Anda di halaman 1dari 12

Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023

Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

MEWUJUDKAN KEHARMONISAN
MELALUI AJARAN CATUR PARAMITHA

Oleh

Putu Ayu Nessa Anggreni(1), I Wayan Sunampan Putra(2)


Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja(1)(2)
Email. ayunessa54@gmail.com(1) , sunamfan91@gmail.com(2)

ABSTRACT
Realizing harmony in a society is everyone's desire. For those who always
try to spread social conflicts in order to destroy unity between communities, of
course they are seen as people who do not understand the teachings and ethics of
life. In Indonesia, these social conflicts are more prone to occur because of the
diversity of ethnicity, race, religion, and culture. Therefore it is deemed necessary
for every society to respect these differences, especially regarding religious
pluralism. Religion is an important part of the life of the Indonesian people, because
the values of truth and goodness are taught in detail by each religion. To avoid
conflicts between religions, a strong understanding of religious teachings related
to harmony is needed. In Hinduism, one of the concepts towards harmony between
communities is taught, namely Catur Paramitha which contains noble and noble
actions towards fellow human beings. This teaching views that every human being
is the same, brothers and sisters, originating from one source, namely God.
Keywords: harmony, religious pluralism, Catur Paramitha

I. PENDAHULUAN
Keberagaman kehidupan sebagai semboyan Negara Kesatuan
beragama merupakan salah satu ciri Republik Indonesia. Maksudnya,
khas kehidupan masyarakat di sekalipun Indonesia ini terdiri dari
Indonesia yang sudah ada sejak dulu ragam budaya, agama, suku, ras,
kala. Sejarah mencatat masyarakat golongan, maupun bahasa namun
kerajaan Majapahit pada waktu itu semuanya itu tetap satu negara yaitu
memeluk agama Budha dan Hindu Indonesia. Agar persatuan itu dapat
yang dapat hidup berdampingan. tetap tercapai maka diperlukan sikap
Konon Islam pun juga sudah dianut rukun antar warga negara Indonesia
oleh sebagian masyarakat pada waktu (Nurwardani, dkk 2016:238). Sikap
itu. Keharmonisan kehidupan yang rukun dan saling toleransi antar warga
ditunjukkan pada waktu itulah yang negara wajib dilakukan sebagai
kemudian ditulis oleh Mpu Tantular bentuk bela negara untuk
dalam kitab Sutasoma sebagai menghindari terjadinya perpecahan
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana atau perang saudara. Jika suatu negara
Dharma Mangrwa (berbeda-beda menjaga kerukunan antar warganya
tetapi tetap satu jua, tidak ada dan mampu menyelesaikan konflik
kerancuan dalam kebenaran). Kata yang ada, maka negara tersebut telah
Bhinneka Tunggal Ika itulah yang berhasil menjalankan visi misinya
oleh para pendiri negara ini dijadikan untuk menjadi negara maju.

Page 32
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Indonesia yang memiliki ideologi Sikap toleransi dan menghargai


Pancasila sudah seharusnya mampu merupakan salah satu upaya yang
menyatukan perbedaan-perbedaan terdapat dalam agama Hindu untuk
yang ada untuk mewujudkan mewujudkan keharmonisan antar dan
persatuan dan kemajuan. inter umat beragama. Di dalam agama
Di zaman sekarang ini, terutama Hindu diajarkan berbagai macam
di Indonesia mulai banyak muncul konsep untuk menjaga keharmonisan
konflik-konflik yang dengan sesama. Konsep inilah yang
mengatasnamakan agama. Hal inilah seharusnya dipegang teguh oleh
yang menjadi salah satu sumber masyarakat (Heriyanti, 2021).
kerukunan antar umat mulai Terkait pendapat diatas, konsep-
merenggang. Menurut (Juniartha dan konsep yang diajarkan oleh agama
Arimbawa, 2020:238) saat ini, Hindu tersebut terdapat dalam kitab
banyak terjadi pemahaman agama suci Veda, baik dalam Veda Sruti
yang fanatik dan dibarengi dengan maupun Smrti. Hal tersebut dapat
konflik sosial di mana-mana. dilihat dalam petikan-petikan sloka
Walaupun tidak bisa dikatakan dan mantra, salah satunya ada dalam
bahwasannya konflik sosial yang kitab Atharvaveda, VII.52.1 yang
terjadi tersebut dikarenakan oleh menyatakan:
pemahaman agama, akan tetapi tidak Saṃjñānaṃ naḥ svebhiḥ
dapat dipungkiri konflik sosial yang saṃjñānamaraṇebhiḥ,
terjadi di era sekarang ini utamanya di Saṃjñānamaśvinā
Indonesia telah dimasuki oleh yuvamihāsmāsu ni yachatam
pemahaman-pemahaman agama yang Artinya:
fanatik atau cenderung kurang sesuai “Kami menyatukan semua
terjadi. Bukan hanya untuk sahabat akrab kami dan
kepentingan sosial, akan tetapi di era menyatukan dengan orang lain.
sekarang ini agama juga dijadikan Wahai, para orang tua ajarilah
sebagai senjata “politik” yang ampuh kami tentang persatuan dan
untuk menjatuhkan lawan, seperti kesatuan”.
terjadinya kasus penistaan agama Dalam sloka tersebut jelas
yang terjadi di DKI Jakarta. dikatakan bahwa menjaga persatuan
Berdasarkan pendapat tersebut, dan kesatuan antar maupun inter umat
konflik-konflik yang terjadi di beragama perlu dilakukan sebagai
kehidupan sosial masyarakat bentuk menjaga keharmonisan.
khususnya umat beragama tentunya Perbedaan dan keanekaragaman
diakibatkan oleh pemahaman agama adalah sesuatu yang indah dan
yang kurang, sehingga berujung pada persatuan adalah wujud persaudaraan
konflik dan kekerasan. Hal tersebut Cita-cita keadilan sosial dalam
terjadi karena salah tafsir akan ajaran- agama Hindu terdapat dalam konsep
ajaran agama yang sesungguhnya loksamgraha, atau kesejahteraan
mengajarkan kebaikan, toleransi, untuk seluruh masyarakat. Dalam
persaudaraan antar umat beragama konsep loksamgraha, terkandung
dan hal baik lainnya. Oleh karena itu kesetiakawanan, kerelaan untuk
pemahaman akan agama yang dianut berkorban demi kepentingan orang
perlu ditingkatkan dan didalami untuk lain yang kurang beruntung (Juniartha
menghindari salah persepsi. dan Arimbawa, 2020:248).
Berdasarkan konsep tersebut, umat

