Anda di halaman 1dari 4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang menurut Daulay ada dua yaitu:

a. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang sering dijumpai adalah: leukopenia, limfopeni,
trombositopeni dan peningkatan kadar aminotransferase. Di Thailand peningkatan risiko
kematian berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit, limfosit, dan trombosit.
b. Radiologi
Kelainan radiologi pada Avian Influenza berlangsung sangat progresif dan terdiri dari
infiltrate yang difus dan multifocal, infiltrate pada interstisial dan konsolidasi pada
segmen atau lobus paru dengan air bronchogram. Kelainan radiologi biasanya dijumpai 7
hari setelah demam. Efusi pleura jarang dijumpai, data mikrobiologi yang terbatas
menyatakan bahwa efusi pleura terjadi apabila terdapat infeksi sekunder bakteri Ketika
dirawat di RS.

Menurut Almutaali & Anugrah (2023) pemeriksaan penunjang flu burung sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera
mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb,
Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
1) Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
2) Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
3) Uji Serologi :
a) Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil 1/80.
b) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil
pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi
lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
c) Uji penapisan
1. Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
2. ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT
dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas
Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan
penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk
mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen
dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

Penatalaksanaan

Menurut Daulay tiga prinsip penatalaksanaan pasien flu burung adalah:

1. Implementasi dini dalam mengontrol infeksi untuk meminimalisasi penyebaran


nosocomial
2. Penatalaksanaan secara tepat untuk mencegah semakin beratnya penyakit dan
mencegah kematian
3. Identifikasi dini dan pemantauan terhadap risiko infeksi untuk mempermudah
intervensi dini dengan terapi antiviral untuk mengurangi mordibitas dan mortalitas
serta membatasi penyebaran penyakit

Saat ini antiviral yang direkomendasikan penggunaannya pada flu burung adalah oseltamivir.
Oseltamivir harus diberikan 48 jam setelah awitan gejala.selain pemberian antiviral, pasien
dengan infeksi flu burung juga di beri terapi berupa anti biotik.

Menurut Almutaali & Anugrah (2023) prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah
istirahat, peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic,
perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.Untuk penatalaksanaan umum dapat
dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah
a. Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak,
sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
b. Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai
skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien
langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem
skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop “Case Management” &
pengembangan laboratorium regional Avian Influenza
Skor Gejala 1 2
a) Demam < 380C > 380C
b) RR N > N
c) Ronki Tidak ada Ada
d) Leukopenia Tidak ada
e) Ada Kontak Tidak ada
Jumlah Skor :6 – 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan
oseltamivir > 7 = diberi oseltamivir.
Batasan Frekuensi Napas :
a) < 2bl = > 60x/menit
b) 2bl - 50x/menit
c) >1 th - 40x/menit
d) 5 th - 12 th = > 30x/menit
e) >13 = > 20x/menit

Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai
leukopeni (skor = 2)

2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan


Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
a) Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang
pemeriksaan. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD
dan melakukan kewaspadaan standar.
b) Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
c) Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang
setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
d) Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
e) Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
Penatalaksanaan di ruang rawat inap
1. Klinis
a) Perhatikan : Keadaan umum, Kesadaran, Tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuensi napas, suhu), Bila fasilitas tersedia pantau saturasi oksigen
dengan alat pulse oxymetry.
b) Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll. Mengenai antiviral maka
antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama.
Adapun pilihan obat :
1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine).
Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari. 2.
2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b.
Oseltamivir (tami flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.

Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :

a. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik
dan antibiotik jika ada indikasi.
b. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari,
antibiotic spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika
perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai
indikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan
Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6
minggu).

DAFTAR PUSTAKA
Daulay, R. S., & Ked, S. Avian Influenza.
Almutaali, M., & Anugrah, E. (2023). Avian Influenza Virus A Subtype H5N1. UMI Medical
Journal, 8(1), 26-34.

Anda mungkin juga menyukai