Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Penelitian Perawat Profesional

Volume 3 Nomor 1, Februari 2021


e-ISSN 2715-6885; p-ISSN 2714-9757
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

IDENTIFIKASI BAHAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PADA AKTIVITAS NELAYAN
Dillyana Vinezzia
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Jl. Prof. DR. Ir. Sumatri Brojonegoro No.1, Gedong
Meneng, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung, Indonesia 35145
dillyana1006@gmail.com (+6282176873791)

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan, dengan luas zona lautan lebih besar dari zona daratan.
Salah satu mata pencaharian sektor bidang kelautan adalah nelayan. Dalam melakukan suatu
pekerjaan, nelayan juga tak luput dari bahaya ataupun resiko kecelakaan di tempat kerja.
Tujuan dari literature review ini adalah mengidentifikasi bahaya keselamatan dan kesehatan
kerja pada aktivitas nelayan. Sumber pustaka yang digunakan berasal dari 11 artikel, 1 sumber
kebijakan pemerintah, dan 6 buku-buku pedoman kesehatan, yang merupakan terbitan tahun
2003 hingga tahun 2019. Sumber pustaka tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan metode
Systematic Literature Review. Dari pemaparan didapatkan hasil bahwa saat nelayan melaut
dapat timbul berbagai bahaya keselamatan dan kesehatan kerja baik saat di darat maupun saat
di lautan. Bahaya yang ditimbulkan juga beragam, dari bahaya potensial kimia, bahaya
potensial fisika, bahaya potensial ergonomi, bahaya potensial lingkungan, dan bahaya
potensial psikososial.

Kata kunci: bahaya potensial; keselamatan dan kesehatan kerja; melaut; nelayan

IDENTIFICATION OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH HAZARD IN


FISHING ACTIVITIES

ABSTRACT
Indonesia is an archipelago country, with an area of the ocean zone larger than the
land zone. One of the livelihoods in the marine sector is fishermen. In doing a job,
fishermen also do not escape the dangers or the risk of accidents at work. The purpose
of this literature review is to identify occupational safety and health hazards in fishing
activities. The library sources used came from 11 articles, 1 government policy source,
and 6 health guidebooks, which were published from 2003 to 2019. The library sources
were then analyzed using the Systematic Literature Review method. From the
presentation, it was found that when fishermen go to sea, various occupational safety
and health hazards can arise both on land and at sea. The hazards caused are also
various, from chemical potential hazards, physical potential hazards, ergonomic
potential hazards, environmental potential hazards, and psychosocial potential
hazards.

Keywords: potential hazards; occupational safety and health; fishing; fishermen

PENDAHULUAN merupakan zona daratan, dan 3.250.000


Indonesia merupakan negara kepulauan Km2 merupakan zona lautan. Indonesia
terbesar se-Asia Tenggara. Dengan total memiliki sekitar 17.499 pulau yang
wilayah Indonesia sebesar 7.810.000 tersebar dari Sabang hingga Marauke.
Km2, yang terdiri dari 2.010. 000 Km2 Oleh karena itu dari zaman Kerajaan

