Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN)


DI APOTEK DHAFFA FARMA
TANGGAL 29 JANUARI-03 MARET 2024
Laporan ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Praktik Kerja Industri
(PRAKERIN)

DISUSUN OLEH :
1. Meitiya Aisyah
2. Putri Angelina P.
3. Jesica Wulandari
4. Sinta Diana Putri

SMK KESEHATAN PELITA INSANI PRABUMULIH


Jurusan : Farmasi Komunitas Klinis
Jl. Flores RT.01 RW.01 Kel. Gunung ibul barat Kota Prabumulih

TAHUN AJARAN 2023/2024


LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIK KERJA INDUSTRI

JUDUL PKL : PRAKTIK KERJA INDUSTRI SEKOLAH


MENENGAH KEJURUAN KESEHATAN
PELITA INSANI PRABUMULIH
JURUSAN FARMASI

ALAMAT TEMPAT PKL : JL. KAPTEN ABDULLAH, PRABUMULIH

PESERTA PKL : 1. MEITIYA AISYAH


2. PUTRI ANGELINA P.
3. JESICA WULANDARI
4. SINTA DIANA PUTRI

Prabumulih, 2024

Guru Pembimbing

apt. RIKA WATI, S.Farm -


NIP. NIP
.
Mengetahui

Kepala Sekolah

MUFIDAH AMALIA, SP.d.M.M


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur


kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Apotek Dhaffa Farma ini
dapat selesai tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini merupakan suatu bentuk penanggung
jawaban terhadap Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) SMK Kesehatan Pelita Insani
Prabumulih. Pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Mufidah Amalia, s.Pd., M.M Selaku Kepala Sekolah SMK Kesehatan Pelita Insani Prabumulih
2. Ibu apt.Rika Wati, S.Farm selaku Guru Pembimbing yang telah memberikan izin kepada kami
untuk mengenal dan belajar lebih jauh mengenai Apotek Dhaffa Farma dan kepada para staf
karyawan yang ada di Apotek Dhaffa Farma yang telah membantu serta membimbing selama
menjalankan Prakerin.
3. Seluruh Guru dan Staf Tata Usaha SMK Kesehatan Pelita Insani Prabumulih.serta kepada semua
rekan-rekan yang telah mendukung dan membantu kami yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna karenau. Oleh karena
itu, penyusun berharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya
semoga
laporan Prakerin ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Prabumulih, 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apotek adalah suatu tempat dilakukanya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan
kefarmasian serta memberikan informasi obat kepada masyarakat. Apotek mempunyai dua fungsi
yang sangat penting yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial apotek adalah sebagai
sarana pelayanan kefarmasian yang membantu pemerintah untuk mencapai kesejahteraan umum
dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui obat yang bermutu baik dengan
harga terjangkau. Fungsi ekonomi apotek yaitu sebagai suatu badan usaha yang harus menghasilkan
keuntungan untuk dapat menjaga kelangsungan operasional apotek dan dapat mengembangkan
usahanya.
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini sejalan dengan paradigma yang sekarang berkembang
di Indonesia yaitu paradigma asuhan kefarmasian atau pharmaceutical care .
Peran tenaga kefarmasian dalam pelayanan kefarmasian tidak lagi sekedar meracik obat,
tetapi juga memberikan informasi obat yang aman dan benar. Pelayanan kefarmasian yang
berorientasi pada produk dan penyerahan obat kepada pasien, secara bertahap dan pasti dapat
ditingkatkan demi kebutuhan pasien dan tenaga kefarmasian itu sendiri (Depkes, 2009). Untuk itu,
Apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan
pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu, tidak hanya memfokuskan diri terhadap
pengelolaan obat sebagai komoditas (product oriented) , namun juga harus mengedepankan
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented) .
Mengingat pentingnya peran seorang tenaga kefarmasian tersebut, maka dari itu, program
studi Ilmu Farmasi SMK Kesehatan Pelita Insani melakukan kegiatan Praktek Kerja Industri
(Prakerin) untuk memberikan pengalaman kepada calon Tenaga Teknis Kefarmasian mengetahui
pengelolaan suatu apotek dan pelaksanaan pengabdian Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
khususnya di Apotek. Prakerin juga berguna sebagai sarana pengenalan lapangan kerja dan
informasi di bidang pendidikan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada Praktek
Kerja Industri ini adalah:
1). Apakah pengertian apotek? Dan apa peran tenaga kefarmasian dalam pelayanan?
2). Mengapa apotek mempunyai 2 fungsi yang sangat penting yaitu fungsi sosial dan fungsi
ekonomi?
C. TUJUAN
Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) bertujuan agar siswa dapat mengaplikasikan
kompetensi yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan pada dunia kerja sesuai dengan
kondisi sebenarnya di tempat kerja.
Disamping itu melalui pendekatan pembelajaran ini peserta PRAKERIN diharapkan :
a. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dunia kerja yang sesungguhnya.
b. Memiliki tingkat kompetensi standar yang dipersyaratkan oleh dunia kerja.
c. Menjaga tenaga kerja yang berwawasan mutu, ekonomi, bisnis, kewirausahawan dan produktif.
d. Dapat menyerap perkembangan teknologi dan budaya kerja untuk kepentingan
perkembangan diri.
D. MANFAAT
Berikut adalah mafaat dari Praktik Kerja Industri (PRAKERIN)
1. Manfaat bagi apotek :
a). Apotek dapat mengenal kualitas peserta prakerin yang belajar dan bekerja di tempat
prakerin.
b). Umumnya peserta prakerin telah ikut dalam proses pelayanan secara aktif sehingga pada
pengertian tertentu peseta prakerin adalah tenaga kerja yang memberi keuntungan.
c). Memberi kepuasan bagi apotek karena diakui serta menentukan masa depan anak bangsa
melalui Prakter Kerja Industri (PRAKERIN).
2. Manfaat bagi sekolah :
a). Tujuan pendidikan untuk memberi keahlian profesional bagi peserta didik lebih
terjamin pencapaiannya. Terdapat kesesuaiannya yang lebih pas antara program
pendidikan kebutuhan lapangan kerja.
3. Manfaat bagi peserta PRAKERIN :
a). Setelah menyelesaikan pendidikan akan memiliki keahlian profesional sebagai bekal
untuk meningkatkan pengembangan dirinya secara berkelanjutan.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Apotek

Pengertian apotek dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Namun pengertian
tersebut diperbaharui dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang menyatakan
bahwa apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017 tentang Apotek dalam ketentuan umum, apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional
(Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009).

2.2 Landasan Hukum Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam;
1.Undang-Undang antara lain:
a. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
c. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Peraturan Pemerintah antara lain:


a. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965
tentang Apotek
b. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
184/Menkes/Per/11/1995.
c. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

3. Peraturan Menteri Kesehatan antara lain:


a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,

4. Keputusan Menteri Kesehatan antara lain:


a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Apotek memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut (Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009,
2009):
Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
b. Sarana farmasi untuk melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan
penyerahan obat atau bahan obat;
c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan yang diperlukan
masyarakat secara luas dan merata
.
2.4 Tata Cara Pendirian Apotek
Menurut Permenkes no. 9 tahun 2019, Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal
Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan.
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Pendirian apotek
harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.

b. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua. orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat
permanen (dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah
toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis).

c. Sarana, Prasarana, dan Peralatan


Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
1. Penerimaan Resep:
2. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
3. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
4. Konseling,
5. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, dan
6. Arsip.
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
1. Instalasi air bersih,
2. Instalasi listrik,
3. Sistem tata udara; dan
4. Sistem proteksi kebakaran.
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian yang meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja,
kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan
lain sesuai dengan kebutuhan.

d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA (Surat Izin Apotek) dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.

2.5 Perizinan Apotek


Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Kemudian Menteri melimpahkan
kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin tersebut berupa SIA
(Surat Izin Apoteker) yang berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1. Permohonan tersebut harus
ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif yang meliputi:
1. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli,
2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
3. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker,
4. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan, dan
5. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan dan dinyatakan
telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek
dengan menggunakan Formulir 2. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:
1. tenaga kefarmasian, dan
2. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa
harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3. Kemudian paling
lama
dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan
dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
Jika masih. belum memenuhi persyaratan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus
mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir
5. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan, pemohon dapat melengkapi
persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima. Apabila
pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan Formulir 6. Apabila
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu yang telah
ditentukan maka Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP
sebagai pengganti SIA. Pemerintah daerah menerbitkan SIA bersama dengan penerbitan SIPA
(Surat Izin Praktek. Apoteker) untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa
berlaku SIPA

2.6 Penyelenggaraan Apotek


Apotek menyelenggarakan fungsi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, Pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan, dan pelaporan.
a. Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuain jenis spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
e. Penyimpanan
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau
darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan
harus ditulis informasi yang jelas pada wadah. baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama
obat. Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

1. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan
dan stabilitasnya.
2. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya. yang
menyebabkan kontaminasi.
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta
disusun secara alfabetis.
4. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (first Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)

f. Pemusnahan dan Penarikan.


1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk. sediaan.
Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan dibuktikan
dengan berita acara pemusnahan menggunakan formulir I sebagaimana terlampir.

2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan resep menggunakan formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan media habis pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-


undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory
recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada kepala BPOM

5. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh menteri

g. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jurnlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan
sisa persediaan. Pencatatan dan Pelaporan. Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengeloaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manjemen apotek, meliputi keuangan. barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika
dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal. Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada:
a) Apotek lainnya
b) Puskesmas
c) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d) Instalasi Farmasi Klinik,
e) dokter
f) bidan praktik mandiri
g) pasien; dan masyarakat.
Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk Apotek
lainnya; Puskesmas; Instalasi Farmasi Rumah Sakit; Instalasi Farmasi Klinik; hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dalam hal:
a) terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
fasilitas distribusi, dan terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.

2. pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.


Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi

a) Pengkajian Dan Pelayanan Resep;


Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan
klinis.

b). Kajian administratif meliputi


1) nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2) nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3) tanggal penulisan Resep.

c).Kajian kesesuaian farmasetik meliputi


1) bentuk dan kekuatan sediaan
2) stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran Obat).

d). Pertimbangan klinis meliputi


1) ketepatan indikasi dan dosis Obat
2) aturan, cara dan lama penggunaan Obat
3) duplikasi dan/atau polifarmasi
4) reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)
5) kontra indikasi
6) interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk
peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication
error).

e). Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah
melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep.
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep,
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama
Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
c. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
d. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi.
i. warna putih untuk Obat dalam/oral.
ii. wama biru untuk Obat luar dan suntik
iii. menempelkan label "kocok dahulu" pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
iv. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk
menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan Resep).
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien,
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien,
d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat
e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain
manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan Obat dan lain- lain.
f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien
dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil
g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya
h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);
i. Menyimpan Resep pada tempatnya,
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana
terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai:
a) Pelayanan Informasi Obat (Pio).
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan
bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat.
Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi
dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1) menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan).
3) memberikan informasi dan edukasi kepada pasien,
4) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik
profesi.
5) melakukan penelitian penggunaan Obat.
6) membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.
7) melakukan program jaminan mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk
membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6
sebagaimana terlampir.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat:
1) Topik Pertanyaan;
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan,
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon).
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah
pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium).
5) Uraian pertanyaan,
6) Jawaban pertanyaan.
7) Referensi,
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan
Pelayanan Informasi Obat.

d) Konseling.
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan
perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

e) Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy Care).


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan.
Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker meliputi:
1). Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan.
2). Identifikasi kepatuhan pasien
3). Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian
Obat asma, penyimpanan insulin.
4). Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
5). Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pen
gobatan pasien
6). Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8).
sebagaimana terlampir.
f). Pemantauan Terapi Obat (Pto).
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang
efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

g). Monitoring Efek Samping Obat (Meso).


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau. Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan kepentingan pasien.

2.7 Pekerjaan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care adalah bentuk pelayanan dan bentuk
tanggung jawab langsung kepada pasien yang berkaitan Pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical
Care adalah bentuk pelayanan dan bentuk tanggung jawab langsung kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi yang mencapai hasil pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Permenkes RI, 2016). Pelayanan kefarmasian dalam dua dekade terakhir telah mengalami
pergeseran orientasi dari memberikan dan meracik obat-obatan, menjadi terlibat dalam penyediaan
perawatan kefarmasian dan pelayanan khusus (Strand and Hepler, 1990). Model pelayanan khusus
ini menggabungkan gagasan tentang tenaga kefarmasian yang terlatih memberikan pelayanan
kefarmasian dengan manajemen penanganan suatu penyakit. Hal ini dilakukan melalui penilaian
keadaan pasien, parameter subjektif dan objektif dari penyakit, follow up serta kolaborasi dengan
tenaga. kesehatan yang lainnya untuk keberhasilan terapi pasien (Hughes et al, 2001).
Tujuan dari pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah untuk meningkatkan
mutu pelayanan di apotek yang kemudian akan dapat menjamin keamanan pasien. Selain itu,
pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek ini juga untuk menjamin terselenggaranya
pelayanan obat dan perbekalan farmasi yang rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat,
harga, kemudahan akses, serta keamanan masyarakat dan lingkungannya (Permenkes RI, 2016).
Dalam Pasal 3 Permenkes RI No. 73 Tahun 2016 dijelaskan bahwa standar pelayanan.
kefarmasian di apotek meliputi 2 bagian, yaitu pengelolaan bahan medis habis pakai, alat kesehatan
dan sediaan farmasi, serta pelayanan farmasi klinik. Dalam mengelola sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, apotek melakukan kegiatan perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan. Sedangkan
standar pelayanan farmasi klinik mencakup kegiatan monitoring efek samping obat, pemantauan
terapi obat, pelayanan kefarmasian di rumah, konseling, pelayanan informasi obat, dispensing,
pengkajian resep. Pelayanan kefarmasian di apotek tentunya tidak terlepas dari peran apoteker
sebagai pengelola apotek. Apoteker di apotek harus memberikan edukasi kepada pasien terkait
pengobatan, menjawab berbagai pertanyaan pasien, serta memberikan cukup waktu kepada semua
pasien apabila ada hal yang belum mereka pahami terkait pengobatan. Selain itu, apoteker juga
harus mengecek ulang pengobatan yang diterima pasien (Ahmed Alomi et al, 2016). Hal ini
dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan medikasi yang bisa berakibat fatal bagi pasien.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SEJARAH APOTEK DHAFFA FARMA


Sejarah Berdirinya Apotek Dhaffa Farma. Apotek berasal dari bahasa Belanda yaitu
Apotheek, yang berarti toko tempat meramu dan menjual obat. Istilah apotek atau apotek mulai
diperkenalkan oleh seorang dokter atau tabib Romawi bernama Galen, yang
menamakan tempatnya memeriksa pasien sebagai altron dan tempat menyimpan obat sebagai
apotheca, yang secara harfiah berarti gudang. Nama Galen saat ini dikenal sebagai sebutan ilmu
meracik obat.17Ilmu farmasi baru menjadi ilmu pengetahuan yang sesungguhnya pada abad XVII
di Prancis dan buku tentang farmasi mulai diterbitkan dalam beberapa bentuk, antara lain buku
pelajaran, majalah, farmakope, dan komentar. Kemajuan Prancis ini diikuti oleh negara Eropa yang
lain, misalnya Italia, Inggris, Jerman, dan lainnya. Di Amerika, sekolah farmasi pertama berdiri
pada tahun 1821. Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda, sehingga
buku pedoman maupun Undang-undang yang berlaku pada waktu itu berkiblat ke Belanda. Setelah
kemerdekaan, buku pedoman maupun Undang-undang yang dirasa cocok tetap dipertahankan,
sedangkan yang tidak sesuai lagi dihilangkan.18 Pekerjaan kefarmasian, terutama meracik obat-
obatan, dikerjakan di apotek yang dilakukan oleh asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker.
Bentuk apotek yang pernah ada di indonesia ada tiga macam, yaitu apotek biasa, apotek
darurat dan apotek dokter. Pada penelitian ini penulis akan melakukan penelitian pada apotek biasa,
yaitu pada apotek Dhaffa Farma yang terletak di JL. Kapten Abdullah, Simpang 3 PGRI, Kel.
Prabujaya, Kec. Prabumulih Timur. Kota Prabumulih. Apotek ini berdiri atas prakarsa seorang
pemilik yang bernama Ibu RIKA WATI yang sudah menjalankan bisnis di bidang kefarmasian lebih
kurang selama 2 tahun. Apotek ini dibuka mulai dari pukul 07.00-21.00 WIB. Penanggung jawab
dari apotek ini yaitu ibu apt. RIKA WATI, S.Farm dengan SIPA:503.VI.010/021/DPMPTSP/2022.
Apotek ini juga memiliki satu asisten apoteker yang bernama YURI FEBRIAN MIRANDA,
A.MD.Farm dan dua karyawan.
B. TUJUAN BERDIRINYA APOTEK DHAFFA FARMA
Tujuan Berdirinya Apotek Dhaffa Farma
Adapun tujuan berdirinya Apotek Jaya Baru
yaitu :
1. Sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker.
2. Melayani kebutuhan obat, bahan obat, alat kesehatan serta perbekalan farmasi lainnya sesuai
dengan kebutuhan masyrakat dengan berorientasi kepada kepentingan dan kepuasan pasien
sebagai implementasi kompetensi profesi farmasi.
3. Memberikan dan menyediakan informasi, edukasi dan konsultasi kesehatan kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, khususnya obat dan cara
pengobatan yang tepat.

C. VISI DAN MISI APOTEK DHAFFA FARMA


1. Visi
Apotek yang menerapkan pelayanan kefarmasian yang bermutu, berkualitas dan terpercaya serta
menguntungkan bagi konsumen dan karyawan.

2. Misi
Misi dari Apotek Jaya Baru adalah:
a. Menyediakan obat, alat kesehatan serta perbekalan kefarmasian lainnya yang bermutu,
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
b. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang tepat, cepat, ramah, informative dengan
memerapkankonsep Pharmaceutical care secara professional.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup seluruh karyawan dan pemilik modal
D. STRUKTUR ORGANISASI APOTEK DHAFFA FARMA.
Dalam struktur di atas dijelaskan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara bertingkat
yaitu sebagai berikut:
1. Pemilik Apotek dalam hal ini orang yang mempunyai Apotek yang memberikan perlindungan
baik secara hukum maupun secara teknik. Pemilik dari Apotek Dhaffa Farma ini bernama ibu
RIKA WATI.
2.Apoteker penanggung jawab bertugas sebagai penanggung jawab segala hal yang berhubungan
dengan obat-obatan dan segala kegiatan apotek, yang bertindak sebagai apoteker penanggung
jawab yaitu apt. RIKA WATI, S.Farm
3. Asisten apoteker bertugas menarik obat-obatan yang dipesan melalui resep dan penanggung jawab
yang berhubungan dengan obat di bawah pengawasan apoteker.
5. Karyawan, karyawan disini mempunyai tugas yaitu pelayanan langsung kepada konsumen seperti
pelayanan informasi obat dan bertugas menerima pembayaran administrasi kepada konsumen.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Pembelajaran di dunia kerja, yaitu di Apotek Dhaffa Farma merupakan strategi yang
memberi peluang kepada kami mengalami proses belajar, dan mencari wawasan melalui bekerja
langsung pada pekerjaan sesungguhnya. Dengan adanya Praktek Kerja Lapangan di Apotek Dhaffa
Farma kami dapat merasakan bagaimana pelaksanaan praktek langsung di lingkungan dunia kerja
yang langsung dibimbing oleh pembimbing kami di Apotek Dhaffa Farma. Bahkan kami dapat
mengukur sejauh mana penguasaan ilmu yang didapatkan di sekolah.

B. Saran
1. Saran Kepada Pihak Sekolah
Sebaiknya pembekalan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Prakerin lebih
diperbanyak dan diperluas sehingga siswa dan siswi dapat lebih mantap lagi dalam
melaksanakan Prakerin.

2. Saran Untuk Apotek


a). Meningkatkan pelayanan terhadap pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
b). Meningkatkan ketersediaan perbekalan farmasi.

Anda mungkin juga menyukai