggunaan APD diperoleh 63,3% responden yang
mengalami Kejadian vulnus / luka. Hal ini menurut peneliti
disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden Tentang
pentingnya penggunaan APD. Menurut Notoatmodjo (2012),
individu yang mempunyai Pengetahuan tentang kesehatan kerja
kurang baik akan berisiko mengalami kecelakaan kerja. Hasil
Wawancara penulis dengan responden sebelum penggunaan APD
diperoleh responden merasa tidak Nyaman (risih, panas dan
malas) dalam mengggunakan APD. Menurut Soeripto (2015),
kebanyakan Alat pelindung diri mengakibatkan beberapa perasaan
tidak enak dan menghalangi gerakan atau Tanggapan panca
indera pemakai. Oleh karena itu, umumya tenaga kerja akan
menolak untuk Menggunakan alat pelindung diri padahal
responden tidak mengetahui fungsi dari APD sangatlah Besar
karena dapat mencegah kecelakaan pada waktu
bekerja.Efektifnya penggunaan APD terhadap menurunnya
kejadian vulnus / luka sangat ditentukan oleh Nelayan yang patuh
dalam melakukan pemakaian APD. Hasil analisis bivariat diperoleh
nilai rata-rata Kejadian vulnus /luka pada nelayan sebelum dan
setelah penggunaan APD dalam penelitian ini Menunjukkan
terjadinya penurunan yang cukup signifikan dibuktikan dengan
nilai p value sebesar 0,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2014), yang
Menyimpulkan bahwa penggunaan APD menurunkan kejadian
cedera akibat kerja pada kelompok Pekerja yang memiliki perilaku
tinggi akan mampu membedakan dan mengetahui bahaya
Disekitarnya serta dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang ada karena mereka Sadar akan resiko yang diterima,
sehingga kecelakaan kerja dapat dihindari. Pekerja yang memiliki
Pengetahuan tinggi akan berusaha menghindari kecelakaan ringan
dengan menggunakan APD Karena mereka sadar bahwa
kecelakaan ringan akan menyebabkan kecelakaan kerja yang lebih
Parah. Sebaliknya pekerja yang memiliki perilaku rendah dalam
penggunaan APD akan cenderung Mengabaikan bahaya
disekitarnya dan tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
karena Ketidktahuan akan resiko akan diterima (Wibowo,
2015).Kalalo (2016), menjelaskan bahwa pemakaian APD yang
tidak lengkap pada nelayan Berhungungan dengan kejadian cedera
vulnus laceratum karena dengan pemakaian APD pada
Ekstremitas yang lengkap dapat melindungi ekstremitas dari luka
atau vulnus yaitu hilang atau Rusaknya sebagian jaringan tubuh
dalam hal ini kulit, yang salah satunya adalah vulnus laceratum
Merupakan luka yang tepinya tidak rata yang biasanya
desebabkan oleh benda yang permukaannya Tidak rata dan
menimbulkan sobekan dengan kedalaman menembus lapisan
mukosa hingga lapisan Otot, artinya apabila terjadi kontak
langsung dengan benda tanpa ada yang melindungi akan timbul
Luka dan akan besar kemungkinan terjadi luka sobek atau vulnus
laceratum
Menurut peneliti, penggunaan APD merupakan cara yang
paling mudah untuk dilakukan dalam Mengontrol ataupun
mengurangi kejadian vulnus / luka. Selain mudah dilakukan,
penggunaan APD Ini tidak membutuhkan banyak biaya dan
konsentrasi yang tinggi, seperti halnya tindakan antisipasi
Kecelakaan kerja lainnya dan dengan menggunakan APD, nelayan
mampu mengekspresikan perilaku Pekerjaannya dengan mudah.
Keberhasilan penatalaksanaan terhadap kejadian vulnus atau luka
dengan penggunaan APD Dapat meningkatkan kepuasan nelayan
terhadap aktifitas pekerjaannya setiap hari. Hal ini sesuai Dengan
pendapat Patasik (2013), bahwa dengan adanya kesadaran dan
perhatian terhadap kejadian Vulnus / luka yang dirasakan oleh
nelayan maka akan meningkatkan kesadaran nelayan dalam
Menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan hasil penelitian dan
uraian diatas maka penulisBerasumsi bahwa penggunaan alat
pelindung diri (APD) sangat efektif untuk mengurangi kejadian
Vulnus / luka yang dirasakan oleh nelayan keramba.
melindungi karyawan