Anda di halaman 1dari 15

JARSI (JAKET AROMATERAPI ATSIRI) SEBAGAI

USAHA PENCEGAHAN ISPA DI KALANGAN


NELAYAN
Lomba Karya Tulis Ilmiah Gagagsan Tertulis Nasional
Hipotalamus Competition 2016

Disusun oleh:
1. Nurul Inayati

( 22020114120058)

2. Mustika Suci Susilastuti (22020114140123)


3. Rainy Tri Kurnianingtyas (22020113120042)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis dengan judul JARSI (Jaket Aroma Terapi Atsiri)
sebagai Usaha Pencegahan ISPA di Kalangan Nelayan untuk mengikuti
Hipotalamus Competition 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan bantuan baik materi maupun
pikirannya dalam penyelesaian karya tulis ini. Oleh karena itu penulis ucapkan
terimakasih kepada:
1. Panitia Hipotalamus Competition 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Jember Periode 2016
2. Ibu Ns. Niken Safitri DK, S.Kep, M.Si. Med selaku pemimbing yang
telah memberikan masukan dan dukungan
3. Rekan-rekan Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedoteran
Universitas Diponeoro yang telah memberikan dukungan, motivasi dan
doa kepada penulis
4. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa
5. Semua pihak yang tidak dpat penulis sebutkan satu persatu
Demikianlah karya tulis ini dibuat, kami menyadari bahwa karya tulis ini
masih belum sempurna untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan sebagai
evaluasi dan perbaikan dalam karya tulis selanjutnya. Semoga hasil analisa dari
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Aamiin

Semarang, 18 Maret 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI
iii
RINGKASAN
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan.........................................................................................................2
C. Manfaat
2
BAB II GAGASAN
3
A. Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
3
B. Solusi yang Pernah Diterapkan
4
C. Gagasan yang Diajukan
4
D. Peran Serta dan Kontribusi Pihak Terkait
5
E. Langkah Strategis
5
BAB III KESIMPULAN
8
Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
9

iii

RINGKASAN
Indonesia merupakan negara kepulauan. Hampir 60% penduduknya
tinggal di pesisir dan pedesaan. Sebanyak 30% dari 234 juta penduduk di
Indonesia, bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan berhak mendapakan
perhatian khusus di bidang keselamatan dan kesehata kerja sesuai dengan UU RI
No 13 Th 2003 pasal 86 ayat 1.
Pada kenyataannya kesehatan nelayan belum terjamin. Hal tersebut
dikarenakan berbagai faktor. Menurut Sihombing (2008) faktor resiko tersebut
meliputi kebisingan, getaran, iklim kerja, pencahayaan dan proses kerja sebelum
dan sesudah melaut. Kerja nelayan yang sering terpapar langsung cuaca yang
ekstrim berupa suhu rendah dan kelembapan udara yang tinggi di malam hari
mengakibatkan virus infeksi saluran pernapasan meningkat. Hal tersebut
mengakibatkan nelayan menderita gangguan pernapasan yaitu ISPA. Pernyataan
tersebut didukung oleh hasil Riskesdas 2015 yang mengemukakan bahwa
penyakit menular tertinggi yang diderita nelayan adalah ISPA.
Dari uraian tersebut maka dibuatlah inovasi JARSI (Jaket Aromaterapi
Atsiri) sebagai usaha pencegahan ISPA di kalangan nelayan. JARSI didesain
dengan menggunakan bahan yang dapat menjaga suhu tubuh dan dilengkapi
dengan kantong-kantong yang berisi hidrogel beraromaterapi. Aromaterapi ini
dapat menghangatkan dan memberi efek rileks.

