KADAR GLUKOSA DAN STRES OKSIDATIF TERHADAP WANITA PEKERJA OBESITAS
Tanaman labu (cucurbitaceae) adalah makanan pokok yang penting dan
diproduksi dalam jumlah yang besar terutama di negara berkembang. Cucurbitaceae sp adalah famili penting yang terdiri dari salah satu kelompok tanaman pangan yang paling beragam secara genetik dan terdiri dari batang sukulen dengan banyak biji. Secara global, produksi cucurbitaceae (labu) dari tahun 1994 - 2017 lebih dari 27 juta ton. Produksi labu didistribusikan ke seluruh benua, dan Benua Asia adalah produsen labu terkemuka di dunia. Pada tahun 2017, China dan India masing-masing memproduksi sebesar 7.996.362 dan 5.142.812 ton. Angka ini berkontribusi sebesar 48 % terhadap produksi labu secara global, yang kemudian diikuti oleh Rusia, Ukraina, Amerika Serikat, dan Meksiko. Cucurbitaceae memainkan peran penting dalam perekonomian dan kebudayaan masyarakat. Terdapat banyak dari genus ini yang didomestikasi dan digunakan sebagai makanan atau pengobatan tradisional di sejumlah negara. Genus cucurbita berasal dari Amerika, meskipun saat ini produksi tertinggi ditemukan di negara-negara Asia. Genus cucurbitaceae adalah salah satu genus yang penting di antara tumbuhan vascular, tumbuhan ini mencakup 118 genera dan 825 spesies (Valdez-Arjona & Ramírez-Mella, 2019) . Biji labu (Cucurbita moschata Durch) kaya akan nutrisi dan komponen yang meningkatkan kesehatan. Biji labu kuning juga memiliki senyawa anti nutrisi yang dapat mengurangi ketersediaan mineral dan protein. Sebagai antinutrisi, asam fitat memiliki efek negatif, karena dapat mengikat beberapa mineral penting, membuat mineral tersebut tidak dapat diakses. Labu kuning (Cucurbita, sp.) adalah sayuran berbentuk buah yang banyak tumbuh di wilayah beriklim tropis seperti, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Varietas yang umum dikembangkan di Indonesia adalah Cucurbita moschata. Labu kuning banyak mengandung nutrisi yang bermanfaat, juga telah banyak dikembangkan menjadi pangan fungsional. Bagian biji dari labu kuning menjadi bagian banyak dibahas oleh peneliti dan para ahli akhir-akhir ini karena kandungan aktif di dalam biji labu kuning. Biji labu kuning mengandung nutrisi yang kaya akan kandungan yang bermanfaat untuk kesehatan seperti palmitat, stearat, oleat, linoleat, fitoestrogen, daidzein, genistein dan vitamin E. Biji labu kuning merupakan sumber beberapa protein dan lemak, juga kandungan mineral yang bermanfaat untuk tubuh manusia seperti seng, fosfor, zat besi, kalium, magnesium, natrium dan kalsium. Selain itu, biji labu kuning juga memiliki kandungan senyawa antinutrisi seperti asam fitat dan asam oksalat dan nitrat (Syam Aminuddin et al., 2019). Labu termasuk dalam keluarga Cucurbitaceae, dan anggotanya berpartisipasi dalam mempromosikan kesehatan manusia dan hewan karena aktivitas biologis dari fitokimianya. abu memiliki potensi untuk bertindak sebagai makanan fungsional sebagai sumber penting karotenoid, vitamin, dan mineral. Labu memiliki potensi untuk bertindak sebagai makanan fungsional sebagai sumber penting karotenoid, vitamin, dan mineral. Senyawa fenolik yang terdapat dalam biji labu memberikan sejumlah manfaat kesehatan terutama karena potensi antioksidannya. Biji labu ditemukan sebagai sumber yang sangat baik untuk vitamin, mineral, senyawa fenolik, antioksidan, karotenoid, protein, dan minyak esensial, yang bertanggung jawab atas dampak positifnya pada kesehatan manusia. Polisakarida dari tanaman labu mengurangi tingkat stres oksidatif dalam sel dan jaringan dan dapat mengurangi gejala diabetes pada hewan maupun manusia (Kulczyski et al., 2020) Diabetes Melitus merupakan sebuah penyakit kronis yang timbul akibat pankreas yang tidak mampu memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang telah diproduksi dengan efektif. Sementara itu, menurut Sapra (2023) diabetes merupakan suatu penyakit metabolik, yang melibatkan peningkatan kadar glukosa darah yang tidak tepat. Diabetes sendiri memiliki 2 tipe berdasarkan penyebabnya, yaitu diabetes tipe 1 atau yang disebut sebagai insulin-dependent diabetes, dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 biasa ditemukan pada orang semenjak kecil, sementara diabetes tipe 2 timbul pada seseorang sudah beranjak dewasa, terutama yang mengalami obesitas. (Sapra, 2023). Diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan unsur genetik (CDC, 2022). Hal tersebut ditunjukkan melalui beberapa faktor risiko timbulnya diabetes pada seseorang adalah karena adanya riwayat penyakit diabetes melitus pada anggota keluarga. Diabetes dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan lainnya (WHO, 2023). WHO menjabarkan beberapa permasalahan yang dapat timbul akibat penyakit diabetes melitus, diantaranya adalah diabetes dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena stroke dan serangan jantung 2—3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes. Selain itu, diabetes juga dapat menyebabkan kebutaan karena adanya kerusakan pada pembuluh darah di retina. Diabetes juga menjadi salah satu penyebab utama timbulnya gagal ginjal pada beberapa kasus. Pada tahun 2014, 8,5% dari orang dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami diabetes. Pada tahun 2019, diabetes menjadi penyebab langsung dari 1,5 juta kematian dan 48% dari semua kematian akibat diabetes terjadi sebelum usia 70 tahun. Sebanyak 460.000 kematian akibat penyakit ginjal disebabkan oleh diabetes, dan glukosa darah tinggi menyebabkan sekitar 20% dari kematian akibat penyakit kardiovaskular. Antara tahun 2000 dan 2019, terjadi peningkatan sebesar 3% dalam tingkat mortalitas yang disesuaikan dengan usia akibat diabetes. Di negara-negara berpendapatan menengah rendah, tingkat kematian karena diabetes meningkat 13%. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, memiliki prevalensi diabetes sebesar 2% pada penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Dalam Riskesdas 2018 juga terdapat data yang menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes melitus di hampir semua provinsi pada tahun 2018 dibandingkan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2013. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IDF, pada tahun 2021 terdapat 19,47 juta penderita diabetes di Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara urutan ke-5 dengan penderita diabetes melitus terbanyak di dunia. Dari hasil literatur review diketahui bahwa pelaksanaan program pengendalian diabetes melitus di Indonesia masih belum terlaksana dengan optimal. Hal itu disebabkan karena masih belum tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan pendanaan yang masih kurang sehingga memengaruhi pemenuhan kebutuhan. Dilihat dari evaluasi process yang berlangsung dengan cukup baik, namun terkendala oleh kurangnya tenaga kesehatan untuk melaksanakan beberapa tugas dan ketersediaan obat diabetes melitus yang belum merata. Luaran yang dihasilkan dari program sendiri sudah cukup baik karena menunjukkan adanya tren peningkatan capaian kinerja yang dilakukan, walaupun belum memenuhi target yang sudah ditentukan. Untuk itu, perlu adanya pendistribusian tenaga kerja yang merata dan berkompeten agar pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik. Pemberian pelatihan dan edukasi kepada tenaga kesehatan juga diperlukan untuk menunjang kinerja yang dilakukan. Selain itu, juga perlu adanya penganggaran yang memadai untuk pelaksanaan program secara maksimal (Sembodo, 2021). DAFTAR PUSTAKA
1. Kulczyński, B., Gramza-Michałowska, A., & Królczyk, J. B. (2020). Optimization of
extraction conditions for the antioxidant potential of different pumpkin varieties (Cucurbita Maxima). Sustainability (Switzerland), 12(4). https://doi.org/10.3390/su12041305 2. Sembodo, T. H. (2021). Evaluasi Pelaksanaan Program Pengendalian Diabetes Melitus oleh Puskesmas di Indonesia: Literature Review. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.11431.88488 3. Syam Aminuddin, Zainal, & Kurniat. (2019). BIJI LABU KUNING YANG MENYEHATKAN. 4. Valdez-Arjona, L. P., & Ramírez-Mella, M. (2019). Pumpkin waste as livestock feed: Impact on nutrition and animal health and on quality of meat, milk, and egg. In Animals (Vol. 9, Issue 10). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/ani9100769 5. Centers for Disease Control (CDC) (2022). Diabetes Risk Factor. Available: https://www.cdc.gov/diabetes/basics/risk-factors.html (Accessed: 16 March 2024). 6. Sapra A, Bhandari P. Diabetes Mellitus. [Updated 2023 June 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 June-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551501(Accessed: 16 March 2024). 7. WHO (2023) Diabetes. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes (Accessed: 16 March 2024).