Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ALIRAN PROGRESIFISME DAN REKONTRUKSIONISME

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen pengampu : Dr. Abdul Khobir, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 8:

1. M. Fasyni Khairi (20222079)


2. Islakhatul uma (20122076)
3. M. Rafif Musyafa (20122298)
4. Taufiq Abdullah (20122091)

KELAS A

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta hidayah inayah Nya seehingga makalah yang berjudul “Aliran
progresifisme dan rekontruksionisme” dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat
waktu.

Pada kesempatan kali ini kami ucapkan terimakasih kepada Dr. Abdul Khobir,
M.Ag selaku dosen pengembang pada mata kuliah Teknologi Pendidikan yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah kami juga berterima kasih kepada
semua pihak yang turut berkontribusi dan membatu dalam memproses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi
sistematika maupun isinya oleh karna itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini kedepannya penulis
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua aamiin.

Pekalongan,21 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents

KATA PENGANTAR........................................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3

BAB I..................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..............................................................................................................................4

A. Latar Belakang........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5

BAB II.................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.................................................................................................................................5

A. ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME...............................................5

B. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Aliran Progresivisme..............................8

C. ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONISME...............................10

D. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Rekonstruksionisme.............................14

BAB lll..............................................................................................................................................16

PENUTUP.........................................................................................................................................16

A. Kesimpulan..........................................................................................................................16

B. Saran..................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran progresifisme dalam filsafat pendidikan Islam menekankan pada
pentingnya menyesuaikan pendidikan Islam dengan perkembangan zaman. Aliran
ini muncul sebagai respons terhadap tantangan dan perubahan yang dihadapi oleh
umat Islam dalam konteks globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial.
Progresifisme mendukung gagasan bahwa pendidikan Islam harus tetap relevan
dan dapat berkontribusi positif dalam memecahkan masalah-masalah
kontemporer. Progresifisme menekankan pada pembaharuan dalam pendidikan
Islam, termasuk penggunaan metode-metode modern, pemahaman yang lebih
terbuka terhadap ilmu pengetahuan non-Islam, dan pemikiran yang kritis terhadap
tradisi-tradisi yang sudah ada.

Di sisi lain, rekontuksionisme adalah aliran filsafat pendidikan Islam yang


menekankan perlunya menggali kembali akar-akar Islam yang otentik dalam
pendidikan. Rekontuksionisme melihat bahwa pendidikan Islam harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang murni, tanpa
terpengaruh oleh budaya atau ideologi asing. Aliran ini menekankan pentingnya
memahami kembali sumber-sumber utama Islam, seperti Al-Quran dan Hadis,
dalam konteks yang lebih luas dan mendalam. Rekontuksionisme juga menyoroti
pentingnya moralitas dan etika dalam pendidikan Islam, serta menjaga kesucian
agama dalam mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran.

Keduanya, aliran progresifisme dan rekontuksionisme, memiliki pandangan


yang berbeda tentang bagaimana Islam seharusnya berkembang dalam dunia
modern. Progresifisme menawarkan pendekatan yang lebih inklusif dan terbuka
terhadap perubahan, sementara rekontuksionisme menegaskan nilai-nilai
tradisional dan keteguhan terhadap akar-akar agama. Dalam makalah ini, kami
akan mengeksplorasi lebih dalam kedua aliran ini, menganalisis argumen-

4
argumen yang mereka ajukan, dan mempertimbangkan implikasi praktis dari
masing-masing pendekatan terhadap pendidikan Islam dalam konteks zaman ini

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan progresivisme?
2. Pandangan Pendidikan islam terhadap aliran progresifisme?
3. Apa yang dimaksud dengan aliran rekontruksionisme?
4. Pandangan Pendidikan islam terhadap aliran rekontruksionisme?