117
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

Sriwijaya, bahwa dijelaskan Indonesia pada tahun 2003 hingga tahun 2019.
merupakan negara maritim yang Sumber pustaka yang digunakan berasal
sebagian negara nya di kelilingi oleh dari 11 artikel, 1 sumber kebijakan
lautan. Tidak heran bahwa pergerakan pemerintah, dan 6 buku-buku pedoman
roda ekonomi Indonesia juga tidak kesehatan. Sumber pustaka tersebut
hanya mengandalkan daratan, dianalisis menggunakan metode
melainkan roda ekonomi lautan juga Systematic Literature Review yaitu
mengambil peran penting di Indonesia. dengan melakukan pengumpulan,
Salah mata pencaharian sektor bidang evaluasi, dan mengembangka penelitian
kelautan adalah nelayan. Dalam pada topik tertentu.
Undang-undang Republik Indonesia No.
45 Tahun 2009, bahwa nelayan adalah HASIL
orang yang mata pencahariannya Nelayan hidup dalam suatu kondisi
melakukan penangkapan ikan. Nelayan yang tidak menentu, dalam hal ini
bekerja secara musiman ataupun tidak, karakteristik yang dapat ditarik di
baik dipekerjakan di suatu kelompok kehidupan nelayan yaitu berakar dari
tertentu atau perorangan. Pekerjaan kondisi lingkungan fisik dan sosial
nelayan adalah suatu pekerjaan tetap dimana seorang nelayang
ataupun sambilan. Dengan waktu berkegiatan/bekerja. Laut merupakan
operasional yang ditentukan sendiri tempat mata pencaharian nelayan. Laut
ataupun perkelompok (Pemerintah merupakan lingkungan fisik dimana
Indonesia, 2009). biota laut dan sebagainya itu hidup.
Dalam hal ini, biota laut mengalami
Pekerjaan sebagai nelayan juga tak perpindahan/migrasi, baik bergantung
luput dari bahaya ataupun resiko musim ataupun tidak, yang
kecelakaan di tempat kerja. Bahaya menyebabkan sulitnya penangkapan
potensial memiliki arti sebagai sesuatu biota laut itu sendiri. (Acheson dalam
yang berpotensi untuk terjadinya Wahyono, 2016). Selain kondisi biota
insiden yang berakibat pada kerugian. laut yang mengalami perpindahan,
Sedangkan risiko kecelakaan kerja kegiatan mengarung lautan juga
adalah kombinasi dan konsekuensi berdasarkan kondisi cuaca saat itu.
suatu kejadian yang berbahaya dan Cuaca adalah suatu fenomena atau
peluang terjadinya kejadian tersebut perubahan yang terjadi di wilayah
(ILO, 2013). Tujuan dari artikel ini tertentu yang menunjukkan adanya
adalah mengidentifikasi bahaya perubahan aktifitas alam seperti hujan,
keselamatan dan kesehatan kerja pada panas matahari, atau mendung
aktivitas nelayan dan jenis penelitian (Saefudin dalam Khalfianur, Niati, &
yang digunakan berbeda dengan Harahap, 2017).
penelitian lainnya, karena menggunakan
metode Systematic Literature Review. Terlepas dari faktor-faktor yang harus
diperhatikan saat melaut, peralatan yang
METODE digunakan untuk melaut juga
Penulisan ini menggunakan metode menentukan hasil yang akan
studi literature review. Sumber pustaka didapatkan. Karena alat penangkapan
yang digunakan yaitu berasal dari ikan berkembang cukup variatif, dari
kebijan pemerintah (undang-undang), yang berukuran kecil (tombak, serok
penelitian-penelitian, buku-buku dan pancing) sampai dengan yang
pedoman kesehatan yang diterbitkan berukungan besar (rawl, purse seine,

118
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

rawai tuna serta payang), semua bahaya kimia berupa asap buangan dari
bergantung pada kearifan lokal di mesin perahu. Selain asap, terdapat juga
daerahnya masing-masing (Purwangka bahaya kimia lain yang ada disekitar
et al., 2013). Setiap alat dapat nelayan, yaitu ketika melakukan
menentukan jumlah tangkapan yang aktifitas penyelaman menggunakan
akan diperoleh terlepas dari jam kerja kompresor. Kompresor digunakan
yang juga menentukan. Selain itu juga, sebegai penyedia udara saat dibawah
nelayan dapat melakukan penyelaman air. Kompresor dimodifikasi dengan
untuk menggiring biota laut masuk ke menggunakan selang panjang tanpa ada
perangkap ataupun melakukan filter. Saluran masuk yang berdektan
pengecekan peralatan penangkap ikan dengan knalpot kompresor, membuat
(jaring) yang sudah dipasang. kualitas udara yang dihasilkan cukup
Penyelaman tersebut dilakukan dengan buruk (Dharmawirawan & Modjo,
cara tradisional, hanya mengandalkan 2012).
kompresor yang digunakan sebagai
penyedia udara saat nelayan berada di Asap dari mesin perahu dan udara pada
dalam air (Dharmawirawan & Modjo, kompresor, sama-sama menghasilkan
2012). emisi CO dan CO2. Yang mana emisi
CO tersebut dapat berikatan dengan
Rangkaian kegiatan melaut terdiri dari hemoglobin/Hb dan membentuk
sembilan tahap, yaitu persiapan di darat, karboksihemoglobin (COHb) dalam
pemindahan (loading) ke atas perahu, darah, yang nantinya akan
berlayar menuju daerah penangkapan mempengaruhi kadar oksigen dalam
ikan, persiapan alat tangkap, darah (Ismiati, Marlita, & Saidah,
pengoperasian alat tangkap, 2014). Sedangkan untuk emisi CO2
pengangkatan alat tangkap (hauling), yang nilainya melebihi ambang maka
penanganan hasil tangkapan, berlayar akan menyebabkan keracunan
menuju pelabuhan asal (fishing base), (Dharmawirawan & Modjo, 2012).
dan unloading hasil tangkapan dan alat Apabila mesin perahu menggunakan
tangkap (Purwangka et al., 2013). bahan bakar berupa bensin ataupun
Dalam rangkaian kegiatan, pastilah solar, maka asap yang dikeluarkan
terdapat suatu bahaya potensial yang memiliki beberapa senyawa tambahan
ada di lingkungan kerja tersebut, di samping senyawa tersebut di atas,
maupun resiko dari pekerjaan yang yang terutama adalah fraksi-fraksi
dapat menimbulkan kecelakanaan kerja. organik seperti aldehida, PAH (Poli
Bahaya potensial yang timbul dalam Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai
kegiatan melaut berupa bahaya dampak kesehatan yang lebih besar
potensial kimia, fisika, biologi, (karsinogenik), dibanding dengan
ergonomi, lingkungan, dan psikososial. senyawa-senyawa lainnya (Ismiati,
Marlita, & Saidah, 2014). Bahaya asap
PEMBAHASAN juga dapat menimbulkan berbagai
Bahaya potensial kimia yang resiko penyakit yang berkaitan dengan
menghantui nelayan dapat terjadi pada saluran pernapasan. Didukung oleh data
aktifitas hauling atau pengangkatan alat pada Pusat Data dan Informasi
tangkap, terdapat satu aktifitas yang Kementrian Kesehatan RI, bahwa angka
mengakibatkan pajanan berulang, yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan) pada
saat juru mudi mulai memainkan rpm nelayan memiliki nilai proporsi nomor
perahu. Bahaya dalam hal ini yaitu

119
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

dua tertinggi yaitu 12,8 (Kemenkes RI, Bahaya fisika lainnya adalah paparan
2015). cahaya matahari yang dapat
menyebabkan sunburn. Paparan cahaya
Bahaya potensial fisika yang timbul matahari UV A muncul di bawah jam
dalam kegiatan melaut salah satunya 10 pagi. Sedangkan UV B muncul di
adalah kebisingan. Kebisingan disini atas jam 10 pagi. Paparan UV A dapat
dihasilkan oleh dua mesin, yaitu mesin menembus hingga dermis yang
perahu yang selalu hidup, dan mesin menyebabkan penuaan, sedangkan
kompresor yang hanya hidup saat pada paparan UV B dapat menembus hingga
tahapan persiapan, pengoprasian, dan epidermis yang menyebabkan sensasi
pengangkatan alat tangkap. Menurut kulit terbakar (Isfardiana & Safitri,
ILO (2013) bahwa batasan pajanan 2014). The National Institute for Health
ambang kebisingan pada pekerja and Care Excellent (2016),
hanyalah 85 dB selama 8 jam perhari. memaparkan bahwa pada pukul 10 pagi
Menurut jurnal yang ditulis oleh Usior, hingga 3 siang, adalah saat pancaran
Pangalila, & Kaparang (2014) pada solar UV tertinggi, satu sisi kondisi ini
penelitian yang di lakukan pada kapal baik untuk membantu penyerapan
dengan mesin tempel bahwa tingkat vitamin D, tetapi kondisi lain dapat
kebisingan yang tertinggi pada saat menimbulkan banyak dampak yaitu
menuju ke fishing ground/DPI berada berupa kemerahan pada kulit, sunburn,
sebesar 97,8 dB dan nilai terendah dan menimbulkan eritema yang
sebesar 48,7 dB. Tingkat kebisingan diakibatkan oleh sinar UV B. Dampak
yang tertingggi pada saat alat tangkap lainnya adalah pemicu timbul katarak,
dilepas sebesar 89,9 dB dan terendah menimbulkan resiko kanker, dan
sebesar 30,0 dB. Tingkat kebisingan mengurangi elastisitas kulit (Isfardiyana
yang tertinggi pada kondisi alat tangkap & Safitri, 2014).
ditarik (hauling) sebesar 77,64 dB dan
terendah sebesar 31,7 dB. Tingkat Selain resiko suhu panas, resiko suhu
kebisingan yang tertinggi pada saat dingin juga dapat mempengaruhi
kembali ke fishing base sebesar 99,7 kesehatan nelayan yang melakukan
dB, dan terendah sebesar 51,7 dB. aktifitas menyelam dan mengangkat
bongkahan es. Penyelam hanya
Mesin kapal biasanya dihidupkan dalam menggunakan baju alakadarnya dan
kurun waktu ± 10 jam (mengikuti jam tidak menggunakan baju sesuai standar
kerja nelayan). Sedangkan mesin penyelaman, yang ditakutkan akan
kompresor biasanya dihidupan dalam menimbulkan kondisi hipotermi di
kurun waktu < 8 jam (Dharmawirawan bawah air. Menyelam begitu lama,
& Modjo, 2012). Karena paparan yang dapat membuat kalor dalam tubuh kita
terus menerus, hal ini dapat lepas. Dan tubuh akan mengalami
menyebabkan penurunan fungsi penurunan suhu, yang dapat
pendengeran. Derajat gangguan menimbulkan hipotermia. Hipotermia
pendengaran berdasarkan International terjadi karena lepasnya panas karena
Standard Organization (ISO) adalah konduksi, konveksi, radiasi, dan
normal (0 – 25 dB), tuli ringan (26 – 40 evaporasi, sehingga suhu tubuh dapat
dB), tuli sedang (41 – 60 dB), tuli berat mencapai < 35oC. (Dharmawirawan &
(61 – 90 dB), dan tuli sangat berat (>90 Modjo, 2012).
dB).

120
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

Bahaya potensial biologi yang Sebagaimana diketahui, bahwa korban


mengintai para nelayan, biasanya adalah yang terkena gigitan ular laut akan
bahaya yang ditimbulkan dari hewan pusing dan mengalami kejang,
atau biota laut. Bahaya biologi sendiri kehilangan kesadaran, dan bahkan
dapat sangat dirasakan pada nelayan kematian dalam beberapa jam atau hari
yang melakukan penyelaman dan (Muntasib et al., 2018).
bertugas menggiring ikan. Beberapa
biota laut yang cukup berbahaya yang Dan kasus tersering yang dialami
ada di lautann adalah ikan hiu, ikan nelayan adalah sengatan bulu babi. Bulu
barakuda, moray eal, ubur-ubur, bulu babi merupakan kelompok hewan
babi, ular laut, dan anemon laut. Seperti dengan permukaan berduri yang masuk
ikan hiu, yang cukup sensitif terhadap dalam filum Ekhinodermata (Pratiwi,
bau darah, ikan barakuda yang akan 2006). Nelayan yang bertugas sebagai
menyerang seseorang yang mengenakan penyelam lah yang biasa terkena
benda logam, dan moray eal yang tusukan bulu babi, dikarenakan tidak
sering menyerang apabila nelayan menggunakan alas kaki dan mudah
melewati lubang tempat tinggalnya sekali tertusuk durinya sehingga akan
(Dharmawirawan & Modjo, 2012). sedikit merasakan demam karena
Bahaya lainnya adalah sengatan ubur- bisa/toxin pada duri tersebut, racunnya
ubur. Gejala yang biasa timbul akibat sendiri dapat dinetralisir dengan
sengatan ubur-ubur adalah gatal-gatal amoniak, atau perlakuan asam ringan
dan demam. Apabila warna ubur-ubur (jeruk lemon atau cuka) (Muntasib et
semakin mencolok makan tingkat racun al., 2018). Bahaya sengatan lainnya
yang dimiliki cukup berbahaya bahkan adalah anemon laut. Sebenarnya
bisa sampai menyerang jantung dan anemon laut merupakan kelompok
mematikan korban yang tersengat Pomacentridae, yang masuk dalam
(Muntasib et al., 2018). kategori ikan hias. Anemon laut biasa
melakukan simbiosis dengan biota laut
Bahaya racun lainnya ada pada bulu lain, yang mana tubuh anemon laut
babi, ular laut, dan anemon laut. Ular digunakan sebagai tempat berlindung
laut yang berwarna dominan kuning dan bagi ikan, udang, dll. Tetapi sama
bercak hitam dengan panjang sekitar 60 halnya dengan hewan lainnya, anemon
cm yang biasa ditemukan bersembunyi laut memiliki sistem pertahanan berupa
pada terumbu karang, saat air laut sengatan (Pratiwi, 2006).
dalam keadaan surut maka akan di
temukan sekitar pasir. Ular laut sendiri Selain itu juga terdapat bahaya stuck
merupkan hewan berbisa, dengan daya agains yaitu tergoresnya kulit akibat
racun atau virulensi yang relatif lebih terumbu karang (Dharmawirawan &
kuat dibandingkan ular yang hidup di Modjo, 2012). Terumbu karang sendiri
darat. Komposisi kimia bisa ular pada merupakan hewan yang biasa disangka
umumnya merupakan suatu kompleks sebagai tumbuhan, bagian keras pada
protein yang bersifat netral atau sedikit karang adalah cangkang dari hewan
asam dan bersifat toksin yang disebut karang batu, yang tersusun dari zat
erabu toksin. Bisa/toksin ular laut yang kapur CaCO3. Bagian lunak disebut
masuk tubuh akan bergabung dengan polip karang dan berbentuk seperti
darah, dan menyerang fungsi otak tabung disertai tentakel yang berjumlah
dengan menghambat kerja saluran 6 buah atau kelipatannya serta terletak
pernapasan dan merusak eritrosit. di keliling mulut (Pratiwi, 2006).

121
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

Selain bahaya yang ada di dalam air, ini posisi kaki telalu menekuk (jongkok)
perlu ketahui bahwa terdapat bahaya dalam waktu yang lama, yang
yang cukup lumrah dikalangan menyebabkan sensasi kesemutan dan
penduduk pesisir, yaitu bahaya gigitan kelelahan pada ekstremitas bagian
nyamuk. Yang mana kasus terbanyak bawah. Sedangkan aktifitas menaikan
adalah malaria. Nilai proporsi penyakit dan menurunkan jaring juga dapat
pada nelayan yang ditampilkan pada mengakibatkan kelelahan otot,
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, dikarenakan posisi dan kegiatan repitisi
bahwa malaria memiliki nilai sebesar saat melakukan ini. Nelayan akan
3,2 (Kemenkes RI, 2015). Malaria sedikit membungkuk, dan
sendiri adalah penyakit infeksi parasit menahan/menarik beban yang cukup
yang disebabkan oleh plasmodium yang berat dengan frekuensi kegiatan
menyerang eritrosit dan ditandai dengan sebanyak 8 kali dalam durasi waktu
ditemukannya bentuk aseksual di dalam kurang lebih 10 menit per hauling
darah. Dan pembiakan seksual sendiri (Dharmawirawan & Modjo, 2012).
terjadi di nyamuk anopheles betina.
Berdasarkan tempat perindukannya, Bahaya potensial ergonomi pada
vektor malaria dapat dikelompokkan nelayan, kebanyakan adalah gerakan
dalam tiga tipe yaitu berkembang biak repetisi. Kegiatan berulang-ulang dan
di daerah persawahan, perbukitan/hutan dalam jangka waktu cukup lama yang
dan pantai/aliran sungai. Infeksi malaria menggunakan ekstremitas atas, leher,
sendiri akan menyebabkan demam, dan punggung dapat menimbulkan
menggigil, anemia bahkan Cumulative Trauma Disordes (CTD).
sphlenomegali (Harijanto, 2009). CTD terjadi karena penggunaan otot
yang harus selalu berada dalam keadaan
Bahaya potensial ergonomi terjadi kontraksi baik melakukan kegiatan
karena hubungan pekerjaan dan tubuh berulang atau menopang sesuatu.
manusia. Potensi bahaya ergonomi akan Kegiatan yang tidak ergonomis tersebut
meningkat apabila tugas yang dilakukan akan menimbulkan kelelahan otot
monoton, berulang atau kecepatan bahkan robekan mikroskopis yang
tinggi, dengan postur yang tidak netral, selanjutnya diikuti oedema, inflamasi,
pendukung yang kurang sesuai, dan dan gangguan fungsi (Albar, 2009).
waktu istirahat yang tidak cukup (ILO,
2013). Bahaya ergonomi dapat Gerakan membungkuk begitu lama,
ditemukan saat pengecekan kondisi dapat membuat kemungkinan penyakit
selang, mengeluarkan kerincingan, LBP/Low Back Pain. LBP atau nyeri
menghidupkan mesin kompressor, dan (nyeri lokal atau nyeri radikuler) atau
menurunkan atau menaikan jaring. Saat tidak nyaman pada bagian punggung.
melakukan pengecekan selang selama Faktor risiko terjadinya LBP dari
kurang lebih 20-30 menit, nelayan pekerjaan meliputi postur punggung
bertumpu pada dua kaki dan dengan yang membengkok atau berputar yang
posisi membungkuk dengan waktu yang sering dan berkelanjutan, postur statis,
cukup lama, yang menyebabkan pekerjaan tak beraturan, pengangkatan
penegangan otot ekstremitas bawah dan barang, gerakan punggung yang
tulang punggung. Selain itu juga berputar cepat yang berlebihan,
aktifitas mengeluarkan kerincingan juga dorongan dan penarikan, intensitas kerja
memiliki potensi bahaya ergonomi, tinggi, kerja berulang, paparan getaran
dikarenakan saat melakukan pekerjaan seluruh tubuh atau Whole Body

122
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

Vibration (WBV), dan kehilangan menimbulkan sindrom klinis yang


keseimbangan saat punggung membawa bermakna (Redayani, 2015). Gangguan
beban (Ehlich, 2003). cemas yang terjadi pada nelayan dapat
timbul karena beberapa aspek, yaitu
Bahaya potensial lingkungan kondisi alam yang tidak menentu,
merupakan suatu bahaya yang cukup tingkat pendidikan nelayan yang
kompleks. Karena selain melihat dari rendah, pola kehidupan nelayan yang
sisi alam, juga melihat dari sisi area konsumtif, kurang maksimalnya
kapal. Seperti halnya lantai licin di area pemasaran hasil tangkapan, dan
kapan, dapat membuat nelayan program pemerintah yang belum
terpeleset dan menimbulkan cidera. memihak nelayan (Manurung, Sutanti,
Kondisi kapal yang selalu basah terkena & Adam, 2017). Yang nantinya akan
ombak, membuat lantai kapal akan menimbulkan sebuah kecemasan atau
lembab dan licin. Selain itu juga ketakutan tersendiri, yang akan
terdapat kondisi ombak dan cuaca yang menurunkan produktivitas dari nelayan.
tidak menentu dapat menyebabkan
kapal oleng bahkan tenggelam. Kondisi SIMPULAN
jarak pandang saat menyelam pun akan Nelayan adalah suatu mata pencaharian
terganggu apabila kondisi cuaca sedang sektor bidang kelautan, yang bekerja
buruk. Pada kondisi ini penyelam akan secara musiman ataupun tidak, baik
kehilangan orientasi dan sulit dipekerjakan di suatu kelompok tertentu
memprediksi arus, yang tak jarang atau perorangan. Pekerjaan nelayan
penyelam akan terbelit terbawa arus adalah suatu pekerjaan tetap ataupun
atau terbeli perangkap sendiri sambilan, dan dengan waktu
(Dharmawirawan & Modjo, 2012). operasional yang ditentukan sendiri
ataupun perkelompok. Rangkaian
Bahaya potensial psikososial dapat kegiatan melaut terdiri dari sembilan
timbul dari berbagai macam aspek, tahap, yaitu persiapan di darat,
yaitu kondisi alam yang tidak menentu, pemindahan (loading) ke atas perahu,
tingkat pendidikan nelayan yang berlayar menuju daerah penangkapan
rendah, pola kehidupan nelayan yang ikan, persiapan alat tangkap,
konsumtif, kurang maksimalnya pengoperasian alat tangkap,
pemasaran hasil tangkapan, dan pengangkatan alat tangkap (hauling),
program pemerintah yang belum penanganan hasil tangkapan, berlayar
memihak nelayan. Dari aspek-aspek menuju pelabuhan asal (fishing base),
inilah akan menimbulkan stresor dan unloading hasil tangkapan dan alat
tersendiri di kehidupan nelayan, yang tangkap. Dalam rangkaian kegiatan
akan menimbulkan hambatan saat melaut tersebut dapat muncul berbagai
bekerja dan penurunan produktivitas bahaya keselamatan dan kesehatan kerja
(Manurung, Sutanti, & Adam, 2017). pada nelayan. Bahaya potensial tersebut
dapat timbul dari berbagai aspek, seperti
Gangguan psikososial yang timbul pada bahaya kimia, fisika, biologi, ergonomi,
nelayan adalah sebuah rasa khawatir lingkungan, dan psikososial. Bahaya
atau gangguan cemas. Gangguan cemas potensial tersebut di khawatirkan dapat
sendiri terjadi akibat interaksi faktor menjadi sumber dari kecelakaan kerja
biopsikososial, termasuk kerenatanan atau penyakit akibat kerja.
genetik yang berinteraksi dengan
kondisi tertentu, stres atau trauma yang

123
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

DAFTAR PUSTAKA Khalfianur, W., Niati, C. R., &


Albar. (2009). Gangguan Harahap, A.. (2017). Pengaruh
Muskuloskeletal Akibat Kerja Gelombang Laut Terhadap Hasil
dalam Ilmu Penyakit Dalam UI Tangkapan Nelayan Di Kuala
Jilid 2. Jakarta: Interna Langsa. Jurnal Samudra
Publishing. Akuatika, 1(2), 21-25,
http://jurnal.unsam.ac.id/
Dharmawirawan, D. A., & Modjo, R.
(2012). Identifikasi Bahaya Manurung, A. D. R., Sutanti, Y. S., &
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Adam, D. (2017). Analisis Stres
pada Penangkapan Ikan Nelayan Kerja dan Upaya Intervensi
Muroami. Jurnal Kesehatan Psikologi Kerekayasaan dalam
Masyarat Nasional, 6 (4), 185- Mengatasi Stres Kerja Nelayan
192, http://jounal.fkm.ui.ac.id/ Tradisional Tanjung Peni
Citangkil dan Nelayan Grogol
Ehlich. (2003). Low Back Pain. Bulletin Pesisir Pantai Cilegon, 2(1), 35-
of the World Health Organization, 45, http://www.s2tmi.itb.ac.id/
81(9), 671-676,
http://www.who.int/ Muntasib, EKS, H., Ulfah, M. M.,
Samosir, A., Meilani, R. (2018).
Harijanto. (2009). Malaria dalam Buku Potensi Bahaya Bagi Keselamatan
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Pengjunung di Kawasan Wisata
Jakarta: Interna Publishing. Pantai Pangandaran Kabupaten
Pangandaran Jawa Barat. Jurnal
ILO. (2013). Keselamatan dan
Pengelolaan Sumberdaya Alam
Kesehatan Kerja. Jakarta:
dan Lingkungan, 8(1), 15-25,
International Labour
http://journal.ipb.ac.id/
Organization.
Pratiwi, R. (2006). Biota Laut : I.
Isfardiyana, S. H., & Safitri, S. R.
Bagaimana Mengenal Biota Laut.
(2014). Pentingnya Melindungi
Jurnal Oseana LIPI, 31 (1), 27-
Kulit dari Sinar Ultra Violet dan
38,
Cara Melindungi Kulit dengan
http://www.oseanografi.lipi.go.id/
Sunblock Buatan Sendiri. Jurnal
Inovasi dan Kewirausahaan, 3(2), Purwangka, F., Wisudo, S. H., Iskandar,
126-133, http://journal.uii.ac.id/ B. H., & Haluan, J. (2013).
Identifikasi Potensi Bahaya dan
Ismiati, Marlita, D., & Saidah, D.
Teknologi Keselamatan Kerja
(2014). Pencemaran Udara Akibat
pada Operasi Perikanan Payang di
Emisi Gas Buang Kendaraan
Palabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal
Bermotor. Jurnal Manajemen
Kelautan Nasional, 8 (2), 60-72,
Transportasi & Logistik, 1(3),
http://ejournal-
241-247,
balitbang.kkp.go.id/
http://journal.itltrisakti.ac.id/
Redayani. (2015). Buku Ajar Psikiatri
Kemenkes RI. (2015). Pusat Data dan
Edisi Ketiga. Jakarta: Badan
Informasi Kemenkes RI (Situasi
Penerbit FK UI.
Kesehatan Kerja). Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik The National Institute for Health and
Indonesia. Care Excellent. (2016). Sunlight

124
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

Exposure: Risk and Benefit.


United Kingdom,
nice.org.uk/guidace/ng34.
Pemerintah Indonesia. (2009). Undang-
undang Republik Indonesia No.
45 Tahun 2009 Tentang
Perikanan. Jakarta: Sekertaris
Negara.
Usior, O. T., Pangalila, F. P. T., &
Kaparang, F. E. (2014).
Pengukuran tingkat kebisingan
pada kapal pukat cincin KM.
Sumber Jaya bermesin tempel di
perairan Teluk Manado. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Perikanan
Tangkap 1(Edisi Khusus), 92-98,
http://ejournal.unsrat.ac.id
Wahyono, A. (2016). Ketahanan Sosial
Nelayan: Upaya Merumuskan
Indikator Kerentanan
(Vulnerability) Terkait dengan
Bencana Perubahan Iklim. Jurnal
Masyarakat Indonesia, 42(2),
185-199, http://jmi.ipsk.lipi.go.id/

125
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 117 - 126, Februari 2021
Global Health Science Group

126

Anda mungkin juga menyukai