Anda di halaman 1dari 6

TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS UNTUK SUMBER DAYA MANUSIA DALAM

BIDANG KESEHATAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Saat ini, sektor kesehatan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang semakin
kompleks. Selain harus beradaptasi dengan berbagai regulasi yang terkait dengan
pembangunan kesehatan, pada saat yang sama jug harus menyesuaikan dengan beberapa
perubahan strategis di bidang kesehatan dan menyelesaikan permasalahan kesehatan di era
desentralisasi. Salah satu perubahan lingkungan strategis nasional yang turut mempengaruhi
arah dan kebijakan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
Perencanaan dalam konteks manajemen merupakan upaya institusi untuk menentukan
tindakan yang tepat dengan menyediakan alternatif pilihan di masa mendatang melalui suatu
proses sistematis. Menurut Perry (1999), perencanaan di bidang kesehatan dikategorikan ke
dalam dua tipe. Tipe pertama adalah perencanaan aktivitas yang berkaitan dengan pengaturan
jadwal dan kerangka kerja yang bisa dipantau untuk implementasi sebelum aktivitas
dijalankan. Tipe kedua adalah perencanaan alokatif yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan terkait bagaimana sumber daya seharusnya dialokasikan agar efisien dan tepat
sasaran. Tipe perencanaan alokatif ini yang umumnya dipakai di bidang kesehatan. Konsep
ini diterjemahkan ke dalam kebijakan nasional perencanaan kebutuhan Sumber Daya
Manusia (SDM) Kesehatan oleh pemerintah sebagai rancangan sistematis pemenuhan dan
penempatan SDM Kesehatan (SDMK) berdasarkan jenis pelayanan dan fasilitas kesehatan

yang dibutuhkan dengan komposisi jenis dan jumlah yang sesuai (Kurniati, 2012).
Perencanaan SDMK yang tepat memungkinkan diketahuinya kapasitas kerja yang akurat agar
didapatkan keseimbangan antara tenaga dengan beban kerja (Hendrayanti, 2008).
Kondisi sumber daya manusia kesehatan di puskesmas saat ini diketahui belum
mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia, terutama
pada daerah 3T yaitu daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (Badan PPSDM Kesehatan,
2020). Subsistem sistem kesehatan nasional terdiri dari upaya kesehatan; penelitian dan
pengembangan kesehatan; sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan; serta pemberdayaan masyarakat. Salah satu dari tujuh
subsistem tersebut berperan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan adalah subsistem
sumber daya manusia kesehatan. Merupakan pengelolaan upaya pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan yang meliputi upaya perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia
kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (PP RI No72/2012). Sumber Daya
Manusia Kesehatan (SDMK) adalah tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan yang
terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan
(Badan PPSDM Kesehatan, 2020).
Indonesia menghadapi tantangan terkait transisi epidemiologi selama tiga dekade
terakhir. Dilihat dari beban penyakit (burden of diseases) yang diukur dengan Disability
Adjusted Life Years (DALYs) yaitu penyakit menular/KIA/gizi telah menurun dari 51,3%
pada tahun 1990 menjadi 23,6% pada tahun 2017, penyakit tidak menular naik dari 39,8%
pada tahun 1990 menjadi 69,9% pada tahun, serta cedera turun dari 8,9% pada tahun 1990
menjadi 6,5% pada tahun 2017. Indonesia mengalami beban ganda, di satu sisi PTM naik
dengan signifikan, namun masih dihadapkan pada penyakit menular yang belum tuntas.
Beban penyakit tersebut berdampak pada kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan primer, sekunder, dan tersier. Ancaman kesehatan lainnya adalah ancaman dalam
bentuk kimia, biologi, radio-nuklir, terorisme, penyakit zoonisus, dan penyakit yang baru
muncul (new emerging disease). Indonesia memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang
padat, hal tersebut menyebabkan terbukanya transportasi dari dalam maupun antar negara
yang dapat menyebabkan masuknya agen penyakit baru (Badan PPSDM Kesehatan, 2020).
Berdasarkan kondisi Indonesia dalam menghadapi transisi epidemiologi, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui apa saja tantangan dan isu strategis terhadap sumber saya manusia
kesehatan pada puskesmas di Indonesia.

METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kajian literatur. Penelitian ini
menggunakan data sekunder atau data yang berasal dari buku, artikel jurnal dan sumber
informasi lainnya. Peneliti melakukan pencarian informasi melalui Google, Google Scholar,
dan portal sumber informasi lainnya menggunakan kata kunci yang berkaitan dengan topik
penelitian, yaitu “Sumber Daya Manusia Kesehatan”, “Tantangan”, dan “Isu strategis”.

PEMBAHASAN
1. Kualitas SDM Kesehatan
Hasil Risnakes memperlihatkan bahwa kondisi SDMK puskesmas di Indonesia dianggap
masih kurang (82,5%), hanya 12,7% yang menyatakan bahwa kondisi ketenagaan di
puskesmasnya telah sesuai. Hal yang sama juga terjadi di rumah sakit di mana kondisi
SDMK RS masih kurang sebesar 56,6% sedangkan yang menyatakan telah sesuai hanya
sebesar 38,9%. Di tingkat nasional perencanaan SDMK menjadi salah satu masalah strategis
yang diangkat dalam Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2012; pelaksanaannya dinilai masih
lemah dan belum didukung dengan tersedianya sistem informasi terkait SDMK yang

memadai (Peraturan Presidan, 2012). Sesuai dengan Permenkes No. 33 Tahun 2015, rencana
kebutuhan SDMK dibuat untuk melihat kebutuhan pada masing- masing level pemerintahan,

baik dari segi jumlah, jenis, mutu, kualifikasi dan sebarannya (AIPHSS, 2015). Hasil dari
Risnakes menunjukkan bahwa tidak semua fasilitas pelayanan kesehatan menyusun
kebutuhan SDMK, hanya 79,8% puskesmas dan 83,2% rumah sakit yang telah
melakukannya.
Dalam Permenkes No. 33 Tahun 2015, perencanaan kebutuhan dilakukan melalui dua

metode: (1) berdasarkan pendekatan institusi yang menggunakan Analisis Beban Kerja
(ABK) dan standar ketenagaan minimal untuk keperluan perencanaan tahunan; dan (2)
berdasarkan wilayah yang menggunakan data rasio tenaga kesehatan berbanding penduduk
untuk kepentingan perencanaan jangka menengah. Selain itu juga ditekankan mekanisme
penyusunan kebutuhan SDMK melalui perencanaan berjenjang mulai dari pemerintah daerah
sampai ke pemerintah pusat. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 14 ayat 2, di mana perencanaannya diawali
dari instansi kesehatan, kemudian direkapitulasi oleh kabupaten/kota untuk disampaikan

kepada pemerintah pusat melalui provinsi (AIPHSS, 2016). Pada pelaksanaannya di


lapangan, mekanisme pengusulan secara bottom-up nyatanya belum disertai dengan
pemahaman merata mengenai keseluruhan tahapan perencanaan SDMK hingga level
pengambil kebijakan teknis (Hendrayanti, 2008; Beswick, 2010; Rakhmawati, 2016).
2. Tantangan SDMK di Indonesia
a. Ketersediaan dan distribusi SDMK
Jumlah SDM Kesehatan di indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data yang terdapat dalam Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI diketahui bahwa per 31 Desember 2021 diketahui bahwa SDM
Kesehatan yang diberdayakan di fasilitas kesehatan sebanyak 1.971.735 orang yang terdiri
atas 623.967 tenaga laki-laki dan 1.347.733 tenaga perempuan. Meskipun jumlah SDM
Kesehatan di indonesia terus mengalami peningkatan namun jumlah tersebut belum mampu
mencukupi kebutuhan SDM Kesehatan disemua fasilitas kesehatan yang ada. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya hanya 48,86 % total puskesmas yang memiliki 9 jenis tenaga
kesehatan sesuai standar kemudian 4,98% puskesmas tidak memiliki jumlah dokter yang
cukup. mayoritas puskesmas-puskesmas tersebut didominasi oleh puskesmas di wilayah
indonesia timur sehingga menunjukkan adanya disparitas yang cukup tinggi.
Selain itu juga masih kurangnya SDM Kesehatan di bidang promotif dan preventif
dibandingkan bidang kuratif dan rehabilitatif seperti tenaga kesehatan masyarakat, gizi,
sanitarian dan penyuluh kesehatan (SISDMK, 2022). Berdasarkan data SISDMK Badan
PPSDM Kesehatan, jumlah puskesmas dengan jenis tenaga kesehatan sesuai standar sejumlah
3.965 puskesmas (Badan PPSDM Kesehatan, 2020). Dalam ketersediaan SDM kesehatan
untuk upaya kesehatan masyarakat, diketahui terdapat 24% puskesmas tanpa tenaga
kesehatan masyarakat; 30,2% tanpa tenaga kesehatan lingkungan. Kurangnya ketersediaan
SDM berkaitan erat dengan kurangnya pengadaan jenis pendidikan tenaga kesehatan di
institusi pendidikan dengan kebutuhan tenaga kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu, perlu
adanya keseimbangan jenis penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan dengan
perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan agar dapat terselenggara pelayanan kesehatan yang
sesuai standar.
b. Task Shifting Dan Multitasking
Pengalihan tugas atau task shifting merupakan proses pengalihan tugas dari SDM
kesehatan yang mempunyai kualifikasi lebih tinggi kepada SDM kesehatan dengan
kualifikasi dibawahnya. Aturan mengenai task shifting di Indonesia tercantum dalam
Permenkes Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran serta Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Task shifting
dapat diberikan kepada perawat, bidan, dan SDM kesehatan lainnya secara tertulis di bawah
pemberi pelimpahan. Task shifting dapat mengakibatkan penanganan pasien dalam hal
diagnosis dan pengobatan dilakukan oleh SDM kesehatan yang tidak memiliki wewenang
dan kompetensi dalam menangani pasien.
Sedangkan multitasking adalah penugasan ganda yang dilakukan oleh SDM kesehatan
yang mengerjakan tugas di luar latar belakang pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.
Hampir seluruh provinsi memiliki puskesmas dengan penugasan yang berbeda dengan latar
belakang pendidikan dan kompetensi SDM kesehatan. Umumnya penugasan ganda dilakukan
pada bidang manajemen seperti bendahara puskesmas, administrasi kepegawaian, serta
pencatatan dan pelaporan. Penugasan ganda terjadi karena kurangnya SDM kesehatan yang
bertugas di puskesmas. Sebagian besar puskesmas menyatakan bahwa SDM kesehatan yang
melakukan multitasking pernah mendapat pelatihan di bidang manajemen, namun tidak
dilakukan secara berkala. SDM kesehatan yang melakukan task shifting maupun multitasking
mendapatkan insentif berupa tambahan honor & jasa kapitasi.

KESIMPULAN
Secara garis besar tantangan dan isu strategis sumber daya manusia kesehatan
puskesmas di Indonesia meliputi ketersediaan dan distribusi SDM kesehatan; kualitas SDM
kesehatan; serta task shifting dan multitasking. Kurangnya ketersediaan SDM kesehatan di
puskesmas berkaitan erat dengan kurangnya pengadaan jenis pendidikan tenaga kesehatan
dengan kebutuhan tenaga kesehatan di masyarakat. Selain masalah tersebut, maldistribusi
SDM kesehatan juga terjadi pada berbagai daerah di Indonesia karena tidak adanya aturan
mengenai pengangkatan maupun penempatan bagi lulusan institusi pendidikan tinggi bidang
kesehatan serta tidak memadainya insentif bagi SDM kesehatan.
Tantangan terkait kualitas SDM kesehatan dapat dilihat dari kualitas institusi
pendidikan tinggi bidang kesehatan. Penjaminan mutu institusi pendidikan tinggi bidang
kesehatan dapat dilakukan dengan akreditasi. Sedangkan untuk menjamin mutu mahasiswa
lulusan bidang kesehatan dilakukan dengan uji kompetensi secara nasional. Semakin baik
nilai akreditasi, semakin tinggi nilai uji kompetensinya, dan semakin banyak jumlah tenaga
kesehatan yang lulus uji kompetensi. Tantangan lainnya terkait SDM kesehatan adalah
adanya task shifting (pengalihan tugas) dan multitasking (penggandaan tugas). Baik task
shifting maupun multitasking terjadi karena kurangnya SDM kesehatan di puskesmas. Task
shifting dapat mengakibatkan penanganan pasien dilakukan oleh SDM kesehatan yang tidak
memiliki wewenang dan kompetensi dalam menangani pasien. Berdasarkan tantangan dan isu
strategis tersebut perlu adanya kebijakan terkait pemenuhan SDM kesehatan. Kebijakan
tersebut antara lain harus mengatur masa bakti, insentif, dan pengembangan karir SDM
kesehatan agar tidak ada lagi permasalahan terkait sumber daya manusia kesehatan pada
puskesmas di Indonesia.

REFERENSI

AIPHSS. Permenkes RI No 33 Tahun 2015: Kunci Harmonisasi dan Sinkronisasi antar


Bidang dan antar Level Pemerintahan dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan SDM
Kesehatan.2015. Tersedia pada: http// aiphss.org/id/id-permenkes-ri-no-33-tahun-
2015-kunci-harmonisasi-dan-sinkronisasi- antar-bidang-dan-antar-level-pemerintahan-
dalam-penyusunan-rencana-kebutuhan-sdm- kesehatan/.

AIPHSS. 2016a. Mengembangkan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan untuk


Mendukung Tercapainya Jaminan Kesehatan Nasional dan Tujuan Pembangunan
Kesehatan. Tersedia pada:http://aiphss.org/id/national-workshop- on-health -workforce-
development-2/.

Badan PPSDM Kesehatan. 2020. Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2020-2024 [Ebook].
https://e-renggar.kemkes.go.id/file2 018/e-performance/1-258490-4tahu nan-575.pdf.

Beswick S, Hill PD AM. 2010. Comparison of Nurse Workload Approaches. J Ners Manag.
Jul;18(5)592-8. https://doi.org/10.1111/j.1365- 2834.2010.01124.x

Hendrayanti E. 2008. Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Perencanaan Kebutuhan SDM. J
Univ Islam 45 Bekasi Paradigma; 19(01). Tersedia pada: http//www.ejournal unisma.ne
t/ojs/index.p hp/paradigma/article/ viewFile/111/106.

Kurniati A dan E. 2012. Kajian SDM Kesehatan di Indonesia. Jakarta Salemba Med 166 hlm.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional. 17 Oktober 2012. Jakarta.

th
Perry, R.H. and Green, D.W., 1999, Perry’s Chemical Engineers' Handbook, 7 edition,
McGraw Hill Book Company, Singapore

Rakhmawati, F. 2016. Rustiyanto E.Analisis Kebutuhan Petugas Rekam Medis Berdasarkan


Beban Kerja di Instalasi Rekam Medis RS Aisyiah Muntilan. J Kesehat
Vokasional;1(1):1-8. https:// doi.org/10.22146/jkesvo.27446

Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) Kemenkes RI. dalam website
https://sisdmk.kemkes.go.id/informasi_nakes yang diakses pada 1 Maret 2024.

Anda mungkin juga menyukai