Anda di halaman 1dari 10

Uban adalah Cahaya Bagi Seorang Mukmin

Al Baihaqi membawakan sebuah pasal dengan judul “larangan mencabut uban”. Lalu di
dalamnya beliau membawakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

‫الشيب نور المؤمن ال يشيب رجل شيبة في اإلسالم إال كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة‬
“Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai-
dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan
meninggikan derajatnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al
Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ال تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في اإلسالم كتب له بها حسنة وحط عنه‬
‫بها خطيئة ورفع له بها درجة‬
“Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja
yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya
satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan
ditinggikan satu derajat.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Uban Tidak Boleh Dicabut


Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اَل َتْنِتُفوا الَّش ْيَب َم ا ِم ْن ُم ْس ِلٍم َيِش يُب َشْيَبًة ِفي اِإْل ْس اَل ِم ِإاَّل َكاَنْت َلُه ُنوًرا َيْو َم اْلِقَياَم ِة‬
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun
sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR.
Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Hukuman bagi orang yang mencabut ubannya adalah kehilangan cahaya pada hari kiamat
nanti. Dari Fudholah bin ‘Ubaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ْن َش اَب َشْيَبًة ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َكاَنْت ُنوًرا َلُه َيْو َم اْلِقَياَم ِة َفَقاَل َر ُجٌل ِع ْنَد َذ ِلَك َفِإَّن ِر َج ااًل َيْنِتُفوَن‬
‫الَّش ْيَب َفَقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْن َش اَء َفْلَيْنِتْف ُنوَر ُه‬
“Barangsiapa memiliki uban di jalan Allah walaupun hanya sehelai, maka uban tersebut akan
menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.” Kemudian ada seseorang yang berkata ketika
disebutkan hal ini: “Orang-orang pada mencabut ubannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas bersabda, “Siapa saja yang ingin, silakan dia memotong cahaya (baginya di hari
kiamat).” (HR. Al Bazzar, At Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath dari riwayat Ibnu
Luhai’ah, namun perowi lainnya tsiqoh –terpercaya-. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib
wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa saja yang ingin, maka silakan dia
memotong cahaya (baginya di hari kiamat)”; tidak menunjukkan bolehnya mencabut uban,
namun bermakna ancaman.

Rambut uban mana yang dilarang dicabut?


Larangan mencabut uban mencakup uban yang berada di kumis, jenggot, alis, dan kepala.
(Al Jami’ Li Ahkami Ash Shalat, Muhammad ‘Abdul Lathif ‘Uwaidah, 1/218, Asy Syamilah)

Apa hukum mencabut uban apakah haram ataukah makruh?


Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa mencabut uban adalah
makruh.

Abu Dzakaria Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mencabut ubat
dimakruhkan berdasarkan hadits dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya. … Para
ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa mencabut uban adalah makruh dan hal ini ditegaskan
oleh Al Ghozali sebagaimana penjelasan yang telah lewat. Al Baghowi dan selainnya
mengatakan bahwa seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan tegas
mengenai hal ini, maka ini juga benar dan tidak mustahil. Dan tidak ada bedanya antara
mencabut uban yang ada di jenggot dan kepala (yaitu sama-sama terlarang). (Al Majmu’
Syarh Al Muhadzdzab, 1/292-293, Mawqi’ Ya’sub)

Namun jika uban tersebut terdapat di jenggot atau pada rambut yang tumbuh di wajah,
maka hukumnya jelas haram karena perbuatan tersebut termasuk an namsh yang dilaknat.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫لعن هللا الربا و آكله و موكله و كاتبه و شاهده و هم يعلمون و الواصلة و المستوصلة و‬
‫الواشمة و المستوشمة و النامصة و المتنمصة‬
“Allah melaknat riba, pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkannya (nasabah), orang
yang mencatatnya (sekretaris) dan yang menjadi saksi dalam keadaan mereka mengetahui
(bahwa itu riba). Allah juga melaknat orang yang menyambung rambut dan yang meminta
disambungkan rambut, orang yang mentato dan yang meminta ditato, begitu pula orang
yang mencabut rambut pada wajah dan yang meminta dicabut.” (Diriwayatkan dalam
Musnad Ar Robi’ bin Habib. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa
hadits ini shahih)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Adapun mencabut


uban dari jenggot atau uban dari rambut yang tumbuh di wajah, maka perbuatan seperti ini
diharamkan karena termasuk an namsh. An namsh adalah mencabut rambut yang tumbuh
di wajah dan jenggot. Padahal terdapat hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan an namsh.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa’il
Ibnu ‘Utsaimin, 11/80, Asy Syamilah)

