Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PENGKAJIAN ANAMNESA DAN PEMERIKSAN FISIK GANGGUAN

PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIFITAS PATOLOGI SYSTEM MUSKULOSKELETAL ,
PERSARAFAN DAN INDERA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

WESI NATALIA (PO7120222045)

NAYKEN AYU PADILAH (PO7120222046)

DOSEN MATAKULIAH : NI KETUT SEJETI,APP.,M.KES

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI D-III KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A.DEFINISI

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukannya untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup Kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas
seperti berdiri, berjalan dan bekerja. merupakan salah satu dari tanda kesehatan individu
tersebut dimana kemampuan aktivitas sesorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal (Riayadı & Harmoko, 2016).
Kebutuhan aktivitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktivitas (bergerak).
Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh diantaranya tulang, otot,
tendon, ligament, sistem saraf dan sendi (Hidayat & Uliyah, 2015).
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah sat bentuk latihan aktif pada seseorang
termasuk di dalamnya adalah makan minum, mandi, toileting, berpakiakan, mobilisasi
tempat tidur, berpindah dan ambulasi ROM Pemenuhan terhadap ADL ini dapat
meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang, selain ADL merupakan aktivitas
dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit sehingga tindakan yang
menyangkut pemenuhan dalam mendukung pemenuhan ADL pada klien dengan harus
diprioritaskan (Rohayatı, 2019).

A. Tanda dan gejala


Menurut (Potter & Perry, 2006) tanda dan gejala pada gangguan aktivitas yaitu tidak
mampu bergerak secara mandiri atau perlu bantuan alat/orang lain, memiliki hambatan
dalam berdiri dan memiliki hambatan dalam berjalan.

B. Etiologi
Menurut (Hidayat, 2014) penyebab gangguan aktivitas adalah sebagai berikut;
1. Kelainan Postur
2. Gangguan Perkembangan Otot
3. Kerusakan Sistem Saraf Pusat
4 Trauma langsung pada Sistem Muskuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan Otot

C. Patofisiologi
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari
penyebab gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,
diantaranya adalah:
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot berperan
sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot,
maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal
seperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon
atau ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada kondisi
tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat
mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur,
radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak. Impuls tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf
terganggu maka akan terjadi gangguan. Penyampaian impuls dari dan ke organ target.
Dengan tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.

D. Pemeriksaan penunjang
a. Penyakit yang sedang diderita keluarga (dx medis, hub dgn klien) Fungsi jantung:
EKG, exercise stress test, echocardiography. kateterisasi jantung, angiografi.
b. Ventilasi & oksigenasi: spirometri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
c. Struktur sistem pernafasan: X-ray thorax, bronkhoskopi, CT Scan paru
d. Infeksi sistem pernafasan: kultur apus tenggorok, sitologi, BTA.

ANAMNESE MUSKULOSKELETAL
1) Riwayat

Riwayat muskuloskeletal termasuk data biografis dan demografis, keluhan utama,

dan tinjauan sistem informasi. Kumpulkan informasi untuk membantu mengetahui penyebab

dan tingkat gangguan yang klien alami. Jika keluhan utama

berhubungan dengan trauma baru, lakukan Keluha pengkajian riwayat secara singkat dan

fokuskan pada Penting penyebab cedera. Jika cedera bersifat sangat menyakitkan, utama k

wawancara dapat ditunda. Begitu kondisi klien stabil, bantuan lakukan pengkajian riwayat

secara lengkap.

2) Data Biografis Demografi

Sebagai contoh, dengan mengetahui tempat tinggal klien dan jenis transportasi yang

digunakan dapat membantu untuk memahami energi yang dibutuhkan klien untuk hidup

secara mandiri dan tetap menjalani kunjungan secara rutin. Informasi mengenai tipe

pekerjaan dan hobi akan memberikan pandangan mengenai risiko cedera. Mengetahui sistem

pendukung sosial klien juga penting dalam melakukan rencana asuhan keperawatan.

Usia dan jenis kelamin klien dapat memberikan beberapa masukan mengenai masalah

muskuloskeletal yang mungkin terjadi. Individu muda atau atletis lebih cenderung mengalami

cedera. Osteoartritis ditemukan pada 85% individu berusia lebih dari 70 tahun. Osteoporosis

(tulang keropos) lebih sering terjadi pada wanita pascamenopause. Sindrom Reiter lebih

umum terjadi pada pria berusia antara 20 hingga 40 tahun. Osteogenik sarkoma jarang terjadi

setelah usia 40 tahun. Penyakit Paget jarang terjadi sebelum usia 40 tahun dan cenderung
bersifat menurun dalam keluarga.

3) Keluhan Utama

Penting halnya untuk menganalisis secara lengkap keluhan utama klien. Minta klien

untuk menjelaskan alasan mencari bantuan kesehatan. Manifestasi klinis yang umum dari

muskuloskeletal antara lain nyeri, kaku sendi, perubaan

Anamnesa Sistem Persarafan (Haryono dan Utami, 2019)

Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem persarafan akan terlihat bila sudah terjadi
disfungsi neurologis. Ada beberapa keluhan yang sering dirasakan pasien akibat dari gangguan
persarafan, yaitu: kelemahan anggota gerak sebelah badan; tidak dapat berkomunikasi (bicara
pelo); konvulsi atau kejang; sakit kepala; sakit punggung; terasa kaku ketika duduk; tingkat
kesadaran menurun (GCS < 15); akral dingin; dan ada rasa takut.

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit saat ini yang muncul pada gangguan neurologis bisa berbagai macam di
antaranya:

Adanya riwayat trauma

b)Adanya riwayat jatuh

C)Riwayat Penyakit Dahulu

D)Riwayat Penyakit Keluarga

E)Adanya keluhan mendadak pada saat melakukan aktivitas.

F)Adanya keluhan pada gastrointestinal seperti mual.Muntah,

G ) bahkan kejang hingga tidak sadar.

h)Timbulnya gejala kelumpuhan badan.

i)Adanya gangguan fungsi otak.

j)Gelisah.

Lelah apatis.

Perubahan pupil, dan lain-lain.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu sangat penting di kaji dalam menggali permasalahan yang
mendukung per masalahan pasien pada saat ini. Seperti penggunaan obat-obatan perangsang
sistem saraf, riwayat sakit kepala, tremor, kejang, vertigo, kebas, kesemutan pada bagian tubuh.
Kemudian riwayat trauma kepala, meningitis, atau penyakit neurologis lain.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang menderita hipertensi atau dia betes melitus dapat berhubungan
dengan masalah disfungsi neurologis, seperti masalah stroke hemoragik dan neuropati perifer.

.Anamnesa Sistem Indera (Istiqomah, 2012)

1.Riwayat Personal

Kecelakaan, cedera, pembedahan yang lalu. Klien juga ditanya tentang kecelakaan, cedera,
pembedahan atau adanyapukulan/ benturan yang terjadi pada kepala di waktu yang lalu yang
dapat menyebabkan keluhan saat ini. Perawat mungkinperlu menanyakan secara spesifik tentang
riwayat pembedahan atau prosedur laser karena klien sering tidak menggolongkantindakan laser
sebagai tindakan pembedahan. Penting untuk mengetahui tipe olahraga klien karena beberapa
cedera lebih sering terjadi akibat olahraga tertentu Kondisi medis sistemik. Perawat menanyakan
pada klien tentang adanya kondisi seperti diabetes melitus, hipertensi, sistemik lupus
eritematosus, sarkoidosis, penyakit menular seksual, anemi sel sabit, AIDS, sklerosis multipel yang
dapat mengenai mata. Selain itu, tindakan pengobatan pada mata dapat berpengaruh kurang baik
terhadap beberapa kondisi medis

yang ada.Medikasi. Klien juga ditanya tentang tipe medikasi yang sedang digunakan, terutama
obat-obat yang penting dicatat yang meliputi dekongestan dan antihistamin terhadap efek okuler.

2.Riwayat Keluarga

Perawat perlu menanyakan adanya riwayat keluarga yang berhubungan dengan masalah mata
seperti strabismus, ambliopia, glaukoma, katarak dan masalah retina seperti ablasio retina atau
degenerasi makula.

3.Riwayat Diet

Perawat menanyakan tentang makanan yang dikonsumsi klien karena beberapa masalah mata
berhubungan dengandefisiensi bermacam macam vitamin. Kurangnya asupan vitamin biasanya
terjadi akibat malnutrisi. Tanyakan pula tentang penggunaan suplemen vitamin terutama pada klien
dengan asupan makanan yang tidak adekuat.

4.Masalah Kesehatan Sekarang

A.witan Perubahan Visual

Apakah perubahan terjadi secara cepat atau lambat. Beberapa klien dengan penurunan
penglihatan yang mendadak atau persisten dalam 48 jam harus segera diperiksa oleh ahli
oftalmologi, seperti pada klien yang mengalami trauma, benda asing pada mata atau nyeri
mendadak pada mata. Jika terjadi cedera atau trauma mata, ajukan pertanyaan berikut. Kapan
terjadinya cedera dan berapa lama? Apa yang dilakukan klien saat terjadi cedera tersebut? Jika
terdapat benda asing, apa sumbernya? Adakah pertolongan pertama yang dilakukan di tempat
kejadian? Jika ada, apa tindakan yang dilakukan itu?
b) Faktor presipitasi atau pencetus seperti penggunaan medikasi dapat menyebabkan
distres mata, misalnya, klienhipertensi yang diturunkan tekanan darahnya secara tiba-tiba dapat
mengeluhkan adanya efek okular.

Perkiraan Durasi

Durasi atau lamanya masalah perlu diketahui untuk menguraikan manifestasi klinis dan pola
kejadiannya.

Lokasi Gangguan Mata

A. Pengkajian aks dengan bartel indeks


Indeks Barthel adalah suatu indeks untuk mengukur kualitas hidup seseorang dilihat dari
kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Activity of Daily Living, ADL) secara mandiri
(Shafi'i, Sukiandra, & Mukhyarjon, 2016).
Indeks Barthel umum digunakan karena sifat pengerjaannya yang sederhana dan tidak memerlukan
keahlian khusus karena hanya mengamati kemampuan pasien melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari (Shafi'i, Sukiandra, & Mukhyarjon, 2016).

B. mobilitas fisik dengan TUG


Tes ”Timed Up and Go” (tes-TUG) dapat digunakan untuk mengukur mobilitas, keseimbangan dan
pegerakan pada lanjut usia, yang diukur dari berapa detik waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
aktivitas berturut-turut bangkit dari kursi, jalan tiga meter, berbalik arah dan kembali ke kursi.

C. pemeriksaan fisik bentuk dan gait tubuh,fungsi sensorik dan motorik


Pemeriksaan gait adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai cara berjalan atau berlari yang
normal atau abnormal. Pemeriksaan gait mencakup spektrum teknik pemeriksaan yang luas, mulai
dari teknik observasi sederhana hingga penggunaan analisis biomekanik dengan komputer.
Pemeriksaan gait berguna untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit neuromuskular seperti
penyakit Parkinson, cedera neuromuskular, osteoarthritis, dan cerebral palsy. Pemeriksaan ini juga bisa
digunakan untuk penilaian sebelum terapi (pretreatment assessment) dan pembuatan keputusan
untuk tindakan operatif. Pada pemeriksaan gait, dokter bisa memeriksa tipe berjalan pasien,
kecepatan berjalan, akselerasi, deselerasi, simetrisitas langkah, kebutuhan energi, kinematik, dan
kinetik.
Siklus gait (gait cycle) melibatkan 2 fase utama yakni fase berdiri dan fase ayunan. Fase berdiri
berkontribusi sebesar 60% dan fase ayunan 40% dari siklus gait. Selain dibagi menjadi 2 fase tersebut,
siklus gait juga bisa dibagi menjadi 6 gerakan yaitu heel strike, foot flat, mid stance, heel off, toe off,
dan midswing.Fungsi sensorik adalah membawa sinyal rangsangan dari luar tubuh untuk disampaikan
ke otak. Sementara itu, fungsi motorik bertugas membawa perintah dari otak menuju bagian tubuh
tertentu untuk menghasilkan respons tubuh terhadap rangsangan.
Fungsi motorik Fungsinya sendiri sebagai pengirim impuls dari sistem saraf pusat menuju otot atau
kelenjar. Hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan tertentu. Sistem kerja saraf motorik
manusia memungkinkan tubuh melakukan berbagai aktivitas gerak tubuh.

D. Pemeriksaa keseimbangan.
Pemeriksaan keseimbangan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kemampuan seseorang
dalam mempertahankan fungsi keseimbangan

E.Pemeriksaan Replek dan visus


Uji refleks merupakan salah satu uji yang dilakukan dalam serangkaian pemeriksaan neurologis. Uji
refleks dapat digun.akan untuk mengukur keberadaan dan tingkat kekuatan dari beberapa refleks yang
ada pada tubuh manusia
1.CARA PENGKAJIAN
Pengkajian aks dengan bartel indeks
B.pengkajian mobilitas fisik dengan TUG
C.pengkajian fisik bentuk dan gait tubuh,fungsi sensorik dan motorik
D. Pengkaian keseimbangan.
E.pengkajian Replek dan visus

1) Reflek Achilles (S1, S2-Saraf Skiat)

A)Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk dan kaki menjuntai di
tepi ranjang/meja pemeriksaan. Jika pasien tidak dapat mempertahankan posisi ini, minta
mereka berbaring terlentang, menyilangkansatu kaki di atas kaki yang lain.

b) Identifikasi tendon Achilles, struktur yang kencang, diskrit, seperti tali yang menjalar dari
tumit ke otot-otot betis. Jika tidak yakin, mintalah pasien untuk melakukan fleksi yang akan
menyebabkan betis berkontraksi dan Achilles menjadi kencang. Posisikan kaki sehingga
membentuk sudut siku-siku dengan sisa kaki bagian bawah. Bagian bawah kaki pasien mungkin
harus ditopang dengan tangan.

C.Pukul tendon langsung dengan palu refleks.

D.Pastikan bahwa betis terkena pukulan sehingga dapat melihat kontraksi otot. Refleks normal
akan menyebabkan kaki menjadi fleksi plantar, yaitu pindah ke tangan penopang (perawat).

2.Reflek Patellar (L3, L4-Saraf Femoral)

A)Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk dan kaki menjuntai di
tepi ranjang/meja pemeriksaan. Jika mereka tidak dapat mempertahankan posisi ini, minta
pasien berbaring telentang.

b) Identifikasi tendon patella, pita jaringan tebal dan lebar yang membentang dari aspek bawah
patella (lutut). Jika tidak yakin di mana lokasinya, minta pasien untuk memperpanjang lutut
mereka. Hal ini menyebabkan paha depan (otot paha) berkontraksi dan membuat tendon yang
melekat lebih jelas.

C)Pukul tendon langsung dengan palu refleks. Jika ke sulitan mengidentifikasi lokasi yang tepat
dari tendon (misalnya jika ada banyak lemak subkutan), letakkan telunjuk dengan kuat di
atasnya. Pukulan pada jari ter sebut yang kemudian akan mengirimkan rangsangan.

D)Untuk pasien telentang, topang bagian belakang paha mereka dengan tangan sehingga lutut
tertekuk dan otot otot paha depan rileks. Kemudian pukul tendon seperti yang dijelaskan di atas.

E)Pastikan paha depan dalam keadaan terbuka sehingga kontraksi otot terlihat. Dalam refleks
normal, kaki bagian bawah akan memanjang di lutut.

3)Reflek Biseps (C5, C6-Saraf Musculocutaneous)

A)Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk.

b) Identifikasi lokasi tendon biseps. Untuk melakukan ini, mintalah pasien melenturkan siku saat
perawat mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali
tebal.
C)Lengan pasien dapat diposisikan dengan salah satu dari dua cara:

Tempatkan lengan di pangkuan pasien, membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat pada
siku.Topang lengan pasien di tangan, sehingga ibu jari tepat di atas tendon biseps (pegang tangan
kanan pasien dengan tangan kanan dan sebaliknya).

D)Pastikan otot biseps benar-benar rileks.

Ada kemungkinan sulit untuk mengarahkan pukulan secara tepat, sehingga gaya itu
ditransmisikan langsung ke tendon biseps, dan tidak hilang di antara sisa jaringan lunak di
daerah tersebut. Pada saat menopang lengan pasien, letakkan ibu jari di tendon dan pukul jari
tersebut ini. Jika lengan tidak perlu ditopang, letakkan telunjuk atau jari tengah dengan kuat
pada tendon dan pukul dengan palu.

Pemeriksaan visus

Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan secara umum dapat menggunakan teknik
sederhana secara manual dengan menggunakan bagan yang berisi tanda, gambar, atau huruf,
seperti Snellen chart. Pemeriksaan ini dapat pula digunakan menggunakan alat otomatis berupa
autorefraktometer.

penderita, lakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan cara menyorotkan lampu. Sorotkan
lampu senter di depan mata penderita. Minta penderita menyebutkan ada sinar atau tidak. Jika
penderita melihat sinar berarti visusnya 1 / ~, jika tidak berarti visusnya 0 (No Light Perception /
NLP).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakarta: Salemba medika
Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang selatan :
HarianBinarupa aksara
Rosidawati, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai