Anda di halaman 1dari 5

Hukum Rambut Mohawk dan Qaza’ (Gaya Rambut Balotelli)

Sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah,


qaza’ adalah menggundul (mencukur habis) sebagian rambut kepala dan membiar sebagian
rambut yang lain. Di sini ada beberapa model:

‫ وهو أنواع‬، ‫القزع هو حلق بعض الرأس وترك بعضه‬


‫ ومن‬، ‫ ومن الجانب األيسر‬، ‫ فيحلق من الجانب األيمن‬، ‫ أن يحلق غير مرتب‬: ‫النوع األول‬
‫ يحلق أجزاء متفرقة من الرأس ويترك باقيه‬: ‫ ومن القفا [أي‬، ‫الناصية‬
‫ ويترك جانبيه‬، ‫ أن يحلق وسطه‬: ‫النوع الثاني‬
‫ أن يحلق جوانبه ويترك وسطه‬: ‫النوع الثالث‬
‫ أن يحلق الناصية فقط ويترك الباقي ” انتهى‬: ‫النوع الرابع‬
)2120( ‫ ومسلم‬، )5921( ‫وقد نهي النبي صلى هللا عليه وسلم عن القزع ؛ روى البخاري‬
‫َع ْن اْبِن ُع َم َر رضي هللا عنهما َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ( َنَهى َع ْن اْلَقَز ِع ) قيل‬
) ‫ ( أن يحلق بعض رأس الصبي ويترك بعضه‬: ‫ قال‬: ‫ ما القزع ؟‬: ‫لنافع‬
‫) َع ِن اْبِن ُع َم َر رضي هللا عنهما َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬5583( ‫وروى اإلمام أحمد‬
‫ ( اْح ِلُقوا ُك َّلُه َأْو‬: ‫ َو َقاَل‬، ‫ َفَنَهى َع ْن َذ ِلَك‬، ‫(َر َأى َص ِبًّيا َقْد ُح ِلَق َبْعُض َش َع ِر ِه َو ُتِر َك َبْعُضُه‬
1123( ”‫اْتُر ُك وا ُك َّلُه ) صححه األلباني في “سلسلة األحاديث الصحيحة‬
‫ محمول على الكراهة ال التحريم‬، ‫والنهي في هذه األحاديث الواردة عن القزع‬

Dalam keterangan yang lain, Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa para ulama
berijma’ (sepakat) bahwa qaza’ itu dimakruhkan jika rambut yang digundul tempatnya
berbeda-beda (misalnya: depan dan belakang gundul, bagian samping tidak gundul, -pen)
kecuali jika dalam kondisi penyembuhan penyakit dan semacamnya. Yang dimaksud makruh
di sini adalah makruh tanzih (artinya: sebaiknya ditinggalkan). … Ulama madzhab Syafi’iyah
melarang qaza’ secara mutlak termasuk laki-laki dan perempuan.” (Syarh Shahih Muslim, 14:
101)

Kesimpulan dari pembahasan ini ada dua:


1- Kalau sekedar bermodel qaza’, maka itu makruh.
2- Kalau mengikuti gaya orang kafir, berarti haram. Hendaknya ia mencukur rambut kepala
seluruhnya.
HUKUM POTONG RAMBUT BAGI WANITA

Berdasarkan hadis di atas, potong rambut bagi wanita hukumnya boleh, sebagaimana yang
disimpulkan an-nawawi. Hanya saja, para ulama memberikan batasan lain, sebagai berikut:

Pertama, tidak boleh ditujukan untuk menyerupai model rambut wanita kafir atau wanita
fasik, seperti artis dan semacamnya. Jika ada mode rambut yang itu berasal dari orang kafir
atau gaya seorang artis, maka tidak boleh ditiru.

Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ْن َتَش َّبَه ِبَقْو ٍم َفُهَو ِم ْنُهْم‬


“Siapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk kaum itu.” (HR. Abu daud, Ibn Abi
Syaibah dan dishahihkan al-Albani)

Tentu saja kita tidak ingin dikatakan sebagai bagian dari orang jelek atau bahkan orang kafir,
karena rambut kita meniru rambut mereka.

