Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ARINI TRI WAHYUNINGTYAS

NPM : 2253A32007
KELAS : BIOLOGI A

REFLEKSI DIRI
Pada topik satu, Perjalanan Pendidikan Nasional saya memulai dari menguatkan
komitmen saya sebagai seorang calon guru profesional. Alasan yang melatarbelakangi saya
mengikuti PPG Prajab 2022, yang pada akhirnya mengantarkan saya pada mata kuliah
Filosofi Pendidikan Indonesia.
Setelah mengikuti perkuliahan ini, saya mulai memahami bagaimana perbedaan
antara mengajar dan mendidik serta pentingnya seorang guru untuk dapat mendidik secara
menyeluruh. Mata kuliah filosofi pendidikan Indonesia semakin mengenalkan saya kepada
sosok ‘Ki Hajar Dewantara’, yang semula hanya saya kenal sebagai Bapak Pendidikan di
Indonesia, yang memiliki semboyan terkenal yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Sebuah semboyan yang sudah saya kenal sejak saya
duduk di bangku sekolah dasar, yang ternyata belum saya pahami secara utuh maknanya.
Semula saya berpikir, kenapa sih harus “Kurikulum Merdeka”? Saya dan teman-teman lain
yang sama-sama baru belajar dan berkenalan dengan Kurikulum Merdeka, kini mulai
memahami bahwa konsep pendidikan yang merdeka bukanlah hal baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Konsep tersebut sudah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, bahkan
sebelum Indonesia merdeka. Pengertian pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia
maupun sebagai anggota masyarakat. Di era digital saat ini, cara belajar anak-anak sangat
berbeda dengan cara belajar kita dahulu. Anak-anak saat ini sudah sangat fasih dalam
menggunakan teknologi. Mereka mampu dengan cepat mencari dan mengkonfirmasi
pengetahuan dengan teknologi dalam genggaman. Mereka bisa menjangkau pengetahuan
sekalipun tanpa kita berikan. Sebagai pendidik, kita harus mampu menyelaraskan kompetensi
yang kita miliki dengan perkembangan zaman agar tetap relevan karena meskipun murid-
murid kita telah mampu mengakses pengetahuan sendiri melalui teknologi, namun mereka
tetap butuh kehadiran sosok pendidik. Disinilah pentingnya mendidik secara menyeluruh.
Mendidik menyeluruh berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah mendidik
yang tidak hanya berbentuk pengajaran yang memberikan pengetahuan kepada murid, tetapi
juga mendidik keterampilan berpikir, mengembangkan kecerdasan batin, dan pada akhirnya
murid dapat melancarkan hidup untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
pikiran (intelektual) murid sebaiknya dibangun setinggi-tingginya, seluas luasnya dan selebar
lebarnya untuk mewujudkan perikehidupan lahir dan batin dengan sebaik baiknya. Sebagai
pendidik, kita perlu cermat dalam menempatkan pendidikan pikiran murid sesuai dengan
konteks pendidikan nasional berdasarkan garis-garis bangsanya atau kultural-nasional yang
akan melengkapi, mempertajam dan memperkaya pendidikan keterampilan murid.
Seorang pendidik memiliki tugas untuk menuntun potensi murid agar ia semakin baik
adabnya dan untuk mendapatkan kecerdasan yang luas sehingga ia terlindungi dari pengaruh-
pengaruh yang dapat menghambat bahkan melemahkan tumbuhnya potensi atau kekuatan
dirinya. Untuk menjadi pendidik yang mampu melaksanakan konsep pendidikan merdeka
yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara, saya harus mampu memerdekakan diri sendiri
terlebih dahulu, dengan terus belajar dan mengembangkan kompetensi secara sadar dan
mandiri.

RANGKUMAN MATERI
Topik Perjalanan Pendidikan Nasional menjelaskan bagaimana perjalanan
pendidikan di Indonesia mulai dari sebelum Indonesia merdeka hingga model pendidikan
Indonesia pasca kemerdekaan. Pada mata kuliah ini, saya menyadari betapa besar peran
tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia, seperti Ki Hajar Dewantara, yang mencetuskan konsep
pendidikan merdeka. Konsep pendidikan merdeka tersebut sampai saat ini masih digunakan.
Ki Hajar Dewantara memulai perjuangan dari kritikan-kritikan melalui media massa
surat kabar tempat beliau bekerja, dimana pemerintah kolonial Belanda berulang kali
mengasingkan Ki Hajar Dewantara untuk membungkam ide dan perjuangan beliau dalam
bidang pendidikan. Pada masa kolonial, akses pendidikan hanya diberikan kepada para
pegawai yang bekerja di perusahaan Belanda serta para dokter yang bertujuan untuk
menguntungkan dan melancarkan kepentingan pemerintah kolonial Belanda, kelas-kelas
yang disediakan juga terbatas sehingga tidak mampu menampung banyak orang untuk
belajar. Hingga pada akhirnya lahirlah sekolah dengan nama ‘Taman Siswa’ yang didirikan
oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta. Di sekolah inilah lahir konsep dan semboyannya
“Ing Ngarso Sung tulodo ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani”, yang artinya “di
depan memberi contoh di tengah membangun semangat dan di belakang memberi dorongan”.
Prinsip ini berlaku bagi seluruh komponen yang ada di sekolah Taman siswa terutama
pendidik/guru dan peserta didik/siswa. Ki Hajar Dewantara bahkan memiliki prinsip untuk
‘menghamba’ kepada peserta didik, bukan dalam arti yang negatif namun Ki Hajar
Dewantara ingin para pendidik/guru untuk fokus kepada peserta didik, sehingga segala
metode, model dan media pembelajaran yang dikembangkan oleh pendidik/guru harus
disesuiakan dengan peserta didik yang diajar. Prinsip Ing Ngarso Sung tulodo ing Madyo
Mangun Karso Tut Wuri Handayani pertama kali diciptakan dan digunakan di sekolah
Taman Siswa, prinsip ini berlaku untuk semua Pamong atau guru dan murid di Taman Siswa.
Hingga saat ini prinsip tersebut masih digunakan di dunia pendidikan dan menjadi pedoman
dalam penyusunan kurikulum merdeka. Penguatan pendidikan karakter yang sejalan dengan
konsep Ki Hajar Dewantara saat ini amat dibutuhkan mengingat bahwa kita berada di masa
abad 21, dimana teknologi berkembang pesat dan menuntut kecepatan pendidik untuk
senantiasa membimbing dan mengarahkan peserta didik. Efek globalisasi dan perkembangan
teknologi yang memudahkan segala aspek kehidupan lama kelamaan memudarkan aspek-
aspek sosial, budaya dan karakter peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.
Pendidikan karakter harus mencakup berbagai nilai, norma, budaya, sosial dan nasionalisme
serta patriotisme yang mengacu pada pancasila.
Penanaman pendidikan karakter bukanlah proses yang mudah, oleh karena itu perlu
konsistensi dan kesabaran serta keterkaitan banyak pihak, baik itu di sekolah, di rumah
maupun di lingkungan pergaulan dan lingkungan masyarakat luas. Penanaman pendidikan
karakter dibiasakan sejak dini oleh orang tua, dikembangkan dan dibina di sekolah, dan
masyarakat ikut mengawasi dan membimbing di lingkup lingkungan masyarakat. Setelah
saya mempelajari mengenai perjalanan pendidikan nasional dan mendalami konsep yang
diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara akhirnya saya memahami bahwa konsep pendidikan
merdeka menuntut pendidik/guru untuk terus berorientasi pada siswa tidak hanya pada aspek
materi atau akademik saja namun juga aspek pendidikan karakter, dengan berkembangnya
iptek yang pesat maka tantangan yang dihadapi tentu semakin bertambah. Keadaan kelas dan
kondisi peserta didik akan semakin variatif dan kompleks sehingga pendidik/guru harus
memiliki tekat dan motivasi yang kuat untuk senantiasa memahami peserta didik/siswa.
Berbagai karakter dan kondisi siswa tersebut membuat saya menyadari bahwa tugas
pendidik/guru tidak hanya saat pembelajaran, namun sebelum melakukan pembelajaran dan
setelah melakukan pembelajaran. Sebelum melakukan pembelajaran pendidik/guru harus
melakukan identifikasi dan kualifikasi terhadap peserta didik/siswa terkait dengan gaya
belajar dan metode pembelajaran yang cocok diterapkan, saat pembelajaran pendidik/guru
harus memperhatikan apakah proses pembelajaran berjalan lancar dan sesuai rencana, serta
setelah pembelajaran pendidik/guru memastikan apakah siswa telah memahami materi yang
disampaikan. Bentuk assesmen yang dibuat oleh pendidik/guru juga harus disesuaikan
dengan karakteristik masing-masing peserta didik/siswa.

Anda mungkin juga menyukai