Anda di halaman 1dari 3

Eksplorasi Konsep : Perjalanan Pendidikan Nasional dan Perspektif Ki Hadjar Dewantara

Nama : Lilis Karlina

Kelas : 3B

Jurusan : PGSD

Gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan sebelum


dan sesudah kemerdekaan
Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh yang menginisiasi sistem pendidikan di
Indonesia. Pada zaman kolonial Belanda tahun 1854 beberapa bupati menginisiasi pendidikan
dengan mendirikan sekolah kabupaten yang hanya diperuntukan bagi calon pegawai. Pada saat
itu juga bersamaan didirikan sekola Bumiputera yang hanya memiliki 3 kelas. Dimana anak-anak
hanya diajarkan membaca, menulis dan menghitung seperlunya dalam rangka membantu usaha
dagang mereka kala itu. Sistem pendidikan pada masa kolonial atau sebelum kemerdekaan tidak
dapat menjadikan warga pribumi untuk belajara sepenuhnya. Hal inilah yang menjadi motivasi
bagi Ki Hadjar Dewantara untuk mengorganisir dan memperbaharui pendidikan nasional dengan
mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pandangan Ki Hadjar
Dewantara tentang pendidikan terlihat dari konsep Tri Pusat Pendidikan bagi mereka yaitu alam
keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Dari konsep tersebut lahirlah istilah
Tripusat Pendidikan yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan
masyarakat. Konsep dan filosofi Ki Hadjar Dewantara ini, saya rasa memang sesuai dengan
keadaan pendidikan sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan hingga sekarang. Dimana
filosofi tersebut bisa dijadikan sebagai pedoman serta acuan bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia yang saat ini. Dilansir dari laman kemdikbud.go.id, Kemendikbudristek merilis hasil
studi PISA 2022 pada bulan Desember 2023, yang menunjukan bahwa peringkat hasil belajar
literasi Indonesia naik 5-6 posisi dibanding PISA 2018. Salah satu faktor yang mendorong
peningkatan peringkat tersebut yaitu karena adanya Gerakan Merdeka Belajar yang diinisiasi
oleh Kemendikbudristek sehingga menempatkan Indonesia pada arah yang tepat menuju
perbaikan kualitas pendidikan. Namun, menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen
Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek menyatakan bahwa hasil PISA 2022 tidak
mencerminkan pendidikan saat ini tapi dua tahun yang lalu saat sekolah banyak yang di tutup
karena pandemi covid-19. Selain itu, beliau juga menuturkan bahwa meskipun peringkat
Indonesia mengalami kenaikan, akan tetapi skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 12
hingga 13 poin sehingga tidak mencerminkan kondisi kualitas pendidikan saat ini. Oleh karena
itu, tentunya Pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain
yang tergabung kedalam PISA. Ketertinggalan ini dirasa sudah dialami sejak sebelum
kemerdekaan hingga sekarang sesuai yang dikatakan ki Hadjar Dewantara dalam pidatonya
"Baiklah di sini kita sadari, bahwa pendidikan dan pengajaran secara Barat tidak boleh mutlak
kita anggap jelek. Banyak ilmu pengetahuan yang harus kita kejar, sekalipun dengan melalui
sekolah-sekolah Barat." Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses belajar dan pembelajaran di
Barat atau di negara lain tidak boleh kita anggap jelek, melainkan kita harus mampu untuk
mengadaptasi secara bijak yang baiknya agar tercipta pendidikan yang berkualitas.
Ki Hadjar Dewantara mencetuskan asas pendidikan Taman Siswa yaitu tut wuri
handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan). Ketiga
semboyan ini apabila kita maknai serta hayati bersama merupakan akar dan ujung tombak dari
peran serta guru dalam menjalankan roda pendidikan nasional. Semboyan ini sejalan dengan
yang disampaikan oleh Amrullah Hasibuan (2022) bahwa tugas dan fungsi guru didalam kelas
tidak hanya transfer knowladge, melainkan inti dari tugas guru adalah mengembangkan,
mengarahkan, dan memberi motivasi. Ki Hadjar Dewantara juga mengungkapkan dalam
pidatonya bahwa "Kita lihat di zaman sekarang masih dipakainya bentuk-bentuk rumah sekolah,
daftar-daftar pelajaran yang tidak cukup memberi semangat mencari ilmu pengetahuan sendiri,
karena tiap-tiap hari, tiap-tiap triwulan, tiap tahun pelajar-pelajar kita terus terancam oleh sistem
penilaian dan penghargaan yang intelektualis. Anak-anak dan pemuda-pemuda kita sukar belajar
dengan tentram, karena dikejar-kejar oleh ujian-ujian yang sangat keras dalam tuntutan-
tuntutannya. Alih-alih belajar dengan tujuan untuk memahami suatu materi dengan baik, mereka
malah belajar agar mendapatkan nilai yang tinggi. Hal inilah yang harusnya menjadi
pertimbangan pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih baik terhadap asesmen yang
diberlakukan di setiap satuan pendidikan di Indonesia.
Seorang guru harus mampu memotivasi siswa agar mereka lebih semangat dalam belajar
dan mencapai cita-citanya. Guru juga seyogyanya mampu memberikan stimulus-stimulus positif
kepada siswa sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Guru membantu siswa untuk
menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang
mereka miliki. Dalam berbagai penjelasannya Ki Hajar memandang siswa atau peserta didik
adalah manusia yang mempunyai kodratnya sendiri dan juga kebebasan dalam menentukan
hidupnya. Pandangan Ki Hajar tentang siswa yang tidak mengekang kebebasan siswa ini sesuai
dengan pandangan humanistik terhadap siswa. Aliran humanistik ini membantu siswa dalam
mengembangkan potensinya dan membiarkan siswa belajar dari pengalaman yang dialaminya
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai