Anda di halaman 1dari 3

Bekas Rumah Sakit

Mentari mulai menampakkan sinarnya. Aku bersiap untuk pergi ke sekolah. SDN
Baru 08 Pagi, disanalah aku bersekolah. Selama di sekolah, aku selalu mendengar sahabatku,
yaitu Difa, Dwi, Jessica, dan teman yang lain berbicara tentang sekolah kita yang katanya
bekas rumah sakit.

“Ibu! Sarapannya sudah kuhabiskan. Aku berangkat dulu, Assalamu’alaikum” Seruku


kepada Ibu. “Iya, hati-hati. Wa’alaikumsalam” Kata Ibu membalas ucapanku. Seperti biasa,
aku dan Difa selalu berangkat sekolah bersama dengan berjalan kaki. Difa adalah salah satu
sahabatku, dan rumah kami berdekatan. Saat tiba di sekolah, teman-teman langsung
menghampiri kami.

“Hai Ren, Dif” Dwi dan Jessica menyapa kami.

“Haii” Kata aku dan Difa bersamaan.

“Kalian tau nggak? Masa kata anak kelas sebelah sekolah ini bekas rumah sakit” Dwi
bertanya kepada aku dan Difa saat kami baru saja menaruh tas di kursi.

“Ah, masa sih? Aku tidak percaya” Kataku menyangkal.

“Aku juga nggak percaya, Ren. Bisa saja, mereka hanya berbohong untuk menakut-
nakuti anak lainnya” Dwi berbicara seperti orang yang sedang kesal.

“Aku setuju!” Seru Difa dan Jessica.

Kami duduk dimeja masing-masing setelah mendengar bunyi bel pertanda pelajaran akan
dimulai.

Sepulang sekolah, aku langsung mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibanku


sebagai umat muslim. Sembari mengerjakan PR dari bu guru, sesekali aku melamun. Aku
jadi takut jika ingin ketoilet disekolah. Aku masih teringat ucapan teman-teman.

“Hei! Kenapa melamun? Dari tadi Ibu panggil-panggil tidak menyahut” Kata Ibu
yang tidak kuketahui sejak kapan berada di kamarku.

“Eh, Ibu. Maaf aku tidak mendengar”

“Ngelamunin apa memangnya?” Tanya Ibu.


“Ti....tidak Bu, Tidak penting” Kataku terbata-bata

“Oh, yasudah. Ibu sudah menyiapkan makan siang. Belajarnya berhenti dulu” Ibu
berlalu meninggalkan kamarku.

“Baik Bu” Aku membenahi buku PR ku dan beranjak menuju dapur.

Keesokan harinya saat jam istirahat, seperti biasa, kami –aku dan teman-teman—
berkumpul dan bermain bersama. Aku keluar kelas dan melihat Dwi sedang bertengkar
dengan Ayu, salah satu anak perempuan dari kelas sebelah.

“Kau hanya mengarang cerita itu, kan? Lihat, banyak anak yang takut karena cerita
bohongmu itu!”. Teriak Dwi kepada Ayu. “Bilang saja kau yang takut!” Balas Ayu.

‘Hanya karena itu ternyata’ dalam benakku.

Aku menghampiri mereka yang masih beradu mulut saling membalas perkataaan masing-
masing. Ada Jessica dan Difa yang berusaha melerai mereka.

“Sudah sudah!” Aku memisahkan keduanya. “Lihat kesana, ada guru yang
menghampiri kita!” Aku memberi tau mereka saat melihat Bu Suci, guru kami, berjalan
kearah kelasku.

“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” Kata Bu Suci dengan suara tegas.

“Ini Bu, mereka bertengkar hanya karena cerita yang mengatakan kalau sekolah ini
bekas rumah sakit. Dwi bilang Ayu hanya mengarang cerita itu, dan Ayu malah mengejek
Dwi” Jessica menceritakan sebab mereka bertengkar.

“Oalah, seperti itu toh” Kata Bu Suci dengan logat Jawanya.

“Cerita itu memang tidak benar kok, jadi tidak ada yang perlu di permasalahkan.
Lebih baik sekarang kalian berbaikan” Ucap Bu Suci menjelaskan, dan berlalu meninggalkan
kami.

“Maafkan aku ya, Dwi, teman-teman. Cerita itu memang tidak benar. Aku hanya
ingin menakuti kalian saja” Ayu meminta maaf mengakui kesalahannya.

“Iya, sudah kami maafkan kok” Kata Dwi dan di angguki oleh kami.
Sejak saat itu, aku, Dwi, Difa, Jessica, dan yang lain lebih akrab dengan Ayu dan juga
teman-temannya. Ternyata benar, segala sesuatu yang terjadi walaupun mengakibatkan
pertengkaran atau yang lebih dari itu, pasti selalu ada hikmahnya.

Anda mungkin juga menyukai