Anda di halaman 1dari 3

Modul 5

ETIKA JABATAN DAN ETIKA LEGISLATIF

Etika Jabatan

Penyelenggara Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara


Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, adalah Pejabat Negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

1) Adapun kewajiban penyelenggara negara sebagaimana tercantum dalam pasal 5, UU Nomor 28


tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme, yaitu: Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatannya;
2) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat;
3) Melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat;
4) Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
5) Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, tas, dan golongan;
6) Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak melakukan perbuatan tercela,
tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak
mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
7) Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam perkara
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada praktiknya pelaksanaan pelayanan publik kerap diwarnai penyimpangan oleh para administrator.
Alasannya pun beragam, namun menurut Nigro & Nigro (2012), setidaknya ada delapan motivasi yang
melatarbelakangi mengapa seorang penyelenggara negara melakukan perbuatan tidak etis atau
menyalahgunakan kewenangan, yaitu:

1) Tidak jujur
2) Berperilaku tidak etis
3) Tidak menghormati hukum
4) Tebang pilih dalam mengamini maksud legislative
5) Perlakuan tidak adil kepada pegawai
6) Tidak efisien dan tidak efektif
7) Menutup-nutupi kesalahan
8) Gagal memperlihatkan inisiatif

Etika yang Berdasar Pancasila

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia dalam berbaga hal. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mencerminkan
kehidupan budaya dan akhlak masyarakat Indonesia. Sila-sila Pancasila memiliki makna tesendiri dalam
kehidupan masyarakat dan menjadi pedoman hidup.
Dalam hal ini, Pancasila bukanlah pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis, melainkan
suatu sistem niai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma
hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam konteks kehidupan bernegara.

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika pemerintahan menuntut agar kekuasaan
dalam negeri dijalankan sesuai dengan:

1) Asas legalitas (legitimasi hukum).


2) Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3) Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral/ tidak bertentangan dengannya (legitimasi
moral).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarkan kepada kelima nilai Pancasila. Pada pelaksanaan
pemerintahan sangat diperlukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Seorang pemimpin harus
mampu menjadi pemimpin yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila agar dapat mengarahkan
rakyat ke arah yang lebih baik.

Etika Legislatif

Etika legislatif memunculkan keraguan dalam benak masyarakat. Karena tenryata, ketamakan dan
ambisi legislator tidak lebih sedikit daripada ketamakan dan ambisi orang lain yang menjalankan
kekuasaan politik dapat menghambat berlakunya etika dalam kehidupan public.

Dalam praktiknya, tuntutan etis dari peran legislator berbenturan dengan tuntutan umum etika. Etika
menuntut suatu perspektif umum. Tetapi legislator juga dituntut untuk mengawasi konstituen mereka
sendiri. Etika menuntut penilaian otonom, namun legislator juga diharapkan tunduk kepada keputusan-
keputusan elektoral. Etika memerlukan tindakan berdasarkan prinsip-prinsip publik, tetapi legislator
yang selau bertindak secara publik bisa bertindak secara tidak terlalu umum dan otonom.

Beberapa etika yang dapat kita temukan dalam kehidupan legislatif adalah sebagai berikut (Thompson,
2002):

1. Etika minimalis
Daya tarik dari etika minimalis yaitu mengharamkan hanya satu bidang kecil perilaku, dan
menentukan aturan-aturan yang relatif obyektif yang dapat diterima oleh legislator yang tidak
menyepakati moral fundamental dan nilai-nilai poltis. Etika ini tidak mendiktekan peran khusus
apapun atau teori politik substantif apapun yang karenanya anggota dewan harus bertindak.
Etika ini bicara soal kemungkinan konflik kepentingan dari anggota dewan terkait dengan
tugasnya, misalnya mendapatkan atau mencari untuk dari produk perundangan-undangan.
Sehingga, wujud darietika minimalisantara lain adanya kode etik bagi anggota dewan.
2. Etika fungsionalis
Tempat alamiah untuk mencari instruksi tentang peran legislator adalah dalam tradisi teori
politik, khususnya dalam teori perwalian (trustee) dan delegasi tentang representasi. Tradisi itu
menawarkan sumber terbaik untuk apa yang disebut basis fungsionalis bagi etika legislatif. Etika
tersebut mendefinisikan tugas-tugas legislator dalam lingkup fungsi mereka sebagai wakil
rakyat. Mereka yakin bahwa mereka berpikir seperti pikiran konstituen mereka, dan tidak
melihat pokok persoalan yang membedakan antara melaksanakan penilaian mereka sendiri dan
mengikuti keinginan konstituen
3. Etika rasionalis

Para rasionalis melandaskan etika legislatif pada prinsip hakiki tentang teori politik, seperti keadilan,
kebebasan, atau kebaikan bersama (bonum commune). Etika rasionalis lebih koheren dibanding
larangan-larangan dari etika minimalis. Prinsip-prinsip ini lebih tahan terhadap keanekaragaman yang
dimanifestasikan oleh resep-resep fungsionalis karena keabsahan mereka tidak terlalu tergantung pada
apa yang dilakukan oleh legislator lain, atau apa yang terjadi dalam sistem legislative.

Anda mungkin juga menyukai