Mentari mulai menampakkan sinarnya. Aku bersiap untuk pergi ke sekolah. SDN
Baru 08 Pagi, disanalah aku bersekolah. Selama di sekolah, aku selalu mendengar sahabatku,
yaitu Difa, Dwi, Jessica, dan teman yang lain berbicara tentang sekolah kita yang katanya
bekas rumah sakit.
“Kalian tau nggak? Masa kata anak kelas sebelah sekolah ini bekas rumah sakit” Dwi
bertanya kepada aku dan Difa saat kami baru saja menaruh tas di kursi.
“Aku juga nggak percaya, Ren. Bisa saja, mereka hanya berbohong untuk menakut-
nakuti anak lainnya” Dwi berbicara seperti orang yang sedang kesal.
Kami duduk dimeja masing-masing setelah mendengar bunyi bel pertanda pelajaran akan
dimulai.
“Hei! Kenapa melamun? Dari tadi Ibu panggil-panggil tidak menyahut” Kata Ibu
yang tidak kuketahui sejak kapan berada di kamarku.
“Oh, yasudah. Ibu sudah menyiapkan makan siang. Belajarnya berhenti dulu” Ibu
berlalu meninggalkan kamarku.
Keesokan harinya saat jam istirahat, seperti biasa, kami –aku dan teman-teman—
berkumpul dan bermain bersama. Aku keluar kelas dan melihat Dwi sedang bertengkar
dengan Ayu, salah satu anak perempuan dari kelas sebelah.
“Kau hanya mengarang cerita itu, kan? Lihat, banyak anak yang takut karena cerita
bohongmu itu!”. Teriak Dwi kepada Ayu. “Bilang saja kau yang takut!” Balas Ayu.
Aku menghampiri mereka yang masih beradu mulut saling membalas perkataaan masing-
masing. Ada Jessica dan Difa yang berusaha melerai mereka.
“Sudah sudah!” Aku memisahkan keduanya. “Lihat kesana, ada guru yang
menghampiri kita!” Aku memberi tau mereka saat melihat Bu Suci, guru kami, berjalan
kearah kelasku.
“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” Kata Bu Suci dengan suara tegas.
“Ini Bu, mereka bertengkar hanya karena cerita yang mengatakan kalau sekolah ini
bekas rumah sakit. Dwi bilang Ayu hanya mengarang cerita itu, dan Ayu malah mengejek
Dwi” Jessica menceritakan sebab mereka bertengkar.
“Cerita itu memang tidak benar kok, jadi tidak ada yang perlu di permasalahkan.
Lebih baik sekarang kalian berbaikan” Ucap Bu Suci menjelaskan, dan berlalu meninggalkan
kami.
“Maafkan aku ya, Dwi, teman-teman. Cerita itu memang tidak benar. Aku hanya
ingin menakuti kalian saja” Ayu meminta maaf mengakui kesalahannya.
“Iya, sudah kami maafkan kok” Kata Dwi dan di angguki oleh kami.
Sejak saat itu, aku, Dwi, Difa, Jessica, dan yang lain lebih akrab dengan Ayu dan juga
teman-temannya. Ternyata benar, segala sesuatu yang terjadi walaupun mengakibatkan
pertengkaran atau yang lebih dari itu, pasti selalu ada hikmahnya.