3, Desember 2019
https://doi.org/10.22435/jpppk.v3i3.2657
Abstrak
Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun
2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan SDMK, belum berjalan baik. Tujuan studi ini adalah
menilai kegiatan perencanaan kebutuhan SDMK yang berbasis bukti di kabupaten/kota. Berdasarkan temuan
yang diperoleh dalam studi ini diharapkan dapat menjadi masukan kebijakan dalam proses perencanaan
kebutuhan SDMK. Metode kajian ini berupa studi literatur terhadap luaran Riset Ketenagaan di Bidang
Kesehatan (Risnakes), hasil-hasil penelitian yang relevan, kepustakaan dan dokumen-dokumen terkait
perencanaan SDMK, baik di tingkat nasional maupun daerah. Analisis data dari hasil studi literatur dibuat
menggunakan tematik analisis. Pengembangan subtema yang ditetapkan dalam tematik analisis difokuskan
untuk menggali permasalahan pada aspek input, proses, dan output dari pelaksanaan perencanaan kebutuhan
SDMK pada kabupaten/kota di Indonesia. Hasil kajian memperlihatkan, permasalahan perencanaan kebutuhan
SDMK pada input meliputi kebijakan pemerintah daerah dan manajemen ASN yang kompleks, kompetensi
tenaga perencana yang rendah, dukungan pembiayaan yang minim, serta pemanfaatan data dan sistem
informasi yang belum optimal. Permasalahan pada proses mencakup belum dipahami dan dilaksanakannya
penyusunan kebutuhan SDMK secara tepat. Permasalahan pada output adalah kesenjangan SDMK terkait
kecukupan jumlah dan jenis tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Menyikapi hal tersebut,
pemerintah daerah sebaiknya melakukan perencanaan kebutuhan SDMK berbasis bukti, sehingga dokumen
perencanaan mampu memproyeksikan kebutuhan SDMK yang sesuai dengan situasi kesehatan terkini.
Abstract
Planning for human health resources (HRK) based on Permenkes No. 33 of 2015 concerning Guidelines for
the Preparation of HRH Needs Plans, has not gone well. The purpose of this study is to assess the evidence-
based HR planning activities in the district / city. Based on the findings obtained in this study it is expected to be
a policy input in the HRH needs planning process. The method of this study is in the form of a literature study
of Workforce Research on Health Sector (Risnakes), relevance research results, literature and documents
related to HRH planning both at national and regional levels. Data analysis of the results of the literature study
was made using thematic analysis. The development of subthemes set in the thematic analysis is focused on
exploring issues in the aspects of input, process, and output from the implementation of HRH needs planning
in districts / cities in Indonesia. The results of the study show that HRK needs planning problems in the input
include complex regional government and ASN management policies, low competency of planning personnel
and lack of financial support and lack of optimal use of data and information systems. Problems in the process
include not yet understood and implemented the preparation of HRH needs appropriately. The problem with
182
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
outputs is the gap in HRH related to the adequacy of the number and type of health workers at the municipal
district level in Indonesia. In response to this, local governments should plan evidence-based HRH planning,
so that planning documents are able to project HRH needs in accordance with the current health situation.
Keywords: Human Resources for Health (HRH), HRH planning, HRH Need
183
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
184
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
185
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
Tabel 2. Penyusunan Perencanaan Kebutuhan SDMK di Puskesmas dan Rumah Sakit, Risnakes 2017
Menyusun Menyusun
Kebutuhan SDMK Jumlah Kebutuhan SDMK
Jumlah
No Provinsi Rumah
Puskesmas Ya Tidak Ya Tidak
Sakit
(%) (%) (%) (%)
1 Aceh 340 61,8 38,2 62 75,8 24,2
2 Sumatera Utara 571 61,5 38,5 158 64,6 35,4
3 Sumatera Barat 264 88,3 11,7 54 88,9 11,1
4 Riau 212 77,4 22,6 66 74,2 25,8
5 Jambi 176 80,7 19,3 31 90,3 9,7
6 Sumatera Selatan 322 90,4 9,6 61 90,2 9,8
7 Bengkulu 179 76,5 23,5 21 76,2 23,8
8 Lampung 291 90,0 10,0 60 83,3 16,7
9 Kep, Bangka Belitung 62 96,8 3,2 17 100,0 0,0
10 Kep, Riau 72 88,9 11,1 23 78,3 21,7
11 DKI Jakarta 314 47,8 52,2 167 87,4 12,6
12 Jawa Barat 1050 93,1 6,9 290 79,0 21,0
13 Jawa Tengah 875 95,4 4,6 270 87,8 12,2
14 DI Yogyakarta 121 100,0 ,0 70 90,0 10,0
15 Jawa Timur 960 95,2 4,8 327 87,8 12,2
16 Banten 233 86,7 13,3 87 88,5 11,5
17 Bali 120 100,0 ,0 51 90,2 9,8
18 Nusa Tenggara Barat 158 89,2 10,8 28 82,1 17,9
19 Nusa Tenggara Timur 371 64,4 35,6 45 88,9 11,1
20 Kalimantan Barat 238 82,4 17,6 43 79,1 20,9
21 Kalimantan Tengah 195 80,0 20,0 20 85,0 15,0
22 Kalimantan Selatan 230 87,4 12,6 34 88,2 11,8
23 Kalimantan Timur 174 79,3 20,7 44 84,1 15,9
24 Kalimantan Utara 46 78,3 21,7 7 71,4 28,6
25 Sulawesi Utara 186 69,4 30,6 38 94,7 5,3
26 Sulawesi Tengah 189 77,2 22,8 26 84,6 15,4
27 Sulawesi Selatan 448 88,4 11,6 83 80,7 19,3
28 Sulawesi Tenggara 268 68,3 31,7 27 81,5 18,5
29 Gorontalo 93 92,5 7,5 13 69,2 30,8
30 Sulawesi Barat 94 76,6 23,4 9 77,8 22,2
31 Maluku 198 50,5 49,5 26 76,9 23,1
32 Maluku Utara 127 48,8 51,2 17 70,6 29,4
33 Papua Barat 150 56,0 44,0 16 81,3 18,8
34 Papua 372 37,4 62,6 33 75,8 24,2
INDONESIA 9.699 79,8 20,2 2.324 83,2 16,8
186
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
dari instansi kesehatan, kemudian direkapitulasi dipersepsikan daerah sebagai independensi dalam
oleh kabupaten/kota untuk disampaikan kepada mengelola wilayah administratifnya. Sesuai
pemerintah pusat melalui provinsi.13 Pada dengan peraturan perundang-undangan mengenai
pelaksanaannya di lapangan, mekanisme pengusulan pemerintah daerah, yakni UU Nomor 2 tahun 2014,
secara bottom-up nyatanya belum disertai dengan penanganan bidang kesehatan menjadi salah satu
pemahaman merata mengenai keseluruhan tahapan urusan wajib yang kewenangannya sudah diserahkan
perencanaan SDMK hingga level pengambil kepada pemerintah daerah provinsi. Transfer
kebijakan teknis.2,7,14 kewenangan yang diserahkan meliputi sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
Pembahasan aspek kepegawaian. Dengan demikian, pengelolaan
Dalam setiap tahapan perencanaan termasuk perencanaan SDMK saat ini praktis
dijumpai kendala dan kesulitan pelaksanaan sebagai menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
tantangan dari implementasi perencanaan SDMK provinsi. Sementara pembangunan kesehatan
yang meliputi input, proses, dan output. dengan sejumlah sasaran strategisnya memiliki
a. Kebijakan tantangan kompleks yang tidak memungkinkan
Kebijakan terkait formasi SDM aparatur untuk diatasi sendirian oleh Kementerian Kesehatan
diatur secara terpusat, di mana Kementerian tanpa sokongan di tingkat daerah. Pada akhirnya
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat
Kepegawaian Negara, dalam proses penetapan dan daerah menjadi tak terelakkan.1
formasi, berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Acuan jumlah tenaga kesehatan di fasilitas
Daerah (BKD). Oleh karena itu BKD memiliki pelayanan kesehatan tertuang dalam Keputusan
kekuatan lebih besar dibandingkan institusi lainnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 75
di daerah dalam menentukan alokasi kuota yang tahun 2004 tentang pedoman perhitungan kebutuhan
diberikan oleh Pusat. Perbedaan kewenangan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka
dalam pengusulan dan persetujuan formasi tenaga penyusunan formasi PNS. Kepmenkes tersebut
kesehatan menjadi faktor yang menyebabkan adanya memastikan rencana kebutuhan SDMK yang disusun
kesenjangan antara usulan yang disampaikan dan telah sesuai dengan kebutuhan nyata organisasi,
formasi yang akhirnya ditetapkan dalam hal jumlah, baik dari segi jumlah, mutu, kualifikasi, maupun
jenis, distribusi, dan kualifikasi. Gambaran kasus sebarannya.16 Namun, lahirnya agenda reformasi