Page 33
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Hindu diajarkan untuk selalu menjaga nirmala sadakala, satia bakti ring
kesejahteraan sosial dan meyakinkan pasamurat
diri bahwa kita umat beragama Artinya:
sesungguhnya adalah bersaudara, “Selain itu ada juga pengertian
sama-sama berasal dari sumber yang lain, Empat warga yaitu: Metri,
sama yaitu Tuhan dan menjaga Karuna, Mudita dan Upeksa.
kerukunan dan kedamaian menjadi Metri artinya senang bergaul
salah satu kebahagiaan dunia. Konsep pada semua makhluk hidup, tidak
loksamgraha tersebut dapat seharusnya mempunyai rasa
direalisasikan melalui ajaran Catur saling menyakiti adalah tidak
Paramitha. Oka (dalam Suartini, baik. Selalu rukun dengan rasa
2021:62) menjelaskan bahwa Catur kasih sayang atau belas kesihan,
Paramitha merupakan bagian dari rukun dengan orang lain dan
ajaran susila yang merupakan alat terhadap orang miskin serta
atau sarana dari manusia untuk dapat orang nista. Karuna artinya
menciptakan hubungan yang perkataan baik selalu merendah
harmonis, saling pengertian antara berkata yang baik, perkataannya
manusia yang satu dengan manusia membahagiakan, selalu
yang lainnya, dalam usahanya untuk menenangkan. Mudita artinya
mencapai tujuan hidup Moksartham selalu ceria pastinya tidak
Jagadhita yaitu kebahagiaan di dunia menemukan kejelekan. Selalu
dan kebahagiaan di akhirat. Dengan berdasarkan pikiran ikhlas
demikian diantara sesama makhluk menolong, hatinya akan bahagia.
ciptaan Tuhan hendaknya dapat hidup Upeksa artinya kukuh dalam
berdampingan serasi, selaras, kebajikan suci tidak ada halangan
harmonis damai dan sejahtera (Putra, dalam kehidupan, setia dan bakti
2021). pada semua makhluk di dunia”
Berdasarkan pendapat tersebut Suparna (dalam Sudiarta,
Catur Paramitha dapat dijabarkan ke 2019:64).
dalam 4 bagian penting dan utama Sesuai dengan sloka tersebut
yang dijelaskan dalam Lontar Tattwa dapat disimpulkan bahwa Catur
Jnana, 19a-19b sebagai berikut: Paramitha menjadi salah satu konsep
Nihan ta waneh kangetakna den untuk mewujudkan keharmonisan
ta, catur karma, nga., luirnia: antar maupun inter umat beragama,
metri, karuna, Mudita . Upeksa; karena dalam bagian-bagiannya
pat kwehnia. Metri, nga., terdapat ajaran-ajaran mulia dalam
mahasing ring sarwa maurip, menjalin hubungan sesama manusia.
away amati-mati yan tan sayogia Maitri (persahabatan), Karuna (welas
patinia, lewih asih ring kawelas asih), Mudita (simpatik), dan Upeksa
asih, asih ring wang pahilan (toleransi) menjadi pokok ajaran
muang ring wong tiwas wang penting dalam Catur Paramitha.
naraka. Karuna, nga., sabda Dilihat dari arti masing-masing
rahayu apes asor, swajatmika, bagian tersebut tentu jelas dapat
semiasrenggara arum, maruru dikatakan bahwa ajaran tersebut
ing sama. Mudita , nga., abungah mewujudkan keharmonisan dan
tan anemu ala, darana ring budi kerukunan umat beragama jika
santosa wirarti, manah lega. dilakukan dengan ketulusan hati dan
Upeksa, nga., adnyana rahayu kesadaran pikiran. Mewujudkan

