Kelompok 7 - Teori Akomodasi Komunikasi
Kelompok 7 - Teori Akomodasi Komunikasi
Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH
TAHUN 2024
KELAS
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW, dan Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak
mendapatkan syafaatnya.
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan, terkhusus ibuk Noor Efni
Salam, M.Si. atas bimbingannya. Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini
dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
Saya sadar bahwa saya tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik
dari aspek kualitas maupun kuantitas dari kajian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki. Oleh sebab itu, dibutuhkan kritik dan saran
kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas
di kemudian hari.
Kelompok 7
iii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Gaya bicara seseorang meliputi aksen, nada, kecepatan, dan pola interupsi dapat
memengaruhi kesan yang dimiliki orang lain kepada seseorang. Suasana yang
melatarbelakangi komunikasi, topik pembicaraan, dan jenis orang yang bagaimana
pribadinya akan memengaruhi seseorang dalam berkomunikasi. (Yasir, 2020)
1. Terdapat kesamaan dan perbedaan dalam gaya bicara dan komunikator dalam
suatu percakapan.
2. Cara seseorang memandang tuturan dan perilaku orang lain akan mempengaruhi
penilaian terhadap percakapan tersebut.
3. Bahasa dan perilaku dapat memberikan informasi tentang keanggotaan dan status
sosial kelompok.
2
Teori akomodasi komunikasi telah banyak diteliti dan dikembangkan hingga saat
ini. Teori ini dianggap penting untuk memahami motivasi, strategi, dan hasil dari
penyesuaian gaya komunikasi yang dilakukan oleh seseorang dalam situasi interaksi
tertentu. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori
akomodasi komunikasi beserta contoh situasi di mana teori ini biasanya diterapkan.
Terdapat dua strategi utama dalam akomodasi, yaitu konvergensi dan divergensi.
Konvergensi adalah upaya untuk menyesuaikan gaya komunikasi agar serupa
dengan lawan bicara dengan tujuan meningkatkan daya tarik interpersonal dan
memperoleh persetujuan. Sebaliknya, divergensi merupakan strategi berlawanan
yang melibatkan menjauhkan diri dari gaya komunikasi lawan bicara, biasanya
dilakukan untuk menonjolkan identitas diri atau kelompok.
Selain itu ada juga akomodasi berlebihan merujuk pada kondisi di mana
seseorang melakukan penyesuaian terlalu banyak atau terlalu ekstrem dalam upaya
untuk beradaptasi dengan lawan bicara atau situasi komunikasi tertentu. Ini bisa
terjadi ketika seseorang merasa terlalu banyak tekanan untuk menyenangkan orang
lain atau ketika mereka merasa tidak percaya diri dalam menggunakan gaya
3
kuat dengan orang lain, meningkatkan saling pengertian, dan memperkuat hubungan
interpersonal.
pelanggan (Van den Berg, 2016) Hal ini bertujuan untuk membuat pelanggan
merasa dipahami dan puas dengan layanan yang diberikan.
Salah satu contoh dalam bidang pariwisata adalah penelitian dari (Maharani,
D.A. & Hanani, 2020) yang meneliti akomodasi komunikasi pada pemandu wisata
lokal di Yogyakarta. Para pemandu wisata melakukan divergensi linguistik dengan
tetap menggunakan bahasa Jawa dan logat khas Yogyakarta saat berinteraksi dengan
wisatawan mancanegara. Strategi ini bertujuan untuk mempertahankan identitas
budaya lokal dan memberikan pengalaman otentik bagi wisatawan.
Sementara itu, dalam ranah politik, (Maulana, 2021) melakukan studi terhadap
praktik akomodasi komunikasi politik yang dilakukan oleh Jokowi saat
berkampanye di daerah Bali. Dalam observasinya, Jokowi terlihat melakukan
konvergensi dengan menggunakan bahasa Bali dan merujuk pada budaya serta adat
istiadat setempat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan kedekatan
emosional dengan warga Bali.
1. Pendidikan
2. Kesehatan
Perawat juga demikian, mereka akan berbicara dengan kalimat sederhana dan
menghindari jargon medis saat merawat pasien lansia, anak-anak, atau mereka yang
berpendidikan rendah. Tujuannya agar tercipta komunikasi yang efektif antara
tenaga medis dan pasien
3. Bisnis
4. Media
Selain penyiar, akomodasi komunikasi juga dilakukan aktor dan aktris. Mereka
berlatih meniru logat daerah tertentu agar peran yang dimainkan lebih meyakinkan,
misalnya logat Jawa, Sunda, Batak, dan sebagainya.
8
5. Politik
6. Pariwisata
geografis dan budaya dengan Timor Timur, sebagian memilih tinggal di luar
wilayah tersebut karena alasan pekerjaan.
Masyarakat eks-Timor Timur yang menetap di Desa Penyaring
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Mereka diundang untuk bekerja di sana oleh
pemerintah pada masa Presiden Soeharto. Namun, mereka menghadapi
tantangan dalam berkomunikasi dengan masyarakat Sumbawa karena perbedaan
kondisi alam dan budaya. Terlebih lagi, mereka juga mengalami trauma fisik
dan psikis akibat konflik di masa lalu, serta sebagian besar merupakan mantan
milisi.
Keadaan tersebut menjadi minat peneliti untuk meneliti pola komunikasi
masyarakat eks-Timor Timur dalam berbaur dengan masyarakat di Desa
Penyaring. Penelitian ini bertujuan untuk memahami berbagai keunikan dalam
proses komunikasi yang terjadi. Hal ini penting karena belum ada penelitian
yang secara khusus membahas pola komunikasi masyarakat eks-Timor Timur
terhadap lingkungan baru mereka, terutama di luar Nusa Tenggara Timur.
Biasanya, penelitian sebelumnya hanya membahas kondisi mereka setelah
menetap di Indonesia dan apakah mereka mendapatkan hak-hak sebagai korban
politik.
Dalam konteks komunikasi lintas budaya, interaksi antara masyarakat
eks-Timor Timur dengan masyarakat Sumbawa di Desa Penyaring, Sumbawa,
telah membentuk hubungan yang harmonis. Dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa:
Masyarakat eks-Timor Timur menerapkan strategi konvergensi untuk
membangun hubungan harmonis dengan masyarakat Sumbawa. Mereka
menggunakan Bahasa Sumbawa dengan menambahkan imbuhan lokal,
menggambarkan pepatah Sumbawa, menghadiri acara adat Sumbawa, menikahi
anggota komunitas Sumbawa, mengikuti upacara adat Timor dalam momen-
momen penting, dan menggunakan kopi sebagai medium penyatuan.
Strategi divergensi yang dilakukan oleh masyarakat eks-Timor Timur
bertujuan untuk mempertahankan budaya mereka tanpa mengecualikan
masyarakat Sumbawa. Ini melibatkan penggunaan Bahasa Tetun dalam
lingkungan masyarakat Sumbawa, penggalangan dana untuk pernikahan anggota
14
komunitas, berbagi mitos dan keyakinan, memakai atribut budaya Timor seperti
lambang negara dan kain tenun tais, serta memberikan hadiah uang tambahan
dalam botol bir.
Meskipun terdapat perbedaan budaya yang signifikan, tidak terjadi
akomodasi berlebihan antara keduanya. Masyarakat eks-Timor Timur lebih
memilih untuk menghindari kesalahpahaman dengan tidak mencoba berbicara
dalam Bahasa Sumbawa, tetapi menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
alternatif.
F. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Kunto, A. (2019). Akomodasi komunikasi politik Jokowi. Jurnal Ilmu Sosial, 17(1),
56–63.
Maharani, D.A. & Hanani, S. (2020). Divergensi Linguistik Pemandu Wisata Lokal di
Yogyakarta. Jurnal Kajian Komunikasi, 4(1), 52–63.
Maulana, A. (2021). Akomodasi Politik Jokowi dalam Kampanye di Bali. Jurnal Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik, 15 (1), 101–114.
Muhammad, F., & Aggasi, A. (2020). Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antar
Budaya Masyarakat Ex Timor Timur Dengan Masyarakat Sumbawa Di Desa
Penyaring Kabupaten Sumbawa. KAGANGA KOMUNIKA: Journal of
Communication Science, 2(1), 1–11.
https://doi.org/10.36761/kagangakomunika.v2i1.622
Putri, L. A., Cangara, H., & Wahid, U. (2022). Perilaku Komunikasi Antarbudaya
Pedagang Indonesia Dalam Interaksi Dengan Pedagang Malaysia Di Komplek
Pasar Sriaman Relau Pulau Pinang. Nuansa : Jurnal Studi Islam Dan
Kemasyarakatan, 15(1), 71–82.
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/6288
Yasir. (2020). Teori Komunikasi; Ragam Tradisi dan Konteks (pertama). Taman Karya.