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari
17508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000 dan luas laut
sekitar 3,1 juta km2 (Dahuri et al. 1996). Mayoritas penduduk Indonesia
bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan dan hampir 60%
penduduknya tinggal di kawasan pesisir dan pedesaan. Berdasarkan data
statistik tahun 2011 menunjukkan bahwa sebanyak 234 juta penduduk di
Indonesia, 30% bermata pencaharian sebagai nelayan yang tersebar di 8
ribu desa pesisir yang ada di Indonesia.
Sebagai komunitas maritim yang tersebar di sepanjang pantai,
nelayan berhak mendapat perhatian khusus terutama di bidang kesehatan.
Hal tersebut dikarenakan tingginya resiko pekerjaan yang mereka jalani.
Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan pasal 86
ayat 1 menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat manusia
serta nilai-nilai agama.
Meskipun sudah terdapat UU yang mengatur tentang keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja tetapi, kesehatan nelayan belum tentu terjamin.
Hal tersebut dikarenakan terdapat berbagai faktor yang memicu masalah
kesehatan di lingkungan tenaga kerja termasuk nelayan. Faktor-faktor
tersebut meliputi beban kerja, akibat lingkungan kerja, kapasitas kerja,
gaya hidup dan rendahnya kesadaran akan keselamatan kerja. Menurut
Sihombing (2008), potensi bahaya lingkungan kerja nelayan meliputi
kebisingan, getaran, iklim kerja, pencahayaan dan proses kerja sebelum
dan sesudah melaut. Laut yang merupakan lingkungan kerja nelayan
mempunyai suhu sekitar 12,80 C sampai 300 C pada malam hari. Dalam
iklim kerja tersebut, nelayan dapat terserang berbagai gangguan kesehatan
karena air laut mengandung sejumlah besar gas-gas udara yang terlarut.
Berdasarkan penelitian Luiz Gustavo dkk tahun 2012 menyatakan bahwa
suhu rendah dan kelembapan udara yang tinggi akan mengakibatkan virus
infeksi saluran pernapasan meningkat.
Hasil survey yang telah dilakukan Fithri (2010) di Young Panah
Hijau, Kecamatan Medan menyebutkan bahwa sebanyak 12 orang nelayan
yang baru saja pulang berlayar mengeluh adanya gangguan pernapasan

seperti batuk dan sesak napas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Kepala Pusat Data dan Statistik, Poernomo (2009) yang menyatakan
bahwa gangguan kesehatan yang dialami nelayan yaitu ptergyum (penyakit
pada mata), kelainan fungsi pendengaran dan gangguan pernapasan bagian
atas. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan
Martiana dan Lestari (2006) pada nelayan Lombok didapatkan hasil bahwa
80% dari responden mengalami hyperpigmentasi, 51% mengalami
gangguan mata (iritasi, ptergium), 28% mengalami gangguan
pendengaran, 59% mengalami gangguan persendian (low back pain), 38%
mengalami ISPA dan 50% mengalami gastritis. Penelitian tersebut
diperkuat oleh data Riskesdas (2013) mengenai berbagai masalah
kesehatan yang diderita oleh nelayan meliputi penyakit menular dan
penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular yang diderita nelayan
yaitu hipertensi, radang sendi, gangguan emosi, diabetes melitus serta
jantung kronik. Sedangkan penyakit menular tertinggi yang diderita
nelayan yaitu ISPA, malaria dan pneumonia. ISPA yang termasuk
gangguan pernapasan menempati posisi tertinggi penyakit menular yang
diderita nelayan.
Di sisi lain usaha yang telah dilakukan nelayan untuk
meminimalkan gangguan kesehatan yang dapat muncul karena faktor
lingkungan kerja yaitu dengan cara membawa jaket saat berlayar. Akan
tetapi jaket tersebut tidak dipakai saat bekerja dan baru dipakai saat
pekerjaan telah selesai dilakukan. Selain itu banyak nelayan yang merokok
karena mereka menganggap bahwa merokok dapat menghangatkan tubuh.
Dari uraian di atas, penulis ingin menciptakan inovasi JARSI (Jaket
aromaterapi atsiri) untuk menurunkan penyakit ISPA di kalangan nelayan.
JARSI didesain menggunakan bahan yang dapat menjaga suhu tubuh
pemakainya agar tetap normal. Selain itu JARSI dilengkapi dengan
aromaterapi atsiri untuk menghangatkan tubuh.
B. Tujuan
1. Membuat inovasi di bidang kesehatan khususnya agromedicine yaitu
JARSI
2. JARSI sebagai upaya preventif untuk menurunkan resiko ISPA di
kalangan nelayan
C. Manfaat
1. Memberikan solusi untuk mengatasi kejadian ISPA pada nelayan
2. Menurunnya angka kejadian ISPA pada nelayan

BAB II
GAGASAN

A. Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan


Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya merupakan
perairan. Kondisi wilayah seperti itu membuat Indonesia dijuluki sebagai
negara bahari atau maritim. Negara bahari seperti Indonesia, cukup banyak
dijumpai penduduk dengan mata pencaharian sebagai nelayan terutama di
wilayah pesisirnya. Sebanyak 2,7 juta jiwa penduduk yang tinggal di pesisir
berprofesi sebagai nelayan (Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2011).
Kota Semarang yang terletak di wilayah pesisir pantai utara Jawa dan
memiliki panjang pantai 36,63 km dengan luas wilayah laut 100,48 km2
memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sektor
perikanan dan jasa kelautan maupun industri dan perdagangan. Dengan
Kondisi sumber daya alam yang demikian menunjukan bahwa memang
sebagian besar penduduknya terutama di kecamatan Tugu Semarang berprofesi
sebagai nelayan (LKPJ Walikota Semarang Akhit Tahun Anggaran, 2013).
Nelayan merupakan mata pencaharian yang menghabiskan sebagian
banyak waktunya di laut. Aktivitas yang dilakukan seperti mencari ikan baik
dengan menyelam maupun menjaring dan memancing di laut (W.J.S
Purwodarminto, h,674 dalam Endang 2011). Aktivitas nelayan yang sebagian
besar waktunya dihabiskan di laut tentu saja menyebabkan problematika dalam
kesehatannya. Masalah kesehatan yang biasanya dialami oleh nelayan adalah
ergonomic, kebisingan, tekanan yang ekstrim, terperatur dingin, temperatur
panas, sengatan biota laut yang beracun serta keracunan gas nitrogen, CO, CO2
(Dimas dan Robiana, 2012).
Menurut data yang di dapatkan dari survei yang telah dilakukan Fithri
tahun 2010 bahwa sebanyak 12 orang nelayan yang baru saja pulang berlayar
mengeluh mengalami batuk dan sesak napas. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Topan Nirwan dkk tahun 2012 bahwa kelembaban udara yang
tinggi dan temperatur dingin di laut dapat menyebabkan masalah kesehatan
yaitu ISPA atau gangguan pernapasan. Pada penelitian lain yang dilakukan
oleh Luiz Gustavo dkk tahun 2012 suhu udara yang rendah dan kelembaban
udara yang tinggi berkorelasi dengan masalah kesehatan pernapasan atau ISPA.
Hal tersebut karena perlindungan yang minim dari para nelayan untuk
mengatasi kelembaban udara yang tinggi karena temperatur dingin di laut pada
malam hari. Sedangkan kegiatan yang mereka lakukan di laut justru akan
produktif di malam hari untuk mencari ikan. Oleh karena itu diperlukan
penanganan untuk masalah kesehatan terkait pengaruh udara dingin yang dapat
menyebabkan gangguan pernafasan atau ISPA karena tingginya kelembaban
udara di laut.