Page 34
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

keharmonisan melalui ajaran Catur hanya taat kepada Tuhan tetapi juga
Paramitha adalah hal yang bisa menyayangi mahkhluk hidup ciptaan-
dilakukan dalam kehidupan sehari- Nya terutama manusia sebagai
hari. makhluk yang paling mulia. Manusia
yang dibekali dengan akal dan pikiran
II. METODE harus mampu memilah hal-hal baik
Penelitian ini menggunakan menuju kebahagiaan hidup. Dengan
metode penelitian kualitatif melalui Catur Paramitha inilah, manusia
studi pustaka dengan pendekatan khususnya umat Hindu menerapkan
teologis. Tulisan ini merupakan salah perilaku-perilaku mulia dan luhur
satu luaran dari mata kuliah teologi untuk menciptakan kehidupan
kerukunan pada semester. Sumber harmonis, damai, dan bahagia dalam
data yang digunakan meliputi buku- menjalani kehidupan beragama.
buku literatur dan hasil penelitian Pudja (dalam Suhardana,
yang membahas tentang Catur 2009:20) menyatakan bahwa Catur
Paramitha. Teknik analisis data Paramitha diibaratkan sebagai
dilakukan dengan tahapan reduksi sebuah kapal yang akan
data atau pemilahan data, memberangkatkan umat manusia
mengklasifikasi, mengintepretasi dan menuju suatu tujuan. Agar kapal itu
memaparkan data dalam bentuk dapat berjalan dengan baik, maka
deskripsi dan analisis. Proses analisis umat manusia selaku penumpangnya
dan tahap verifikasi dilakukan harus mempunyai akal yang
melalui analisis teoretik, sempurna, mempunyai bekal berupa
mendiskusikannya dengan teori-teori perilaku yang baik, mulia, dan luhur,
yang relevan dan menafsirkannya pendek kata yang penuh dengan
untuk menggali dan menunjukkan kebijaksanaan dan kepradnyanan.
makna penting yang terkandung di Jadi dalam hidup ini diperlukan
dalamnya (Giri dan Wiratmaja, ajaran yang baik, sebagai ajaran
2020). moral dan keimanan yang harus
dimaklumi, dipegang, dan diamalkan,
III. PEMBAHASAN sehingga umat manusia dapat hidup
3.1 Catur Paramitha dalam bahagia, tenang, tenteram dan damai.
Kehidupan Beragama Sesuai dengan pernyataan
Catur Paramitha berasal dari dua tersebut, Catur Paramitha sangat
kata, yaitu Catur berarti empat mempengaruhi tindakan umat
sedangkan Paramitha berarti manusia menuju keharmonisan dan
kebaikan atau kebajikan. Catur kesejahteraan hidupnya. Hal ini
Paramitha dapat diartikan sebagai selaras dengan pernyataan sloka
empat kebaikan atau empat Sarasamuccaya, 162 yang
kebajikan. Banyak pula orang yang menyatakan sebagai berikut:
mengartikan kata Paramitha itu Prawṛtti rahayu kta sādhananing
secara amat sederhana, sebagai rumakṣang dharma, yapwan sang
perbuatan mulia, perbuatan suci, hyang aji, jñāna pageh ekatāna
perbuatan baik atau perbuatan luhur sādhana ri karakṣanira, kunang
(Suhardana, 2009:19). Sesuai dengan ikang rūpa, si radin pangrakṣa
pernyataan tersebut Catur Paramitha irika, yapwan kesujanman,
adalah ajaran yang mengajarkan kasucilan sādhananing rumakṣa
manusia berbudi pekerti luhur, tidak ika

Page 35
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Artinya: sama-sama tidak ingin


“Tingkah laku yang baik mengalaminya, jika kena pukul itu
merupakan alat untuk menjaga sakit maka janganlah memukul orang
dharma; akan sastra suci (ilmu lain, jika dibenci atau dikucilkan itu
pengetahuan), pikiran yang tetap tidak menyenangkan maka jangan
teguh dan bulat saja merupakan membenci atau mengejek, fitnah atau
upaya untuk menjunjungnya, hal-hal lain yang tidak manusiawi
adapun keindahan paras adalah memang sudah selayaknya dihindari,
kebersihan pemeliharaannya itu, sebaliknya lakukanlah perbuatan
mengenai kelahiran mulia, maka yang dapat bermanfaat bagi orang
budi pekerti susila yang lain atau minimal berdampak pada
menegakkannya.” kebahagiaan dan kenyamanan bagi
Dalam sloka tersebut tingkah laku orang lain (Samiadai dan Sumerta,
atau susila yang baik adalah alat 2022:2).
untuk menjaga dan menegakkan Berdasarkan pernyataan tersebut
dharma. Tingkah laku yang baik tentu menjadi sebuah renungan
tersebut salah satunya adalah dengan bersama untuk selalu berprilaku baik
pengimplementasian Catur dan benar. Ketika seseorang
Paramitha. Ketika ke-empat ajaran membantu orang lain, maka ia juga
tersebut dapat dilaksanakan dengan sama dengan membantu dirinya
baik dan bijaksana, maka hal tersebut sendiri, karena atman yang ada di
akan mampu menciptakan kehidupan dalam setiap tubuh manusia adalah
yang bahagia, rukun, dan harmonis. percikan dari satu Tuhan yang sama.
Sebagai makhluk sosial, manusia Kepedulian akan sesama melalui
diharapkan dalam hidupnya dapat pengimplementasian Catur
berinteraksi antar sesama, baik inter Paramitha atas dasar konsep Tat
maupun antar umat beragama. Setiap Tvam Asi membawa umat Hindu
agama pasti mengajarkan untuk mencapai kesempuraan hidup sebagai
bertingkah laku yang baik. Dengan manusia yang damai dalam diri dan
ajaran Catur Paramitha inilah umat mewujudkan keharmonisan dalam
diajak untuk saling bertoleransi, kehidupannya.
menghargai, dan saling mengerti satu 3.2. Pentingnya Catur Paramitha
sama lain sebagai sebuah penerapan dalam Umat Beragama
konsep Tat Tvam Asi (Aku adalah 3.2.1 Maitri (Persahabatan)
Kamu). Kita semua bersumber dari Maitri atau Metri menurut
satu sumber, yaitu Tuhan. Zoetmulder dalam "Kamus Bahasa
Ajaran Catur Paramita merupakan Jawa Kuno-Indonesia" adalah bahasa
realisasi dari ajaran Tat Twam Asi Sanskerta yang berarti persahabatan
yang merupakan bentuk atau kebajikan. Namun ada juga yang
penyempurnaan etika (susila) bagi menyatakan bahwa kata Maitri atau
umat Hindu. Tat Twam Asi sendiri Metri itu berasal dari kata "Mitra"
merupakan suatu ungkapan yang yang berarti teman, kawan atau
berarti, kurang lebih adalah kau sahabat (Tim Penyusun dalam
adalah aku. Selain itu Tat Twam Asi Suhardana, 2009:21). Menurut
merupakan filosofi yang mengajarkan Suhardana (2009:21) Maitri atau
bahwa apa yang dirasakan oleh Metri secara singkat dapat diartikan
manusia adalah sama. Tiap-tiap orang sebagai persahabatan atau
memiliki rasa sakit yang sama dan persaudaraan. Manusia harus

