Anda di halaman 1dari 6

Bu Guru dan Seribu Kebaikan

Ini cerita tentang seorang guru muda bernama Huzna yang ditugaskan untuk mengajar
disebuah sekolah dasar di desa terpencil. Awalnya, semua berjalan dengan baik walaupun
banyak sekali tantangan yang harus dihadapi Huzna, salah satunya fasilitas yang tidak
memadai. Namun dengan segala keterbatasan tersebut, tidak mengurangi semangat Huzna
untuk memberikan ilmu kepada murid-muridnya.

Setelah satu bulan Huzna mengajar, ia mulai menyadari suatu hal, salah satu muridnya yang
bernama Dafa terlihat selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul dengan murid-murid
lainnya. Karena penasaran, Huzna pun mendatangi Dafa untuk menanyakan beberapa hal.

“Dafa,” ucap Huzna kepada Dafa.

“Ibu Guru, ada apa bu?” tanya Dafa dengan kebingungan.

“Dafa sedang apa? ibu lihat Dafa tidak pernah bermain dengan murid-murid lainnya. Ada
apa?” tanya Huzna kepada Dafa.

“Mereka tidak mau bermain denganku, mungkin karna penampilanku yang berbeda dengan
mereka,” jawab Dafa dengan wajah murung.

Seketika,Huzna terdiam. Dia menyadari bahwa penampilan Dafa memang berbeda dari murid
lainnya. Di saat murid lain menggunakan seragam yang rapi, Dafa hanya mengenakan
seragam lusuh yang kancingnya sudah diganti dengan peniti. Dia juga hanya menggunakan
sandal jepit, sementara murid lainnya menggunakan sepatu yang bagus. Selain itu, Dafa juga
tidak memiliki tas, dia membawa sebuah buku dan sebuah pensil mengunakan kantong
plastik.

“Dafa, apa boleh Bu Guru bertemu dengan ibumu?” tanya Huzna kepada Dafa.

“Tentu saja, nanti Bu Guru ikut aku aja pas pulang,” jawab Dafa.

Saat jam pulang sekolah, Huzna ikut bersama Dafa ke rumahnya untuk bertemu dengan
ibunya. Kebetulan, ibu Dafa sedang duduk di teras. Dia terkejut saat melihat Huzna datang
bersama Dafa.

“Ibu Guru, ada apa? Apakah Dafa melakukan kesalahan di sekolah?” tanya ibu Dafa dengan
ekspresi khawatir.
“Tidak, Bu. Dafa adalah anak yang baik. Saya kemari hanya ingin mengobrol dengan ibu,”
jawab Huzna dengan sopan.

Setelah banyak mengobrol dengan ibu Dafa, Huzna merasa prihatin saat ia mengetahui
bahwa ternyata ayah Dafa sudah lama meninggal dunia, dan Dafa hanya tinggal bersama
ibunya yang bekerja sebagai tukang cuci pakaian. Setiap pulang sekolah, Dafa harus bekerja
di kebun milik tetangganya, Dafa melakukan pekerjaan seperti memupuk dan menyiram
tanaman di kebun tersebut. Meskipun hidup mereka sulit, tetapi semangat Dafa patut
diacungin jempol.

Saat pulang dari rumah Dafa, Huzna tidak langsung ke rumahnya. Huzna pergi ke pasar dulu
untuk membeli perlengkapan sekolah untuk Dafa. Di pasar, Huzna membeli seragam, tas, dan
sepatu di sebuah toko. Namun, uang yang Huzna bawa ternyata kurang. Karena tidak
memiliki uang lagi, Huzna berusaha melakukan negosiasi kepada pemilik toko tersebut.

"Dilihat dari wajah ibu sepertinya ibu belum memiliki anak, lalu untuk siapa ibu membeli tas,
sepatu, dan seragam sekolah ini?" tanya pemilik toko kepada Huzna.

Huzna menjawab dengan tulus, "Saya membeli semua itu untuk diberikan kepada murid saya
yang sedang kesulitan."

Pemilik toko tersentuh dengan niat baik Huzna dan berkata, "Wah, mulia sekali hati Bu Guru.
Baiklah kalau begitu, Ibu bawa saja barang itu. Ibu tidak perlu memikirkan uang yang
kurang, saya akan memberikan diskon khusus untuk Ibu."

Huzna dengan senang hati menerima tawaran diskon dari pemilik toko dan mengucapkan
terima kasih. Dia merasa sangat bersyukur atas kesempatan untuk membantu murid-muridnya
dan mendapatkan dukungan dari pemilik toko. Huzna berjanji akan terus berusaha
memberikan yang terbaik bagi anak-anak yang sedang kesulitan.

Setelah pulang ke rumah, Huzna duduk di ruang tamu sambil memikirkan cara agar murid-
murid lainnya mau berteman dengan Dafa. Dia ingin menciptakan lingkungan yang inklusif
dan ramah bagi semua muridnya.

Hari berlalu, keesokan harinya Huzna pergi ke sekolah dengan membawa barang yang akan
diberikan kepada Dafa. Namun, ternyata Dafa tidak hadir di sekolah pada hari itu. Huzna
memutuskan untuk menyimpan barang tersebut terlebih dahulu dan berencana untuk
memberikannya pada kesempatan lain.
Huzna melanjutkan tugasnya sebagai guru dan kali ini dia mengajar pelajaran Bahasa
Indonesia. Huzna memilih untuk menceritakan sebuah cerita kepada murid-muridnya tentang
seorang anak yang sedang mengalami kesulitan. Namun, Huzna tidak memberitahu kalau
anak itu adalah dafa.

Melalui cerita ini, Huzna berharap murid-muridnya dapat belajar tentang empati, kepedulian,
dan pentingnya saling mendukung dalam menghadapi kesulitan. Dia ingin menginspirasi
murid-muridnya untuk menjadi teman yang baik dan membantu satu sama lain, tanpa
memandang perbedaan.

Saat Huzna selesai bercerita, salah satu murid berkata, "Bukankah cerita itu mirip dengan
kisah Dafa?"

"Benarkah?" jawab murid lain.

"Jika benar begitu, berarti kita telah berperilaku jahat dengan menjauhi Dafa," kata murid
lainnya.

"Benar, Dafa pasti sangat sedih," tambah murid lainnya.

"Aku merasa bersalah, kita harus meminta maaf kepada Dafa," saran murid lainnya dengan
wajah sedih.

"Sudah tidak usah sedih, kalian bisa meminta maaf kepada Dafa besok, dan kalian harus
berjanji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi," ucap Huzna kepada murid-muridnya
sambil tersenyum.

"Baik, Bu Guru," jawab muridnya dengan kompak.

Keesokan harinya, Huzna sangat terkejut saat ia masuk ke kelas dan melihat murid-muridnya
sedang berkumpul ditempat duduk Dafa. Tanpa sengaja, Huzna sedikit mendengarkan
percakapan mereka.

"Maafin kita ya, Dafa. Kita udah jahat sama kamu," ucap salah satu murid.

"Kita janji kita bakal jadi teman yang baik," tambah murid lainnya.

"Iya, Dafa. Kita ga bakal menjauhimu lagi," kata murid lainnya.

"Kamu mau kan maafin kita?" tanya mereka kepada Dafa.

Dafa merasa bingung dengan tingkah laku teman-temannya, tetapi dia merasa senang.
"Tentu saja, teman-teman. Aku sudah memaafkan kalian," jawab Dafa sambil tersenyum.

"Horee!!" ucap murid-murid dengan gembira.

"Kami punya hadiah untukmu, Dafa," ucap salah satu murid sambil memberikan kantong
plastik berisi alat tulis.

"Kami membeli ini dengan menyisihkan uang jajan kami. Semoga kamu suka ya, Dafa,"
tambah murid tersebut.

"Terima kasih, teman-teman," ucap Dafa dengan rasa terharu.

Huzna tersenyum melihat murid-muridnya sudah berbaikan, Huzna sangat terharu karena
murid-muridnya memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap dafa,

Huzna mendekati mereka dan berkata "Bu Guru juga punya hadiah untuk dafa" sambil
memberikan kantong plastik berisi tas, sepatu, dan seragam sekolah yang ia beli dua hari lalu.

Dengan tatapan terkejut dafa bertanya kepada Huzna, "Apa ini, Bu Guru?"

Huzna tersenyum dan menjawab, "bukalah"

Dafa membuka kantong plastik itu,dan disaksikan oleh murid-murid lainnya yang ikut
penasaran, saat tau isi dari kantong plastik tersebut, Dafa merasa sangat terharu dan berterima
kasih kepada Huzna, "Terima kasih banyak Bu Guru."

Huzna tersenyum dan berkata, "Sama-sama, Dafa. Semoga hadiah ini dapat membantumu
lebih nyaman dan percaya diri dalam belajar."

Dengan senyum bahagia, Dafa mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada Huzna dan
murid-murid lainnya.