Ubahlah Uban Untuk Menyelisihi Ahli Kitab

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memerintahkan kita untuk menyelisihi ahli
kitab di antaranya adalah dalam masalah uban.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ِإَّن اْلَيُهوَد َو الَّنَص اَر ى اَل َيْص ُبُغ وَن َفَخاِلُفوُهْم‬
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir uban mereka, maka
selisilah mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari dan Muslim)

‫حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا زيد بن يحيى ثنا عبد هللا بن العالء بن زبر حدثني القاسم قال سمعت أبا أمامة‬
‫يقول خرج رسول هللا صلى هللا عليه و سلم على مشيخة من األنصار بيض لحاهم فقال يا معشر األنصار‬
‫حمروا وصفروا وخالفوا أهل الكتاب قال فقلنا يا رسول هللا ان أهل الكتاب يتسرولون وال يأتزرون فقال‬
‫رسول هللا صلى هللا عليه و سلم تسرولوا وائتزروا وخالفوا أهل الكتاب قال فقلنا يا رسول هللا ان أهل‬
‫الكتاب يتخففون وال ينتعلون قال فقال النبي صلى هللا عليه و سلم فتخففوا وانتعلوا وخالفوا أهل الكتاب قال‬
‫فقلنا يا رسول هللا ان أهل الكتاب يقصون عثانينهم ويوفرون سبالهم قال فقال النبي صلى هللا عليه و سلم‬
‫قصوا سبالكم ووفروا عثانينكم وخالفوا أهل الكتاب‬
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abi Ziyad bin
Yahya, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-‘Ala bin Zabr, telah menceritakan
kepadaku Al-Qosim, dia berkata : Aku mendengar Abu Umamah berkata : Rasulullah saw
keluar menuju Tetua kaum Anshor yang sudah putih janggutnya, kemudian beliau saw
bersabda : ‘Hai kaum Anshor, pakailah warna merah dan kuning, SELISIHILAH Ahlul Kitab’.
Dia (Abu Umamah) berkata : Kemudian aku berkata : ‘Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Ahlul
Kitab memakai celana dan tidak memakai sarung’. Rasulullah saw bersabda : ‘Pakailah celana
dan sarung, SELISIHILAH Ahlul Kitab’. Aku berkata : ‘Ya Rasulullah ! Sesungguhnya Ahlul Kitab
memakai sepatu dan tidak memakai sandal’. Nabi saw bersabda : ‘Pakailah sepatu dan
sandal, SELISIHILAH Ahlul Kitab’. Aku berkata : ‘YA Rasulullah ! Sesungguhnya Ahlul Kitab
memotong jenggot dan memanjangkan kumis’. Nabi saw bersabda : ‘Panjangkanlah
jenggotmu dan cukurlah kumismu, SELISIHILAH Ahlul Kitab’ (Musnad Ahmad no.22337,
Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata : Isnadnya Shahih)

Manakah yang lebih utama antara membiarkan uban ataukah mewarnainya?

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Para ulama salaf yakni sahabat dan tabi’in berselisih pendapat
mengenai masalah uban. Sebagian mereka mengatakan bahwa lebih utama membiarkan
uban (daripada mewarnainya) karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai larangan mengubah uban [Namun hadits yang menyebutkan larangan ini adalah
hadits yang mungkar atau dho’if, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam
Tamamul Minnah].

… Sebagian mereka berpendapat pula bahwa lebih utama merubah uban (daripada
membiarkannya). Sehingga di antara mereka mengubah uban karena terdapat hadits
mengenai hal ini. ” (Nailul Author, 1/144, Asy Syamilah).

Jadi dapat kita katakan bahwa mewarnai uban lebih utama daripada tidak mewarnainya
berdasarkan pendapat sebagian ulama. Adapun pendapat yang mengatakan lebih utama
membiarkan uban daripada mewarnainya, maka ini adalah pendapat yang lemah karena
dibangun di atas hadits yang lemah.

Ubahlah Uban dengan Pacar dan Inai

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِإَّن َأْح َس َن َم ا َغَّيْر ُتْم ِبِه الَّش ْيَب اْلِح َّناُء َو اْلَكَتُم‬
“Sesungguhnya bahan yang terbaik yang kalian gunakan untuk menyemir uban adalah hinna’
(pacar) dan katm (inai).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasa’i. Syaikh Al
Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hal ini menunjukkan bahwa menyemir uban dengan hinna’ (pacar) dan katm (inai) adalah
yang paling baik. Namun boleh juga menyemir uban dengan selain keduanya yaitu dengan al
wars (biji yang dapat menghasilkan warna merah kekuning-kuningan) dan za’faron.
Sebagaimana sebagian sahabat ada yang menyemir uban mereka dengan kedua pewarna
yang terakhir ini.

Abu Malik Asy-ja’iy dari ayahnya, beliau berkata,

‫َك اَن ِخَض اُبَنا َم َع َر ُسول ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلَو ْر َس َو الَّز ْعَفَر اَن‬
“Dulu kami menyemir uban kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
wars dan za’faron”. (HR. Ahmad dan Al Bazzar. Periwayatnya adalah periwayat kitab shahih
selain Bakr bin ‘Isa, namun dia adalah tsiqoh –terpercaya-. Lihat Majma’ Az Zawa’id)

Al Hakam bin ‘Amr mengatakan,

‫ َو َأِخ ي َم ْخ ُضوٌب‬، ‫ َو َأَنا َم ْخ ُضوٌب ِباْلِح َّناِء‬، ‫َد َخ ْلُت َأَنا َو َأِخ ي َر اِفٌع َع َلى َأِم يِر اْلُم ْؤ ِمِنيَن ُع َم َر‬
‫ َهَذ ا ِخَض اُب اِْإليَم اِن‬: ‫ َو َقال َِأل ِخ ي َر اِفٍع‬. ‫ َهَذ ا ِخَض اُب اِْإلْس َالِم‬: ‫ َفَقال ُع َم ُر‬، ‫ِبالُّص ْفَرِة‬
“Aku dan saudaraku Rofi’ pernah menemui Amirul Mu’minin ‘Umar (bin Khaththab). Aku
sendiri menyemir ubanku dengan hinaa’ (pacar). Saudaraku menyemirnya dengan shufroh
(yang menghasilkan warna kuning). ‘Umar lalu berkata: Inilah semiran Islam. ‘Umar pun
berkata pada saudaraku Rofi’: Ini adalah semiran iman.” (HR. Ahmad. Di dalamnya ada
‘Abdurrahman bin Habib. Ibnu Ma’in mentsiqohkannya. Ahmad mendho’ifkannya. Namun
periwayat lainnya adalah periwayat yang tsiqoh. Lihat Majma’ Az Zawa’id)

Diharamkan Menyemir Uban dengan Warna Hitam

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah
(ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti
kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َغِّيُروا َهَذ ا ِبَش ْي ٍء َو اْج َتِنُبوا الَّس َو اَد‬


“Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim). Ulama
besar Syafi’iyah, An Nawawi membawakan hadits ini dalam Bab “Dianjurkannya menyemir
uban dengan shofroh (warna kuning), hamroh (warna merah) dan diharamkan
menggunakan warna hitam”.

Ketika menjelaskan hadits di atas An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut madzhab


kami (Syafi’iyah), menyemir uban berlaku bagi laki-laki maupun perempuan yaitu dengan
shofroh (warna kuning) atau hamroh (warna merah) dan diharamkan menyemir uban
dengan warna hitam menurut pendapat yang terkuat. Ada pula yang mengatakan bahwa
hukumnya hanyalah makruh (makruh tanzih). Namun pendapat yang menyatakan haram
lebih tepat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “hindarilah warna
hitam”. Inilah pendapat dalam madzhab kami.”

