Anda di halaman 1dari 47

PROSEDUR PEMERIKSAAN MRI ANKLE JOINT PADA KASUS

SOFT TISSUE TUMOR (STT) DENGAN MENGGUNAKAN HEAD

COIL DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT DAERAH

K.M.R.T WONGSONEGORO SEMARANG"

LAPORAN KASUS PRAKTIK KLINIK

Disusun oleh:

SANTIAGO MENEZES GUSMAO

P1337430223142

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN

PROGRAM SARJANA TERAPAN

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIHAN KESEHATAN

SEMARANG TAHUN

2023/2024
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus praktik kerja lapangan V telah diterima, disetujui dan disahkan

sebagai kelengkapan Tugas Mata Kuliah Praktik Kerja Lapangan V jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

Nama : Santiago Menezes Gusmao

Nim : P1337430223142

Kelas : AJRD

Judul : PROSEDUR PEMERIKSAAN MRI ANKLE JOINT PADA


KASUS SOFT TISSUE TUMOR (STT) DENGAN
MENGGUNAKAN HEAD COIL DI INSTALASI RADIOLOGI
RUMAH SAKIT DAERAH K.M.R.T WONGSONEGORO
SEMARANG

Semarang, November 2023


Clinical Instructure

Aries Widiyatmoko, S.ST


NIP.197312082006042002

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul “Prosedur

Pemeriksaan MRI Ankle Pada Kasus Soft Tissue Tumor (STT) Dengan

Menggunakan Head Coil Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Daerah K.M.R.T

Wongsonegoro Semarang"

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL)

V Semester VII, Program Studi Teknologi Radiologi Pencitraan Program Sarjana

Terapan, yang bertempat di Instalasi Radiologi RSD KRMT Wongsonegoro.

Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:2. Ibu Fatimah, S.ST., M.Kes. selaku Kepala Jurusan

Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Semarang.

3. Ibu Dwi Rochmayati,S.ST., M.Eng selaku Kepala Program Studi Teknologi

Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan.

4. Dr. Luh Putu E Santi, M, Sp.Rad selaku Kepala Instalasi Radiologi RSD KRMT

Wongsonegoro Semarang

5. Ibu Supriyati, S.Si, M.Si selaku Kepala Ruang Instalasi Radiologi RSD KRMT

Wongsonegoro Semarang

6. Bapak Aries Widyatmoko, S.ST selaku Clinical Instructure di Instalasi Radiologi

RSD KRMT Wongsonegoro Semarang.

ii
7. Seluruh Radiografer di Instalas Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota

Semarang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Kedua orang tua yang selalu memberikan do'a dan memberikan dukungan moral

serta materiil

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendukung terselesaikannya laporan kasus ini. Penulis juga menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan

jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan

usulan yang bersifat membangun demi perbaikan laporan yang telah kami buat

di masa yang akan dating.

Akhir kata penulis berharap semoga kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, November 2023


Penulis

Santiago Menezes Gusmao


P1337430223142

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ...i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ..ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... . iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ..v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. ..6
A. Latar Belakang .................................................................................. ..6
B. Rumusan Masalah ............................................................................. ..8
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. ..8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... ..9
A. Anatomi Ankle Joint ......................................................................... ..9
B. Patologi Soft Tissue Tumor (STT) ..................................................... 13
C. Parameter Mangnetic Resonance Imaging (MRI) ............................. 17
D. Teknik Pemeriksaan MRI Ankle Joint............................................... 24
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 27
A. Paparan Kasus .................................................................................... 27
B. Hasil Bacaan Dokter .......................................................................... 34
C. Pembahasan 37
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 40
A. Kesimpulan ..................................................................................... 40
B. Saran ............................................................................................... 41
DAFTAR PUSRAKA .................................................................................... 42

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi tendon, retinaculum danbursae ankle joint


(A) Medial View (B) Lateral View (Lazo, 2015) .................... 10
Gambar 2. 2 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted Sagital
(Lazo, 2015) .......................................................................... 11
Gambar 2. 3 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted
(Lazo, 2015) .......................................................................... 12
Gambar 2. 4 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted Coronal
(Lazo, 2015) ........................................................................... 12

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu cara

pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi, yang

menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan

magnet tanpa menggunakan sinar X (Rasad, 2011). MRI memiliki beberapa

kelebihan, salah satunya adalah dapat mendeteksi KNIK KES beberapa kelainan

pada jaringan lunak seperti olak, sumsum tulang serta musculoskeletal. ATAN

OLA

Modalitas MRI adalah pemeriksaan yang aman dan tidak menimbulkan rasa

sakit untuk menghasilkan gambaran detil. Salah satunya pemeriksaan dari Ankle

Joint dengan indikasi nyeri pada Ankle joint, tendonitis (khususnya posterior

tibial), achilles tendon rupture, vascular necrosis dari talus, evaluasi trauma

Ankle joint, jaringan tidak normal, evaluasi lateral ligament complex

(Westbrook 2008).

Menurut Westbrook (2008) dan Moeller (2003) pemeriksaan MRI Ankle

Joint menggunakan knee phased array coil/extremity coil/coil circular kombinasi

multy-array/flexible coN. Coil adalah perangkat listrik umumnya terdiri dari

beberapa loop kawat, sehingga coil tersebut dapat menghasilkan medan magnet

atau mendeteksi perubahan medan magnet (Hashemi,2010). Koil RF terdapat

tiga type yaitu koil pemancar, koil penerima, dan koil pemancar dan penerima.

6
7

Sedangkan menurut jenisnya koil RF ada beberapa jenis antara lain surface coil,

volume coil, phased array coil, quadratur coil (J Blink, 2004). TEKNIK KESEH

Coil Extremity/Flexible coil adalah jenis surface coil yang biasa digunakan pada

pemeriksaan extremitas. Pada organ anatomi kecil seperti anatomi extremitas

(anki, wrist, dan knee) atau payudara membutuhkan surface coil untuk

meningkatkan Spatial Resolution dan SNR (Brown, 2003). Menurut Westbrook

(2014), penggunaan flexible coil yang mana 14) penempatannya harus dekat

atau menyentuh kulit dengan organ yang akan diperiksa membuat kurang

nyaman merasa hangat selama pemeriksaan.

Kualitas gambar MRI yang optimal ditentukan oleh empat karakteristik,

yaitu signal to noise ratio (SNR), contras to noise ratio (CNR), spatial resolution

dan scan time (Westbrook, 2011) SNR adalah perbandingan antara besarnya

amplitudo sinyal dengan amplitudo derau. SNR sangat berpengaruh terhadap

kualitas gambar, kenaikan nilai SNR diikuti dengan berpengaruh terhadap SNR.

Salah satu diantaranya adalah penggunaan koil radiofrekuensi (RF). peningkatan

kualitas gambar. Terdapat beberapa parameter yang Berdasarkan studi

Pendahuluan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Daerah K.M.R.T

Wongsonegoro Semarang hanya menggunakan head coil dan knee coil.

Berdasarkan teori yang ada pemeriksaan MRI Ankle dilakukan menggunakan

coil/extremity coilcoil circular kombinasi multy-array/flexible coil. Sehubungan

dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang

berjudul "Prosedur Pemeriksaan MRI Ankle Joint Pada Kasus Soft Tissue Tumor
8

(STT) Dengan Menggunakan Head Coil Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Daerah K.M.R.T Wongsonegoro Semarang"

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan MRI Ankle di Instalasi Radiologi Rumah

Sakit Daerah K.M.R.T Wongsonegoro Semarang.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI Ankle di Instalasi Radiologi.

Rumah Sakit Daerah K.M.R.T Wongsonegoro Semarang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Ankle Joint

Susunan ankle terdiri dari tulang, ligament, tendon, dan jaringan

penghubung. Sendi ankle terdiri atas bagian distal tibia, fibula dan superior

talus. Ligament anterior talobifular sebagai tumpuan utama, untuk bagian

lateral sendi ankle tersusun oleh tiga ligmen yaitu ligament anterior

talobifular, ligament calcaneal fibular dan ligament posterior talobifular dan

bagian lateral terususun oleh ligament posterior tibiotalar, ligament

tibiocalcaneal, ligament tibionavicular serta ligament anterior tibiotalar

(Butler dkk, 2012).

Selain ligament dan tendon. soft tissue pada ankle joint ada yang disebut

dengan retinacula dan bursae. Retinacula juga berperan dengan kestabilan

ankle joint yang mengikat semua tendon agar tetap berada di tempatnya,

kecuali tendon achilles. Bursae, merupakan suatu kantong berisi cairan di

dekat sendi yang berfungsi sebagai jaringan penghubung dan peluncur

untuk mengurangi gesekan antar bagian sendi (Lazo, 2015).

Otot-otot Yang menggerakkan ankle Dikelompokkan berdasarkan

lokasinya yaitu anterior, posterior Medial dan lateral Anterior tendon adalah

ekstensor hallucis longus,ekstensor digitorum longus, dan tibialis anterior.

Posterior, yang menampilkan tendon achilles dan plantaris yang melekat kat

calcaneus bagian lateral memiliki fibolaris peroneus brevis dan longus, dan

9
10

bagian medial mencakup Sebagian tandon posterior, flexor digitorum

longus flexor hallucis longus dan tibialis posterior (Lazo, 2015).

seperti terlihat pada gambar 2.1

Gambar 2 1 Anatomi tendon, retinaculum danbursae ankle joint (A) Medial View
(B) Lateral View (Lazo, 2015)

Keterangan Gambar
1. Tibia 8. Superior dan inferior fibular
2. Superior extensor 9. Retinacula (peroneal
3. Retinaculum Retinacula) 10 Bursae subtendon calcaneus
4. Maleolus medialis 11. Bursa subcutan calcaneus
5. Malleolus lateralis 12. Flexoe retinaculum
6. Bursae subcutan 13.Tendon Achilles retinaculum
7. Inferior extensor calcaneus

1. Anatomi Crossectional Ankle Joint

Pencitraan resonansi magnetic adalah Teknik yang sangat baik untuk

pencitraan jaringan lunak ankle joint MRI memiliki kemampuan yang

sangat baik dalam menampilkan kontras jaringan lunak. Karena

keuntungan dan demonstrasi rinci struktur jaringan lunak dan kemampuan

untuk demonstrasi multiplanar dari ligament dan tendon pergelangan kaki,

MRI semakin banyak digunakan dalam evaluasi ligament dan cedera


11

tendon ankle joint Pengetahuan tentang anatomi normal pada tampilan

MRI sangat penting untuk mengenali penampilan patologisnya (Lazo,

2015).

Beberapa kelainan yang sangat mungkin dapat ditampilkan dalam

pemeriksaan MRI ankle joint antara lain: cidera tendon, cidera ligament,

cidera tulang rawan, patah tulang, tumor (jaringan lunak dan tulang),

infeksi dan avascular nekrosis arthritis. Resolusi kontras tinggi pencitraan

MRI sangat menguntungkan untuk menilai struktur jaringan lunak seperti

otot tendon dan ligament. Gambar T1 menunjukkan sinyal terang dari

lemak dan sumsum tulang serta sinyal gelap tendon dan ligament (Lazo,

2015), seperti terlihat pada gambar 2.2

Gambar 2. 2 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted Sagital (Lazo, 2015)

Keterangan
1. M. Soleus 13. Nervi lateral plantar
2. M/T Flexorhallucis longus 14. Metatarsal III, IV
3. Achilles tendon 15. Lateral cuniform
4. Posterior tibiofibular ligament 16. M.extensor hallucis brevis
5. Posterior ligament tallobifular 17. M.extensor digitorum brevis
6. Posterior ligament talocalcaneal 18. Navicular
7. Sinus tarsi 19. Proc. Calcaneus anterior
8. M. abductor digiti minimi 20. Peronel anterior tibia
9. Lateral plantar aponeurosis 21. T/M anterior hallucis longus
10. Calcaneocuboid ligament tibialis
11. Calcaneometatarsal ligament
12

Gambar 2. 3 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted (Lazo, 2015)

Keterangan
1 Tibialis anterior 8. Extensor Digitorum Longus
2 Medial Maleolus of Tibia 9. Anterior Talofibular Ligament
3 Tibiotalar Ligament 10. Talus
4 Tibialis Posterior 11. Lateral Malleolus of Tibia
5 Flexor Hallucis Longus 12. 12. Posterior Talobifular Ligament
6.Achilles Tendon 13 Peroneus Longus
7. Extensor Hallucis Longus 14 Peroneus Brevis

Gambar 2. 4 Citra MRI Ankle Joint PD Waighted Coronal (Lazo,


2015

Keterangan
1. Articular Cartilage 6. 5. Medial Malleolus of Tibia
1. 2. Mortise Joint 7. Trochlea of Talus
2. 3. Lateral Malleolus of Fibula 8. Deltoid Ligament
3. 4. Calcaneus 9. Sustentaculum Tali
4. Tibia
13

B. Patologi Soft Tissue Tumor (STT)

1. Soft tissue tumor (STT)

Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh,

tetapi dalam artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh

neoplasma (Sjamsuhidajat, 2005). Soft Tissue Tumor (STT) adalah

benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan oleh neoplasma

dan nonneoplasma. Soft Tissue Tumor (STT) adalah pertumbuhan sel baru,

abnormal, progresif, dimana sel-selnya tidak tumbuh seperti kanker.

Soft tissue tumor adalah suatu kelompok tumor yang biasanya

berasaldari jaringan ikat, dan ditandai sebagai massa di anggota gerak,

badanatau reptroperitoneum (Sjamsuhidajat, 2005). Soft tissue can be

defined asnonepithelail extraskeletal tissue of the body exclusive of the

reticuloendothelia system, glia, and supporting tissue of

variosparenchymal organs. It is represented by the voluntary muscles,

andfibrous tisssue, long with the vessels serving these tisssue. Soft tissue

tumors are a highly heterogen group of tumors that areclassified by the

line of diferentiation, according the adult theyresemble (John R., 2005).

Dapat disimpulkan, Soft tissue tumor (STT) merupakan suatubenjolan atau

pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan selbaru.

(Menurut Andri, 2015). Pada umumnya tumor-tumor jaringan

lunak(soft tissue tumor) adalah proliferasi masenkimal yang terjadi

dijaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh, tidak termasuk visera, selaput

otak, dan sistem limforetikuler. Dapat timbul di tempat manasaja,


14

meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutamadaerah

paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher dan30% di badan

dan retroperitoneum, parameter-parameter yang penting untuk

menentukan penatalaksanaan klinisnya adalah:

a. Ukuran makin besar massa tumor, makin buruk hasilakhirnya.

b. Klasifikasi histologi dan penentuan stadium (granding) yangakurat

(terutama di dasarkan pada derajat diferensiasinya), dan perkiraan laju

pertumbuhan yang didasarkan pada mitosdan perluasan nekrosis.

c. Lokasi tumor. Makin superfisial, prognosis makin baik.

2. Etiologi

a. Kondisi genetic

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor

predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan

gen yang abnormal, bahwa genmemiliki peran penting dalam diagnosis.

b. Radiasi

Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi genradiasi-

induksi yang mendorong tranformasi neoplastic.

c. Infeksi

Infeksi virus Epstein-bar dalam orang yang kekebalannyalemah juga

akan meningkat kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.

e. Trauma
15

Hubungan trauma dan soft tissue tumor nampaknyakebetulan. Trauma

mungkin menarik perhatian medis ke praluka yang ada. (Weiss S.,

2008).

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung di mana letak

tumoratau benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa

adanyabenjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya

sedikitpenderita yang merasakan sakit yang biasanya terjadi

akibatpendarahan atau nekrosis dalam tumor dan bisa juga karena

adanyapenekanan pada saraf-saraf tepi (Weiss S., 2008). Tumor jinak

jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepatmembesar, bila di raba

terasa lunak dan bila di gerakan relatif masihmudah digerakan dari

jaringan sekitarnya dan tidak pernah menyebarke tempat yang jauh.

Pada tahap awal, STT biasanya13tidak menimbulkan gejala karena

jaringan lunak relatif elastis, tumoratau benjolan tersebut dapat bertambah

besar, mendorong jaringannormal. Kadang gejala pertama penderita

merasa nyeri atau bengkak(Weiss S.,2008).


16

5. Patway

Skema 2.1 Soft Tissue Tumor

Kondisi genetic, radiasi,


infeksi dan trauma

Terbentuk benjolan (tumor) dibawah kulit

T Soft tissue tumor ( STT)

Post Operasi
Pre Operasi

Adanya Inflamasi Terputusnya Adanya luka


kontinuitas jaringan post operasi

Perubahan Fisik
Mensimulasi Tempat masuknya
respon nyeri mikroorganisme
Anatomi kulit
abnormal Resiko infeksi
Nyeri

Kurang
Citra tubuh
pengetahuan berubah

Cemas Gangguan citra tubuh


17

C. Parameter Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan peemriksaan penunjang

diagnose dalam ilmu kedokteran menggunakan medan magnet berkekuatan

tinggi. Konsep MRI memanfaatkan spin proton atom hydrogen yang ada

dalam tubuh manusia, memberikan radiofrekuensi sesuai dengan frekuensi

larmor proton (Hunt dkk., 2017). Menurut (Westbrook dll., 2014) parameter

kualitas citra MRI terdiri dari:

1. Signal to Noise Ration (SNR)

Sinyal rasio amplitude yang diterima terhadap amplitude rata-rata

noise. Noise akan berpengaruh terhadap jumlah yang bisa meningkatkan

atau menurunkan frekuensi secara acadi dalam ruang dan waktu dan bisa

terjadi akibat dari system kompinen MRI dan dari pasien. Faktor yang

berpengaruh terhadap SNR meliputi (Westbrook, 2014):

a. Densitas proton daerah pengujian, semakin tinggi area densitas proton

maka semakin tinggi nilai SNR nya

b. Slice thickness yang digunakan semakin tebal irisan yang digunakan

maka akan meningkatkan volume voxel dan meningkatkan nilsi SNR

c. Filed of View (FOV) menilai seberapa luas obyek yang ingin dilihat.

Meningkatkan ukuran FOV maka meningkatkan ukuran voxel

d. TR, TE, Fling Angle. TR panjang dapat meningkatkan SNR dan TR

pendek menurunkan SNR. Begitupun sebaliknya, TE panjang akan

menurunkan SNR dan TE pendek meningkatkan SNR. Dan flip angle

rendah dapat menghasilkan SNR kecil


18

e. Number of Excitations (NEX) menunjukkan berapa kali data tersebut

diperoleh selama scanning obyek

f. Receive Bandwidth ialah tentang frekuensi pada sampling data yang

akan di scan. Semakin besar bandwith maka noise akan meningkat dan

SNR akan menurun Penggunaan koil yang dipasang / ditempel dekst

obyek yang diperiksa akan meningkatkan SNR.

2. Contrast to Noise Ration (CNR)

CNR adalah perbedaan dari SNR antara organ yang saling berdekatan.

CNR yang baik dapat memberdakan daerah yang sehat

3. Spasial Resolution

Kemampuan untuk membedakan antara dua titik secara terpisah dan

jelas. Melakukan spasial resolution dengan cara :

a. Menggunakan slice yang tipis

b. Matrix yang halus atau kecil

c. Penggunaan FOV yang kecil

4. Scan Time

Waktu yang digunakan untuk akuisisi data. Scan time merupakan hal

yang penting untuk mendapatkan kualitas gambar, karena penggunaan

scan time yang lama dapat memberikan kesempatan pasien bergerak saat

pemeriksaa. Mengurangi scan time dapat dilakukan dengan cara

(Westbrook dkk., 2014)

a. Menggunakan TR yang pendek, maka waktu pencitraan semakin cepat

b. Penggunaan matrix yang kasar


19

c. Menggunakan NEX sekecil mungkin, maka waktu pencitraan semakin

cepat

5. NEX (Number of Excitations)

Number pf Excitation (NEX) atau Number of Signal Average (NSA)

merupakan nilai untuk menunjukkn jumlah pengulangan pencatatan data

selama akuisis dengan amplitude dan fase encoding yang sama.

NSA/NEX mengontrol sejumlah data dan disimpan dalam lajur K-space.

NEX/NSA merupakan cara untuk meningkatkan SNR (Westbrook &

Talbot, 2019)

6. Slice Thickness

Slice thickness adalah tingkat ketebalan irisan / potongan. Besarnya

slice thickness tipis akan menghasilkan resolusi yang baik, namun pada

besar FOV yang sama akan membutuhkan waktu akuisisi data yang lebih

lama (Westbrook & Talbot, 2019) 7. FOV

7. (Field of View)

Diameter area obyek yang akan direkonstruksi kedalam matriks.

Besarnya FOV berpengaruh terhadapa scan time kualitas oencitraan.

FOV yang besar akan menghasilkan pixel yang besar, meningkatkan

FOV berarti menurunkan spatial resolusi (Westbrook & Talbot, 2019),

8. FA (Flip Angle)

Sudut yang ditempuh NMV pada waktu relaksasi. Nilai FA akan

mempengaruhi kekontrasan gambar (Westbrook & Talbot, 2019).


20

9. Matrix

Sejumlah elemen gambar (pixel) dalam satu FOV. Ukuran matriks

ditentukan oleh dua sisi gambar yaitu sisi yang berhubungan dengan

jumlah sampel frekuensi yang diambil, dan sisi yang berhubungan

dengan fase encoding yang dibentuk. Banyaknya sampel frekuensi dan

fase encoding menentukan banyaknya pixel dalam FOV, Matriks kasar

memiliki aliki pixel dalam FOV (Westbrook & Talbot, 2019)

10. Bandwidth

Rentang frekuensi yang digunakan untuk akuisisi data. Lebar

bandwidth ditentukan oleh kekuatan gradient readout dan data sampling

rate yang secara khusus berpengaruh pada system MRI. Bandwidth

tidak mempengaruhi kekuatan sinyal, tetapi berhubungan dengan

banyaknya noise. Jadi SNR dapat dipengaruhi oleh bandwidth

(Westbrook & Talbot, 2019).

11. Pembototan MRI

a. TI-Weighted

Pembobotan TI adalh citra dimana kontras bergantung pada

perbedaan waktu pemulihan T1 antara lemak dan air. TR mengontrol

seberapa jauh setiap vector untuk recovery sebelum irisan dieksitasi

oleh pulsa RF berikutnya. Pada pembobotan TI TR yang digunakan

penddek sehingga vector dalam lemak maupun vector dalam air

tidak memiliki cukup waktu kembali. Pembobotan T1 digunakan


21

untuk pencitraan anatomi dan patologi setelah pemberian kontras

(Westbrook & Talbot, 2019).

b. T2-weighted

Pembobotan T2 adalah citra dimana kntras bergantung pada

perbedaan waktu T2 decay antara lemak dan air. TE mengontrol

jumlah peluruhan T2 yang dibiarkan terjadi sebelum sinyal diterima.

Pada pembobotan T2, TE harus cukup panjang untuk memberikan

waktu pada vector lemak dan air untuk menurun. Pembobotan T2

digunakan untuk patologi gambar karena sebagian besar patologi

memiliki kadar air yang tinggi (Westbrook & Talbot, 2019)

c. PD-Weighted

Pembobotan proton density merupakan citra dimana faktor

pennetunya adalah jumlah proton hidurogen seluler per unit volume

jaringan. Pada pembobotan ini, effek kontras T1 dan T2 berkurang

sehungga kontras kepadatan proton mendominasi, TE pendek tidak

memberikan vector dalam waktu lemak dan air untuk dephase dan

mengurangi kontras T2. TR panjang memungkinkan vector pada

lemak dan air untuk sepenuhnya memulihkan magnetisasi

longitudinal mereka sehingga mengurangi kontras TI (Westbrook &

Talbot, 2019)

12. Sekuen 3D FSE

Sekuen 3D FSE merupakan akuisis berbasis Spin Echo dengan

kelebihan lebih cepat dalam mengumpulkan data pada K-space.


22

Akuisisi tiga dimensi menguntungkan untuk evaluasi anatomi

kompleks karena set data dapat dillakukan reformat secara retrospektif

agar dilihat dalam berbagai orientasi.

Pembentukan citra pada MRI dapat digunakan menggunakan

Kumpulan irisan data 2D atau volume. Pada akuisisi 3D menggunakan

gradien pengkodean fase tambahan untuk melakukan pengkodean

spasial di sepanjang arah pemiihan irisan yang menghasilkan

sekumpulan data volume. Pada sekuen 3D FSE, waktu akuisisi

dikurangi sebanding dengan ETL (Mugler. 2014)

13. Pulse Sekuen MRI

a. Conventional Spin Echo

Sekuen Spin Echo (SE) menggunakan pulsa eksitasi 90 derajat

dengan diikuti oleh satu atau lebih pulsa pengulangan 180 derajat

untuk dapat menghasilkan spin echo. Jika hanya satu gema yang

dihasilkan, citra T1 dapat diperoleh dengan menggunkan TE pendek

dan TR pendek. Pada pembobotan T2, dua pulsa pengulangan RF,

menghasilkan dua putaran gema diterapkan. Gema pertama

memiliki TE pendek dan TR panjang untuk proton density,dan yang

kedua memiliki TE panjang dan TR panjang untuk mencapai

pembobotan T2. Citra pembobotan TI berguna untuk

memvisualisasikan anatomi karena memiliki SNR yang tinggi. Pada

pembobotan T2 dengan peningkatan kontras dapat menunjukkan

patologi. Pembobotan T2 meningkatkan kadar air dan akibatnya


23

memiliki sinyal yang tinggi sehingga dapat dengan mudah

diidentifikasi (Westbrook, 2014).

b. Fast Spin Echo (FSE)

Pulse sekuen spin echo dengan waktu pemindaian yang jauh lebih

pendek dari conventional spin echo. Pada fast spin echo diawali oleh

pulsa 90 diikuti dengan pengulangan pulsa 180 derajat dan hanya

satu 23angkah pengkodean fase yang diterapkan per TR pada setiap

irisan sehingga hanya satu baris k-spaceyang diisi. Scantime pada

pemeriksaan MRI dipengaruhi oleh TR, NEX dan jumlah fase

encoding. Upaya mengurangi scan timedapat dilakukan dengan

mengurangi salah satu dari ketiga faktor tersebut. Pengurangan TR

dan NEX akan mempengaruhi pembobotan gambar dan SNR yang

akan merugikan. Berikut kelebohan dan kekurangan FSE yang

diringkas pada tabel 2.1 (Westbrook & Talbot, 2019)

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan FSE (Westbrook & Talbot,

2019)

Kelebihan Kekurangan

Waktu scan lebih cepat FSE tidak compatible dengan beberapa

pencitraan

High resolution matriks dan multiple Masalah interpretasi kontras

NEX dapat digunakan

Meningkatkan informasi pada eningkatkan kemungkinan pengkaburan


24

Pembobotan T2 Citra

Meningkatkan kualitas gambar Meningkatkan low artefact dan montion

Artifact

D. Teknik Pemeriksaan MRI Ankle Joint

1. Indikasi Pemeriksaan

Menurut Westbrook, (2014) indikasi pemeriksaan ankle joint sebagai

berikut:

a) Rupture ligament Achilles

b) Radang tendon terutama tibia posterior

c) Penilaian nyeri ankle pada kasus yang tidak diketahui

d) Mengevaluasi trauma pada ankle joint

e) Soft tissue abnormalitas

f) Avascular necrosis pada talus

g) Memungkinkan mengevaluasi lateral ligament kompleks

2. Persiapan alat

Menurut Westbrook (2014), persiapan alat adalah sebagai berikut :

a) Knee phased array coil/ extremity coil/ pair of small circular coils yang

dikombinasikan dikenal multi-array / flexible coil

b) Alat imobilisasi dan tali strap

c) Earplug atau headphone

d) Emergency buzzer
25

3. Persiapan Pasien

Menurut Westbrook (2014), Adapun persiapan pasien mengisi dan

melengkapi lembar inform conset yang tersedia. Inform conset berisi

sebagai berikut:

a) Apakah pasien claustrophobia

b) Apakah pasien pernah dipasang implant sehubung dengan operasi

jantung atau pembuluh darah ataupun operasi orthopedic dan jenis

lainnya.

c) Apakah pasien menggunakan gigi palsu dan kawat gigi d) Apakah

pasien ada riwayat alergi dan lain-lain

e) Pasien diminta untuk mengganti baju dengan menggunakan baju pasien

yang tersedia dan meninggalkan baran-barang yang bersifat logam dan

sejenisnya

4. Posisi Pasien

Menurut Elmaoğlu & Çelik, (2012) posisi pasien dalam pemeriksaan MRI

ankle joint adalah sebgai berikut:

a) Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, feet first dengan

ankle berada di dalam coil, kaki pasien tegak lurus pada meja

pemeriksaan

b) Berikan fiksasi sebagai imobilisasi pasien agar nyaman berada di

malleolus

c) Mengatur lampu indicator vertical dan longitudinal dan pastikan sinar

berada dipertengahan coil


26

d) Kaki yang lain difleksikan untuk kenyamanan pasien

5. Protocol Pemeriksaan

Menurut Westbrook, (2014) protocol dan sequence yang digunakan pada

pemriksaan MRI Ankle Joint:

a) Sagittal/multi-plannar SE/FSE/GRE TI

b) Axial SE/FSE TI

c) Axial FSE PD/T2 +/- tissue suppression

d) Sagittal SE / FSE T1 / PD

e) Sagittal FSE / GRE T 2 / Gamma 2*+/- tissue suppression/STIR

f) Coronal SE T1 atau FSE PD/T2+/ - tissue suppression

g) Sequence tambahan 3D / GRE T1/PD/T2*FSE/GRE-EPI/SE-EPI


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. AF

Umur : 50 Tahun

No. RM :172XXX

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pucang Gading

Diagnose : Soft Tissue Tumor (STT)

2. Riwayat Pasien

Pasien datang ke Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota

Semarang pada tanggal 18 pasien membawa lembar permintaan pemeriksaan

MRI Ankle. Dalam lembar permintaan pemeriksaan radiologi tertulis klinis

"STT". Setelah dilakukan pengecekan data, dilanjtkan dengan pemeriksaan

MRI Ankle

27
28

3. Prosedur Pemeriksaan

a. Persiapan Alat dan Bahan

1. Pesawat MRI Siemens 1,5 T

2) Coil

3) Earplug

4) Baju pasien

5) Selimut

6) Tombol emergenci

7) Alat fiksasi

4. Posisi Pasien

a. Pasien diposisikan supine feet first dengan posisi coil dipertengahan

ankle

b. Kedua tangan diatur disamping tubuh

C. Pasien diberikan selimut agar tidak kedinginan dan pasien merasa

nyaman

5. Teknik Pemeriksaan MRI Ankle

a. Petugas mempersiapkan coil yang akan digunakan terlebih dahulu


29

b. Petugas memposisikan pasien pada meja pemeriksaan dengan posisi

supine, fee first dan lengan berada disamping tubuh

c. Coil yang sudah terpasang kemudian dihubungkan dengan meja

pemeriksaan

d. Pengaturan batas sinar longitudinal berada di MSP

e. Pasien diberi selimut, penutup telinga dan fiksasi

f. Kemudian petugas menekan "landmark" dan "exam" untuk memulai

pemeriksaan

g. Proses scanning dimulai dengan memasukkan data pasien dan

pemilihan protocol. Sekuen yang dipilih

6. Hasil citra MRI Ankle

a. Scout atau localizer

Plane localizer terdiri dari 3 irisan yaitu coronal, sagittal, dan axial

yang bertujuan untuk melihat persiapan pasien dan untuk pedoman

dalam melakukan scan berikutnya.

b. T2_ tnse_tra
30

c. T1_se_tra

d. Pd_tse_ tra

e. Pd_tse_ cor
31

f. T1_ coronal

g. T2_ coronal

h. Pd_tse_fs_ sag
32

i. Pd_ ts_fs_ coronal

j. T1_ Sangital

k. T2_ Sagital
33

l. T2_Stir_ sagittal

m. T2_ stir_ axial

n. T2_ stir_ coronal


34

B. Hasil Bacaan Dokter

1. Pemeriksaan Mri Ankle Kanan Tanpa Kontras

T1, T2 & Fatsat aksial, coronal, sagittal; PD Fatsat, PD

Alignment: normal

FLUID:

Tibiotalar joint: small effusion

Posterior subtalar joint: normal, small/moderate/large effusion

Talonavicular joint: normal, small/moderate/large effusion

Calcaneonavicular joint: small effusion

Medial structures:

Medial malleolus: normal, tak tampak contusion

TENDONS:

Posterior tibial tendo: normal

Flexor digitorum longus: normal

Flexor hallucis longus: normal

LIGAMENTS:

Deltoid ligament complex-superficial: intact, tak tampak thickened, acute

sprain

Deltoid ligament complex-deep: intact,tak tampak thickened, acute sprain

Plantar calcaneonavicular ligament: intact, tak tampak thickened, attenuated,

acute sprain

Lateral structures:

Lateral malleolus: normal


35

Retromalleolar groove: concave, flat, convex

TENDONS:

Peroneus longus: normal,tak tampak tendinosis, tenosynovitis, split tear

maupun complete tear

Peroneus brevis: normal, tak tampak tendinosis, tenosynovitis, split tear

maupun complete tear

Superior peroneal retinaculum: intact, tak tampak thickened

LIGAMENTS:

Interosseus (syndesmosis): intact,

Anterior-posterior inferior tibiofibular (syndesmosis): intac

Anterior talofibular ligament: intact

Calcaneofibular ligament: intact,

Posterior talofibular ligament: intact

Bifurcate ligament: intact

Posterior structures:

Posterior talus: normal, ostrigonum, stieda process

Posterior intermalleolar ligament: intact, thickened

Achilles tendon: normal, tendinosis, tear, kager fat pad edema, enthesophyte,

retrocalcaneal bursitis, retroachilles bursitis

Plantar fascia: normal, thickened, tear, perifascial edema, enthesophyte, heel

pad edema
36

TENDONS:

Anterior tibial tendon: normal, tendinosis, tenosynovitis, split tear, complete

tear

Extensor hallucislongus: normal, tendinosis, tenosynovitis, split tear,

complete tear

Extensor digitorumlongus: normal, tendinosis, tenosynovitis, split tear,

complete tear.

LIGAMENTS:

Dorsal talonavicular ligament: intact, thickened, enthesopathy

Tibiotalar joint: normal, osteochondral lesion, osteoarthritis

Subtalar joint: normal, osteochondral lesion, osteoarthritis

Bones: normal, midfootenthesopathy, midfood osteoarthritis

Nerve and tarsal tunnel: normal, hyperintense medial plantar nerve

Sinus tarsi: normal, edema, sinus tarsi syndrome

Vessels: normal

Tampak lesi bentuk lobulated batas tegas tepi reguler (ukuran sekitar AP 1,89

cm CC 2,5 cm LL 1,26 cm) pada soft tissue pada aspek medial regio ankle,

disertai area nekrotik didalamnya yang tampak menempel dan sulit

dipisahkan dengan tendon m digitoru longus Tampak fluid colection pada

sindesmofit recessus dan tibiotalar joint kanan.


37

KESAN:

Lesi bentuk lobulated batas tegas tepi reguler (ukuran sekitar AP 1,89 cm CC

2,5 cm LL 1,26 cm) pada soft tissue pada aspek medial regio ankle, disertai

area nekrotik didalamnya yang tampak menempel dan sulit dipisahkan

dengan tendon m.digitoru longus, cenderung soft tissue mass, DD/

fibromatosis, fibrous histiocytoma, Peripheral nerve sheat tumour Tak

tampak dislokasi/subluksasi sendi

Fluid collection pada sindesmofit recessus, tibiotalar joint dan

calcaneonaviculare joint kanan

Tak tampak fraktur pada distal os tibia-fibula dan tarsalia yang tervisualisasi.

C. Pembahasan

Prosedur pemeriksaan MRI Ankle menurut teori pada Westbrook (2014),

sebelum melakukan pemeriksaan harus melakukan infrom kepada pasien atau

keluarga terlebih dahulu. Pada saat melakukan inform consent, pasien diberi

edukasi tentang proses pemeriksaan yang akan dilakukan dan untuk melepaskan

barang-barang berbahan logam yang berada di tubuh pasien. Biasanya inform

conset berisikan tentang apakah pasien memiliki claustrophobia, apakah pasien

pernah melakukan operasi pemasangan implant atau memakai alat bantu dengar.

Setelah melakukan infrom conset pasien diharuskan untuk mengganti baju yang

telah disiapkan dan melepaskan barang yang berbahan logam. Setelah itu pasien

diarahkan untuk masuk ke dalam ruang mri. Posisi pasien tidur supine feet first

dan kedua tangan berada di samping tubuh. Ankle yang akan diperiksan
38

diletakkan pada pertengahan coil. Pasien diberi selimut agar merasa nyaman dan

tidak kedinginan. Sequence yang digunakan menurut Westbrook 2014, adalah

Sagittal/multi-plannar SE/FSE/GRE TI, Axial SE/FSE TI, Axial FSE PD/T2 +/-

tissue suppression, Sagittal SE/FSE TI/PD, Sagittal FSE/GRE T2/T2* +/- tissue

suppression/STIR, Coronal SE T1 atau FSE PD/T2+/-tissue suppression,

Sequence tambahan 3D/GRE TI/PD/T2*FSE/GRE-EPI/SE-EPI.

Prosedur pemeriksaan MRI Ankle dengan kasus cedera otot di Instalasi

Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang dengan teori

Westbrook 2014 tidak ada perbedaan yang secara signifikan, diawali dengan

persiapan pasien seperti inform consent. Pada inform consent pasien akan

diwawancarai mengenai gejala dan keluhan yang telah dialami selama ini.

Setelah itu, radiographer menjelaskan tentang alur pemeriksaan MRI Ankle yang

akan dilakukan, seperti menjelaskan tentang posisi pasien, durasi pemeriksaan

dan edukasi tentang dilarang membawa benda yang mengandung logam seperti

memakai perhiasan, uang logam dan kunci yang berada di saku celana. Jika

inform consent telah selesai, pasien akan diminta untuk mengganti baju

menggunakan baju pasien yang tersedia. Pada langkah terakhir ini, pasien

diingatkan kembali mengenai benda benda logam yang masih berada di tubuh.

Setelah itu baru radiographer memposisikan pasien dengan tepat diatas meja

pemeriksaan.

Di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang ialah

pada saat pemeriksaan dilakukan menggunakan knee coil sehingga sequence

yang digunakan pun juga mengambil protocol dari knee, yaitu dengan
39

menggunakan PD_TSE_COR, pemilihan TI COR, sekuen T2_COR, T2_TRA,

TI TRA, PD_FS_COR, PD_TRA, PD_FS_SAG, TI_SE_SAG, T2_SAG,

T2_ME2D_TRA, T2_ME2D_COR, T2_ME2D_SAG. Knee coil dapat

dijadikan sebagai salah satu opsi untuk pemeriksaan MRI Ankle karena ukuran

coil tersebut tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan kesenjangan ruang

antara coil dan organ yang diperiksa sehingga kualitas citra (SNR dan CNR)

yang dihasilkan bagus. Knee coil memang dirancang seagai coil ekstremitas,

sehingga bisa digunakan pada pemeriksaan MRI Ankle

Maka dapat disimpulkan bahwa pada prosedur pemeriksaan MRI Ankle Joint

pada teori dan di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro tidak

memiliki perbedaan yang siginifikan, dari segi persiapan pasien, inform consent,

posisi pasien, serta penggunaan sequence.

Hanya saja yang menjadi perbedaan adalah di Instalasi Radiologi RSD

K.R.M.T Wongsonegoro memakai knee coil bukan dengan ankle coil sehingga

protocol yang digunakan sedikit berbeda tetapi hasil citra yang dihasilkan tetap

bagus serta tidak ada pengaruh citra pada penggunaan knee coil dikarenakan

knee coil memang dirancang sebagai coil ekstremitas, sehingga bisa digunakan

pada pemeriksaan MRI Ankle Joint.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Persendian merupakan suatu gabungan dua tulang yang mempunyai

fungsi sebagai stabilitas dan penggerak tubuh. Salah satu persendian pada

tubuh adalah persendian pada pergelangan kaki (ankle joint) yang merupajan

bagian dari ekstremitas bawah. Ankle joint tersusun oleh tulang tibia dan

fibula pada bagian superior dan talus pada bagian inferior. Ligament yang

terdapat pada sendi pergelangan kaki adalah ligament anterior, fibula

calcaneal, dan posterior talofibular.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas yang

digunakan untuk pemeriksaan diagnostic dengan teknik penggambaran

penampang tubuh manusai yang berdaarkan prinsip resonansi magnetic inti

atom hydrogen. Teknik penggambaran MRI relative komplek karena gambar

yang dihasilkan bergantung pada parameter yang digunkan. Apabila

parameter yang diapaki tepat, citra yang dihasilkan akan tampak jelas dan

memiliki detail yang baik.

Pemeriksaan MRI Ankle Joint di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T

Wongsonegoro dan di teori menurut Westbrook, 2014 tidak memiliki

perbedaan dari persiapan pasien, proses inform consent, dan posisi pasien.

Hanya saja yang membuat berbeda teori dengan di Instalasi Radiologi RSD

K.R.M.T Wongsonegoro adalah penggunaan knee coil. Meskipun

40
41

menggunakan knee coil akan tetapi hasil yang diperoleh tidak menimbulkan

kesenjangan ruang antara coil dan organ yang diperiksa sehingga kualitas

citra (SNR dan CNR) yang dihasilkan bagus. Knee coil memang dirancang

sebagai coil ekstremitas, sehingga bisa digunakan pada pemeriksaan MRI

Ankle.

B. Saran

Menurut peneliti untuk pemeriksaan MRI ankle joint lebih baik

menggunakan jenis coil yang memang khusus untuk peruntukannya

dikarenakan memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai saat dilakukan

pemeriksaan, dapat mengurangi pergerakan pada objek saat dilakukan

scanning dan memberi hasil citra yang lebih optimal sehingga dapat

menegakkan diagnosa dengan tepat. Penggunaan flex coil juga masih dapat

tertentu. alternatif termasuk pada klinis digunakan sebagai coil.


DAFTAR PUSTAKA

Westbrook, C., Roth, C., & Talbot, J. (2014). MRI In Practice (Fourth Edi).

A John Wiley & Sons, Ltd.

Westbrook, C., & Talbot, J. (2019). MRI In Practice (Fifth Edition) (Fifth).

John Wiley & Sons Ltd

Asher, K.A., Bangerter, N.K., Watkins, R.D. & Gold, G.E. 2011.

RadiofrequencyCoils for Musculoskeletal Magnetic Resonance Imaging a

Primer On Rf Coils for MRI. Tersedia di https://www.topicsinmri.com

Butler Paul, Mitchell, H. 2012. Applied Radiological Anatomy. Second ed.

Applied Radiological Anatomy. London: Cambridge.

Lazo, D.L. 2015. Fundamentals of Sectional Anatomy an Imaging Approach.

Second ed. Rhode Island: Cengage Learning Noto atmojo, S. 2018.

Metodologi Penelitian Kesehatan. 3 ed. Jakarta: Rineka Cipta

Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Soft Tissue Tumor”, dalam Buku

Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005

Weiss S. (2008).Soft Tissue Tumors Fifth Edition. China : Mosby Elsevier

42
43

1. Lembar Permintaan Pemeriksaan


44

2. Lembar Persetujuan Pemeriksaan


45

3. Hasil Bacahan Dokter Spesialis Radiologi


46

Anda mungkin juga menyukai