B. Solusi yang Pernah Diterapkan


Solusi yang telah dilakukan oleh sebagian besar nelayan untuk
mengatasi kelembaban udara yang tinggi karena temperatur dingin di laut
dengan menggunakan jaket sebagai pelindung tubuh. Jaket merupakan pakaian
pelindung dari udara dingin yang sering digunakan oleh masyarakat pada
umumnya.
Namun, sebagian besar nelayan belum memanfaatkan dengan optimal
dalam penggunaan jaket sebagai alat perlindungan tubuh dari udara dingin.
Mereka cenderung tidak mengenakan jaket ketika bekerja atau saat menangkap
ikan di malam hari dan cenderung memilih cara lain untuk melakukan
kompensasi terhadap udara dingin seperti dengan merokok yang mereka
anggap dapat menghangatkan tubuh tanpa mengurangi rasa nyaman. (Fithri,
2010).
Oleh karena itu untuk mengoptimalkan pelindung tubuh dengan
menggunakan jaket sebagai alternatif untuk mengatasi udara dingin dan
mengurangi risiko masalah kesehatan pernapasan bagi nelayan, diberikan
inovasi baru pada desain jaket. Jaket didesain supaya lebih efektif untuk
mengurangi udara dingin yang dirasakan tubuh. Selain itu desain jaket ini dapat
digunakan sebagai usaha preventif untuk mencegah ISPA pada nelayan.
Inovasi yang diberikan yaitu JARSI atau jaket dengan aromaterapi atsiri
yang dapat membuat tubuh lebih hangat dan dapat menjadi sarana yang
memberikan efek relaksasi ketika digunakan.
C. Gagasan yang Diajukan
JARSI dapat menjadi alternatif untuk mengatasi udara dingin yang
dapat menyebabkan ISPA karena jaket aromaterapi ini merupakan jaket yang
dipadukan dengan aromaterapi minyak atsiri untuk memberikan efek relaksasi
dan kehangatan ketika dipakai. Dalam prosesnya, JARSI yang menggunakan
bahan dasar kain despo akan memberikan efek kehangatan jika digunakan pada
cuaca dingin. Selain itu jaket ini dapat melindungi tubuh pemakainya agar
tidak basah saat hujan. Selanjutnya jaket dilengkapi dengan aromaterapi yang
terkandung dalam hidrogel. Nantinya hidrogel akan diletakkan di kantongkantong bagian dalam jaket yang telah didesain terutama dibagian dada dan
punggung. Sebelum hidrogel diletakkan di dalam jaket, hidrogel akan terlebih
dahulu direndam dalam minyak atsiri dan minyak esensial aromaterapi seperti
dari green tea, chamomile, lavender, atau rose mary. Penggunaan minyak
nilam bertujuan supaya minyak aromaterapi dan minyak atsiri yang terkandung
dalam hidrogel tidak menguap dengan cepat dan dapat bertahan lama. Hidrogel
yang telah digunakan dapat diisi ulang kembali jika kandungan aromaterapi
telah habis. Isi ulang dilakukan dengan cara mencelup kembali hidrogel ke
dalam minyak atsiri, minyak aromaterapi dan minyak nilam.

D. Peran Serta dan Kontribusi Pihak Terkait


1. Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian
Meneliti lebih lanjut tentang manfaat jaket khusus nelayan yang sedang
melaut agar kedepannya JARSI dapat efektif untuk mencegah kejadian
ISPA pada nelayan.
2. Nelayan
Nelayan merupakan target yang akan mengunakan JARSI sebagai jaket
inovasi ketika melaut. Hal tersebut bertujuan melindungi nelayan dari cuaca
ekstrim yang bisa mengakibatkan ISPA sehingga kesehatan nelayan bisa
terjaga.
3. Perawat dan dokter
Perawat dan dokter menjadi pemantau dalam penggunaaan JARSI untuk
mengetahui kefektifan jaket inovasi ini. Selain itu, peran perawat dan dokter
sebagai narasumber pemberi informasi yang tepat di bidang kesehatan.
4. Penjahit
Bekerjasama dengan penjahit dalam mengimplementasikan JARSI sesuai
dengan karakteristik jaket yang benar dan nyaman.
E. Langkah Strategis
1. Pembuatan Desain JARSI
Menciptakan desain JARSI yang sesuai dengan tujuan gagasan yaitu
dengan bekerjasama dengan penjahit. Kain yang sesuai sebagai penunjang
gagasan jaket inovasi ini adalah kain despo. Kain despo termasuk jenis kain
windbreaker (penahan angin) sejenis parasit namun agak halus, tidak kaku
serta lebih tebal jika dibandingkan dengan bahan jaket polyester, dan
beberapa bahan lain yang memiliki karakteristik anti air. Kelebihan dari
kain despo yaitu bersifat breathable atau memiliki lapisan membran yang
memungkinkan terjadinya sirkulasi udara sehingga memberikan kehangatan
jika dikenakan pada cuaca dingin di malam hari. Selain mampu menjaga
suhu tubuh pemakainya agar tetap normal meski dalam kondisi cuaca
ekstrim seperti angin besar hingga suhu yang dingin sekalipun, jaket yang
dibuat dari bahan kain despo juga dapat melindungi tubuh pemakainya agar
tidak basah pada saat hujan ringan. (Fitinline,2014).
Desain JARSI
akan dibuat dengan menambahkan aromaterapi.
Aromaterapi ditambahkan sebagai penunjang untuk memberikan efek
hangat dan rileks. Aromaterapi tersebut diaplikasikan dengan media
hidrogel yang akan diletakkan di kantong yang didesain dalam jaket pada
bagian dada dan punggung. Sebelum diletakkan di dalam jaket, hidrogel

direndam ke dalam minyak atsiri dan minyak essensial aromaterapi seperti


aroma green tea, chamomile, lavender, dan rosemary. Selain menggunakan
aroma essensial akan ditambahkan pula minyak nilam yang akan mengikat
minyak atsiri agar tidak menguap lebih cepat dan dapat bertahan lama.
Ketika hidrogel yang telah mengandung aromaterapi diletakkan di dalam
jaket, hidrogel tersebut dapat menguap dan memberikan sesasi hangat dan
rileks bagi pengguna JARSI. Penggunaan hidrogel ini dapat diganti ulang,
karena sifat hidrogel yang dapat mengembang dan menyusut sehingga
hidrogel ini dapat direndam lagi dengan aromaterapi. Hidrogel mampu
menyerap air 400- 500 kali lipat (Iwan,2012). Hidrogel biasa digunakan
untuk media pengganti tanah pada tanaman karena kemampuannya dalam
menyerap dan menyimpan air serta melepaskan air pada saat proposional.
Selain itu hidrogel biasa digunakan untuk pengharum rungan. Melihat
manfaat tersebut diharapkan penggunaan hidrogel untuk aromaterapi dapat
menunjang kegunaan JARSI.
JARSI tersedia dalam ukuran S, M, L, dan XL yang disesuaikan dengan
ukuran orang Indonesia. Warna yang dipih untuk JARSI adalah orange
.Warna ini dipilih karena warna terang pada orange akan terlihat di
kegelapan sehingga akan meningkatkan keamanan bagi penggunaanya
khusunya nelayan yang melaut saat malam.

Gambar. 2.1. Desain JARSI


2. Penyuluhan Tentang Penyakit ISPA
Bekerjasama dengan dokter, perawat dan puskesmas di sekitar pesisir
untuk melakukan penyuluhan kepada nelayan mengenai bahaya cuaca
ekstrim saat nelayan berlayar pada malam hari.
3. Uji Coba JARSI
Uji coba jaket pada beberapa nelayan yang tidak terkena ISPA. Hal ini
bertujuan untuk melihat efektifitas JARSI. Pada nelayan yang belum terkena
ISPA akan dilihat apakah nelayan tersebut nyaman mengenakan JARSI dan
nantinya tidak terkena ISPA.Uji coba ini akan melibatkan peran dokter dan
perawat

4.

Evaluasi kefektifan JARSI dan Perbaikan JARSI


Melakukan evaluasi dari hasil uji coba dan memperbaiki kekurangan agar
JARSI dapat digunakan dan bermanfaat sesuai dengan tujuan gagasan.
5. Sosialisasi kefektifan JARSI
Sosialisasi kefektifan JARSI kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan
sehingga diharapkan JARSI dapat digunakan oleh nelayan ketika sedang
melaut dan mengurangi resiko ISPA pada nelayan.

BAB III
KESIMPULAN
Angka penderita ISPA di kalangan nelayan masih tergolong tinggi. Akan
tetapi dari nelayan sendiri belum ada usaha yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut. Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan untuk membantu mengatasi
masalah ISPA pada nelayan. Gagasan tersebut berupa pembuatan jaket inovasi
JARSI atau Jaket Aromaterapi Atsiri yang dapat memberikan efek kehangatan
dan relaksasi saat digunakan nelayan bekerja di malam hari. Diharapkan dengan
pengaplikasian inovasi ini, JARSI dapat menurunkan resiko terjadinya ISPA pada
nelayan yang disebabkan oleh suhu rendah dan kelembapan udara yang tinggi di
laut.

DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT. Pramadya Paramita, Jakarta.
Dharmawirawan, Dimas Ari & Robiana Modjo. 2012. Identifikasi Bahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Penangkap Ikan Nelayan Muroami.
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
Nasional
6(4).
http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/view/98. Diakses pada
tanggal 07 Maret 2016.
Fitinline.(2014).Kain Despo.Jakarta. Diakses
https://fitinline.com/article/read/kain-despo

pada

Maret

2016

Hurtado.Daz.et all. Effect of the Temperature and Precipitation on the ncidence


of AcuteRespiratory Infections and Acute Diarrheic Disease in Veracruz,
Mexico. Article outline National Institute of Public Health, Cuernavaca,
Mexico. 2008.
Kemenkes, RI. (2015). INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Kerja. Jakarta.
LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran. 2013. BAB-IV Urusan
Pilihan Kelautan dan Perikanan.
Lubis, F.H. (2010). Gambaran Gejala Gangguan Pernapasan Pada Nelayan
Young Panah Hijau Lingkungan 8 Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
Skripsi pada FKM Universitas Sumatra Utara : tidak diterbitkan.
Martiana, Lestari. 2006. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal dan
Lingkungan Perumahan Nelayan Kabupaten Lombok Timur NTB. Fakutas
Kehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Monado
Nirwana, Topan., Raksanegara, Ardini & Afriandi, Irvan. (2012). Pengaruh
Curah Hujan, Temperatur, dan Kelembaban terhadap Kejadian Penyakit
DBD, ISPA, dan Diare : Suatu Kajian Literature. Program Studi Magister
Imu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran :
Bandung.
Poernomo, SH. 2009. Siaran Pers No.B.80/PDSI/HM.310/VIII/2009. Indonesia
Timur
Butuh
2.000
Dokter
Kelautan.
http//www.tribuntimur.com/frontpage.com. Diakses pada tanggal 07 Maret
2016.

10

Retnowati, Endang. 2011. Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan


Struktural (Prespektif, Sosial, Ekonomi, dan Hukum). Prespektif 16 (3).
ejournal.uwks.ac.id/myfiles/.../12.pdf. Diakses pada tanggal 07 Maret 2016.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia. 2010. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta
Setiawan, Iwan.(2012).Agribisnis Kreatif.Penebar Swadaya: Jakarta
Sihombing, Jhonni. 2008. Analisis Potensi Bahaya Lingkungan Kerja Pada
Nelayan Pesisir Tradisional Di Desa Sungai Kunyit Laut Kecamatan Sungai
Kunyit Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat. Skripsi FKM-UNDIP.
Undang-Undang Republik Indonesia
ketenagakerjaan.

Nomor 13 Tahun 2003 mengenai

Anda mungkin juga menyukai