Anda di halaman 1dari 5

PENGEMBANGAN TEORI PIAGET

KELOMPOK 1B:
Rizky Anadora Sianipar (22150027)
Chrystin F. Situngkir (22150028)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Tambunan M.Pd.
I. Pendahuluan
Jean Piaget (1927-1980)

Jean Piaget merupakan seorang psikolog yang berasal dari Swiss dan sudah
berkontribusi besar terhadap pemahaman mengenai perkembangan kognitif anak. Ia lahir
pada tahun 1896 dan pada awalnya, ia dilatih sebagai seorang ahli biologi dan filsuf.
Walaupun terkenal dengan karyanya sebagai seorang psikolog, namun Ia juga berhasil
menerbitkan beberapa penelitian yang membahas tentang burung pipit dan moluska. Piaget
sangat memperhatikan bahwa anak-anak di usia tertentu cenderung memberikan jenis
jawaban salah yang sama. Dari pengamatan dan juga wawancara lanjutan dengan anak-anak
mengenai kesalahan tersebut, Ia mengembangkan sebuah teori yang diberi nama Teori Piaget,
yakni tentang bagaimana proses kognitif anak berkembang.
Piaget lebih menitik beratkan pembahasannya pada struktur kognitif. Ia meneliti dan
menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan
para ahli-ahli psikologi sebelumnya. Ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya
kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga
berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan
intelektual individu serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu
mengamati ilmu pengetahuan. Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang
bagaimana anak mengembangkan konsep dunia di sekitar mereka. Teori Piaget sering disebut
genetic epistimologi (epistimologi genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan
kemampuan intelektual, bahwa genetik mengacu pada pertumbuhan develop mental bukan
warisan biologis (keturunan).
Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensori motor, yang
memberi kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya (Dimyati and Mudjiono:
2018, 14). Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensori motor ini. Dengan
kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons
oleh si anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Melalui
interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan
perkembangan pengalaman terus-menerus. Tetapi menurut Piaget, ini adalah proses yang
lambat, karena skemata baru itu selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya.
Dengan cara ini, pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak
terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak mampu
memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengeksplorasi kemungkinan
akibatnya. Interiorisasi menghasilkan perkembangan operasi yang membebaskan anak dari
kebutuhan untuk berhadapan langsung dengan lingkungan karena dalam hal ini anak sudah
mampu melakukan manipulasi simbolis. Perkembangan operasi (tindakan yang
diinteriorisasikan) memberi anak cara yang kompleks untuk menangani lingkungan dan anak
mampu melakukan tindakan intelektual yang lebih kompleks. Karena struktur kognitif anak
lebih terartikulasikan. Dalam teorinya, perkembangan kognitif terjadi dalam urutan empat
tahap yaitu: Tahap sensorimotor, tahap pemikiran pra- operasional, tahap operasional konkrit,
tahap operasional formal. (Dimyati and Mudjiono: 2018, 14).

A. Tahap Perkembangan Teori Belajar Piaget


Piaget mengajukan teori tentang perkembangan kognitif anak yang melibatkan proses-proses
penting yaitu skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, ekulibrasi. Dalam teorinya,
perkembangan kognitif terjadi dalam urutan empat tahap yaitu:
1. Tahap Sensori Motorik (Usia 0-2 Tahun)
Anak pada periode ini memperoleh pengalaman dari gerakan anggota tubuh dan
koordinasi semua alat inderanya. Gerakan merupakan reaksi langsung dari rangsangan.
Reaksi yang dilakukan anak muncul karena anak menggunakan alat inderanya seperti
melihat dan meraba suatu objek.
2. Tahap Pra-Operasional (Usia 2-7 Tahun)
Tahap ini merupakan tahap persiapan anak untuk memasuki periode berpikir logis yng
merupakan aktivitas mental, bukan lagi aktivitas sensori motor. Tahap ini merupakan
pemberian simbol atau nama. Anak fokus pada kontak langsung dengan lingkungannya.
Kemudian anak mulai memanipulasi simbol dari benda-benda disekitarnya. Pada tahap
ini, anak mampu menggunakan simbol tetapi masih sulit mengambil keputusan.
3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 Tahun)
Anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan
mengklasifikasikan benda-benda di sekitarnya ke dalam bentuk yang berbeda. Namun,
kekurangannya, jika anak dihadapkan pada masalah verbal bukan konkret belum mampu
menyelesaikan masalah dengan baik.
4. Tahap Operasi Formal (Usia 12 Sampai Dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal
yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau
peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi
dan generalisasi. Anak pada tahap ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif
pemecahan suatu masalah.

B. Tahap Operasional Teori Belajar Piaget


Berdasarkan teori Piaget di atas, maka kegiatan operasional dinyatakan sebagai berikut :
1. Tahap Sensorik (Sensori Motorik)
1. Anak membangun pemahamannya melalui penglihatan.
2. Anak membangun pemahamannya melalui sentuhan.
2. Tahap Pra-Operasional
1. Anak mampu memanipulasi simbol dari benda disekitarnya.
2. Anak dapat menggunakan simbol untuk mengungkapkan sesuatu yang lebih jelas.
3. Tahap Operasional Konkret
1. Anak mampu mengelompokkan benda berdasarkan bentuknya.
2. Anak berpikir logis terhadap objek secara konkret.
4. Tahap Operasi Formal
1. Anak memiliki kemampuan bernalar secara abstrak untuk memecahkan suatu
masalah.

II. Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran Matematika


Materi Pelajaran : Bangun Datar (Persegi Panjang)
Kelas : IV
Waktu : 2× 60 menit
Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa dapat mengenal bangun datar.
2. Siswa dapat menyelesaikan masalah terkait bangun datar.
3. Siswa dapat menerapkan bangun datar dalam kehidupan sehari-hari.

1. Tahap Sensorik (Sensori Motorik)


1. Anak membangun pemahamannya melalui penglihatan.
Guru menunjukkan contoh dari persegi panjang misalnya papan tulis, buku, maupun
selembar kertas kepada peserta didik.
2. Anak membangun pemahamannya melalui sentuhan.
Guru mengarahkan peserta didik untuk mengambil selembar kertas untuk diamati.

2. Tahap Pra-Operasional
1. Anak mampu memanipulasi simbol dari benda disekitarnya.
Misalnya, anak memanipulasi papan tulis sebagai salah satu contoh persegi panjang.
2. Anak dapat menggunakan simbol untuk mengungkapkan sesuatu yang lebih jelas.
Contoh, anak mengidentifikasi papan tulis dengan menyebutkan beberapa ciri-ciri
dari persegi panjang.

3. Tahap Operasional Konkret


1. Anak mampu mengelompokkan benda berdasarkan bentuknya .
Contoh, anak mengelompokkan benda yang berbentuk persegi panjang dan yang
bukan persegi panjang.
2. Anak berpikir logis terhadap objek secara konkret.
Misal, guru mengajak siswa untuk mencari rumus keliling dan luas dari persegi
panjang dengan mengamati papan tulis.

4. Tahap Operasi Formal


1. Anak memiliki kemampuan bernalar secara abstrak untuk memecahkan suatu
masalah.
Contoh, anak menghitung keliling papan tulis yang sudah diketahui panjang dan
lebarnya.

Daftar Pustaka
Dimyati, & Mudjiono. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sintawati, M., & Mardati, A. (2021). Strategi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
Yogyakarta: K- Media.

Anda mungkin juga menyukai