Page 36
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

mempunyai sifat-sifat yang semua makhluk hidup sebagai


bersahabat terhadap sesamanya. sahabat, tanpa saling menjatuhkan,
Berdasarkan pendapat diatas, membenci maupun menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling konflik-konflik lainnya. Hal ini dapat
mulia semestinya dapat menjaga dilakukan dengan penuh keyakinan
kerukunan antar sesama sebagai dalam diri bahwa semua manusia
sahabat. Manusia adalah ciptaan adalah sama, yang membedakan
Tuhan yang dalam setiap diri manusia hanyalah cara-cara dalam menjalani
ada atman yang merupakan percikan kehidupan. Melalui persahabatan
terkecil dari Tuhan itu sendiri. Dapat inilah seseorang akan mampu
disimpulkan bahwa manusia menjalin kerukunan meskipun dalam
bersumber dari satu sumber, yaitu perbedaan. Perbedaan tidak selalu
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena akan menciptakan konflik atau
itu semua manusia adalah bersaudara, percekcokan, tetapi dengan adanya
berteman, bersahabat dan sudah perbedaan, seseorang harus mulai
seharusnya hidup dengan harmonis menciptakan dan menjalin
dan rukun, selalu berusaha untuk persahabatan untuk saling
menghindari terjadinya perselisihan melengkapi, menciptakan sesuatu
antar sesama. Suartini (2021:66) yang indah. Bisa dilihat keberagaman
Manusia harus menjalin persahabatan suku, ras, dan agama di Indonesia
dengan penuh saling pengertian yang berbeda-beda di setiap wilayah
antara sesama makhluk yang lain, dari sabang sampai merauke, namun
manusia dengan manusia yang itu bukanlah sesuatu yang harus
lainnya tanpa kecuali dari yang paling dipersoalkan melainkan menjadi
akrab sampai kepada yang tidak suatu kebanggaan bagi kita, karena
disenangi, ditakuti dan dari yang dalam perbedaan kita mampu
terkecil sampai pada yang tertua. menciptakan persatuan,
Terkait pendapat tersebut tentunya persaudaraan, dan persahabatan. Hal
dalam sebuah persahabatan atau ini diatur juga dalam Pancasila sila
persaudaraan, manusia jangan ke-3. Dalam kehidupan sehari-hari
memandang dari segi apapun itu, pun persahabatan terjalin antar umat
semuanya adalah saudara dan beragama di Indonesia walaupun
sahabat. Hal ini sesuai dengan dalam berbeda agama dan keyakinan.
sloka Yajurveda XXXVI.18 sebagai Semuanya hidup dalam kebersamaan.
berikut : Hal inilah yang akan menciptakan
Mitrasya mā cakşusā sarvāni suasana harmonis, tenteram dan
bhūtāni samīkşantām, bahagia.
Mitrasyāham cakşusā sarvāni
Bhūtāni samīkşe mitrasya 3.2.2 Karuna (Welas Asih)
cakşusā samīkşāmahe Zoetmulder (dalam
Artinya : Suhardana, 2009:22) menjelaskan
“Semoga semua memandang bahwa "Karuna" sebagai bahasa
kami sebagai sahabat, semoga Sanskerta mempunyai banyak arti,
kami memandang mereka antara lain kasihan, sayang, keharuan
sebagai sahabat, teguhkanlah perasasan sedih, merasa amat sedih,
kami dalam keyakinan ini. “ cinta tanpa pamrih, belas kasihan,
Berdasarkan sloka tersebut, tanda kemurahan hati, menyebabkan
hendaknya manusia menganggap rasa haru, kesedihan, kepiluan, duka

Page 37
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

cita dan lain-lain. Dalam kaitan Artinya:


dengan Catur Paramita atau empat “Tidak ada pertapaan lain
perbuatan luhur, Karuna diartikan yang menyamai pikiran yang
sebagai welas asih atau rasa kasihan damai, tidak ada kebahagiaan
saja. Karuna atau welas asih itu sejati yang menyamai
merupakan perbuatan luhur atau cinta kepuasan hati, tidak ada
kasih atau belas kasihan terhadap penyakit yang melebihi nafsu
orang yang menderita. Sesuai dengan keinginan, dan tidak ada
pernyataan tersebut makna karuna Dharma yang menyamai kasih
sangatlah dalam, yaitu merasakan apa sayang."
yang orang lain rasakan, memahami Berdasarkan sloka tersebut
apa yang orang lain alami sebagai dapat dijelaskan bahwa dalam
bentuk welas asih sesama manusia. melakukan pertapaan sesungguhnya
Sudah sebuah kewajiban bagi semua adalah mengendalikan pikiran dalam
umat manusia untuk peduli dengan menghadapi kehidupan duniawi.
sesamanya. Menolong sesama , ama Kepuasaan hati yang sesungguhnya
dengan memperkaya akhlak diri menciptakana kebahagiaan sejati,
sebagai manusia. Dalam hal ini welas karena dalam melakukan setiap hal
asih kepada sesama hendaknya harus berasal dari kepuasaan dan
diwujudkan dengan kasih sayang ketulusan hati tanpa adanya beban.
yang tulus dan ikhlas. Penyakit abadi yang sesungguhnya
Rasa kasih sayang dimiliki ada dalam keinginan seseorang. Oleh
oleh setiap orang, dan setiap orang karena itu, kita harus mampu
memiliki kemampuan untuk mengendalikan keinginan atau hawa
menerima dan mengirimkan rasa nafsu agar mampu mencapai
kasih sayang tersebut. Getaran kebahagiaan yang abadi. Lalu,
kemurnian dan kasih dapat dharma yang sesungguhnya adalah
memberikan kedamaian baik kepada kasih sayang, karena kasih sayang
diri pribadi maupun sayang ini atau cinta kasih merupakan dharma
kepada lingkungan. Kasih sayang yang utama. Dengan menghormati
merupakan senjata terdahsyat di ciptaan-Nya maka kita juga
dunia, karena kasih sayang ini dapat menghormati Tuhan. Kasih sayang
mengubah hati seseorang. Orang sebagai karakter utama yang
yang memiliki rasa kasih sayang tidak dijadikan landasan dalam manusia
akan memiliki musuh, tak perlu berprilaku. Melalui kasih sayang
memiliki senjata untuk berperang seseorang mulai menciptakan
(Suratmini, 2012:140). Sesuai hubungan yang baik dengan orang
pendapat tersebut umat manusia lain, baik keluarga, teman, maupun
hendaknya menjaga hubungan antar masyarakat.
sesama sebagai wujud bhakti kepada
Tuhan melalui ciptaan-Nya. Hal ini 3.2.3 Mudita (Simpatik)
selaras dengan pernyataan dalam Zoetmulder (dalam
sloka Canakya Niti Sastra, VIII.13 Suhardana, 2009:23) menyatakan
berikut ini: bahwa Mudita dalam bahasa
Sāntitulyam tapo nāsti na Sanskerta berarti senang, gembira,
santoṣātparam sukham, na kesenangan atau kegembiraan.
tṛṣṇāyāḥparo vyadhirna ca Karena sikapnya yang senang atau
dharmo dayāsamaḥ gembira itu, maka orang itu selalu

Page 38
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

nampak ceria. Hal ini menyebabkan orang menjadi senang


orang lain menjadi bersimpati mendengarnya dan karena itu
kepadanya. Kata Mudita itupun tidak akan mengalihkan
diartikan juga sebagai simpatik atau perhatiannya. Kebenaran
turut merasakan baik kesusahan kata-katanya selalu dipegang,
maupun kebahagiaan orang lain. sebab ia tahu betul bahwa dari
Bersimpati atau sifat simpatik itu pembicaraan itu orang bisa
merupakan sikap yang baik, mendapatkan kebahagiaan,
merupakan budi dan perbuatan yang bisa menemukan duka cita,
luhur. kemelaratan, menemukan
Terkait pendapat tersebut, sahabat bahkan kematian.
dalam hidup manusia sebagai 3) Kaya yaitu perilaku yang
makhluk sosial pastinya tidak bisa selalu lemah lembut, penuh
dilepaskan dari rasa simpati dari perhatian, tidak "budri",
orang lain. Hal itu karena setiap "merekak", "banggi" dan
pekerjaan yang dilakukan tidak selalu acuh tak acuh (Sukartha
bisa dilakukan sendiri, ada campur dalam Suhardana, 2009:23).
tangan orang lain, baik dalam ikatan Berdasarkan pendapat tersebut,
persaudaraan, pertemanan, maupun sikap yang baik yang harusnya
dalam hubungan apapun. Bersimpati ditunjukkan tidak hanya melalui
dengan orang lain juga berarti perilaku yang baik, tetapi juga dari
menanamkan kebahagiaan pada diri raut wajah dan tutur kata yang
sendiri, memupuk rasa kemanusiaan menyejukkan hati. Hal tersebut
yang utuh dalam diri, karena bagi karena sebagian orang ketika
seseorang yang menerapkan sikap mendapatkan sebuah simpati dari
Mudita ini merasakan apa yang orang orang lain, pasti yang dilihat adalah
lain rasakan sebagai salah satu cara wajah dan tutur kata yang baik juga.
menciptakan hubungan yang Oleh karena itu, perilaku, pikiran,
harmonis dengan orang lain tanpa perkataan, dan respon tubuh harus
rasa dendam, iri hati, maupun rasa selaras, tulus dan ikhlas ketika kita
dengki. Untuk mendapatkan simpati ingin menunjukkan kepedulian
dari orang lain, maka seseorang juga kepada orang lain. Dalam sloka
harus menanamkan rasa simpati pula Manawadharma, IV.163 juga
terhadap orang di sekitarnya. menyatakan bahwa dalam
Perilaku Mudita ditunjukkan menghindari sifat benci, kekerasan
dengan wajah yang ceria, sikap yang dan perilaku sombong kepada orang
riang gembira, kata-kata yang selalu lain, melainkan perilaku yang sesuai
manis didengar. Dijelaskan pula dengan ajaran Weda yang harus
bahwa ada tiga faktor yang perlu direalisasikan. Dijelaskan dalam
diperhatikan dalam menjalankan sloka berikut ini:
sikap Mudita itu, yaitu: nāstikyaṁ vedanindāṁ ca,
1) Semita yaitu penampilan devatānāṁ ca kutsanam, dveşam
wajah yang manis, tidak dambham ca mānam ca krodham
cemberut. Tidak taikṣṇyam ca varjayet
memalingkan muka atau tidak
bermuka masam jika bertemu.
2) Waktra yaitu selalu berkata Artinya:
benar dan menarik, sehingga

Page 39
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

“Hendaknya ia menghindari mencela atau mencaci maki orang


atheisme menentang pustaka suci lain. Sikap toleransi sudah seharusnya
Veda, penistaan pada Dewa, dilakukan setiap orang, karena kita
menghindari kebencian, hidup dalam perbedaan. Orang yang
menghindari tingkah yang tak berprilaku upeksa akan
tahu malu, kesombongan, mementingkan kepentingan orang
kemarahan dan kekasaran”. lain, namun bukan berarti
Dalam sloka tersebut jelas mencampuri urusan orang lain.
dikatakan bahwa umat Hindu yang Dalam arti lain, orang lain berhak
memiliki keyakinan adanya Tuhan, untuk dihargai, siapapun dan
dipastikan tidak setuju dengan darimanapun silsilah mereka, karena
atheisme (tidak mempercayai Tuhan) yang ditekankan dalam sikap
dan selalu mengamalkan ajaran Weda toleransi adalah persaudaraan antar
sebagai kitab suci, karena sesama, tanpa membeda bedakan.
mengajarkan kebenaran, berprilaku Dijelaslan dalam Maha Upanishad
baik, luhur, dan mulia. Atas dasar VI.71-73 sebagai berikut:
Weda seseorang seharusnya Ayaṁ nijaḥ paro veti Gaṇanā
menghindari kebencian dan laghucetasām,
kekerasan dengan berprilaku sopan, Udāracaritānāṁ tu
ramah, simpati sehingga orang lain Vasudhaiva kuṭumbakam
akan melakukan hal tersebut juga. Hal Artinya:
kecil selalu dimulai dari diri sendiri, “Pemikiran seperti "dia
jika seseorang ingin diperlakukan milikku atau dia milik orang
baik maka perlakukanlah orang lain lain" hanya muncul pada
dengan baik dan tulus. orang-orang yang berpikiran
sempit. Bagi orang yang
3.2.4 Upeksa (Toleransi) berwawasan luas, seluruh
Upeksa menurut Zoetmulder dunia adalah keluarganya.”
(dalam Suhardana, 2009:24) adalah Berdasarkan sloka diatas,
bahasa Sanskerta yang mempunyai sikap toleransi dapat diwujudkan
arti cukup banyak seperti melupakan, dengan menganggap bahwa semua
mengabaikan, tidak peduli, tidak orang adalah saudara, bersumber dari
menghiraukan, tidak acuh dan lain- sumber yang sama yaitu Tuhan Yang
lain, tetapi tidak dalam pengertian Maha Esa. Meskipun berbeda
yang buruk. Jika demikian halnya, keyakinan, suku, ras, agama, hal
maka Upeksa dapat diartikan sebagai tersebut tidak melunturkan rasa
mengabaikan atau melupakan kekeluargaan antar sesama. Justru
kepentingan diri sendiri, tetapi justru dengan perbedaan tersebut kita bisa
memberi perhatian kepada saling melengkapi dalam kekurangan
kepentingan orang lain. Jadi disini dan saling mengapresiasi kelebihan
Upeksa diartikan sebagai toleransi setiap orang tanpa ada diskriminasi
atau tenggang rasa dan senantiasa dan menyatakan bahwa diri sendiri
mengutamakan kepentingan orang yang paling benar. Dengan
lain dari pada kepentingan sendiri. menerapkan sikap tersebut,
Sesuai pendapat tersebut, keharmonisan, persatuan, dan
orang yang memiliki sikap upeksa perdamaian akan terwujud.
(toleransi) selalu menghargai dan 3.3 Implementasi dari Bagian-
menghormati orang lain, tidak pernah Bagian Catur Paramitha dalam

Page 40
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Mewujudkan Keharmonisan makanan kepada kerabat maupun


Umat Beragama tetangga di sekitarnya. Pada saat
Implementasi dari ajaran Catur perayaan Natal, umat Kristiani
Paramitha dapat kita jumpai dalam mengantarkan makanan kepada
kehidupan sehari-hari. Meskipun kerabat maupun tetangganya,
belum sepenuhnya dapat demikian sebaliknya. Begitulah cara
dilaksanakan oleh umat Hindu, tetapi agar keharmonisan dapat selalu
sebagian besar Catur Paramitha terjaga antar umat beragama.Ajaran
sudah menjadi bagian penting dalam yang kedua yaitu Karuna. Penerapan
kehidupan umat manusia. Catur Karuna (welas asih) dapat
Paramitha tidak secara langsung diwujudkan dengan menunjukkan
dikenal oleh seluruh umat Hindu, kasih sayang kepada sesama. Dalam
tetapi pelaksanaan dari ajaran- Hindu salah satu wujud implementasi
ajarannya sering diterapkan bahkan kasih sayang adalah melalui hari raya
oleh seluruh umat manusia dari muda suci Tumpek Klurut yang diperingati
hingga tua, misalnya persahabatan sebagai hari kasih sayangnya umat
dalam pertemanan, kasih sayang antar Hindu dan sudah ditetapkan oleh
keluarga, berbagi dengan sesama, Gubernur Bali. Implementasi yang
menjenguk orang yang sakit, saling bisa dilakukan seperti misalnya
menghargai, meminta maaf apabila berbagi ke masyarakat yang
salah, berterimakasih, dan masih membutuhkan dengan berbagi
banyak penerapan ajaran Catur sembako, berbagi ke panti asuhan,
Paramitha di kehidupan umat panti jompo dan yang lainnya seperti
beragama (Putra, 2020). apa yang dilakukan selama ini di Bali
Ajaran yang pertama yaitu Maitri. dan seluruh Indonesia saat virus
Penerapan Maitri (persahabatan) covid-19 merebak dan hingga saat ini
dalam arti yang luas yaitu hal tersebut terus dilakukan oleh
menciptakan persahabatan antar umat seluruh masyarakat di Bali.
beragama. Di Indonesia, tidak dapat Ajaran yang ketiga yaitu Mudita .
dipungkiri bahwa masyarakat terdiri Penerapan Mudita (simpatik) dapat
dari suku, ras, agama, dan budaya diwujudkan dengan saling membantu
yang beragam. Di setiap provinsi, antar sesama baik saat susah maupun
kabupaten, bahkan desa di Indonesia senang. Dalam masyarakat Bali,
memiliki tradisi dan budayanya istilah ini sering disebut Metetulung
tersendiri, yang paling menonjol (saling membantu), saat ada warga
adalah keberagaman agama. yang perlu bantuan, baik dalam
Walaupun di suatu wilayah tinggal kondisi suka maupun duka. Biasanya
umat yang berbeda agama, hubungan umat di Bali akan mendatangi atau
antar umat tetap terjalin harmonis. menjenguk sanak saudara atau
Salah satu contohnya yaitu di Bali tetangganya yang memiliki acara
yang menerapkan konsep nyama untuk ikut serta membantu segala
braya. Penerapan Menyama Braya persiapan, seperti acara pernikahan,
bisa dilihat dari masyarakat Bali yang tiga bulanan, saat ada keluarga dekat
saling menolong dan saling berduka karena ada yang meninggal,
melengkapi, misalnya tradisi Ngejot dan lain sebagainya. Hal tersebut
(saling menghantarkan makanan saat sudah menjadi kebiasaan masyarakat
upacara agama/keagamaan). Saat Idul Bali, karena membantu meringankan
Fitri, umat muslim mengantarkan beban orang lain juga akan

Page 41
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

berdampak baik bagi diri sendiri, kala. Sikap rukun dan saling toleransi
sehingga keharmonisan tetap terjaga antar warga negara wajib dilakukan
walaupun tidak memiliki ikatan darah sebagai bentuk bela negara untuk
(Putra, 2022). menghindari terjadinya perpecahan
Ajaran yang keempat yaitu atau perang saudara. Indonesia yang
Upeksa. Wujud pelaksanaan Upeksa memiliki ideologi Pancasila sudah
(toleransi) ini adalah dengan seharusnya mampu menyatukan
menghargai sesama, baik antar perbedaan-perbedaan yang ada untuk
maupun inter umat beragama. Bali mewujudkan persatuan dan
terkenal dengan toleransinya yang kemajuan. Untuk menjaga kerukunan
kuat, dalam satu banjar setiap agama dan keharmonisan kehidupan
dapat menjalankan kewajibannya beragama perlu adanya konsep ajaran
tanpa ada yang merasa tersaingi. yang dipedomani sebagai upaya
Contoh nyata toleransi di Bali adalah menciptakan kehidupan yang
adanya Pura yang didalamnya tenteram. Dalam agama Hindu ada
terdapat keragaman etnik dan agama salah satu konsep yang diajarkan
di Indonesia, yaitu salah satunya Pura untuk mewujudkan masyarakat yang
Negara Gambur Anglayang di rukun, yaitu ajaran Catur Paramitha.
Kabupaten Buleleng. Di dalam Catur Paramitha dapat diartikan
(jeroan) Pura ini terdapat pelinggih- sebagai empat kebaikan atau empat
pelinggih yang menggambarkan kebajikan. Catur Paramitha
beberapa suku dan agama, seperti mengajarkan manusia berbudi pekerti
suku Sunda, suku Melayu, Etnis luhur, tidak hanya taat kepada Tuhan
China dan Budha, unsur Islam, dan tetapi juga menyayangi mahkhluk
unsur Hindu. Hal tersebut tentunya hidup ciptaan-Nya terutama manusia
mencerminkan bahwa leluhur Bali sebagai makhluk yang paling mulia.
sudah megajarkan pentingnya Ajaran-ajaran tersebut diantaranya
toleransi dan menghargai kebudayaan Maitri (persahabatan), Karuna (welas
lain, sehingga keharmonisan asih), Mudita (simpatik), dan Upeksa
masyarakat di Bali tetap terjaga. (toleransi) yang menjadi pokok ajaran
Demikianlah contoh singkat penting dalam Catur Paramitha.
implementasi dari ajaran Catur Implementasi dari ajaran Catur
Paramitha, khususnya bagi umat Paramitha dapat kita jumpai dalam
Hindu. Dari contoh-contoh tersebut kehidupan sehari-hari. Catur
tentu penting bagi setiap umat untuk Paramitha tidak secara langsung
mengamalkan keempat ajaran luhur dikenal oleh seluruh umat Hindu,
tersebut agar tercipta masyarakat tetapi pelaksanaan dari ajaran-
yang harmonis dan damai. Semua ajarannya sering diterapkan bahkan
orang menginginkan adanya oleh seluruh umat manusia dari muda
kedamaian, oleh karena itu mulailah hingga tua, misalnya persahabatan
dari hal-hal terkecil seperti apa yang dalam pertemanan, kasih sayang antar
dijelaskan diatas. keluarga, berbagi dengan sesama,
menjenguk orang yang sakit, saling
IV. KESIMPULAN menghargai, meminta maaf apabila
Keberagaman kehidupan salah, berterimakasih, dan masih
beragama merupakan salah satu ciri banyak penerapan ajaran Catur
khas kehidupan masyarakat di Paramitha di kehidupan umat
Indonesia yang sudah ada sejak dulu beragama.

Page 42
Swara Vidya / Volume 3 Nomor 1 2023
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Suhardana, K.M. 2008. SUBHA


DAFTAR PUSTAKA ASUBHAKARMA; Perbuatan
Giri, I.P.A.A dan Wiratmaja, I.K. Baik dan Tidak Baik. Surabaya:
(2020). Filsafat Ketuhanan Paramita
Dalam Purana. Volume 3. No.1 Suhardana, K.M. 2009. CATUR &
(Genta Hredaya). SAD PARAMITA; Jalan
Heriyanti, K. 2021. Optimalisasi Menuju Keluhuran Budi.
Keharmonisan Masyarakat Surabaya: Paramita.
Plural Melalui Ajaran Teologi Suratmini, N.W. 2012. DHARMA
Kerukunan. Denpasar: SEWANAM (Indahnya
SPHATIKA, Vol. 12 No. 2. Melayani Sesama). Surabaya:
Nurwardani, Paristiyanti. 2016. Paramita.
Pendidikan Agama Hindu Yustika, N.W.S. 2022. Implementasi
untuk Perguruan Tinggi. Ajaran Catur Paramitha
Jakarta: RISTEKDIKTI. Dalam Pembelajaran Agama
Putra, I. W. S. (2020). Hedonisme Hindu. Singaraja: Widyacarya,
Epikuros dalam Perspektif Volume 12, Nomor 2.
Etika Hindu. Sanjiwani: Jurnal
Putra, I. W. S. (2021). Realisasi
Ajaran Teologi Sosial Melalui
Tradisi Ngejot di Masa
Pandemi Covid-19. Sphatika:
Jurnal Teologi, 12(2), 159-167.
Putra, I. W. S. (2022).
REKONSTRUKSI SIDIKARA
PADA MASYARAKAT BALI
SEBAGAI PRAKTEK
AJARAN TEOLOGI
SOSIAL. Jnanasiddhanta:
Jurnal Teologi Hindu, 3(2),
185-194.
Samiadai, Teguh dan I Wayan
Sumerta. 2022. Implementasi
Ajaran Catur Paramitha
Dalam Kehidupan Sehari-hari
Umat Hindu. Jurnal Pendidikan
Agama, Volume 12, Nomor 2.
Suartini, Desak Made. 2021. Catur
Paramitha: Landasan Remaja
dalam Beragama dan
Kehidupan Bermasyarakat.
Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan
Agama dan Budaya Hindu. Vol.
12. No. 2.
Sudiarta, I.W. 2019. Ajaran Agama
Hindu Dalam Teks
Tatwadjnyana. Maha Widya
Duta, Volume 3, No.2.

Page 43

Anda mungkin juga menyukai