Adapun ancaman bagi orang yang merubahnya dengan warna hitam disebutkan dalam
hadits berikut.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫َيُك وُن َقْو ٌم َيْخ ِض ُبوَن ِفي آِخ ِر الَّز َم اِن ِبالَّس َو اِد َك َح َو اِص ِل اْلَح َم اِم اَل َيِر يُحوَن َر اِئَح َة اْلَج َّنِة‬
“Pada akhir zaman nanti akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam
seperti tembolok merpati. Mereka itu tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, An
Nasa’i, Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan Al Hakim. Al Hakim mengatakan bahwa sanad
hadits ini shahih. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib mengatakan bahwa
hadits ini shahih). Karena dikatakan tidak akan mencium bau surga, maka perbuatan ini
termasuk dosa besar. (Lihat Al Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 60/23, 234/27)

Sebenarnya jika menggunakan katm (inai) akan menghasilkan warna hitam, jadi sebaiknya
katm tidak dipakai sendirian namun dicampur dengan hinaa’ (pacar), sehingga warna yang
dihasilkan adalah hitam kekuning-kuningan. Lalu setelah itu digunakan untuk menyemir
rambut. (Lihat Al Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 234/27)

Bolehkah menggunakan jenis pewarna lainnya –selain inai dan pacar, inai saja, za’faron dan
wars– untuk mengubah uban semacam dengan pewarna sintetik? Jawabannya: boleh karena
yang penting adalah tujuannya tercapai yaitu merubah warna uban selain dengan warna
hitam. Sebagaimana keumuman hadits:

‫َغِّيُروا َهَذ ا ِبَش ْي ٍء َو اْج َتِنُبوا الَّس َو اَد‬


“Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim). Di sini
menggunakan kata syaa-i’, bentuk nakiroh, yang menunjukkan mutlak (baca: umum). Namun
kalau pewarna tersebut tidak menyerap ke rambut, malah membentuk lapisan tersendiri di
kulit rambut, maka pewarna semacam ini harus dihindari karena dapat menyebabkan air
tidak masuk ke kulit rambut ketika berwudhu sehingga dapat menyebabkan wudhu tidak
sah. Wallahu a’lam.
Bagaimana Jika Menyemir Uban Dengan Warna Hitam Untuk Membuat
Penampilan Lebih Menarik?

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsamin pernah ditanyakan mengenai menyemir jenggot
atau rambut kepala dengan warna hitam, apakah dibolehkan?

Syaikh rahimahullah menjawab:

Menyemir jenggot atau rambut kepala dengan warna hitam, maka aku katakan semuanya
adalah haram. Alasannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah uban
ini dengan sesuatu, tapi hindarilah warna hitam”. Juga dalam masalah ini terdapat dalil
dalam kitab sunan yang menunjukkan ancaman bagi orang yang menyemir ubannya dengan
warna hitam.

Kemudian yang bertanya kembali berkata: Apakah tidak boleh juga kalau
maksudnya adalah untuk mempercantik diri?

Syaikh rahimahullah menjawab:

Umumnya yang mewarnai ubannya dengan warna hitam, tujuannya adalah untuk
mempercantik diri, agar terlihat lebih muda. Kalau tidak demikian, lalu apa tujuannya?!
Perbuatan semacam ini hanya akan membuang-buang waktu dan harta. (Liqo’ Al Bab Al
Maftuh, 1/5, Mawqi’ Asy Syabkah Al Islamiyah)

Bagaimana Jika yang Masih Muda Muncul Uban, Bolehkah Diubah (Disemir)?

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin ditanyakan: “Seorang pemuda sudah nampak
padanya uban. Dia ingin merubah uban tersebut dengan warna hitam. Bagaimana hukum
mengenai hal ini?”

Syaikh rahimahullah menjawab: Ini termasuk mengelabui (tadlis). Seseorang yang ingin
menikah, lalu di kepalanya terdapat uban sedangkan dia masih muda, maka melakukan
semacam ini termasuk mengelabui (tadlis). Akan tetapi kami katakan bahwa yang lebih
utama jika dia ingin mengubah ubannya tadi, maka gunakanlah warna selain hitam. Dia
boleh mencampur hina’ (pacar) dan katm (inai), lalu dia gunakan untuk menyemir ubannya.
Pada saat ini, tidak nampak lagi uban. Bahkan perbuatan ini adalah termasuk ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu merubah uban dengan warna selain hitam. Adapun
merubah uban tadi dengan warna hitam, maka yang benar hal ini termasuk perbuatan yang
diharamkan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menjauhi warna
hitam ketika akan menyemir rambut, bahkan terdapat ancaman yang sangat keras mengenai
hal ini dalam sabda beliau. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 188/23)
Bagaimana Hukum Menyemir (Memirang) Rambut yang Semula Berwarna
Hitam Menjadi Warna Lain?

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pernah ditanyakan, “Apakah boleh merubah
rambut wanita yang semula berwarna hitam disemir menjadi warna selain hitam misalnya
warna merah?”

Syaikh rahimahullah menjawab:

Jawaban dari pertanyaan mengenai menyemir rambut wanita yang berwarna hitam menjadi
warna selainnya, ini dibangun di atas kaedah penting. Kaedah tersebut yaitu hukum asal
segala adalah halal dan mubah. Inilah kaedah asal yang mesti diperhatikan. Misalnya
seseorang mengenakan pakaian yang dia suka atau dia berhias sesuai dengan kemauannya,
maka syari’at tidak melarang hal ini. Menyemir misalnya, hal ini terlarang secara syar’i
karena terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ubahlah uban, namun jauhilah
warna hitam”. Jika seseorang merubah uban tersebut dengan warna selain hitam, maka
inilah yang diperintahkan sebagaimana merubah uban dengan hinaa’ (pacar) dan katm (inai).
Bahkan perkara ini dapat termasuk dalam perkara yang didiamkan (tidak dilarang dan tidak
diperintahkan dalam syari’at, artinya boleh -pen).

Oleh karena itu, kami dapat merinci warna menjadi 3 macam:

Pertama adalah warna yang diperintahkan untuk digunakan seperti hinaa’ untuk merubah
uban.

Kedua adalah warna yang dilarang untuk digunakan seperti warna hitam untuk merubah
uban.

Ketiga adalah warna yang didiamkan (tidak dikomentari apa-apa). Dan setiap perkara yang
syari’at ini diamkan, maka hukum asalnya adalah halal .

Berdasarkan hal ini, kami katakan bahwa hukum mewarnai rambut untuk wanita (dengan
warna selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah warna rambut
tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya menjadi tidak
diperbolehkan. Karena hal ini termasuk dalam masalah tasyabbuh (menyerupai) orang kafir,
sedangkan hukum tasyabuh dengan orang kafir adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫َم ْن َتَش َّبَه ِبَقْو ٍم َفُهَو ِم ْنُهْم‬


”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayid/bagus)
Yang namanya tasyabbuh (menyerupai orang kafir) termasuk bentuk loyal (wala’) pada
mereka. Sedangkan kita diharamkan memberi loyalitas (wala’) pada orang kafir. Jika kaum
muslimin tasyabbuh dengan orang kafir, maka boleh jadi mereka (orang kafir) akan
mengatakan, “Orang muslim sudah pada nurut kami.” Sehingga dengan ini, orang-orang kafir
tersebut menjadi senang dan bangga dengan kekafiran yang mereka miliki. Dan perlu
diketahui pula bahwa orang yang sering meniru tingkah laku atau gaya orang kafir, mereka
akan selalu menganggap dirinya lebih rendah daripada orang kafir. Oleh karena itu, mereka
akan selalu mengikuti jejak orang kafir tersebut.

Juga dapat kita katakan bahwa tasyabbuh seorang muslim dengan orang kafir saat ini adalah
bagian dari loyal kepada mereka dan bentuk kehinaaan di hadapan mereka.

Juga dapat kita katakan bahwa tasyabbuh dengan orang orang kafir termasuk bentuk
kekufuran karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”. Oleh karena itu, jika seorang wanita
menyemir rambut dengan warna yang menjadi ciri khas orang kafir, maka menwarnai
(menyemir) rambut di sini menjadi haram karena adanya tasyabbuh.” (Al Liqo’ Al Bab Al
Maftuh, 15/20)

Namun ada penjelasan lain dari Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan. Beliau
hafizhohullah mengatakan,

“Adapun mengenai seorang wanita mewarnai rambut kepalanya yang masih berwarna hitam
menjadi warna lainnya, maka menurutku hal ini tidak diperbolehkan. Karena tidak ada
alasan bagi wanita tersebut untuk mengubahnya. Karena warna hitam pada rambut sudah
menunjukkan keindahan dan bukanlah suatu yang jelek (aib). Mewarnai rambut semacam
ini juga termasuk tasyabbuh (menyerupai orang kafir).” (Tanbihaat ‘ala Ahkamin Takhtashshu
bil Mu’minaat, hal. 14, Darul ‘Aqidah)

Jika kita melihat dari dua penjelasan ulama di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa
hukum menyemir rambut, jika ada hajat semacam sudah beruban, maka pada saat ini
dibolehkan bahkan diperintahkan. Namun apabila rambut masih dalam keadaan hitam, lalu
ingin disemir (dipirang) menjadi warna selain hitam, maka hal ini seharusnya dijauhi. Kenapa
kita katakan dijauhi?

Jawabannya adalah karena mewarnai rambut yang semula hitam menjadi warna lain
biasanya dilakukan dalam rangka tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir atau pun meniru orang
yang gemar berbuat maksiat (baca: orang fasik) semacam meniru para artis. Inilah yang
biasa terjadi. Apalagi kita melihat bahwa orang yang bagus agamanya tidak pernah
melakukan semacam ini (yakni memirang rambutnya). Jadi perbuatan semacam ini termasuk
larangan karena rambut hitam sudahlah bagus dan tidak menunjukkan suatu yang jelek. Jadi
tidak perlu diubah. Juga melakukan semacam ini termasuk dalam pemborosan harta.
Wallahu a’lam bish showab.
HUKUM TATO

Dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫ َو اْلَو اِش َم َة َو اْلُم ْسَتْو ِش َم َة‬، ‫َلَع َن ُهَّللا اْلَو اِص َلَة َو اْلُم ْسَتْو ِص َلَة‬
“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta
disambungkan rambutnya, begitu pula perempuan yang membuat tato dan yang meminta
dibuatkan tato.” (HR. Bukhari no. 5933, 5937 dan Muslim no. 2124).

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata,


‫َلَع َن ُهَّللا اْلَو اِش َم اِت َو اْلُم ْسَتْو ِش َم اِت َو الَّناِمَص اِت َو اْلُم َتَنِّم َص اِت َو اْلُم َتَفِّلَج اِت ِلْلُحْس ِن اْلُم َغ ِّيَر اِت‬
‫ َقاَل َفَبَلَغ َذ ِلَك اْمَر َأًة ِم ْن َبِنى َأَسٍد ُيَقاُل َلَها ُأُّم َيْع ُقوَب َو َكاَنْت َتْقَر ُأ اْلُقْر آَن َفَأَتْتُه َفَقاَلْت َم ا‬.‫َخ ْلَق ِهَّللا‬
‫َح ِد يٌث َبَلَغ ِنى َع ْنَك َأَّنَك َلَع ْنَت اْلَو اِش َم اِت َو اْلُم ْسَتْو ِش َم اِت َو اْلُم َتَنِّم َص اِت َو اْلُم َتَفِّلَج اِت ِلْلُحْس ِن‬
‫ َو ُهَو‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اْلُم َغ ِّيَر اِت َخ ْلَق ِهَّللا َفَقاَل َع ْبُد ِهَّللا َو َم ا ِلَى َال َأْلَع ُن َم ْن َلَع َن َر ُسوُل ِهَّللا‬
‫ َفَقاَل َلِئْن ُكْنِت َقَر ْأِتيِه‬.‫ِفى ِكَتاِب ِهَّللا َفَقاَلِت اْلَم ْر َأُة َلَقْد َقَر ْأُت َم ا َبْيَن َلْو َح ِى اْلُم ْص َحِف َفَم ا َو َج ْد ُتُه‬
)‫َلَقْد َو َج ْد ِتيِه َقاَل ُهَّللا َع َّز َو َج َّل (َو َم ا آَتاُك ُم الَّرُسوُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهاُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهوا‬

“Allah melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan
bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan
giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah.”

Hal ini pun sampai pada telinga seorang wanita dari Bani Asad yang dipanggil Ummu Ya’qub,
ia biasa membaca Al Qur’an. Ia pun mendatangi Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Ada hadits
yang telah sampai padaku darimu bahwasanya engkau melaknat perempuan yang menato
dan yang meminta ditato, yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan
giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah, benarkah?”

Ibnu Mas’ud menjawab, “Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasululah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu sudah ada dalam Al Qur’an.”

Wanita tersebut kembali berkata, “Aku telah membaca Al Quran namun aku tidak mendapati
tentang hal itu.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Coba engkau baca kembali pasti engkau menemukannya. Allah Ta’ala
berfirman, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al Haysr: 7). (HR. Bukhari no. 5943 dan Muslim no. 2125)

Anda mungkin juga menyukai