Anda di halaman 1dari 32

FIQIH ISLAM

SEPUTAR CINCIN

Disusun al-Faqir ilaa ‘afwi Rabbihi

Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawi


PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

٢
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

‫ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬

MUQADDIMAH

Cincin merupakan perhiasan yang banyak digemari oleh manusia, baik


pada kalangan muda maupun orang-orang tua. Bahkan ada diantara mereka
bukan sekedar menjadikannya sebagai perhiasan saja, tetapi juga sebagai
koleksi.
Bentuk cincin sangat beragam, demikian pula bahannya, ada yang
terbuat dari emas, perak, besi putih dan yang lain-lainnya. Dan niat manusia
memakai cincin pun beragam.
Beranjak dari inilah, kami bermaksud ingin mengumpulkan berbagai
macam masalah-masalah seputar cincin sesuai dengan pandangan Islam.
Harapan kami dengan pembahasan ini, bisa membuka wawasan ilmu kaum
muslimin tentang masalah cincin dalam timbangan syariat, kapan hal itu boleh
dan kapan hal tersebut terlarang.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa mengkaruniakan kepada kita semua
keikhlasan didalam belajar dan mengajar. Dan semoga pula Allah senantiasa
membimbing kita dalam beramal, agar amalan kita senantiasa diatas kebenaran
sesuai dengan bimbingan al-Quran dan as-Sunnah.
Wallahul muwaffiq ilash shawaab.

Dari saudaramu al-Faqir ilaa ‘afwi Rabbihi


Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawi

3
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH PERTAMA

HUKUM CINCIN EMAS BAGI KAUM LAKI-LAKI

Telah datang hadits-hadits yang shahih yang menunjukkan tentang


masalah kita yang pertama ini, diantaranya adalah;
a. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melihat sebuah
cincin emas di tangan seorang laki-laki. Lalu beliau mencopot cincin tersebut
dan langsung melemparnya seraya bersabda: "Salah seorang diantara kalian
menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya?."
Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi, seseorang berkata kepada
laki-laki itu; 'Ambilah cincin itu untuk kamu ambil manfaat darinya.' Lelaki
tersebut menjawab; 'Tidak, Demi Allah aku tidak akan mengambil cincin itu
selamanya, karena cincin itu telah dibuang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam.” [HR. Muslim]

b. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah


shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«‫َﺎن ُﻳ ْﺆ ِﻣ ُﻦ ﺑِﺎﷲِ َوا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم ْاﻵ ِﺧ ِﺮ َﻓ َﻼ َﻳ ْﻠ َﺒ ْﺲ َﺣ ِﺮ ًﻳﺮا َو َﻻ َذ َﻫ ًﺒﺎ‬


َ ‫» َﻣ ْﻦ ﻛ‬

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka


janganlah mengenakan sutera dan emas." [HR. Ahmad,
dihasankan al-Albani]

٤
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

c. Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi


wasallam bahwa beliau melarang mengenakan cincin emas.
[Muttafaqun ‘alaihi]

d. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

ٍ ‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻳ ْﻠ َﺒ ُﺲ َﺧ َﺎﲤًﺎ ِﻣ ْﻦ َذ َﻫ‬


‫ »ﻻَ َأ ْﻟ َﺒ ُﺴ ُﻪ‬:‫ َﻓﻨَﺒَ َﺬ ُه َﻓ َﻘ َﺎل‬،‫ﺐ‬ ُ ‫َﺎن َر ُﺳ‬ َ ‫ﻛ‬
ِ
‫ﻴﻤ ُﻬ ْﻢ‬ ُ ‫َأ َﺑﺪً ا« َﻓﻨَ َﺒ َﺬ اﻟﻨ‬
َ ‫ﱠﺎس َﺧ َﻮاﺗ‬

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memakai cincin


emas, kemudian beliau membuangnya sambil bersabda: "Saya tidak
akan memakainya lagi selama-lamanya." Maka orang-orang pun
ikut membuang cincin yang mereka kenakan.” [HR. al-Bukhari]

Para ulama sepakat bahwa cincin emas diperbolehkan pemakaiannya


bagi para wanita dan diharamkan bagi kaum pria. Kesepakatan ini dinukilkan
oleh Ibnu Abdil Bar dan an-Nawawi.

Al-Imam an-Nawawi berkata: “Seluruh kaum muslimin sepakat


bolehnya memakai cincin emas bagi kaum wanita dan sepakat keharamannya
bagi kaum laki-laki, kecuali apa yang diceritakan dari Abu Bakr bin Umar bin
Muhamad bin Hazm bahwa dia membolehkannya. Dan sebagian yang lainnya
mengatakan makruh bukan haram. Dua penukilan ini adalah batil dan juga 2
orang yang mengatakan hal tersebut terbantah dengan hadits-hadits yang
disebutkan oleh al-Imam Muslim beserta ijma’nya orang-orang (para ulama)
yang datang sebelum mereka tentang keharamannya dengan dasar sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada masalah emas dan sutra,

5
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

“Sesungguhnya keduanya haram bagi kaum pria umatku dan halal


bagi kaum wanitanya.” [Syarah Shahih Muslim:14/65]

Masalah: Apakah benar telah datang hadits dan atsar yang


membolehkan bagi kaum laki-laki memakai cincin emas?
Benar memang telah datang hadits dan Atsar bolehnya memakai cincin
bagi kaum laki-laki, namun itu semua pada awal risalah. Setelah itu datang
hadits-hadits yang shahih menghapus hukum yang sebelumnya.

Ath-Thahawi rahimahullah berkata: “Telah ada atsar-atsar bahwa


cincin emas pernah diperbolehkan pemakaiannya, kemudian datang
larangannya setelahnya. Apa yang tetap tentang haramnya hal tersebut adalah
penghapus (hadits) yang membolehkan pemakaiannya.” [Syarah Ma’anil
Atsar:4/262]

Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Perbuatan sebagian shahabat


memakai cincin emas dibawa kepada kemungkinan bahwa penghapusan
hukum (bolehnya memakai cincin emas) belum sampai kepada mereka.”
[Ahkam Lubsil Khawatim hal. 60]

Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Memakai emas


haram bagi kaum laki-laki, baik bentuknya cincin, kancing baju, kalung atau
selain dari itu.” [Majmu’ Rasail: 11/99]

Beliau juga berkata: “Hadits-hadits ini jelas dan tampak tentang


haramnya cincin emas bagi kaum laki-laki walau sekedar memakainya. Dan
jika hal itu dibarengi dengan keyakinan yang rusak, maka ini lebih parah dan
lebih buruk lagi seperti orang-orang yang memakai cincin yang dinamakan

٦
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

‘Dublah’ (cincin pernikahan) tertulis padanya nama istri, dan juga istri
memakainya dan tertulis padanya nama suami, mereka menyangka bahwa hal
itu merupakan sebab keutuhan ikatan suami istri. Tidaklah diragukan bahwa
ini adalah keyakinan yang rusak dan khayalan yang tidak ada kenyataannya.
Apa kaitan dan hubungan antara cincin pernikahan dengan keutuhan
pernikahan dan keharmonisan pasangan suami istri?! Betapa banyak pasangan
suami istri yang melakukan tukar cincin pernikahan, kemudian terputus tali
ikatan antara keduanya. Betapa banyak pasangan suami istri yang tidak pernah
mengenal cincin pernikahan, ternyata ikatan tali pernikahannya lebih kuat
dan lebih harmonis.” [Majmu’ Rasail: 11/101]

_Waffaqallahul jami’ likulli khairin_



7
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KEDUA

MEMAKAI CINCIN PERAK BAGI PRIA

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;


Pendapat pertama: Hal tersebut mubah, yakni boleh-boleh saja tanpa
ada larangan padanya. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
Dalil-dalil nereka;
a. Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata;

‫َﺎن ِﰲ َﻳ ِﺪ َأ ِﰊ‬ َ ‫ ُﺛ ﱠﻢ ﻛ‬،‫َﺎن ِﰲ َﻳ ِﺪ ِه‬


َ ‫ َﻓﻜ‬،‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﺧ َﺎﲤًﺎ ِﻣ ْﻦ َو ِر ٍق‬ َ‫» ﱠ‬
ُ ‫اﲣ َﺬ َر ُﺳ‬

ٌ‫ﳏ ﱠﻤﺪ‬ ٍ ‫ َﺣﺘﱠﻰ َو َﻗ َﻊ ِﻣﻨْ ُﻪ ِﰲ ﺑِﺌ ِْﺮ َأ ِر‬،‫َﺎن ِﰲ َﻳ ِﺪ ُﻋﺜْ َﲈ َن‬


َ ُ ‫ َﻧ ْﻘ ُﺸ ُﻪ‬،‫ﻳﺲ‬ َ ‫ ُﺛ ﱠﻢ ﻛ‬،‫َﺎن ِﰲ َﻳ ِﺪ ُﻋ َﻤ َﺮ‬
َ ‫ ُﺛ ﱠﻢ ﻛ‬،‫َﺑﻜ ٍْﺮ‬
ُ ‫َر ُﺳ‬
«ِ‫ﻮل اﷲ‬

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat cincin dari perak.


Pada awalnya, cincin itu ada di tangan beliau, setelah itu beralih ke tangan
Abu Bakr, lalu berpindah ke tangan Umar, dan terakhir di pakai oleh Utsman,
sebelum akhirnya cincin itu terjatuh ke dalam sumur Aris. Ukiran cincin itu
adalah Muhammad Rasulullah." [Muttafaqun ‘alaihi]

b. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata;

«‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻟﺒِ َﺲ َﺧﺎﺗ ََﻢ ﻓِ ﱠﻀ ٍﺔ ِﰲ َﻳ ِﻤﻴﻨ ِ ِﻪ‬


َ ‫» َأ ﱠن َر ُﺳ‬

“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakai cincin perak di


tangan kanannya”. [Muttafaqun ‘alaihi]

٨
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

c. Amalan para shahabat, yakni sejumlah para shahabat memakai cincin


dari perak.

Pendapat kedua: Mustahab. Ini adalah pendapat al-Imam Malik. Ia


berdalil dengan hadits Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata;

ُ‫ » َﻣﺎ ِﱄ َأ ِﺟﺪ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل َﻟ ُﻪ‬،‫ﺎء إِ َﱃ اﻟﻨﱠﺒ ِ ﱢﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َو َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﺧﺎﺗ ٌَﻢ ِﻣ ْﻦ َﺷﺒَ ٍﻪ‬ َ ‫َأ ﱠن َر ُﺟ ًﻼ َﺟ‬
َ ‫ » َﻣﺎ ِﱄ َأ َرى َﻋ َﻠ ْﻴ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬،‫ﻳﺪ‬ ٍ ‫ ُﺛﻢ ﺟﺎء وﻋ َﻠﻴ ِﻪ َﺧﺎﺗَﻢ ِﻣﻦ ﺣ ِﺪ‬،‫ْﻚ ِرﻳﺢ ْاﻷَﺻﻨَﺎ ِم« َﻓ َﻄﺮﺣﻪ‬ ِ
‫ﻚ‬ َ ْ ٌ ْ َ َ َ َ ‫َ َ ُ ﱠ‬ ْ َ َ ‫ﻣﻨ‬
،‫اﲣ ْﺬ ُه ِﻣ ْﻦ َو ِر ٍق‬
ِ ‫ » ﱠ‬:‫ﲣ ُﺬه؟ َﻗ َﺎل‬ ِ ٍ َ ‫ ِﻣﻦ َأي‬،ِ‫ﻮل اﷲﱠ‬
ُ ‫ﳾء َأ ﱠ‬ ْ ‫ﱢ‬ ْ َ ‫ﺳ‬ ُ ‫ر‬ َ ‫ﺎ‬ ‫ﻳ‬
َ : َ
‫ﺎل‬ َ
‫ﻘ‬ َ
‫ﻓ‬ ،‫ﻪ‬ُ ‫ﺣ‬
َ ‫ﺮ‬
َ َ ‫ﻄ‬‫ﻓ‬َ «‫ﱠﺎر‬ِ ‫ِﺣ ْﻠ َﻴ َﺔ َأ ْﻫ ِﻞ اﻟﻨ‬

«‫َو َﻻ ﺗُﺘِ ﱠﻤ ُﻪ ِﻣ ْﺜ َﻘ ًﺎﻻ‬

"Seorang laki-laki datang menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,


sementara ia mengenakan cincin dari kuningan tembaga. Beliau lalu berkata
kepadanya: "Kenapa aku mendapatkan bau berhala darimu!" laki-laki
itu lantas membuang cincinnya. Setelah itu ia datang lagi dengan mengenakan
cincin besi, beliau bersabda: "Aku melihatmu mengenakan perhiasan
penduduk neraka!" laki-laki tersebut lantas membuangnya kembali, lalu ia
bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu dari apa aku harus membuatnya?" beliau
menjawab: "Dari perak, namun jangan engkau genapkan hingga
(beratnya) satu mitsqal." [HR. Abu Dawud, didhaifkan (dilemahkan)
asy-Syaikh al-Albani]

Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat pertama, bahwa


memakai cincin perak boleh-boleh saja, tidak ada larangan padanya.

9
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

Masalah: Kenapa tidak dihukumi mustahab atau sunnah?


Jawaban: Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memakai cincin perak
karena ada hajat saja, bukan karena meniatkan ibadah dengan hal tersebut. Hal
ini ditunjukkan dalam hadits Anas bin Malik, ia berkata;

َ ‫ َﻓ ِﻘ‬،‫ﺎﳾ‬
‫ إِ ﱠﳖ ُ ْﻢ‬:‫ﻴﻞ‬ ِ ‫ واﻟﻨﱠﺠ‬،‫ و َﻗﻴﴫ‬،‫َأ ﱠن اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﺻ ﱠﲆ اﷲُ ﻋ َﻠﻴ ِﻪ وﺳ ﱠﻠﻢ َأراد َأ ْن ﻳ ْﻜﺘُﺐ إِ َﱃ ﻛِﴪى‬
‫َ ْ َ َ َ َ ﱢ‬ َْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ‫ﱠ‬
،‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﺧ َﺎﲤ ًﺎ َﺣ ْﻠ َﻘ ُﺘ ُﻪ ﻓِ ﱠﻀ ًﺔ‬
ُ ‫ » َﻓ َﺼﺎ َغ َر ُﺳ‬،ٍ‫ﻮن ﻛِﺘَﺎ ًﺑﺎ إِ ﱠﻻ ﺑِﺨَ ﺎ َﺗﻢ‬ َ ‫َﻻ َﻳ ْﻘ َﺒ ُﻠ‬
«ِ‫ﻮل اﷲ‬ ُ ‫ﳏ ﱠﻤﺪٌ َر ُﺳ‬ َ ُ ‫َو َﻧ َﻘ َﺶ ﻓِ ِﻴﻪ‬

“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ingin menulis surat kepada


Raja Kisra, Qaishar, dan Najasyi. Lalu dikatakan kepada beliau, bahwa
mereka tidak mau menerima surat kecuali yang ada stempelnya. Maka
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuat cincin dari perak,
tulisannya adalah 'Muhammad Rasulullah’.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Berkata Syaikhul Islam rahimahullah, “al-Mutaba’ah (pengikutan)


adalah mengikuti seperti apa yang dilakukan (Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam) dengan bentuk seperti apa yang dilakukan. Apabila Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam melakukan suatu perbuatan dengan niat ibadah, maka
disyariatkan bagi kita mengerjakannya juga dengan niat ibadah dan apabila
beliau memaksudkan suatu tempat atau waktu tertentu untuk beribadah
padanya, maka kita pun mengkhususkannya untuk ibadah pula.” [al-
Majmu’ al-Fatawa 1/280]
_Waffaqallahul jami’ likulli khairin_



١٠
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KETIGA

HUKUM CINCIN INTAN, PERMATA DAN YAQUT


BAGI KAUM LAKI-LAKI

Ibnu Hazem rahimahullah berkata: “Memakai perhiasan dari perak,


mutiara, yaqut dan zamrud halal semuanya bagi laki-laki dan wanita.” [al-
Muhalla:10/86]

Asy-Syaikh al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Adapun cincin selain


emas, seperti perak atau selainnya dari berbagai jenis logam mulia, maka
diperbolehkan bagi kaum pria memakainya, meskipun logam tersebut dari
jenis logam yang mahal.” [al-Muntaqa:5/336]

PERINGATAN:
Sebagian ulama mempersyaratkan bolehnya laki-laki berhias dengan
mutiara atau yaqut selama tidak sampai kepada batas berlebih-lebihan dan
berbangga-bangga atau sombong dengan hal tersebut.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku tidak membenci


laki-laki memakai perhiasan permata, hanya saja (aku membenci) dari sisi adab
saja, karena dia merupakan perhiasan para wanita, bukan karena keharaman.
Aku tidak membenci (laki-laki) memakai yaqut atau zamrud, kecuali dari sisi
berlebih-lebihan dan berbangga-bangga (dengannya).” [al-Ummu:1/254]

_Waffaqallahul jami’ likulli khairin_



11
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KEEMPAT

HUKUM MEMAKAI CINCIN BESI BAGI KAUM LAKI-LAKI

Ini adalah permasalahan yang diperselisihkan para ulama. Para ulama


berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi 3 pendapat.
Pendapat pertama: menyatakan HARAM.
Ini adalah pendapat Ahmad dalam salah satu riwayatnya, Ibnu Muflih, al-
Mardawi, as-Suyuti dan asy-Syaikh al-Albani rahimahumullah.

Mereka berdalil dengan hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:


"Seorang laki-laki datang menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,
sementara ia mengenakan cincin dari kuningan tembaga. Beliau lalu berkata
kepadanya: "Kenapa aku mendapati darimu aroma berhala!" laki-laki itu
lantas membuang cincinnya. Setelah itu ia datang lagi dengan mengenakan
cincin besi, beliau bersabda: "Kenapa aku melihatmu mengenakan
perhiasan penduduk neraka!" laki-laki tersebut lantas membuangnya
kembali, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu dari bahan apa aku harus
membuatnya?" beliau menjawab: "Dari perak, namun jangan engkau
genapkan hingga (beratnya) satu mitsqal." [HR. Abu Dawu, at-
Tirmidzi dan yang lainnya]
Pendapat kedua: menyatakan MAKRUH saja.
Ini dalah pendapat jumhur ulama.
Pendapat ketiga: menyatakan MUBAH atau boleh-boleh saja.
Ini adalah pendapat al-Bukhari, Ibnu Abdul Bar, Ibnu Rajab, an-Nawawi,
Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin dan al-Lajnah ad-Daimah rahimahumullah.
Mereka berdalil dengan hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada seorang laki-

١٢
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

laki yang meminang wanita yang penah menghibahkan dirinya kepada Nabi,
“Carilah mahar meski hanya berupa cincin dari besi.” [Muttafqun
‘alaihi]

Dan juga hadits al-Mu’aiqib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Adalah


cincin Rasulullah terbuat dari besi yang bersepuh perak.” [HR. Abu Dawud
dan An-Nasai].

KESIMPULAN:
Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat yang ketiga, yakni
memakai CINCIN BESI adalah MUBAH atau BOLEH. Adapun hadits-
hadits yang melarang pemakaian cincin besi telah dilemahkan oleh para
ulama, diantaranya Ibnu ‘Abdul Bar, an-Nawawi dan Ibnu Rajab
rahimahumullah. Wallahu a’lam.

Berkata Ibnu Rajab dalam kitab ‘Ahkamul Khawatiim hal. 71’:


“Yang BENAR adalah TIDAK HARAM, karena hadits-hadits (yang
mengharamkan) tidak lepas dari pembicaraan (keshahihannya). Dan sungguh
bertentangan dengan hadits yang lebih shahih darinya.”

Berkata asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah: “Adapun apa yang


diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang larangan tersebut
(cincin besi) adalah SYADZ menyelisihi hadits yang shahih.” [Fatawa
Islamiyah:4/255]
_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



13
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KELIMA

MEMAKAI CINCIN DI JARI KANAN ATAU KIRI?

Telah datang hadits-hadits bolehnya memakai cincin pada jari kanan


maupun pada jari kiri.
a. Pada jari kanan:
Hadits Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata;

«‫َﺨﺘ ُﱠﻢ ِﰲ َﻳ ِﻤﻴﻨِ ِﻪ‬ َ ‫ »ﻛ‬:‫َأ ﱠن اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬


َ ‫َﺎن َﻳﺘ‬

“Bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan cincin


pada tangan kanannya.” [HR. Abu Dawud, dishahihkan asy-Syaikh al-
Albani]

Telah datang pula dalam hadits Jabir, Abdullah bin Ja’far, Anas dan Ibnu
‘Umar yang maknanya semakna dengan hadits Ali. Semua hadits-hadits ini
dishahihkan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.

b. Pada jari kiri:


Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata;

«‫َﺎن َﻓ ﱡﺼ ُﻪ ِﰲ َﺑﺎﻃِ ِﻦ َﻛ ﱢﻔ ِﻪ‬


َ ‫ َوﻛ‬،‫ﺎر ِه‬ َ ‫» َأ ﱠن اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﻛ‬
ِ ‫َﺎن َﻳﺘ ََﺨﺘ ُﱠﻢ ِﰲ َﻳ َﺴ‬

“Bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa menggenakan


cincin pada tangan kirinya dan mata cincinnya menghadap telapak

١٤
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

tangannya.” [HR. Abu Dawud, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani


dalam kitab Mukhtashar asy-Syamaail]

Diriwayatkan at-Tirmidzi dalam sunannya, bahwa Hasan dan Husain


biasa memakai cincin pada tangan kirinya." [Atsar ini dishahihkan asy-Syaikh
al-Albani]

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: “Telah terjadi perbedaan pada


hadits-hadits yang ada, apakah cincin (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) pada
jari kanannya ataukah kirinya. Semua hadits-hadits tersebut shahih dari sisi
sanadnya.” [Zaadul Ma’aad:1/139]

Berkata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah: “Hadits-hadits ini


menunjukkan bahwa mayoritas kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
memakai cincin pada jari kananya, namun hal ini tidak menafikan bolehnya
memakai cincin pada jari kiri sebagaimana telah datang petunjukknya pada
sebagian hadits.” [Mukhtashar asy-Syamaail hal. 63]

Berkata asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah: “Yang benar adalah


cincin sunnah (dipakai) pada jari kanan dan kiri.” [asy-Syarhul Mumti’:
6/110]

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



15
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KEENAM

HUKUM MEMAKAI CINCIN DI JARI TENGAH DAN JARI


TELUNJUK

Telah diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah Ta’ala hadits


Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

‫ » َﻓ َﺄ ْو َﻣ َﺄ إِ َﱃ‬:‫ َﻗ َﺎل‬،‫ﲣﺘ َﱠﻢ ِﰲ إِ ْﺻ َﺒ ِﻌﻲ َﻫ ِﺬ ِه َأ ْو َﻫ ِﺬ ِه‬


َ َ ‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َأ ْن َأ‬ ُ ‫َﳖَ ِﺎﲏ َر ُﺳ‬
«‫ا ْﻟ ُﻮ ْﺳ َﻄﻰ َوا ﱠﻟﺘِﻲ ﺗَﻠِ َﻴﻬﺎ‬

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarangku memakai cincin


pada jari yang ini dan ini. Abu Burdah berkata; Ali menunjuk jari tengah dan
jari setelahnya.”

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan judul bab hadits ini


dengan ‘Bab Larangan Mengenakan Cincin Pada Jari Tengah Dan
Sebelahnya.’

Para ulama berbeda pendapat dalam larangan ini, apakah haram


ataukah makruh?
 Sebagian ulama menyatakan hukumnya haram, pendapat ini dipilih
Ibnu Hazem.
 Sebagian yang lainnya menyatakan hukumnya makruh, pendapat ini
dipilih an-Nawawi.

١٦
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

SUNNAH NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM


MEMAKAI CINCIN PADA JARI KELINGKING:

ِ ِ ‫اﳋﻨ‬
‫ْﴫ ِﻣ ْﻦ‬ ِ ْ ‫ و َأ َﺷﺎر إِ َﱃ‬،‫َﺎن َﺧﺎﺗَﻢ اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠﻴ ِﻪ وﺳ ﱠﻠﻢ ِﰲ ﻫ ِﺬ ِه‬
َ َ َ َ َ َ ْ َ ‫ﱢ‬ ُ ٍ ‫َﻋ ْﻦ َأﻧ‬
َ ‫ »ﻛ‬:‫ َﻗ َﺎل‬،‫َﺲ‬
ِ ِ
«‫ﴪى‬ َ ْ ‫َﻳﺪه ا ْﻟ ُﻴ‬

“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Nabi Shallallahu 'alaihi


wasallam memakai cincinnya di sebelah sini. (sambil menunjukkan ke jari
kelingking tangan sebelah kirinya).” [HR. Muslim]

Beliau berkata: “Kaum muslimun sepakat bahwa yang disunnahkan


adalah kaum laki-laki memakai cincin pada jari kelingking, sedangkan kaum
wanita memakainya pada semua jari.” [Syarah shahih Muslim: 14/71]

Berkata Abul ‘Abbas al-Qurthubi rahimahullah: “Kalau seandainya


memakai cincin pada jari manis, maka hal tersebut tidak terlarang. Yang
terlarang dalam hadits Ali radhiyallahu ‘anhu hanyalah jari tengah dan jari
sebelahnya dari arah jari ibu jari, yakni yang dinamakan jari untuk bertasbih
atau telunjuk.” [al-Mufhim:5/414]

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



17
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KETUJUH

BATASAN BERAT CINCIN YANG DIPAKAI

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah batasan berat cincin yang
boleh dipakai;
 Pendapat pertama, menyatakan bahwa laki-laki tidak boleh memakai
cincin yang beratnya lebih dari 1 mitsqal (*). Ini adalah pendapat para
ulama Hanafiyah.
(*) 1 mitsqal = 4,24 gram.

 Pendapat kedua, menyatakan boleh memakai sampai pada batasan


berat dua dirham (**), jika lebih dari itu maka haram. Ini adalah pendapat
para ulama Malikiyah.
(**) 1 Dirham = 2,975 gram.

 Pendapat ketiga, menyatakan tidak adanya batasan, karena tidak ada


dalil yang shahih yang menunjukkan adanya pembatasan berat cincin
yang boleh dipakai. Ini adalah pendapat para ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah, hanya saja Hanabilah menambahkan jika beratnya melebihi
batasan kebiasaan manusia, maka haram.

Adapun hadits:
«‫ َو َﻻ ﺗُﺘِ ﱠﻤ ُﻪ ِﻣ ْﺜ َﻘ ًﺎﻻ‬،‫اﲣ ْﺬ ُه ِﻣ ْﻦ َو ِر ٍق‬
ِ‫» ﱠ‬

"Pakailah cincin perak, namun jangan engkau genapkan hingga


(beratnya) satu mitsqal." [HR. Ashabus Sunan]

١٨
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

Ini adalah hadits yang DHAIF (lemah) sebagaimana dinyatakan asy-


Syaikh al-Albani rahimahullah.

Berkata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah: “Dalam hadits ini, yakni


sabda beliau, ‘Pakailah cincin perak’, juga memberikan faedah bolehnya
memakai cincin perak. Pemutlakan (penyebutannya) terkandung padanya
faedah bolehnya (memakai) cincin walau beratnya lebih dari 1 mitsqal.
Sedangkan hadits, ‘namun jangan engkau genapkan hingga (beratnya) satu
mitsqal’ adalah hadits yang DHAIF.” [Adab az-Zifaf, hal. 150]

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



19
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KEDELAPAN

HUKUM MEMAKAI CINCIN LEBIH DARI SATU

Kami melihat sebagian kaum muslimin memakai cincin lebih dari satu,
yakni ada yang memakai cincin lebih dari satu pada satu tangannya atau
jarinya.

Apakah hal ini diperbolehkan dalam syariat Islam?


Terkait dengan kaum wanita, maka tidaklah mengapa bagi mereka
memakai cincin lebih dari satu, baik cincinnya dari emas maupun dari perak,
baik memakai cincin pada setiap jarinya atau pada satu jarinya.
Adapun untuk kaum laki-laki, maka para ulama berbeda pendapat
dalam masalah ini:
 Pendapat Pertama menyatakan haram jika seorang laki-laki memakai
cincin lebih dari satu, meskipun berat cincinnya masih dalam batasan-
batasan yang diperbolehkan oleh syariat. Ini adalah pendapat ulama-
ulama Malikiyah.
 Pendapat kedua menyatakan boleh-boleh saja selama tidak berlebih-
lebihan harganya atau untuk kesombongan. Ini adalah pendapat ulama-
ulama Syafi’iyah.
 Pendapat ketiga menyatakan boleh-boleh saja selama tidak
menyelisihi adat atau kebiasaan negerinya.

Berkata asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah: "Tidak sepantasnya


baginya (laki-laki) memakai cincin lebih dari satu.”

٢٠
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

Pendapat yang terpilih –wallahu a’lam- lebih utama bagi setiap muslim
laki-laki mencukupkan diri dengan memakai satu cincin saja, karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah memakai cincin kecuali satu saja dan
pada satu jari. Sebaik-baik petunjuk dan bimbingan adalah petunjuk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



21
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KESEMBILAN

HUKUM MENGUKIR CINCIN DENGAN LAFZHUL JALAALAH


‘ALLAH’

Para ulama sepakat bolehnya mengukir cincin dan sepakat pula


bolehnya mengukir cincin dengan nama si pemilik cincin.

Masalah: Bolehkah mengukir cincin dengan Lafzhul Jalaalah


‘Allah’?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang kuat
dan terpilih adalah boleh-boleh saja jika memang nama pemiliknya
terkandung padanya lafazh ‘Allah’ atau suatu kalimat yang terkandung
padanya lafazh ‘Allah’ seperti tulisan;
"ِ‫"ا ْﻟ ِﻌ ﱠﺰ ُة ﷲ‬
artinya: “Kemulyaan hanyalah milik Allah”

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

ُ ‫ ُﳏ َ ﱠﻤﺪٌ َر ُﺳ‬:‫ َو َﻧ َﻘ َﺶ ﻓِ ِﻴﻪ‬،‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﱠاﲣ ََﺬ َﺧ َﺎﲤًﺎ ِﻣ ْﻦ ﻓِ ﱠﻀ ٍﺔ‬


.ِ‫ﻮل اﷲ‬ َ ‫َأ ﱠن َر ُﺳ‬

“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membuat cincin dari perak


dengan bertuliskan Muhammad Rasulullah.” [HR. al-Bukhari dan
Muslim]

٢٢
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

Disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah bahwa banyak dari


kalangan Ulama Salaf mengukir cincin-cincin mereka dengan tulisan yang
terdapat padanya lafazh ‘Allah’. [Lihat Fathul Bari 10/328]

Namun apabila dia mengukir Lafzhul Jalaalah pada cincinnya dalam


rangka mencari berkah, maka hal ini tidaklah disyariatkan.

Berkata asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah: “Adapun ukiran


Lafzhul Jalaalah pada cincin, jika memang karena nama pemiliknya
terkandung padanya lafazh Allah, misal saja namanya ‘Abdullah, maka hal ini
tidaklah mengapa. Sungguh pada cincin Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
tertulis padanya ‘Muhammad Rasulullah’. Adapun jika penulisannya hanya
Lafazh Allah, maka tulisan Lahzhul Jalaalah saja pada cincin atau yang
selainnya adalah kata yang tidak memiliki makna dan faedah, karena itu bukan
kalimat yang tersusun (dari beberapa kata) sehingga memberikan faedah (yang
bisa dipahami). Dan mayoritas orang yang mengukir hal tersebut (lafazh
‘Allah’ saja) tujuannya (tidak lain) hanyalah mencari berkah dengan nama
tersebut. Sedangkan mencari berkah dengan nama Allah dengan bentuk
seperti ini tidak ada asalnya dalam syariat, sehingga hal ini lebih dekat kepada
kebid’ahan daripada pembolehan”. [Fatawa Nurun ‘Alad Darbi]

PERHATIAN:
Cincin yang terdapat padanya ukiran gambar manusia atau hewan, maka
hal ini tidaklah diperbolehkan, karena hal ini masuk dalam hadits-hadits yang
menunjukkan larangan gambar makhluk hidup.
_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



23
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KESEPULUH

HUKUM MENGGERAK-GERAKKAN CINCIN KETIKA


BERWUDHU DAN MANDI JANABAH

Seorang yang memakai cincin ketika berwudhu atau mandi janabah ada
dua keadaan;
Keadaan Pertama: Apabila cincin yang dia pakai sempit, sehingga air
tidak dapat masuk ke celah-celah cincin dan membasahi kulit yang tertutup
cincin, maka pendapat Jumhur ulama adalah wajib baginya menggerakkan
cincinnya saat berwudhu atau mandi janabah agar air bisa masuk dan
membasahi kulit yang tertutup cincin.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah: “Al-Imam Ahmad ditanya,
‘orang yang berwudhu, apakah harus menggerak-gerakkan cincinnya?’, maka
beliau menjawab, ‘Jika cincinnya sempit, maka harus dia gerak-gerakkan,
namun jika cincinnya longgar dan air bisa masuk ke celah-celahnya, maka
sudah tercukupi.” [al-Mughni: 1/153]
Berkata an-Nawawi rahimahullah: “Berkata shahabat-shahabat kami
(para ulama Syafi’iyah), ‘Apabila pada jarinya ada cincin dan air tidak sampai
ke sela-sela cincin, maka wajib baginya mengantarkan air ke sela-sela cincin
dengan menggerak-gerakkannya atau melepasnya.” [al-Majmuu’:1/394]
Adapun ulama-ulama Malikiyah, mereka berbeda pendapat dengan
Jumhur ulama, dimana Malikiyah berpendapat bahwa tidak ada kewajiban
menggerak-gerakkan cincin disaat berwudhu walaupun cincinnya sempit.
Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat Jumhur ulama. Dalil
dalam masalah ini masuk dalam keumuman hadits Abu Hurairah, dimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

٢٤
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

ِ َ ِ ‫ﺖ إِ َﱃ اﻟﺼ َﻼ‬
َ ‫»إِ َذا ُﻗ ْﻤ‬
‫ ُﺛ ﱠﻢ ْاﺳ َﺘ ْﻘﺒِ ِﻞ ا ْﻟﻘ ْﺒ َﻠ َﺔ َﻓﻜ ْﱢ‬،‫ﻮء‬
«‫َﱪ‬ َ ‫ﺿ‬ُ ‫ﻮ‬
ُ ْ
‫ﻟ‬ ‫ا‬ ِ
‫ﻎ‬ ِ ‫ﺒ‬‫ﺳ‬ْ ‫ﺄ‬ َ
‫ﻓ‬ ‫ة‬ ‫ﱠ‬

“Apabila kamu ingin mendirikan shalat, maka sempurnakanlah


wudhumu, kemudian berdirilah menghadap kiblat, lalu bertakbir.”
[Muttafaqun ‘alaihi]

Pendapat ini dipilih asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah. Wallahu


a’lam.

Keadaan kedua: Apabila cincin yang dia pakai longgar dan air bisa
masuk ke sela-selanya dengan tanpa menggerak-gerakkan cincinnya, maka
sudah tercukupi sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Ahmad rahimahullah.

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



25
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

MASALAH KESEBELAS

HUKUM TUKAR CINCIN TUNANGAN DALAM ISLAM

Tukar cincin sudah biasa kita saksikan di saat-saat pernikahan, saat


tunangan atau lamaran. Padahal kalau kita mau melihat asal muasal budaya ini,
tidaklah lain merupakan budaya orang-orang kafir yang masuk ketengah-
tengah kaum muslimin. Ini merupakan salah satu bentuk fitnah terbesar yang
menimpa umat ini, dimana kaum muslimin mulai mencontoh budaya barat
dan dan meninggalkan siyar-siyar Islam. Fenomena ini terjadi barangkali
disebabkan karena ketidaktahuan mereka bagaiamana Islam menghukumi hal
ini atau barangkali sudah tahu hukumnya, namun hawa nafsu telah menguasai
mereka.

Mari kita lihat hal ini dalam kacamata Islam. Apakah hal tersebut
dibenarkan ataukah bahkan sebaliknya?
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
ِ ‫اﻟﺬ َﻫ‬
‫ﺐ‬ ‫َﳖَﻰ َﻋ ْﻦ َﺧﺎ َﺗ ِﻢ ﱠ‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-


laki)”. [Muttafaqun ‘alaihi].
Sudah dimaklumi bahwa asal suatu larangan adalah haram.

Dalam hadits Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu


‘alaihi wasallam bersabda:
ِ ‫َﺎث ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َو ُﺣ ﱢﺮ َم َﻋ َﲆ ُذﻛ‬
«‫ُﻮر َﻫﺎ‬ ِ ‫ﻹﻧ‬ِ ِ ‫اﳊ ِﺮ ُﻳﺮ‬
َْ ‫ﺐ َو‬ ‫» ُأ ِﺣ ﱠﻞ ﱠ‬
ُ ‫اﻟﺬ َﻫ‬

٢٦
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

“Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun
diharamkan bagi para pria.” [HR. Ahmad dan an-Nasaai. Dishahihkan
Syaikh al-Albani rahimahullah].
Ini dalil umum mengenai larangan perhiasan emas bagi pria.
Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Memakai emas haram
bagi kaum laki-laki, baik bentuknya cincin, kancing baju, kalung atau selain
dari itu.” [Majmu’ Rasail: 11/99]

Adapun untuk kaum wanita maka diperbolehkan sebagaimana


ditunjukkan hadits diatas dan juga berdasarkan kesepakatan para ulama.
Pembahasan ini telah kami sebutkan secara luas pada pertemuan pertama.

Bagaimana dengan hukum tukar cincin?


Jika tukar cincinnya dengan emas, maka masalahnya telah jelas bahwa
cincin emas haram bagi pria, tidak bagi wanita. Jika seandainya ada yang
bertukar cincin dengan cincin perak atau besi selain emas, apakah tidak
masalah?
Syaikh Bin Baz ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab: “Aku
tidak mengetahui budaya ini berasal dari syariat, sehingga lebih utama
ditinggalkan.” [Fatawa Ulama Baladul Haram. Hal. 50]

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai hukum cincin


pernikahan. Beliau rahimahullah menjawab, “Cincin nikah yang biasa
digunakan adalah emas. Padahal emas sama sekali tidak punya pengaruh bagi
yang mengenakannya. Sebagian orang yang mengenakan cincin pernikahan
ini terkadang membuat ukiran di emas tersebut dan diserahkan pada istrinya.
Begitu pula si istri diukir namanya di cincin dan diberikan pada suaminya.

27
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

Mereka meyakini bahwa tukar cincin semacam ini akan lebih merekat ikatan
cinta diantara pasangan suami istri. Dalam kondisi seperti ini, cincin
pernikahan bisa jadi haram karena cincin menjadi sandaran hati padahal hal
tersebut tidak dibolehkan secara syar’i maupun terbukti dari segi keilmiyahan.
Begitu pula tidak boleh menggunakan cincin nikah yang dikenakan oleh
pasangan yang baru dilamar, karena jika belum ada akad nikah, si wanita
belumlah menjadi istri dan belum halal baginya. Wanita tersebut bisa halal
bagi si pria jika benar-benar telah terjadi akad.” [al-Fatawa al-Jami’ah lil
Mar-ah al-Muslimah, Juz 3: 914-915]

Syaikh al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Adapun cincin tunangan,


maka ini bukanlah berasal dari budaya kaum muslimin. Ia dipakai saat akan
dilaksanakannya pernikahan. Tidak boleh memakai cincin tunangan karena
beberapa alasan;
1. Karena hal tersebut meniru tradisi kaum (kafir) yang tidak ada
kebaikannya sedikitpun. Ia adalah tradisi baru yang masuk ketengah-tengah
kaum muslimin, bukan dari tradisi umat Islam.
2. Hal tersebut jika disertai keyakinan bahwa dia memiliki pengaruh
terhadap hubungan suami istri, maka ini masuk dalam bentuk kesyirikan.
Tiada daya dan upaya kecuali milik Allah Ta’ala.” [Al-Muntaqa:5/336]

Dengan demikian jelaslah bahwa hukum memakai cincin tunangan


adalah haram, terlebih lagi jika cincin itu terbuat dari emas dan juga disertai
adanya keyakinan bahwa cincin itu memiliki pengaruh terhadap ikatan cinta
antara suami istri.

Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir wajib
baginya bertakwa kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan perkara-perkara
yang dilarang syariat. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada
٢٨
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

kita dan kaum muslimin agar senantiasa tunduk dan berjalan diatas bimbingan
al-Quran dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah (para
shahabat).

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



29
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

PENUTUP

Alhamduliilah, masalah demi masalah seputar hukum cincin menurut


pandangan Islam telah kami sebutkan. Sebagai penutup masih ada beberapa
masalah tentang seputar pembahasan kita ini yang akan kami sebutkan secara
ringkas sebagai tambahan faedah;
1. Hukum laki-laki memakai cincin sebagai perhiasan diri:
Banyak dari saudara-saudara kita memakai cincin, ternyata tujuannya
adalah berhias diri, agar kelihatan ganteng atau keren ketika memakai cincin.
Jumhur ulama berpendapat makruh, karena kebiasaan berhias diri adalah
kebiasaan para wanita, tidak sepantasnya bagi laki-laki melakukan demikian.
Ini adalah pendapat yang dipilih asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah.

2. Hukum menjadikan cincin sebagai mahar pernikahan:


Telah lewat bahwa tukar cincin dalam acara pertunangan atau
pernikahan bukanlah budaya Islam, bahkan ini merupakan budaya orang-
orang kafir yang masuk ketengah-tengah kaum muslimin. Adapun jika
menjadikan cincin sebagai mahar pernikahan, maka hukumnya boleh-boleh
saja, sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu
‘anhu, ia berkata:

ُ‫َﺖ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ا ْﻣ َﺮ َأ ٌة َﻓ َﻘﺎ َﻟ ْﺖ إِ ﱠﳖَﺎ َﻗﺪْ َو َﻫ َﺒ ْﺖ َﻧ ْﻔ َﺴ َﻬﺎ ﷲِ َوﻟ ِ َﺮ ُﺳﻮﻟ ِ ِﻪ َﺻ ﱠﲆ اﷲ‬ْ ‫َأﺗ‬
‫ َﻗ َﺎل" " َأ ْﻋﻄِ َﻬﺎ‬،!‫ َز ﱢو ْﺟﻨِ َﻴﻬﺎ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل َر ُﺟ ٌﻞ‬،"‫ﺎﺟ ٍﺔ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ " َﻣﺎ ِﱄ ِﰲ اﻟﻨ َﱢﺴﺎء ﻣ ْﻦ َﺣ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬،‫َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
‫ " َﻣﺎ َﻣ َﻌ َﻚ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬،‫ َﻓﺎ ْﻋﺘ ﱠَﻞ َﻟ ُﻪ‬،"‫ﻳﺪ‬ٍ ‫ " َأ ْﻋﻄِﻬﺎ و َﻟﻮ َﺧ َﺎﲤﺎ ِﻣﻦ ﺣ ِﺪ‬:‫ َﻗ َﺎل‬،" ُ‫ " َﻻ َأ ِﺟﺪ‬:‫ َﻗ َﺎل‬،"‫َﺛﻮﺑﺎ‬
َ ْ ً ْ َ َ ًْ
ِ ‫ " َﻓ َﻘﺪْ َزوﺟ ُﺘﻜَﻬﺎ ﺑِﲈ ﻣﻌ َﻚ ِﻣﻦ ا ْﻟ ُﻘﺮ‬:‫ َﻗ َﺎل‬،"‫ "ﻛ ََﺬا وﻛ ََﺬا‬:‫آن؟" َﻗ َﺎل‬
"‫آن‬ ِ ‫ِﻣﻦ ا ْﻟ ُﻘﺮ‬
ْ ْ َ َ َ َ ْ ‫ﱠ‬ َ ْ ْ

٣٠
FIQIH ISLAM SEPUTAR CINCIN

"Seorang wanita mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan


berkata bahwasanya, ia telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-
Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Maka beliau bersabda: "Aku tidak berhasrat
terhadap wanita itu." Tiba-tiba seorang laki-laki berkata, "Nikahkanlah aku
dengannya." Beliau bersabda: "Berikanlah mahar (berupa) pakaian padanya."
Laki-laki itu berkata, "Aku tidak punya." Beliau pun bersabda kembali,
"Berikanlah meskipun hanya berupa cincin besi." Ternyata ia pun tak punya.
Kemudian beliau bertanya, "Apakah kamu memiliki hafalan Al Quran?" laki-
laki itu menjawab, "Ya, surat ini dan ini." Maka beliau bersabda: "Aku telah
menikahkanmu dengan wanita itu, dengan mahar hafalan Al Quranmu."
[Muttafaqun ‘alaihi]

3. Zakat Cincin:
Apabila cincin telah mencapai nishab zakat, maka wajib baginya
mengeluarkan zakatnya.

4. Memakai cincin saat ihram:


Jumhur ulama berpendapat boleh-boleh saja, hukumnya seperti
memakai kaca mata dan jam tangan. Pendapat ini dipilih asy-Syaikh Bin Baz
rahimahullah.

5. Mengubur mayit dengan cincinnya:


Ini merupakan budaya orang-orang kafir, dimana mereka mengubur
jenazah dengan memberikan perhiasan kalung, jam tangan dan cincin
padanya. Jelas perbuatan seperti ini adalah perbuatan membuang harta dengan
sia-sia, hal ini dilarang dalam Islam. Tidaklah mayat dikubur kecuali bersama
dengan kain kafan yang menutupinya.

31
PEMBAHASAN HUKUM-HUKUM ISLAM SEPUTAR CINCIN

Semoga apa yang kami sampaikan banyak memberikan faedah ilmu bagi
para pembaca sekalian, dan terpenting dari ini adalah hendaknya setelah kita
memiliki ilmu, maka hendaknya kemudian mengamalkannya. Semoga Allah
Ta’ala senantiasa membimbing langkah dan perbuatan kita diatas al-Quran
dan Sunnah.

_Wallahul muwaffiq ilash Shawab_



Disusun oleh al-Faqir ilaa ‘Afwi Rabbihi


Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawi.
27 Syawal 1438 H/ 21 Juli 2017

٣٢

Anda mungkin juga menyukai