yang terjadi, hasil yang ditetapkan seringkali tidak birokrasi berimplikasi terhadap perombakan yang
sesuai dengan kebutuhan riil yang diajukan oleh relatif masif terhadap manajemen SDM aparatur
fasilitas kesehatan.6 Selain itu, adanya sejumlah nasional. Upaya harmonisasi antar kementerian
kebijakan nasional dalam hal pemenuhan ketenagaan dan lembaga terkait dalam menjembatani sejumlah
menjadi tantangan tersendiri. Salah satu kebijakan perbedaan kebijakan menjadi esensial termasuk
yang menjadi tantangan yaitu kebijakan moratorium di dalamnya mengenai sistem, metode, dan unsur-
pengangkatan CPNS, padahal kebutuhan akan unsur dalam perhitungan kebutuhan SDM. Oleh
tenaga kesehatan menjadi isu yang mendesak. karena perencanaan SDMK tidak dapat dipisahkan
Proyeksi peningkatan kebutuhan SDMK trennya dari kerangka besar manajemen SDM aparatur
terus meningkat seiring dengan lahirnya program- nasional, maka metode penyusunan kebutuhan perlu
program penguatan upaya kesehatan, salah satunya disempurnakan untuk mengakomodasi penyesuaian
diperlihatkan dalam sebuah studi di Sumatera Utara kebijakan yang disepakati melalui Permenkes No.
di mana perkiraan kebutuhan tenaga kesehatan pada 33 Tahun 2015.5
tahun 2015 menjadi dua kali lipat dibandingkan
kebutuhan pada 2010.15 b. Kompetensi Tenaga Perencana
Pemberlakuan otonomi daerah tahun 1999 Isu penting yang turut menjadi ancaman
menyebabkan lompatan perubahan yang signifikan dalam perencanaan SDMK adalah rendahnya
dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia. kemampuan tenaga perencana, baik di tingkat
Penerapan asas dekonsentrasi dan desentralisasi pusat maupun daerah. Sebuah studi di Kabupaten
187
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
Muaro Jambi mengungkapkan, tidak ada tenaga lipatnya. Kenaikan ini merupakan konsekuensi
perencana khusus yang memiliki keahlian dalam dari kebijakan daerah dalam upaya pemerataan
penyusunan rencana kebutuhan SDM di lingkungan tenaga kesehatan. Hal ini menjadi tantangan
puskesmas karena ketiadaan pendidikan dan tersendiri dikarenakan keterbatasan anggaran
pelatihan yang sesuai.17 Dalam tataran aplikatif di untuk melakukan rekruitmen dan pengadaan tenaga
lapangan, tahapan inventarisasi yang dilaksanakan kesehatan.15 Ketiadaan pembiayaan yang memadai
dalam perencanaan kebutuhan oleh pemerintah menyebabkan pelaksanaan tahapan-tahapan dalam
Kota Pekanbaru, sebagai contoh, hanya sebatas penyusunan rencana kebutuhan SDMK tidak
melakukan pendataan jumlah tenaga. Akibatnya, berjalan secara optimal dan komprehensif, terutama
asupan pemetaan kebutuhan hanya berdasarkan dalam hal proses pengumpulan data.21 Menurut
pertimbangan jumlah dan kualifikasi. Begitupun Hapsara dalam Guspianto (2012), ketidak tersediaan
dalam hal metode yang digunakan belum baku dan anggaran mendeskripsikan rendahnya atensi dalam
tidak mengikuti kaidah yang jelas.18 Hasil penelitian bentuk dukungan sumber daya bagi pengembangan
lainnya di RS mengungkapkan fakta bahwa SDMK, terutama di tingkat daerah.20
perencanaan kebutuhan didasari persepsi kebutuhan
dari setiap kepala instalasi, bukan sebagai proses d. Pemanfaatan Data dan Sistem Informasi
bisnis yang sudah terukur dan terproyeksi mengikuti Kendala proses perencanaan yang memakan
perubahan visi dan tuntutan organisasi. waktu, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan
Tenaga perencana SDMK idealnya mampu kewenangan yang dimiliki oleh dinas kesehatan
menginventarisasi data dari berbagai instansi, provinsi dalam rangkaian proses perekrutan tenaga
kemudian menganalisisnya sesuai opsi metode di daerah menyebabkan minimnya minat untuk
perencanaan agar dihasilkan dokumen perencanaan melakukan perencanaan yang sesuai kaidah.6
kebutuhan SDMK yang dapat dipertanggung- Sayangnya, informasi ketenagaan di Indonesia
jawabkan. Analisis tersebut meliputi kesenjangan belum terakomodasi dalam sebuah sistem informasi
antara ketersediaan dan kebutuhan, proyeksi kesehatan yang terintegrasi untuk menunjang
kebutuhan dalam jangka waktu tertentu, serta peta efisiensi pekerjaan perencana. Sebagai contoh yang
distribusi SDMK berbasiskan wilayah. Komitmen terjadi di lingkungan Dinas Kesehatan Muaro Jambi,
pemerintah daerah juga dinilai belum optimal di mana informasi kepegawaian masih dilaporkan
dalam hal fasilitasi peningkatan kapasitas tenaga secara manual, sehingga kejadian sejumlah mobilitas
perencana tersebut. Hal ini dalam perspektif lebih tenaga (pindah atau mutasi) luput dari pencatatan.20
luas, akan menghambat jalannya organisasi karena Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ilyas
kebutuhan jenis dan jumlah SDM kesehatan yang (2013), di mana penyusunan perencanaan kebutuhan
dibutuhkan tidak bisa dihitung dengan akurat.19 SDMK di daerah seringkali tidak lengkap, tidak
Hapsara dalam Guspianto (2012) mengungkapkan, adekuat dan akurat, tidak terolah secara sistematis
isu krusial dalam perencanaan pembangunan dan dan kurang terdokumentasi dengan baik, sehingga
pengembangan SDMK adalah kapasitas perencana dalam proses penyusunannya menemui kesulitan
kebijakan dan program SDMK yang masih lemah.20 dalam mencari formula yang tepat.17 Permasalahan
lainnya yang muncul adalah komitmen untuk
c. Pembiayaan memanfaatkan sistem informasi yang ada sebagai
Salah satu permasalahan yang menjadi bahan perencanaan SDMK dan pengambilan
kendala dalam perencanaan SDMK adalah keputusan. Implementasi di lapangan, data yang
kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam terekam dalam sistem informasi yang dibangun
memberikan dukungan anggaran dalam peningkatan masih belum didayagunakan secara optimal oleh
kapasitas tenaga perencana maupun tindak lanjut seluruh pemangku kebijakan perencanaan SDMK.
terhadap dokumen perencanaan kebutuhan SDMK. Umumnya pemanfaatan baru dilakukan oleh divisi
Perkiraan kebutuhan SDMK di provinsi Sumatera atau bidang yang membangun sistem informasi
Utara pada tahun 2015 bila dibandingkan dengan tersebut.22
tahun 2010, rata-rata naik sebanyak dua kali
188
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
Salah satu implikasi negatif dari kebijakan secara tepat. Titik kritis proses yang masih lemah
desentralisasi adalah putusnya sistem informasi dari salah satunya adalah pelaksanaan analisis jabatan
level daerah ke pusat, termasuk dalam hal informasi (job analysis), di mana seringkali bergantung
tenaga kesehatan. Konsekuensi dari prinsip otonomi pada kebijakan organisasi semisal kecenderungan
tersebut, daerah merasa tidak lagi berkewajiban prioritas pada tenaga medis tertentu saja. Saat ini
untuk melaporkan data tenaga kesehatan ke level perhitungan kebutuhan dengan metode WISN
pemerintahan pusat. Akibatnya, asupan data bagi dianggap sebagai standar emas, yang diyakini dapat
perencanaan tenaga kesehatan nasional tidak menggambarkan beban kerja secara akurat. Ratio
didukung kecukupan data yang akurat.1 Dalam situasi WISN dapat menjadi ukuran pengganti (proxy)
lemahnya kualitas perencanaan kebutuhan SDM bagi tekanan kerja yang dihadapi SDM dalam
kesehatan akibat ketiadaan informasi pendukung, aktivitas kerja sehari-hari. Pada situasi rasio WISN
alih-alih terus mencari model perencanaan yang yang lebih kecil dari satu, menggambarkan adanya
tepat, lebih penting mengedepankan komitmen inefisiensi pemborosan tenaga yang berimplikasi
untuk mengalokasikan investasi sumber daya pada kepada kelebihan beban kompensasi kepada
perbaikan kualitas data dan sistem informasi.23 Hal pegawai.24 Hasil perhitungan kebutuhan SDM
ini secara otomatis akan mempermudah pemerintah dengan berbasis metode dan bukti ilmiah diharapkan
dalam mengidentifikasi kebutuhan SDMK dapat memproyeksikan ketersediaan SDMK di
berdasarkan kebutuhan jenis pelayanan, kompetensi masa mendatang secara akurat. Proyeksi dilihat
tenaga kesehatan dan situasi lingkungan yang berdasarkan jumlah ketersediaan dan asal tenaga
spesifik. kesehatan saat ini serta aliran masuk dan keluarnya.
Dalam konteks budaya kerja saat ini, Hal ini berguna untuk memproyeksikan jumlah
teknologi yang mendukung pelaksana kerja diakui SDMK yang dibutuhkan di masa depan, sehingga
sebagai salah satu dari tiga pilar utama dalam masyarakat dapat terus mengakses pelayanan
mencapai kinerja SDM yang optimal.2 Perencanaan kesehatan dan mendapatkan manfaatnya.25
SDMK tentunya tidak terlepas dari dukungan data Isu kebijakan, baik kesehatan maupun
dan informasi SDMK. Dalam proses penyusunannya nonkesehatan, dinilai turut berkontribusi terhadap
diperlukan sumber informasi beragam dari dalam perkembangan kebutuhan SDMK. Contoh muatan
maupun luar sektor kesehatan sesuai metode kebijakan dalam bidang kesehatan yang turut
perencanaan kebutuhan yang akan diadopsi. memengaruhi antara lain penetapan prioritas dan
Data-data yang dinilai penting di antaranya data parameter baru terkait kesehatan. Sementara itu,
institusi dan fasilitas kesehatan, data ketersediaan isu pendidikan, ketenagaan, dan pengembangan
SDM menurut jumlah maupun jenis, data jumlah wilayah diyakini membawa pengaruh tidak
penduduk, gambaran demografi dan geografi, langsung dari sektor nonkesehatan. Hal tersebut
dan data epidemiologis, seperti kasus penyakit dibuktikan pada penelitian mengenai ketersediaan
endemik.20 tenaga di FKTP pada 4 provinsi di pulau Jawa, di
mana diakui terdapat perubahan perencanaan SDM
e. Pelaksanaan Metode Perhitungan Kebutuhan antara sebelum dan sesudah pemberlakuan Jaminan
Proses perencanaan SDMK yang berjalan Kesehatan Nasional.26
pada institusi kesehatan di Indonesia secara umum
telah mempergunakaan metode spesifik, seperti f. Kebutuhan SDM Kesehatan
analisis beban kerja dengan memperhatikan standar- Situasi pada level institusi, yang menjadi
standar yang telah ditetapkan pemerintah. Sebagai isu utama kesenjangan adalah terdapat perbedaan
contoh, pada perencanaan di RS dituntut untuk cakupan tenaga dalam hal kecukupan jumlah,
memenuhi persyaratan akreditasi RS dalam hal retensi, keahlian, dan kepuasan kerja antara fasilitas
penentuan jumlah dan spesifikasi tenaga. Akan tetapi pelayanan kesehatan favorit dengan nonfavorit.
dalam hal keseluruhan pelaksanaan, ditemukan Selain itu, isu gender nyatanya juga memiliki
masih ada prinsip-prinsip yang belum diadopsi kaitan dengan situasi SDMK, di antaranya berupa
189
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
190
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
191
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 3, Desember 2019
https://doi.org/10.1186/s12960-016-0155-2. https://doi.org/10.1186/s12960-018-0336-2.
24. Sari F.,Hatta M. Analisis Perencanaan 26. Mujiati, Yuniar Y. Ketersediaan Sumber Daya
Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan Manusia Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
(Tenaga Analis) Berdasarkan Beban Kerja Tingkat Pertama dalam Era Jaminan Kesehatan
dengan Metode Workload Indicators of Staffing Nasional di Delapan Kabupaten-Kota di
Need (WISN) di Puskesmas Keperawatan Indonesia. Tersedia pada: http//ejournal.
Sebeleat Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/
Tahun 2016. J Kesehat STIKES Prima Nusant download/4827/4644 201210. 2016;
Bukittingggi.2017;8(1):27-32. http://dx.doi. 27. Zurn P., Dal Poz, M.R., Stilwell, B.et al.
org/10.35730/jk.v8i1.279.g330. Imbalance in the health workforce. BioMed Cent
25. Pagaiya N, Phanthunane P, Bamrung A, Noree Hum Resour Heal. 2004;2(13):1-12. https://
T, Kongweerakul K. Forecasting imbalances of doi.org/10.1186/1478-4491-2-13.Tersedia
human resources for health in the Thailand health pada: http//www.human-resources-health.com/
service system: application of a health demand content/2/I/I3. 2004;
method. Hum Resour Health. 2019;17(1):1–13.
192