Kedua, tidak boleh menyerupai laki-laki. Potongan rambut yang umumnya menjadi ciri laki-
laki, tidak boleh ditiru wanita. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

‫َلَع َن َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلُم َتَش ِّبِهيَن ِم ْن الِّر َج اِل ِبالِّنَس اِء َو اْلُم َتَش ِّبَهاِت ِم ْن الِّنَس اِء ِبالِّر َج اِل‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita
yang menyerupai lelaki.” (HR. Bukhari 5435).

Ketiga, Dilakukan tanpa izin suami

Para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong rambut mereka setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Ini memberikan pelajaran kepada kita bagaimana seorang
istri berusaha berhias dan menampakkan kondisi paling menarik bagi suaminya. Jangankan
model rambut yang menjadi mahkota kecantikan bagi wanita, bahkan syariat melarang
wanita melakukan puasa sunah, tanpa seizin suami sementara suaminya berada di rumah.
Itu semua dalam rangka mewujudkan keharmonisan antara suami-istri.

Allahu a’lam
Cincin Emas dan Perak bagi Pria
Berhias diri sebenarnya adalah suatu yang dibutuhkan oleh perempuan, maka mereka di
antaranya dibolehkan memakai sutra. Di antaranya pula, mereka dibolehkan memakai
perhiasan emas. Namun hal ini berbeda dengan pria. Terutama yang tersebar saat ini di
tengah masyarakat adalah para pria mulai berhias diri dengan emas. Di antaranya dengan
cincin emas dan perak. Bagaimana hukum kedua cincin ini?

Hukum Cincin Emas bagi Pria

Dalilnya adalah hadits berikut ini,

‫َع ْن َأِبي ُم وَس ى َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل ُأِح َّل الَّذ َهُب َو اْلَح ِر يُر ِإِل َناِث ُأَّمِتي َو ُحِّر َم َع َلى ُذ ُك وِرَها‬

“Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Emas dan sutra
dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An
Nasai no. 5148 dan Ahmad 4/392. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)

Sedangkan secara khusus mengenai cincin emas terjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama
dalam hal ini akan haramnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al Bukhari dan selainnya,

‫َنَهى َع ْن َخاَتِم الَّذ َهِب‬


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. (HR. Bukhari no.
5863 dan Muslim no. 2089). Sudah dimaklumi bahwa asal larangan adalah haram.

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Shahih Muslim (14/32), “Emas itu haram
bagi laki-laki berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” Dalam kitab yang sama (14/65),
Imam Nawawi juga berkata, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa cincin emas halal
bagi wanita. Sebaliknya mereka juga sepakat bahwa cincin emas haram bagi pria.”

Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dibolehkan bagi para wanita yang
telah menikah dan selainnya untuk mengenakan cincin perak sebagaimana dibolehkan cincin
emas bagi mereka. Hal ini termasuk perkara yang disepakati oleh para ulama dan tidak ada
khilaf di dalamnya.” (Al Majmu’, 4/464)
Hukum Cincin Perak bagi Pria

Para ulama sepakat (berijma’) bahwa cincin perak dibolehkan bagi pria. Hal ini berdasarkan
riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

. ‫َكَتَب الَّنِبُّى – صلى هللا عليه وسلم – ِكَتاًبا – َأْو َأَر اَد َأْن َيْك ُتَب – َفِقيَل َلُه ِإَّنُهْم َال َيْقَر ُءوَن ِكَتاًبا ِإَّال َم ْخ ُتوًم ا‬
‫ َك َأِّنى َأْنُظُر ِإَلى َبَياِض ِه ِفى َيِدِه‬. ‫َفاَّتَخ َذ َخاَتًم ا ِم ْن ِفَّض ٍة َنْقُش ُه ُمَحَّم ٌد َر ُسوُل ِهَّللا‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis atau ingin menulis. Ada yang mengatakan
padanya, mereka tidak membaca kitab kecuali dicap. Kemudian beliau mengambil cincin dari
perak yang terukir nama ‘Muhammad Rasulullah’. Seakan-akan saya melihat putihnya tangan
beliau.” (HR. Bukhari no. 65 dan Muslim no. 2092)

Dalam Al Muntaqo Syarh Muwatho’ (2/90), disebutkan bahwa perak bagi pria dibolehkan
dalam tiga penggunaan, yaitu pedang, cincin dan mushaf.

Asy Syarbini mengatakan, “Tidak dimakruhkan penggunaan cincin perak bagi wanita”.
(Mughnil Muhtaj, 1/579)

Semoga Allah mengaruniakan pada kita sifat takwa.

Bejana Emas dan Perak Haram Hukumnya

Pada asalnya, seluruh bejana boleh kita gunakan baik itu untuk makan, minum ataupun
untuk selainnya. Namun, dikecualikan dari hal ini adalah bejana yang terbuat dari emas dan
perak. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اَل َتْش َر ُبوا ِفي آِنَيِة الَّذ َهِب َو اْلِفَّض ِة َو اَل َتْأُك ُلوا ِفي ِص َح اِفَها‬

“Janganlah kalian minum dari bejana emas dan perak dan jangan pula kalian makan dari
piring-piring emas dan perak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini secara jelas menegaskan larangan penggunaan bejana dari emas dan perak untuk
makan dan minum, meskipun jenis makanan dan minumannya adalah halal, namun jika
ditempatkan di wadah yang terbuat dari emas dan perak, maka makanan dan minuman
tersebut haram untuk dimakan dan diminum. Apabila makanan dan minuman tersebut
dipindah ke wadah lain yang tidak terbuat dari emas ataupun perak, maka hukumnya
berubah kembali menjadi halal untuk dimakan dan diminum. Hal ini tentu untuk makanan
dan minuman yang secara zat halal dimakan dan diminum.
Dalam hadits lain dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫اَّلِذ ي َيْش َر ُب ِفي آِنَيِة اْلِفَّض ِة ِإَّنَم ا ُيَج ْر ِج ُر ِفي َبْطِنِه َناَر َج َهَّنَم‬
“Orang yang minum dari bejana perak, maka sesungguhnya dia telah memasukkan api
neraka ke dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan bahwa orang yang
minum dan makan dari bejana perak (dan juga emas) seperti orang yang memasukkan api
neraka ke dalam perutnya. Ancaman keras ini menunjukkan bahwa menggunakan bejana
emas dan perak untuk makan dan minum termasuk salah satu dosa besar.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Sholih Ali Bassam rahimahullah menyatakan bahwa
alasan dari pelarangan ini adalah karena penggunaan bejana emas dan perak dapat
menimbulkan rasa sombong, angkuh dan takabur dalam jiwa orang-orang yang
menggunakan bejana emas dan perak tersebut. Lagi pula, perbuatan ini juga dapat
membuat sedih orang-orang miskin (Taisirul ‘Alam Syarh ‘Umdatil Ahkam). Coba bayangkan
wahai saudaraku, di saat orang lain bersusah payah untuk mencari sepeser uang hanya demi
untuk memperoleh sesuap nasi, tega-teganya mereka yang Allah lebihkan rezekinya,
menggunakan dan menghambur-hamburkan uang hanya untuk kemewahan dunia semata.
Semoga Allah menyedikitkan orang-orang semacam ini.

Bagaimana Hukumnya Jika Digunakan Untuk Selain Makan dan Minum?

Mungkin akan timbul pertanyaan, bolehkah kita gunakan bejana emas dan perak selain
untuk makan dan minum? hanya sebagai hiasan saja misalnya dan sebagainya? Mengenai
hal ini, terjadi perselisihan di antara para ulama. Mayoritas ulama rahimahumullah
mengharamkan penggunaan bejana emas dan perak meskipun tidak digunakan untuk
makan dan minum. Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah menyatakan
bahwa pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah bolehnya menggunakan bejana
emas dan perak selain untuk makan dan minum. Namun meskipun demikian, menurut
beliau, yang terbaik (dalam rangka menjaga diri dan berhati-hati) adalah tidak
menggunakannya. (Syarah Riyadush Sholihin).

Kesimpulan dalam hal ini, meskipun para ulama berselisih pendapat, sikap yang terbaik dan
berhati-hati adalah tidak menggunakan bejana emas dan perak meskipun bukan untuk
makan dan minum. Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga tulisan yang sedikit ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Wallahu ‘alam.

Anda mungkin juga menyukai