Dosen Pengampu :
Fahmi Hasan Nugroho,Lc.M.H
Kelompok 4
ALVINO
AHMAD FAIZ
WAHYU
1. Latar belakang
Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya sistem internal
dan performance penguasa Bani Umayyah yang berujung pada keruntuhan dinasti Umayyah
di Damaskus. Maka upaya untuk menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari
kalangan bani Abbasiyah. Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati
masyarakat terutama dari kalangan Syi’ah, karena bernuansa keagamaan, dan berjanji akan
menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan oleh khulafaur rasyidin.
Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Nabi yang bernama
al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari
pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani Hasyim
yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah
secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk
mendirikan dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan
pemberontakan terhadap dinasti Umayyah.
Awal dari pemberotakan Daulah Abassiyah pada tahun 747 M, Bani Abbasiyah secara
resmi menyatakan pemberontakan terbuka di kota Merv, yang sekarang masuk wilayah
Turkmenistan. Revolusi ini dipimpin tokoh misterius yang dikenal sebagai Abu Muslim. Tak
banyak yang diketahui tentang Abu Muslim. Tetapi dia memang tidak tampak sebagai
anggota keluarga Abbasiyah dan mungkin berasal dari etnis Persia. Di bawah
kepemimpinannya, revolusi Bani Abbasiyah dengan cepat bisa mengambil kendali Khurasan,
yang segera menjadi basis pergerakan.
Abu Muslim mengirim pasukan ke arah barat, masuk ke jantung Persia. Di sana,
penduduk lokal Muslim bangkit melawan Umayyah dan bergabung dengan semangat
revolusioner. Situasi yang awalnya terlihat sebagai ungkapan ketidakpuasan yang tidak
berbahaya di Merv, kini mengancam eksistensi Dinasti Umayyah, terutama saat pasukan
Abbasiyah ke luar dari Persia dan masuk ke dunia Arab. Kufa, yang pernah menjadi pusat
sentimen anti-Umayyah, mulai bangkit lagi melawan gubernur Umayyah dan mengusirnya
saat bendera hitam Abbasiyah tampak di horison timur. Begitu Kufa dibebaskan,
pengambilan sumpah setia dapat dilakukan kepada calon khalifah dari Abbasiyah, Abu
al-‘Abbas. Revolusi ini punya tujuan jelas, dukungan luas dari seluruh Persia, dan seorang
pemimpin untuk menyatukan semuanya. Di setiap tempat, Umayyah berada dalam posisi
bertahan saat semakin banyak orang berkumpul mendukung Abbasiyah.
Sementara itu, upaya membangkitkan pendukung Umayyah ternyata bukan perkara
mudah. Sudah beberapa dekade berlalu sejak ancaman nyata terhadap posisi Umayyah mulai
muncul, tetapi pejabat pasukan Suriah hanya berdiam diri dan dengan keliru menganggap
kekuatan revolusi itu perlahan-lahan akan surut. Saat khalifah Marwan II berhasil
mengumpulkan kekuatan Umayyah, Abbasiyah telah mengambil kendali atas sebagian besar
Irak.
Hugh Kennedy dalam When Baghdad Ruled the Muslim World: The Rise and Fall of
Islam’s Greatest Dynasty (2005) menelaah bahwa pada awal 750 Masehi dalam Perang Zab
di Mesopotamia tengah, kekuatan Abbasiyah berhasil memukul mundur penuh pasukan
Umayyah. Perlawanan terorganisasi terhadap Abbasiyah secara efektif berakhir setelah
perang itu, seiring runtuhnya kendali Umayyah di seluruh dunia Islam. Sejak saat itu, tidak
ada lagi penghalang antara Abbasiyah dan ibu kota Umayyah, Damaskus. Satu demi satu,
kota-kota menyerah dan menerima kedaulatan Abbasiyah. Satu per satu anggota keluarga
Umayyah diburu dan dihukum mati. Marwan sendiri tertangkap di Mesir, tempat dia gagal
mengumpulkan pasukan yang akan memukul mundur Abbasiyah dan mengendalikan
Umayyah kembali.
Hanya satu anggota keluarga Umayyah yang berhasil lolos dari revolusi. Menurut W.
Montgomery Watt dalam The Majesty that was Islam: The Islamic World, 661-1100 (1974),
Abdul Rahman yang masih remaja, anggota keluarga Umayyah yang relatif tidak dikenal,
mampu lolos dengan menyamar ke Afrika Utara. Dia dikejar-kejar pasukan Abbasiyah dari
Palestina, ke Mesir, sampai Magribi, dan hanya dikawani oleh budak yang pernah bekerja
untuk keluarganya. Perjalanan legendarisnya membawa dia sampai ke Andalusia. Di sana dia
mendirikan emirat Umayyah, jauh dari jangkauan Abbasiyah yang akan bertahan hampir
selama 300 tahun.
Revolusi Abbasiyah pada pertengahan 700-an Masehi itu menghasilkan dinasti kedua
dalam sejarah kekhalifahan Islam. Pemberontakan itu didasari gagasan untuk membangun
pemerintahan yang lebih sejalan dengan teladan Nabi, menyediakan tempat yang lebih pantas
bagi non-Arab dalam masyarakat. Dan setelah kejadian pemberotakan Abbasiyah ini maka
runtuhlah dinasti Umayyah dan berdirilah dinasti atau Daulah yang baru yaitu dinasti
Abbasiyah.
SIMPULAN
3. Kesimpulan
Revolusi Abbasiyah atau pemberontakan Abbasiyah adalah sebuah pergolakan militer besar-
besaran pada pertengahan abad ke-8 yang melibatkan pasukan Daulah Abbasiyah dan Bani
Umayyah. Dalam revolusi ini, Daulah Abbasiyah berbekal janji akan mendirikan sistem yang
lebih ideal bagi umat Islam, daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan
tidak memiliki legitimasi keagamaan. Melalui Revolusi Abbasiyah, Daulah Abbasiyah
berhasil menggulingkan Kekhalifahan Umayyah yang berkuasa antara 661-750 M.