Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUBUNGAN EFEK SAMPING OBAT ANTI TUBERKULOSIS


DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERKULOSIS
Mata Kuliah : Farmakologi

Dosen Pengampu : Ns. Annisa ain, M.Kep

DI SUSUN OLEH :

GEA PALENTINA PUTRI : 23011083

YOVITA PUJI INDRIANI PING : 23011118

RUSTIANA CHICA : 23011106

BOBY CHANDRA : 23011072

DIEZTAVEN ARY TWOYOGA : 23011078

RORI ALIA SYAHBANA : 23011105

VIRA KHOIRUN NISA : 23011116

ANGEL PUTRI AMELIA : 23011061

ILMU KEPERAWATAN
ITKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sederhana guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Farmakologi. Pada
kesempatan ini dengan hormat kami memperkenalkan makalah kelompok kami yang berjudul
"Hubungan Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis Dan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Tuberkulosis."

Makalah ini merupakan bagian dari upaya mengkaji permasalahan kompleks seputar
pengobatan tuberkulosis yang masih menjadi permasalahan global. Dalam proses pengembangan
ini, kami melakukan analisis untuk memahami dampak efek samping obat TBC terhadap
kepatuhan pengobatan pada pasien TBC. Kami berharap makalah ini memberikan pembaca
wawasan berharga mengenai peran efek samping obat terhadap kepatuhan pasien terhadap
rejimen pengobatan TBC.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami dalam
penyusunan makalah ini.kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap pemahaman pengendalian tuberkulosis dan mendorong upaya lebih lanjut untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat.

Samarinda, Kamis 14 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1

C. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................................ 1

D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2

A. DEFINISI PERNAPASAN ............................................................................................ 2


B. FISIOLOGI PERNAPASAN ........................................................................................ 2

C. OBAT UNTUK GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN ATAS .......................... 3

D. OBAT UNTUK GANGGUAN PERNAPASAN BAWAH ......................................... 4

E. EVIDENCE BASED TERKAIT ................................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................... 7

A. PENGERTIAN TUBERKULOSIS (TBC) .................................................................. 7

B. PERAN OBAT PADA PENYAKIT TUBERKULOSIS............................................. 7

C. ETIOLOGI TUBERKULOSIS .................................................................................... 7

D. PATOFISIOLOGI TUBERKULOSIS......................................................................... 8
E. KOMPLIKASI TUBERKULOSIS .............................................................................. 9
F. IMPLIKASI KLINS .................................................................................................... 10

G. OBAT ANTI TUBERKULOSIS................................................................................. 10

H. FAKTOR RESIKO TUBERKULOSIS ..................................................................... 11

I. STUDI KASUS ATAU CONTOH KASUS ................................................................ 13

BAB IV ...................................................................................................................................... 16

ii
PENUTUP ................................................................................................................................. 16

A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 16

B. SARAN .......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global dan masih menjadi


tantangan serius dalam upaya pencegahan dan pengendalian. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 10 juta orang terinfeksi TBC dan
sekitar 1,4 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya. Pengobatan
tuberkulosis memerlukan rencana pengobatan jangka panjang yang terdiri dari beberapa
obat anti tuberkulosis yang harus diminum secara teratur dan lengkap. Kepatuhan pasien
terhadap obat anti tuberkulosis merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan pengobatan dan pencegahan penyebaran penyakit ini.

Namun kendala yang umum terjadi adalah efek samping obat TBC yang dapat
mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Efek samping obat anti tuberkulosis
berkisar dari ringan hingga berat, termasuk mual, muntah, gangguan hati, dan kerusakan
saraf. Ketika pasien mengalami efek samping yang tidak menyenangkan atau efek
samping yang mempengaruhi kualitas hidup mereka, mereka cenderung menghentikan
atau mengurangi pengobatan mereka, yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
dan berkembangnya resistensi obat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja jenis obat-obatan pada gangguan pernapasan?


2. Bagaimana peran obat-obatan pada penyakit tuberkulosis?

3. Bagaimana pentingnya kepatuhan minum obat terhadap pasien tuberkulosis?


C. TUJUAN PENELITIAN

Menganalisis kepatuhan pasien tuberkulosis pada obat-obatan anti tuberkulosis.

D. MANFAAT PENELITIAN

Menyediakan wawasan yang kuat tentang efek samping obat anti-TB dan
pentingnya kepatuhan minum obat pasien TB.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERNAPASAN

Pernapasan (atau ventilasi) adalah proses menggerakkan udara masuk dan keluar
dari paru-paru untuk memfasilitasi pertukaran gas dengan lingkungan internal tubuh,
terutama dengan memasukkan oksigen dan membuang karbon dioksida.Pernapasan
semua vertebrata yang memiliki paru-paru terdiri dari siklus berulang inhalasi dan
ekshalasi melalui sistem tabung atau saluran udara bercabang yang mengarah dari
hidung ke alveolus.

B. FISIOLOGI PERNAPASAN

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara ke
dalam dan keluar paru disebabkan oleh:

a. Tekanan pleura :
Tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada.
Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang
dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai
istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan
menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan
tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
b. Tekanan alveolus :
Tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada
udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada semua jalan
nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0
dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli
harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat
menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan.
c. Tekanan transpulmonal :
Perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada permukaan luar paru, dan
ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada
2
setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting paru.

C. OBAT UNTUK GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN ATAS

Gangguan saluran pernapasan atas terjadi di rongga hidung, sinus, atau


tenggorokan.Gangguan saluran pernapasan atas yang umam terjadi, antara lain pilek,
rhinitis akut, sinusitis, tonsilitis akut, dan laringitis akut. Obat pada gangguan saluran
pernapsan antara lain:

1. Antihistamin

Histamin diproduksi sebagai respons terhadap reaksi alergi atau kerusakan


jaringan. Histamin bekerja pada daerah seperti sistem vaskular dan otot halus, yang
mengakibatkan dilatasi arteri dan peningkatkan permeabilitas kapiler dan vena.
Dilatasi pada arteri mengakibatkan kemerahan pada daerah tersebut. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kecil mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh
menuju jaringan di sekitarnya sehingga pembuluh darah bengkak.

Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk menghambat reseptor


sel, sehingga menghasilkan efek histamin pada organ dan struktur tubuh.
Antihistamin bekerja dengan menghambat hampir semua, namun tidak semua, efek
histamin. Antihistamin berkompetisi dengan histamin untuk mencapai situs reseptor
histamin di seluruh tubuh. Dengan demikian, menghambat atau mencegah histamin
masuk ke situs reseptor.

2. Dekongestan

Pasien umumnya mengalami hidung berair ketika terserang flu dan


mengakibatkan selaput lendir membengkak akibat serangan rhinovirus atau biasa di
sebut hidung tersumbat. Dekongestan menghasilkan vasokonstriksi lokal pada
pembuluh darah kecil membran hidung seperti obat menghambat adrenergis.
Vasokonstriksi mengurangi pembengkakan pada jalur hidung. Dekongestan tersedia
dalam bentuk semprot hidung, tetes, tablet, kapsul, atau cairan. Penggunaan
dekongestan secara terus menerus mengakibatkan pasien toleran terhadap obat.
Oleh karenanya, dekongestan tidak boleh digunakan lebih dari 5 hari.

Dekongestan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu dekongestan hidung yang


berperan memberikan pertolongan pertama pada pasien, dekongestan sistemik yang
3
meredakan penyumbatan hidung lebih lama, serta dekongestan glukokortikoid yang
dapat digunakan untuk pengobatan terhadap rhinitis.

3. Antitusif

Antitusif merupakan obat pereda batuk tidak produktif, Antitusif bekerja


dengan menekan pusat batuk dalam medua dan disebut sebagai obat yang bekerja
secara terpusat. Salah satu contoh antitusif adalah kodein dandekstrometorpan.
Keduanya bekerja secara perifer dengan memberikan anestesi pada reseptor
peregang dalam jalur pernapasan, sehingga menurunkan batuk.

Apabila batuk menghasilkan dahak, maka pemberian antitusif kurang efektif.


Sebaiknya jika mengalami batuk dapat mendatangi dokter atau layanan kesehatan
untuk pemeriksaan lebih lanjut.

4. Ekspektoran

Ekspektoran biasanya diberikan bersama dengan mukolitik. Mukolitik akan


memecah mukus dalam paru- paru, sedangkan ekspektoran dapat mengeluarkannya
melalui saluran pernapasan dengan lebih mudah. Salah satu contoh mukolitik adalah
asetilsistein (Mucomyst) dan alfa dornase (Pulmozyme).

D. OBAT UNTUK GANGGUAN PERNAPASAN BAWAH

Gangguan saluran pernapasan bawah atau sering di sebut juga sebagai penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan kondisi yang menghambat pembuluh
trakeobronkial dalam melakukan pertukaran gas di dalam paru-paru. Gangguan yang
termasuk dalam golongan ini antara lain bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan
asma. Pada saat bronkiolus menyempit dapat terjadi obstruksi jalan pernapasan, yang
disebut bronkospasme. Kondisi demikian menyebabkan peningkatan sekresi lendir
yang selanjutnya mengakibatkan penderita mengalami dispnea, yaitu kesulitan
bernapas.

Pembahasan ini akan menyebabkan beberapa gangguan y seperti tuberkulosis


(TBC), penumonia, bronkiektasis, bronkitis kronis, emfisema, dan asma. Dibawah ini
beberapa obat untuk gangguan pernapasan bawah :

1. Bronkodilator

4
Bronkodilator merupakan obat untuk berbagai gangguan pulmonari kronis.
Bronkodilator agonis adrenergis atau agonis beta-2 serangan pendek (SABA)
digunakan untuk meringankan bronkospasma yang berkaitan dengan pernapasan,
seperti asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema.

Bronkodilator dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Bronkodilator Adrenergis

Saat bronkospasma terjadi, terdapat penurunan lumen atau diameter dalam


bronkus, yang menurunkan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru dan
mengakibatkan tekanan pada sistem pernapasan. Obat bronkodilator
berfungsi untuk membukabronkus dan merelaksasikan otot halus, sehingga
memungkinkan masuknya udara ke dalam paru-paru, yang mengurangi atau
menghilangkan tekanan pada sistem pernapasan.

b. Bronkodilator Turunan Xantin

obat turunan xantin antara lain adalah teofilin dan aminofilin. Turunan
xantin merupakan obat yang menstimulasi sistem saraf pusat untuk
mendorong bronkodilatasi turunan xantin mengakibatkan relaksasi langsung
pada otot halus bronkus. turunan xantin membantu meringan dan mencegah
asma bronkhial serta mengobatan bronkospasma yang berkaitan dengan
bronkitis kronis dan emfisema.

2. Obat Antiasma

Pengobatan asma dibedakan menjadi dua, yaitu pengobatan konstrol jangka


panjang dan pengobatan untuk meringankan Gejala asma dengan cepat. Terapi
untuk meringankan gejala asma dengan cepat dapat menggunakan obat
bronkodilator. Obat antiasma dapat digunakan untuk pengobatan kontrol asma
jangka panjang. Obat antiasma digunakan sehari-hari agar kontrol asma yang
persisten dapat dicapai. Obat antiasma menunjukkan aksi yang efektif dalam
menurunkan inflamasi asma. Obat antiasma terdapat beberapa jenis:

a. Kortikosteroid Yang Dihirup

Kortikosteroid yang dihirup merupakan pengobatan kontrol yang panjang

5
cukup efektif pada semua tahapan perawatan asma yang persisten.
Kortikosteroid dapat dikombinasi dengan obat agonis beta-2 jangka panjang
agar menghasilkan efek yang terbaik. Kortikosteroid yang dihirup digunakan
untuk peng obatan inflamasi yang berikaitan dengan asma kronis la diberikan
dengan inhalasi. Obat ini bekerja sebagai antiinflamasi dengan mengurangi
hiperresponsivitas jalur pernapasan, menurunkan jumlah sel mast dalam jalur
pernapasan, menghambat rekasi terhadap alergi dan meningkatkan
sensitivitas reseptor B., sehingga koeningkatkan efektivitas obat agonis
reseptor B. Contoh kortikosteroid yang dihirup antara lain beklometason.
flunisolida, dan triamkinolon.

b. Penstabil Sel Mast

Sel mast digunakan untuk menstabilkan membran sel mast, dengan


mencegah ion kalsium masuk ke dalam sel mast sehingga mencegah
pelepasan mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien. Penstabil sel
mast diindikasikan untuk mencegah bronkospasma dan serangan asma
bronkial, yang diberikan melalui aerosol inhalasi. Namun , spesifik dari
penstabil sel mast belum diketahui.

E. EVIDENCE BASED TERKAIT

Diagnosis tuberkulosis berbasis bukti mengacu pada penggunaan metode dan


pendekatan yang tervalidasi secara ilmiah untuk mendiagnosis tuberkulosis (TB) dan
kondisi terkait. Hal ini mencakup penggunaan tes diagnostik, seperti mikroskopis
dahak, kultur dahak, dan pengujian kerentanan obat, serta teknologi baru seperti sistem
Xpert MTB/RIF. yang dapat mendeteksi mutasi resistensi Mycobacterium tuberkulosis
dan rifampisin. Selain itu, ada upaya untuk mengembangkan diagnostik baru, seperti
tes berbasis sel T untuk infeksi tuberkulosis laten dan tes GenoTip MTBDR untuk
tuberkulosis yang resistan terhadap banyak obat.

Komunitas ilmiah global bertanggung jawab untuk mengevaluasi teknologi


diagnostik baru untuk memastikan teknologi tersebut mempunyai dampak terbesar
terhadap kesehatan Masyarakat. Hal ini mencakup penilaian potensi manfaat
diagnostik baru, seperti peningkatan sensitivitas, spesifisitas, dan aksesibilitas, serta
mengembangkan metodologi untuk mengevaluasi kinerjanya.
6
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TUBERKULOSIS (TBC)

Tuberkulosis merupakan gangguan yang ditandai dengan batuk-batuk


seperti flu. Penyebab tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis,
yang tahan terhadap kondisi asam. Penyakit tuberkulosis dapat ditularkan oleh
penderita ke orang lain di sekitarnya melalui kontak cairan tubuh, seperti retesan
air batuk. Bakteri selanjutnya terhirup pada alveolus orang lain. Basil bakteri
dapat beredar dari paru-paru ke organ rubuh lain melalui sistem peredaran darh
dan limfatik. Apabila kekebalan tubuh individu tersebut dalam keadaan baik,
fagosit bertindak dengan menghentikan jumlah basil. Sebaliknya, apabila kondisi
individu tersebut kurang baik, basil dapat beredar dan memperbanyak jumlahnya
ke seluruh tubuh.

B. PERAN OBAT PADA PENYAKIT TUBERKULOSIS

Peran obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah untuk mengatasi infeksi tuberkulosis


dan membantu mengurangi resistensi ke obat. OAT terdiri dari beberapa jenis obat, yaitu
isoniazid, rimfampisin, pirasinamid, dan etambutol. Pengobatan pada pasien
tuberkulosis dilakukan dengan pemberian OAT selama 6 sampai 9 bulan. OAT ini
diberikan pada pasien tuberkulosis yang dapat terbagi menjadi beberapa lini, dan
pengobatan OAT lini pertama sendiri terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin, Pirazinamid,
dan Ethambutol.

C. ETIOLOGI TUBERKULOSIS

Tuberkulosis paru atau tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium


tuberculosis yang merupakan basil tahan asam dan alkohol. Mycobacterium tuberculosis
adalah bakteri yang bersifat aerobik obligat, fakultatif, dan intraseluler. Kandungan lipid
yang tinggi pada dinding sel mycobacterium tuberculosis menyebabkan bakteri ini dapat
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik dan sulit diwarnai dengan pewarnaan gram
atau pewarnaan lainnya.

7
Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan dalam kondisi asam dan basa yang
ekstrem, kondisi rendah oksigen, dan kondisi intraseluler. Bakteri ini umumnya
menginfeksi paru-paru tetapi dapat juga menginfeksi organ lain, seperti tulang, otak,
hati, ginjal, dan saluran pencernaan. Manusia merupakan satu-satunya host
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar dari orang ke orang melalui partikel
droplet aerosol. Ukuran droplet infeksius dari pasien tuberkulosis paru bervariasi dari
0,65 µm hingga >7,0 µm. Partikel aerosol yang berukuran kecil dapat melewati
nasofaring hingga trakea dan bronkus, lalu terkumpul di saluran napas distal. Sementara
itu, partikel aerosol yang lebih besar dapat terkumpul di saluran napas atas atau orofaring
dan mengakibatkan tuberkulosis orofaring atau tuberkulosis nodus limfatik servikal.

D. PATOFISIOLOGI TUBERKULOSIS

Patofisiologi penyakit tuberkulosis dimulai dari masuknya bakteri ke dalam alveoli


lalu Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara melakukan
reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik tuberculosis
menghancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan
penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia.
Selanjutnya terbentuk granulomas yang diubah menjadi fibrosa, Bagian sentral dari
massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa
seperti keju dan membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman.
Penularan tuberkulosis dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, kebiasan merokok,
pekerjaan, status ekonomi dan lingkungan. Penderita tuberkulosis umumnya akan
mengalami gejala seperti batuk lebih dari dua minggu, sesak nafas, mudah lelah, nafsu
makan turun, dahak bercampur darah, demam, dan berat badan menurun.

TBC paru disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang menular


melalui aerosol dari membran mukosa paru-paru individu yang telah terinfeksi. Ketika
seseorang dengan TB paru yang aktif batuk, bersin, atau meludah, droplet akan keluar
ke udara bebas. Ketika terinhalasi oleh individu lain, droplet infeksius akan terkumpul
di paru-paru dan organisme akan berkembang dalam waktu 2–12 minggu. Kontak
pertama bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan host dapat menyebabkan infeksi
tuberkulosis primer yang umumnya membentuk lesi tipikal TB, yaitu kompleks Ghon.
Kompleks Ghon merupakan granuloma epiteloid dengan nekrosis kaseosa di bagian

8
tengahnya. Lesi ini paling umum ditemukan dalam makrofag alveolar dari bagian
subpleura paru-paru.Lesi inisial dapat sembuh dengan sendirinya dan infeksi menjadi
laten. Fibrosis terjadi bila enzim hidrolitik melarutkan tuberkel dan lesi dikelilingi oleh
kapsul fibrosis. Nodul fibrokaseosa ini sering kali mengandung mycobacteria dan
berpotensi reaktivasi.

Ketika host tidak dapat menekan infeksi inisial, infeksi primer TB dapat
berkembang lebih lanjut, terutama di lobus tengah dan bawah dari paru-paru. Eksudat
yang purulen dan mengandung basil tahan asam (BTA) dapat ditemukan di sputum dan
jaringan paru. Namun, bila infeksi tuberkulosis dapat ditekan atau dilawan oleh sistem
imun, infeksi tuberkulosis dapat menjadi infeksi laten. Individu dengan infeksi
tuberkulosis laten tidak dapat menularkan bakteri tetapi infeksi laten dapat teraktivasi
bila host mengalami imunosupresi. Setelah itu, infeksi akan menjadi infeksi tuberkulosis
sekunder.

E. KOMPLIKASI TUBERKULOSIS

Tuberkulosis atau TBC paru, dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:

1. Kerusakan paru-paru permanen: TBC yang tidak ditangani atau pengobatannya


tidak dijalani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan paru-paru permanen
2. Penyebaran tuberkulosis ke organ lain: TBC yang tidak ditangani dapat menyebar
luas ke organ lain, seperti nyeri dan patah tulang belakang, kerusakan sendi,
meningitis, gangguan kelenjar getah bening, gangguan pada hati atau ginjal, serta
penyakit jantung
3. Kematian: TBC yang menyebar luas ke organ-organ lain berisiko menyebabkan
kematian
4. Nyeri punggung: Komplikasi umum dari tuberkulosis
5. Kerusakan sendi: TBC dapat menyebabkan kerusakan sendi yang mempengaruhi
pinggul dan lutut.
6. Pembengkakan selaput: TBC dapat menyebabkan pembengkakan selaput yang
menutupi otak (meningitis), yang ditandai dengan sakit kepala yang berlangsung
lama (berminggu-minggu)
7. Masalah hati atau ginjal: TBC dapat menyebabkan masalah hati atau ginjal
8. Peradangan dan penumpukan cairan pada paru-paru: TBC dapat menyebabkan

9
peradangan dan penumpukan cairan pada paru-paru, yang dapat mengganggu
kemampuan jantung untuk memompa (tamponade jantung)
9. Erythema nodosum: TBC dapat menyebabkan kondisi erythema nodosum.

Untuk mencegah komplikasi ini, penting untuk melakukan pengobatan TBC segera dan
menerapkan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang
dan rutin berolahraga

F. IMPLIKASI KLINS
1. Dampak Yang Di Inginkan :

Kepatuhan dalam minum OAT sangat berperan penting dalam proses


penyembuhan penyakit Tuberkulosis, sebab hanya dengan meminum obat secara
teratur dan patuh maka penderita Tuberkulosis Paru akan sembuh secara total.

2. Dampak Yang Tidak Diinginkan :

Efek samping yang didapat ketika menggunakan Obat Anti Tuberkulosis.

G. OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Beberapa obat anti tuberkulosis yang umum digunakan dalam pengobatan
tuberkulosis (TBC) adalah :
1. Isoniazid (INH):
Isoniazid mengganggu sintesis (pembentukan) dinding sel bakteri TB dengan
menargetkan enzim spesif k, yaitu enzim InhA. Dengan mengganggu pembentukan
dinding sel bakteri, isoniazid membuat bakteri TB menjadi lebih rentan terhadap
kerusakan dan penghancuran oleh sistem kekebalan tubuh.
Terdapat juga efek samping dari penggunaan isoniazid seperti, Hepatitis (radang
hati), neuropati (kerusakan saraf), reaksi alergi, mual, muntah, gangguan tidur, dan
gangguan mental.
2. Rifampicin (RIF):
Rifampicin menghambat sintesis RNA bakteri TB dengan mengikat enzim
RNA polimerase. RNA polimerase adalah enzim yang penting untuk replikasi
(perbanyakan) dan ekspresi genetik bakteri. Dengan menghambat aktivitas enzim
ini, rifampicin mencegah bakteri TB untuk membuat RNA yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.

10
Rifampicin juga memiliki beberapa efek samping yaitu, Hepatitis, reaksi alergi,
gangguan fungsi hati, discoloration (perubahan warna) air seni, cairan tubuh (air
seni, keringat, air mata) menjadi oranye merah, dan gangguan saluran cerna.
3. Pyrazinamide (PZA)
Mekanisme persis Pyrazinamide masih belum sepenuhnya dipahami. Namun,
diperkirakan bahwa PZA mengubah lingkungan asam di dalam sel bakteri TB,
sehingga menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian bakteri.
Namun beberapa efek samping dapat ditimbilkan seperti, Hepatitis, gangguan
fungsi hati, asam urat tinggi (gout), ruam kulit, dan gangguan pencernaan.
4. Ethambutol (EMB):
Ethambutol menghambat sintesis dinding sel bakteri TB dengan mengganggu
enzim yang disebut arabinosil transferase. Arabinosil transferase penting untuk
pembentukan lapisan dinding sel bakteri yang kuat. Dengan menghambat aktivitas
enzim ini, ethambutol melemahkan dinding sel bakteri dan membuatnya lebih
rentan terhadap kerusakan oleh obat-obatan lain dan sistem kekebalan tubuh.
Ethambutol juga memiliki beberapa efek samping yaitu, Kerusakan penglihatan,
gangguan pada saraf optik, gangguan hati, dan reaksi alergi.
H. FAKTOR RESIKO TUBERKULOSIS
1. Kontak erat dengan pasien tuberkulosis:
Kontak erat dengan pasien tuberkulosis meningkatkan risiko tertular karena
bakteri tuberkulosis dapat disebarkan melalui udara saat pasien batuk, bersin atau
berbicara.
2. Sistem kekebalan tubuh yang lemah :
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.
Sistem kekebalan tubuh yang kuat biasanya dapat melawan infeksi ini, tetapi jika
kekebalan tubuh melemah, bakteri tersebut dapat berkembang biak dengan lebih
mudah dalam tubuh,
3. Lingkungan yang padat dan tidak sehat:
Rumah yang penuh sesak dan tidak bersih serta terbatasnya akses terhadap
layanan kesehatan dapat meningkatkan risiko penularan tuberkulosis.
4. Usia:
Orang lanjut usia mempunyai risiko lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuh
mereka biasanya melemah seiring bertambahnya usia.
11
5. Kondisi medis tertentu:
Penyakit paru-paru kronis, gagal ginjal, dan penyakit pada hati dapat
meningkatkan risiko tuberkulosis.

12
I. STUDI KASUS ATAU CONTOH KASUS

Judul Jurnal/ Kelompok


Author, Kontrol
No. Populasi/S Kelompok Alat Hasil Penelitian
Tahun/Jenis ampel Intervensi (Jika Ukur
Ada)
Penelitian
1. Jurnal :Koreksi Efek Pada Penderita kuisioner Hasil penelitian
Samping Obat Anti Tuberkulosis di diperoleh data tingkat
Tuberkulosis dengan Puskesmas kepatuhan responden
Kepatuhan Pengobatan Pekauman
Pasien TB Paru Banjarmasin, gejala efek samping
30 Responden obat ringan yang patuh
sejumlah 20 responden
(66,7%). Tingkat
kepatuhan responden
Author : dengan gejala efek
1. Sethiana Dewi Ruben1 samping berat yang
patuh sebanyak 6
2. Santalia Banne Tondok responden (20,0%),
tingkat kepatuhan
3. Guruh Suprayitno
responden gejala efek
samping berat yang
tidak patuh sebanyak 4
responden (13,3%).

Tahun : 2023

13
2. Judul Jurnal : Pada Kuisioner Hasil Penelitian yang
:Hubungan tingkat penderita di peroleh bahwa
kepatuhan minum obat tuberkulosis responden kelompok
pasien tuberkulosis
terhadap efek samping di Puskesmas respon baik tentang
obat anti tuberkulosis Kecamatan efek samping obat
Sungai memilki kepatuhan
Betung tinggi sebanyak 42,9%
Author : Kabupaten dan kepatuhan rendah
1.Berly Afilla Christy Bengkayang, sebanyak 8,5%
35 Responden sedangkan responden
2.Ressi Susanti kelompok respon
3.Nurmainah kurang tentang efek
samping obat memilki
kepatuhan tinggi
sebanyak 22,9% dan
kepatuhan rendah
Tahun : 2022
25,7%.
3. Judul Jurnal : :Pada 27 instrumen penelitian
Pengaruh Efek penderita pernyataan menunjukkan bahwa,
Samping Oat (Obat tuberkulosis dengan efek samping OAT
Anti Tuberculosis) di Puskesmas menggunaka ringan yang
Terhadap Kepatuhan Pekauman n skala
Minum Obat Pada patuh minum obat
Bajarmasin, Guttman
Pasien Tbc Di sebanyak 15 orang
Puskesmas 40 Responden dengan dua
(37,5%), responden
pilihan "ya"
yang
dan "tidak"
Author : mempunyai efek
1. Seniantara samping OAT ringan
yang tidak patuh
2. I Kadek minum obat
3. Ivana
sebanyak 0 orang
4. Theresia (00,0%), responden
5. Adang, yang mempunyai efek

6. Yohana Gabrilinda samping OAT berat


dan patuh minum obat
sebanyak 11 orang

(65%), dan responden


yang mempunyai efek
samping berat dan

14
tidak patuh minum
obat sebanyak 14 orang
(35%) di Puskesmas

Pekauman
Banjarmasin.

15
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Efek samping obat anti tuberkulosis dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan


pada pasien tuberkulosis. Pasien yang mengalami efek samping parah cenderung
mengurangi dosis obat atau bahkan menghentikan konsumsi obat, sehingga dapat
menurunkan efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko kekambuhan tuberkulosis.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan keberhasilan


pengobatan pada pasien tuberkulosis, penting untuk memantau pasien dan memberikan
edukasi efeksamping obat agar menghasilkan pengobatan yang efektif.

B. SARAN
perlu dikembangkan program edukasi yang lebih efektif untuk meningkatkan
pemahaman pasien tentang obat anti-TB dan pentingnya kepatuhan minum obat, serta
perlunya pemantauan konsumsi obat pada pasien agar Pengobatan mencapai
keberhasilan yang signifikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Jitowiyoni, Sugeng. 2017. Farmakologi Pendekatan Perawat. Yogyakarta: PT. Pustaka


Baru.

Lestari, Siti. 2016. Farmakologi Dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Woro, Sujati. 2016. Farmakologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Gunawan, Sulistia, Setiabudy, Rianto, Nafri, Instianty. 2016. Farmokologi dan Terapi
edisi 6. Jakarta: FKUI.

17

Anda mungkin juga menyukai