Selama jam istirahat, Huzna sekali lagi dibuat terharu oleh murid-muridnya. Mereka semua
berkumpul di sekitar Dafa dan berbagi makanan bersama. Mereka duduk bersama di tempat
duduk Dafa, saling bercanda dan tertawa bersama. Huzna merasa sangat bahagia melihat
kebersamaan dan rasa persaudaraan yang terjalin di antara mereka. Huzna merasa sangat
beruntung memiliki murid-murid yang begitu baik dan peduli satu sama lain.

Huzna ingin menginspirasi murid-muridnya untuk selalu melakukan kebaikan kepada orang
di sekitar mereka. Saat pulang sekolah, Huzna melewati sebuah toko dan melihat ada
styrofoam. Ide cemerlang pun muncul dalam pikiran Huzna. Dia memutuskan untuk mampir
di toko tersebut dan membeli sebuah styrofoam, selotip, dan karton.
Sesampainya di rumah, Huzna menulis kata "Papan Kebaikan" di kertas karton, lalu
mengguntingnya, dan menempelkannya di styrofoam. Dia tidak sabar untuk menunjukkannya
kepada murid-muridnya.

Keesokan paginya, Huzna tiba di sekolah dengan penuh semangat. Dia langsung
menempelkan styrofoam tersebut di dinding samping papan tulis. Melihat hal tersebut,
murid-muridnya langsung mengerumuni Huzna karena penasaran dengan apa yang telah ia
buat.

"Apa itu?" tanya salah satu murid dengan rasa penasaran.

"Untuk apa ibu menempelkannya disana?" tanya murid lainnya.

Huzna tersenyum ramah kepada murid-muridnya dan berkata, "Baiklah, mari semua duduk di
tempat duduk masing-masing. Ibu akan menjelaskan apa ini."

"Ini adalah "Papan Kebaikan"," jelas Huzna dengan penuh semangat. Ibu ingin murid-murid
ibu yang pintar-pintar ini melakukan kebaikan setiap hari. Jadi, setiap kali kalian melakukan
tindakan baik, seperti membantu teman yang kesulitan, membantu ibu membersihkan rumah,
atau melakukan perbuatan baik lainnya, kalian bisa menuliskannya di kertas dan
menempelkannya di papan ini. Dengan begitu, kita semua dapat melihat dan mengapresiasi
kebaikan yang telah kita lakukan bersama-sama."

Huzna melanjutkan, "Papan ini akan menjadi pengingat bagi kita semua tentang betapa
pentingnya melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat belajar dari satu
sama lain dan terinspirasi oleh tindakan baik yang dilakukan oleh teman-teman kita. Jadi,
mari kita bersama-sama menciptakan suasana yang penuh dengan kebaikan di lingkungan
kita."

Murid-murid Huzna mendengarkan dengan antusias dan siap untuk mengambil bagian dalam
proyek Papan Kebaikan ini. Mereka bersemangat untuk berbagi tindakan baik mereka dan
melihat papan tersebut dipenuhi dengan kertas-kertas yang menceritakan kebaikan yang telah
dilakukan oleh mereka dan teman-teman mereka.

Sejak hari itu, setiap harinya "Papan Kebaikan" itu dipenuhi dengan kertas-kertas yang
bertuliskan kebaikan yang telah dilakukan oleh murid-murid Huzna. Huzna merasa sangat
senang dan bangga melihat betapa proyek yang ia buat berhasil menginspirasi murid-
muridnya untuk berbuat baik.
Tidak hanya murid-muridnya yang terpengaruh, tetapi juga guru-guru lain dan kepala sekolah
sangat kagum dengan apa yang telah Huzna lakukan. Mereka melihat betapa proyek ini telah
menciptakan perubahan positif dalam lingkungan sekolah. Huzna merasa terharu dan
bersyukur atas dukungan dan apresiasi yang diterimanya.

Tidak hanya itu, orang tua murid juga sangat kagum dengan perubahan yang terjadi pada
anak-anak mereka. Mereka melihat bagaimana anak-anak mereka menjadi lebih rajin
membantu orang tua di rumah dan lebih peka terhadap kebaikan di sekitar mereka. Orang tua
merasa bangga melihat perkembangan positif ini dan merasa terinspirasi untuk melakukan
lebih banyak kebaikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Huzna merasa bahagia dan bersyukur dapat menjadi bagian dari perubahan positif ini. Ia
berharap proyek "Papan Kebaikan" ini akan terus menginspirasi dan memperluas lingkaran
kebaikan di sekolah dan komunitas sekitarnya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai