Anda di halaman 1dari 4

Gadis di Atap Sekolah

Gunandar berjalan dengan langkah berat menuju atap sekolah, keinginannya untuk
mengakhiri hidup semakin menguat. Namun, ketika ia berdiri di tepi gedung, hatinya
dipenuhi ketakutan dan keraguan. Di setiap langkahnya selalu terngiang apakah ini adalah
pilihan yang tepat.

Saat bersiap-siap untuk melompat, Gunandar terkejut dengan adanya gadis imut
berambut panjang yang tiba tiba sudah ada di sampingnya.

“Kalau ragu-ragu mau tak bantu dorongin?”

Gunandar terkejut dan membuatnya terdiam karena ini pertama kalinya dia melihat
gadis ini dan terlihat berbeda dengan siswa yang lain, dari seragamnya terlihat seperti dari
jurusan yang sama dengannya.

“Sudah, ayo turun.”

“lagian jatuh dari sana cuman bakal masuk rumah sakit.”

Mereka pun pada akhirnya duduk bersadar pada tembok pemgaman yang tingginya
tidak lebih dari 1 meter.

“Namaku Seila, dulu aku juga beberapa kali mau bunuh diri, tapi gagal semua.”

“Yang pertama seila pernah mau nyoba minum racun tikus tapi gara-gara ga tahan
sama baunya jadi kelamaan dan cuman keminum sedikit jadinya ketahuan terus di bawa ke
rumah sakit. Setelah dari rumah sakit seila dipeluk kenceng banget sama Bunda, dia kawatir
banget sampe bela-belain langsung pulang padahal lagi dinas ke luar kota, padahal Bunda
bukan ibu kandung Seila.”

Belum sempat menanyakan soal orang tua Seila, Seila langsung menanyakan kenapa
Gunandar mau bunuh diri. Walaupun sedikit ragu, namun setelah mendengar cerita dari Seila,
Gunandar pun berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk bercerita mengapa ia ingin bunuh
diri. Dimulai saat ia masih kecil keluarganya tidak baik-baik saja, walaupun begitu ayahnya
tidak pernah kasar kepadanya. Namun semakin lama ibunya tidak tahan dengan perilaku
ayahnya sehingga mereka memutuskan untuk bercerai dan hak asuh dimenangkan oleh
ibunya. Selama bersama ibunya ini Gunandar merasa tidak diperhatikan oleh ibunya, dan
ibunya selalu menuntut agar Gunandar selalu berprestasi di Sekolah. Perceraian tersebut
terjadi ketika Gunandar masih duduk dikelas 6 SD, hal itu membuatnya menjadi bahan bully-
an saat masih SMP. Saat di SMK walaupun gangguan dari teman temannya sudah berkurang,
ia masih saja tidak bisa bergaul dengan yang lain, ia sering mengikuti lomba di luar sekolah
dan sering masuk 3 besar. Namun menurut dia ibunya tidak menghargai hal tersebut karena
lomba yang ia ikuti tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Kemarin saat ibunya melihat
hasil ujiannya yang di bawah KKN, ia pun dimarahi habis-habisan dan hp miliknya pun
disita. Dia mencoba untuk menjelaskan bahwa ia akan menjadi pro player dan menghasilkan
banyak uang, namun hal tersebut semakin membuat ibunya marah. Ia pun dengan kesal
berangkat sekolah, dan setelahnya ia bertemu dengan Seila.

‘Hoo, begitu ternyata. Bener ya kata neneknya Seila, kalo anak jaman cengeng
banget, Seila juga si, hehe’

“tapi” Gunandar menyela

”Tapi apa?, itu ibumu kan sekarang sudah jadi tulang punggung keluarga, kamu
harusnya bersyukur masih ada yang ngurusin, dan lagi ibumu itu cuman takut kalo kamu ga
punya masa depan “

“Dih sok tahu” balas Gunandar

“Dibilangin malah bebal”

Tiba-tiba suara perut Gunandar pun berbunyi, karena ia belum makan sama sekali
sejak malam dan ia pun masih tidak mau untuk segera pulang dan makan di rumah. Sehingga
Seila pun merekomendasikan untuk makan di warteg langganannya.

“Kapan-kapan ke sini lagi ya, tapi jangan coba-coba bunuh diri loh ya. Seila siap ko
buat ngedengerin cerita kamu. Oh ia, kalo kamu mau ke warteg sana minta porsi nasinya 2/3
aja, porsi di sana dah macem buat kuli.” Sambil melambaikan tangannya.

Gunandar pun menuruni tangga dengan sedikit tersenyum, ia pun bertemu dengan
sahabatnya yang sedang menuju lapangan untuk ikut karate yakni Reinal, teman sebangku
sejak kelas 1 SMK.

“Sudah baikkan?” kata Reinal.

“Tumben sekali pas turun senyum-senyum terus. Biasanya mukamu datar macem
tembok,” lanjut Reinal.
Gunandar hanya tersenyum dan terus berjalan tanpa berkata apa-apa, Reinal tidak
menggali lebih dalam, karena ia sudah cukup senang bisa melihat sahabatnya tersenyum dan
terlihat memiliki sesuatu hal yang dapat membuatnya bahagia. Mereka pun berpisah ketika
sesampainya di bawah dan Gunandar pergi menuju ke warteg yang disarankan oleh Seila.

Sesampainya di depan warteg terlihat nama Warteg Bahari dengan berbagai macam
lauk di dalam lemari kaca, yang membuat nafsu makannya meningkat sehingga membuat dia
lupa akan saran dari Seila untuk meminta nasi tidak dengan porsi penuh, dan Gunandar pun
memilih lauk pauk sesukanya. Mustofa, kikil, sayur sop, udang dan juga gorengan. Setelah
makanannya diberikan ia baru tersadar dan terkejut dengan nasi yang menggunung, dia yang
biasanya makan dengan porsi sedikit ragu apakah dia akan bisa menghabiskan makanannya.

“Ternyata benar ini si harus minta nasinya setengah saja, 2/3 bahkan masih
kebanyakan.”

Celetukannya pun terdengar ditelinga pemilik warteg, ketika mendengar 2/3


membuatnya teringat akan pelanggan setianya yang selalu memesan nasi 2/3 dengan lauk
Mustofa dan ati ampela. Namun sudah lama dia tidak melihat pelanggan tersebut, karena
biasanya ketika ia datang akan selalu ada bahan pembicaraan yang membuat suasana warteg
menjadi ramai hanya dengan suaranya. Gunandar hanya mendengarkan dan menganggukkan
kepala.

Setelah didengar cerita dari penjaga warteg, ia pun sedikit tertegun ketika si penjaga
warteg bercerita soal pelanggannya yang sudah lama tidak terlihat, dan ternyata dia masuk
rumah sakit dan sudah koma selama 1 bulan, dan dilanjutkan bahwa orang tersebut tidak lain
dan tidak bukan adalah Seila, sosok yang menggagalkan rencana bunuh dirinya. Setelah tahu
di mana Seila dirawat, ia segera menyelesaikan makanannya walaupun tidak sampai habis,
dan setelah membayar ia pun segera pergi ke rumah sakit di mana Seila dirawat yang ternyata
tidak jauh dari sana.

Sesampainya di rumah sakit ia pun bertanya pada perawat di sana di mana Seila di
rawat, belum sempat dicek di buku rawat inap, Bunda Ana datang dan menanyakan apakah
Gunandar teman Seila, Gunandar mengangguk. Lalu Gunandar pun di ajak menuju kamar di
mana Seila dirawat, dijalan ia diceritakan lagi bahwa Seila sempat beberapa kali mau bunuh
diri dan yang sekarang sampai separah ini.
Ketika sampai di depan ruangan Seila dirawat, mereka hanya bisa melihat Seila dari
balik kaca bening, sambil menatap Seila, Bundanya pun bercerita mengapa Seila bisa ingin
bunuh diri, dari orang tuanya yang sudah menunggal ketika ia masih sekolah dasar, hingga
menjadi bahan bully-an disekolahnya. Tidak disangka Seila muncul di sana dan mengucapkan
terima kasih karena akhirnya ada yang bisa melihatnya, ia pun mengucapkan salam
perpisahan dan menitipkan pesan kepada Gunandar untuk menyampaikan rasa terima
kasihnya kepada Bunda Ana karena sudah merawatnya sampai sekarang. Setelah selesai
berbicara Seila perlahan menghilang, dan tubuh Seila pun seketika kejang, sehingga
dipanggilkan dokter, namun seila sudah tidak dapat diselamatkan. Tangis dari tantenya pun
pecah pada akhirnya yang mana sudah ia tahan sejak bercerita kepada Gunandar.

Di pemakaman Seila barulah Gunandar memberikan pesan terakhir Seila, betapa


bersyukurnya seila memiliki Bunda ana yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri. Tangis
tantenya pun pecah kembali dan akhirnya ia bisa merelakan kepergian Seila yang sudah ia
anggap sebagai anaknnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai