Anda di halaman 1dari 4

Trisna Awaliah Mardis

K042232011

PENGARUH KAPSUL BIJI LABU KUNING TERHADAP


KADAR GLUKOSA DAN STRES OKSIDATIF TERHADAP
WANITA PEKERJA OBESITAS

Tanaman labu (cucurbitaceae) adalah makanan pokok yang penting dan


diproduksi dalam jumlah yang besar terutama di negara berkembang.
Cucurbitaceae sp adalah famili penting yang terdiri dari salah satu kelompok
tanaman pangan yang paling beragam secara genetik dan terdiri dari batang
sukulen dengan banyak biji. Secara global, produksi cucurbitaceae (labu) dari tahun
1994 - 2017 lebih dari 27 juta ton. Produksi labu didistribusikan ke seluruh benua,
dan Benua Asia adalah produsen labu terkemuka di dunia. Pada tahun 2017, China
dan India masing-masing memproduksi sebesar 7.996.362 dan 5.142.812 ton.
Angka ini berkontribusi sebesar 48 % terhadap produksi labu secara global, yang
kemudian diikuti oleh Rusia, Ukraina, Amerika Serikat, dan Meksiko. Cucurbitaceae
memainkan peran penting dalam perekonomian dan kebudayaan masyarakat.
Terdapat banyak dari genus ini yang didomestikasi dan digunakan sebagai makanan
atau pengobatan tradisional di sejumlah negara. Genus cucurbita berasal dari
Amerika, meskipun saat ini produksi tertinggi ditemukan di negara-negara Asia.
Genus cucurbitaceae adalah salah satu genus yang penting di antara tumbuhan
vascular, tumbuhan ini mencakup 118 genera dan 825 spesies
(Valdez-Arjona & Ramírez-Mella, 2019)
.
Biji labu (Cucurbita moschata Durch) kaya akan nutrisi dan komponen yang
meningkatkan kesehatan. Biji labu kuning juga memiliki senyawa anti nutrisi yang
dapat mengurangi ketersediaan mineral dan protein. Sebagai antinutrisi, asam fitat
memiliki efek negatif, karena dapat mengikat beberapa mineral penting, membuat
mineral tersebut tidak dapat diakses. Labu kuning (Cucurbita, sp.) adalah sayuran
berbentuk buah yang banyak tumbuh di wilayah beriklim tropis seperti, Indonesia,
Malaysia, dan Filipina. Varietas yang umum dikembangkan di Indonesia adalah
Cucurbita moschata. Labu kuning banyak mengandung nutrisi yang bermanfaat,
juga telah banyak dikembangkan menjadi pangan fungsional. Bagian biji dari labu
kuning menjadi bagian banyak dibahas oleh peneliti dan para ahli akhir-akhir ini
karena kandungan aktif di dalam biji labu kuning. Biji labu kuning mengandung
nutrisi yang kaya akan kandungan yang bermanfaat untuk kesehatan seperti
palmitat, stearat, oleat, linoleat, fitoestrogen, daidzein, genistein dan vitamin E. Biji
labu kuning merupakan sumber beberapa protein dan lemak, juga kandungan mineral yang
bermanfaat untuk tubuh manusia seperti seng, fosfor, zat besi, kalium, magnesium, natrium
dan kalsium. Selain itu, biji labu kuning juga memiliki kandungan senyawa antinutrisi seperti
asam fitat dan asam oksalat dan nitrat (Syam Aminuddin et al., 2019).
Labu termasuk dalam keluarga Cucurbitaceae, dan anggotanya berpartisipasi dalam
mempromosikan kesehatan manusia dan hewan karena aktivitas biologis dari fitokimianya.
abu memiliki potensi untuk bertindak sebagai makanan fungsional sebagai sumber penting
karotenoid, vitamin, dan mineral. Labu memiliki potensi untuk bertindak sebagai makanan
fungsional sebagai sumber penting karotenoid, vitamin, dan mineral. Senyawa fenolik yang
terdapat dalam biji labu memberikan sejumlah manfaat kesehatan terutama karena potensi
antioksidannya. Biji labu ditemukan sebagai sumber yang sangat baik untuk vitamin, mineral,
senyawa fenolik, antioksidan, karotenoid, protein, dan minyak esensial, yang bertanggung
jawab atas dampak positifnya pada kesehatan manusia. Polisakarida dari tanaman labu
mengurangi tingkat stres oksidatif dalam sel dan jaringan dan dapat mengurangi gejala
diabetes pada hewan maupun manusia (Kulczyski et al., 2020)
Diabetes Melitus merupakan sebuah penyakit kronis yang timbul akibat pankreas
yang tidak mampu memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika tubuh
tidak mampu menggunakan insulin yang telah diproduksi dengan efektif. Sementara itu,
menurut Sapra (2023) diabetes merupakan suatu penyakit metabolik, yang melibatkan
peningkatan kadar glukosa darah yang tidak tepat. Diabetes sendiri memiliki 2 tipe
berdasarkan penyebabnya, yaitu diabetes tipe 1 atau yang disebut sebagai insulin-dependent
diabetes, dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 biasa ditemukan pada orang semenjak kecil,
sementara diabetes tipe 2 timbul pada seseorang sudah beranjak dewasa, terutama yang
mengalami obesitas. (Sapra, 2023). Diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit yang erat
kaitannya dengan unsur genetik (CDC, 2022). Hal tersebut ditunjukkan melalui beberapa
faktor risiko timbulnya diabetes pada seseorang adalah karena adanya riwayat penyakit
diabetes melitus pada anggota keluarga.
Diabetes dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan lainnya (WHO, 2023).
WHO menjabarkan beberapa permasalahan yang dapat timbul akibat penyakit diabetes
melitus, diantaranya adalah diabetes dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena
stroke dan serangan jantung 2—3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita diabetes. Selain itu, diabetes juga dapat menyebabkan kebutaan karena adanya
kerusakan pada pembuluh darah di retina. Diabetes juga menjadi salah satu penyebab utama
timbulnya gagal ginjal pada beberapa kasus. Pada tahun 2014, 8,5% dari orang dewasa
berusia 18 tahun ke atas mengalami diabetes. Pada tahun 2019, diabetes menjadi penyebab
langsung dari 1,5 juta kematian dan 48% dari semua kematian akibat diabetes terjadi sebelum
usia 70 tahun. Sebanyak 460.000 kematian akibat penyakit ginjal disebabkan oleh diabetes,
dan glukosa darah tinggi menyebabkan sekitar 20% dari kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Antara tahun 2000 dan 2019, terjadi peningkatan sebesar 3% dalam tingkat
mortalitas yang disesuaikan dengan usia akibat diabetes. Di negara-negara berpendapatan
menengah rendah, tingkat kematian karena diabetes meningkat 13%.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2018, memiliki prevalensi diabetes sebesar 2% pada penduduk yang berusia di atas 15 tahun.
Dalam Riskesdas 2018 juga terdapat data yang menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
diabetes melitus di hampir semua provinsi pada tahun 2018 dibandingkan dengan hasil
Riskesdas pada tahun 2013. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IDF, pada tahun 2021
terdapat 19,47 juta penderita diabetes di Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia
sebagai negara urutan ke-5 dengan penderita diabetes melitus terbanyak di dunia.
Dari hasil literatur review diketahui bahwa pelaksanaan program pengendalian
diabetes melitus di Indonesia masih belum terlaksana dengan optimal. Hal itu disebabkan
karena masih belum tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan pendanaan yang
masih kurang sehingga memengaruhi pemenuhan kebutuhan. Dilihat dari evaluasi process
yang berlangsung dengan cukup baik, namun terkendala oleh kurangnya tenaga kesehatan
untuk melaksanakan beberapa tugas dan ketersediaan obat diabetes melitus yang belum
merata. Luaran yang dihasilkan dari program sendiri sudah cukup baik karena menunjukkan
adanya tren peningkatan capaian kinerja yang dilakukan, walaupun belum memenuhi target
yang sudah ditentukan. Untuk itu, perlu adanya pendistribusian tenaga kerja yang merata dan
berkompeten agar pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik. Pemberian pelatihan dan
edukasi kepada tenaga kesehatan juga diperlukan untuk menunjang kinerja yang dilakukan.
Selain itu, juga perlu adanya penganggaran yang memadai untuk pelaksanaan program secara
maksimal (Sembodo, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

1. Kulczyński, B., Gramza-Michałowska, A., & Królczyk, J. B. (2020). Optimization of


extraction conditions for the antioxidant potential of different pumpkin varieties (Cucurbita
Maxima). Sustainability (Switzerland), 12(4). https://doi.org/10.3390/su12041305
2. Sembodo, T. H. (2021). Evaluasi Pelaksanaan Program Pengendalian Diabetes Melitus oleh
Puskesmas di Indonesia: Literature Review. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.11431.88488
3. Syam Aminuddin, Zainal, & Kurniat. (2019). BIJI LABU KUNING YANG MENYEHATKAN.
4. Valdez-Arjona, L. P., & Ramírez-Mella, M. (2019). Pumpkin waste as livestock feed: Impact
on nutrition and animal health and on quality of meat, milk, and egg. In Animals (Vol. 9, Issue
10). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/ani9100769
5. Centers for Disease Control (CDC) (2022). Diabetes Risk Factor. Available:
https://www.cdc.gov/diabetes/basics/risk-factors.html (Accessed: 16 March 2024).
6. Sapra A, Bhandari P. Diabetes Mellitus. [Updated 2023 June 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 June-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551501(Accessed: 16 March 2024).
7. WHO (2023) Diabetes. Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes (Accessed: 16 March 2024).

Anda mungkin juga menyukai