BAB II

PEMBAHASAN

A. ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME


Progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan
bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan kepada subjek didik,
tetapi hendaklah berisi beragam aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan
berpikir mereka secara menyeluruh, sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis
melalui cara-cara ilmiah, seperti penyediaan ragam data empiris dan informasi
teoritis, memberikan analisis, pertimbangan, dan pembuatan kesimpulan menuju
pemilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang
tengah dihadapi.
Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang Sebagai falsafah pendidikan,
progresivisme berkembang dari falsafah pragmatisme Charles S. Pierce, William
James, dan John Dewey. Akan tetapi, terutama dari tulisan-tulisan John Dewey
mengenai pendidikan, prinsip-prinsip umum mengenai progresivisme dibuat. Aliran
progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam
abad ke-20. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebihlebih di AmerikaSerikat.
Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh
aliran progresivisme ini. Aliran progresivisme ini erat hubungannya dengan hidup

5
liberal, pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut; fleksibel (tidak
kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu),
curius(ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai
hati terbuka). Sifat-sifat umum aliran progresivismedapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok (1) sifat-sifat negatif dan (2) sifat-sifat positif. Sifat itu dikatakan negatif
dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala
bentuk, seperti yang terdapat dalam agama, politik, etika dan epistimologi. Positif
dalam arti bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
dari manusia, kekuatankekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir,
terutama kekuatan-kekuatan manusia untuk takhayul dan kegawatan yang timbul
dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam.
Kata progress pada dasarnya adalah suatu kata baru yang baru bisa
dipahami dan dimengerti maksud dan arti yang sebenarnya pada abad ke 19,
namun tidak dapat disangkal lagi bahwa maksud dari kata tersebut dewasa ini telah
dipergunakan dan dikenal di dalam segala pengalaman hidup kita yang mengandung
ide perbaikan dalam segala sektor kehidupan, seperti politik, masalah-masalah
kemasyarakatan, hubungan kemanusiaan, kehidupan keluarga, perawatan anak
didalam segala keadaan kehidupan termasuk juga bidang agama.
Pandangan Aliaran Progresivisme terhadap Pendidikan Bahwa pendidikan
itu merupakan formasi akal pikiran dengan jalan membentuk hubungan dan asosiasi
tertentu dari luar, menunjukkan sifat progresif dalam filsafat pendidikannya. Sebab
pengaruh atau faktor ekstern (luar) bersifat senantiasa berkembang dan berubah. Dari
kondisi yang selalu berkembang dan berubah, orang akan mengalami sesuatu yang
baru. Dari pengalaman timbul belajar. Pengetahuan yang diperoleh dari dalam
(faktor intern) dan latihan daya pikir yang bersifat baku, tetap dan statis, tidak
diperlukan. Dengan demikian tujuan pendidikan progresivisme adalah melatih
peserta didik agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai
pekerjaannya dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pendidikan harus merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setia
peserta didik. Perhatian progresivisme banyak difokuskan pada sekolah yang
mengutamakan peserta didik (child-centered school) dan menekankan kurikulum
yang mengutamakan aktivitas (activity-centered curriculum). Program sekolah
terefleksi dalam kebutuhan dan minat anak. Pendidik dan peserta didik
merencanakan kegiatan pembelajaran secara bersama. Anak-anak adalah peserta

6
belajar yang aktif, mereka memiliki gagasan untuk meneliti sesuatu dan
melaksanakannya secara mandiri atas dorongan dan pengawasan pendidik.
Prinsip-prinsip dasar progresivisme secara singkat dirangkum oleh Kneller,
seperti yang dikutip Abd Rachman Assegaf, sebagai berikut:
1) Pendidikan itu seharusnya “kehidupan” itu sendiri, bukan persiapan untuk
hidup.
2) Belajar harus dikaitkan secara langsung dengan minat anak.
3) Belajar melalui pemecahan masalah (problem solving) harus didahulukan
daripada pengulangan mata pelajaran secara ketat.
4) Peranan pendidik bukan untuk menunjukkan, tapi membimbing
5) Sekolah mesti meningkatkan upaya kerja sama, bukan bersaing.
6) Hanya perlakukan yang demokrastislah−sesungguhnya dapat
meningkatkan−peranan ide dan personalitas anak leluasa dikemukakan, dan itu
diperlukan bagi kondisi pertumbuhan anak yang benar.
Beranjak dari uraian di atas, pemikiran edukatif Dewey berupa
progresivisme itu menghendaki agar pendidikan diselenggarakan secara integral
dengan melibatkan seluruh komponen pendidikan, inklusif peserta didik, agar
mampu menghadapi perkembangan dan perubahan zaman. Namun demikian, apa
yang dilakukan oleh progresivisme masih dipandang belum cukup jauh dalam
melakukan perubahan sosial. Progresivisme mengakui bahwa pendidikan hendaknya
mengikuti perkembangan dan perubahan zaman dan masyarakat, namun
progresivisme belum sampai pada tatanan masyarakat baru yang dibentuk oleh
pendidikan. Aliran yang menghendaki agar pendidikan mampu membangun atau
merekonstruksi masyarakat (social reconstruction) merupakan perkembangan
lanjutan dari progresivisme yang dinamakan dengan rekonstruksionisme. Kurikulum
pendidikan menurut progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalaman-
pengalaman atau kegiatan pembelajaran yang diminati oleh setiap peserta didik.
Sedangkan pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam pelaksanaan pendidikan
berpusat pada peserta didik dan mempunyai peran sebagai fasilitator, motivator dan
konselor. Pendidik perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik
peserta didik, dan tehnik-tehnik memimpin perkembangan peserta didik, serta
kecintaan kepada peserta didik, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang
baik. Lembaga pendidikan menurut progresivisme harus berfungsi sebagai
laboratorium pembaharuan pendidikan, serta melakukan kerja sama dengan keluarga.

7
Orang-orang progresivis berpan dangan bahwa kehidupan berkembang
kearah positif dan bahwa umat manusia – muda maupun tua – pada dasarnya baik
dan dapat dipercaya untuk bertindak dalam minat-minat terbaik mereka sendiri.Oleh
karena itu, para pendidik (ahli pendidikan) progresivis membebaskan para peserta
didik menentukan pengalaman belajar mereka. Guru dalam kelas berfungsi sebagai
fasilitator untuk membantu para peserta didik mempelajari hal-hal yang dianggap
penting bagi mereka alih-alih menjejalkan kebenaran-kebenaran yang diyakini
guru. Para peserta didik mengalami kehidupan keseharian sebanyak mungkin dengan
bekerja secara kooperatif dalam kelompok dalam memecahkan masalah-masalah
yang mereka anggap penting, bukan yang dianggap penting oleh pendidik.
Aliran progresivisme memiliki tujuan pendidikan lebih menekankan pada
pengalaman empiris yang bersifat riil dan sesuai dengan kehidupan nyata, karena
pendidikan dimaksudkan untuk memberikan pengalaman dalam pemecahan masalah
sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kurikulum dalam pandangannya pengalaman
belajar harus serasi dengan tujuan dan prinsip pendidikan dan kurikulum tentunya
harus dikembangkan untuk membangkitkan potensi dan pengalaman untuk peserta
didik. Pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan potensi yang dimiliki dan
berpusat pada siswa.

B. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Aliran


Progresivisme
Progresifisme Pendidikan menurut dewey yang mengandung asas
Pendidikan partisipasif menyatakan bahwa kurikulumpendidikan harus berisi
pengalam-pengalaman peserta didik yan mana pengalaman tersebut didiskusikan
didalam ruang sekolah, dan jika terdapat permasalahan social yang dialami peserta
didik, maka harus didiskusikan beserta Upaya pemecahannya. Dengan demikian
kurikulum progresivisme dewey berbasis kurikulum penalaman hidup. Dalam hal ini
kurikulum progrsivisme sejalan dengan kurikulum Pendidikan islam. Dalam islam
muatan kurikulum pendidikannya juga berisi tentang persoalan-persoalan manusia
yang didiskusikan untuk dicari pemecahannya melalui ruang Pendidikan, baik
formal, nonformal atau informal.1
1
Mualifah, I. (2013). Progresivisme John Dewey dan Pendidikan Partisipatif Perspektif Pendidikan Islam.
Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies), 1(1), 101-121.

8
Adapun pandangan filsafat Pendidikan Islam terhadap aliran progresivisme
adalah sebagai berikut:
1) Filsafat progresivisme mempunyai konsep bahwa manusia atau peserta
didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu
kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan manusia
memiliki potensi akal dan kecerdasan dengan sifat kreatif dan dinamis, peserta
didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problematikanya.
Kualitas Pendidikan tidak dapat ditentukan semata-mata dari standarisasi suatu
nilai kebaikan, kebenaran ataupun keindahan yang bersifat perennial, tetapi
ditentukan oleh sejauh mana suatu pendidikan itu mampu untuk terus menerus
merekonstruksi berbagai pengalaman. Seiring dengan pandangan di atas, filsafat
pendidikan Islam mengakui bahwa peserta didik memang memiliki potensi akal
yang dapat dikembangkan dan mengakui pula individu atau peserta didik pada
dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis. Namun pendidikan Islam
tidak hanya mengakui potensi akal dan kecerdasan saja, tetapi mengakui bahwa
anak (peserta didik) mempunyai banyak potensi yang menurut Hasan
Langgulung, potensi manusia itu sebanyak sifat-sifat Tuhan seperti yang
terkandung di dalamasmaul husna. Dan diantara sekian banyak potensi tersebut
yang sangat perlu dikembangkan adalah potensi beragama.
2) Menurut progresivisme pendidikan tidak lain adalah proses perkembangan,
sehingga seorang pendidik mesti selalu siap untuk senantiasa memodifikasi
berbagai metode dan strategi dalam mengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan
terbaru dan berbagai perubahan yang menjadi kecendrungandalam suatu
masyarakat.Sikap progresivisme memandang segala sesuatu berasaskan
fleksiblitas, dinamika dan sifatsifat yang sejenis, tercermin dalam pandangan
mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental
dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Yang bersifat luwes dapat direvisi
dan dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Filsafat pendidikan Islam
mengakui hal yang sama sebagaimana yang diinginkan oleh filsafat
progresivisme, yaitu bahwa masyarakat itu bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan ilmu, oleh sebab itu manusia diharuskan terbuka dalam
menghadapi permasalahan serta mau menerima kritikan demi kesempurnaan.
Untuk mendapatkan suatu perubahan manusia harus memiliki pandangan hidup
yang bertumpu pada sifat-sifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan,

9
tidak terikat dengan dogma tertentu), corious(ingin mengetahui dan
menyelidiki), toleran dan open mind (punya hati terbuka. Akan tetapi dalam
aliran progresivisme nilai-nilai yang dijadikan ukuran bukan nilai yang absolut
seperti nilai-nilai kewahyuan syarat dalam pendidikan Islam, melainkan nilai
yang relative, yaitu nilai-nilai baik dan buruk dikaitkan dengan pertimbangan
kultur masyarakat yang sudah barang tentu kebenaran bergantung pada tempat
dan waktu, dan tentu nilai tersebut bersifat relatif, sedangkan dalam pendidikan
Islam nilai tersebut bersifat mutlak.
3) Progresivisme terutama menurut pemikiran John Dewey (salah seorang
pelopor progresivisme) tidak mengakui atau menghilangkan nilai-nilai absolut
seperti yang di dapat dalam agama −progresivisme hanya mengakui−nilai-nilai
cultural− relativisme menjadi dasar pegangan dalam proses kependidikan.
Sedangkan dalam pendidikan Islam proses pendidikan didasarkan kepada nilai-
nilai absolut yang dapat membimbing pikiran, kecerdasan dan kemampuan
dasar untuk berkembang dan tumbuh. Dengan nilai absolut itulah pendidikan
akan berlangsung secara tetap dan konstan ke arah tujuan akhir yang tidak
berubah-ubah.

C. ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONISME


Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang Rekonstruksionisme yang sering
kali diartikan sebagai rekonstruksi sosial merupakan perkembangan dari gerakan
filsafat pendidikan progresivisme. Istilah Rekonstruksionisme berasal dari kata
Rekonstruksi yang tersusun atas dua kata: “Re” yang berarti kembali dan “konstruk”
yang berarti menyusun. Bila kedua kata tersebut digabung maka dapat dimaknai
menjadi penyusunan Kembali.2 Adapun imbuhan ‘-isme’ yang disisipkan dalam
istilah di atas akan mengubah makna tersebut kepada penegasan bahwa ia
merupakan suatu paham atau aliran tertentu.
Lahirnya aliran rekonstruksionisme ini berawal dari krisis kebudayaan
modern, sama halnya dengan aliran perenialisme. 3 kedua aliran tersebut memandang
bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang
terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Meskipun
demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang

2
Partanto, Pius A dan M. Dahlan al-Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
3
Jalaluddin. 2010. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

10
dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda
dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang
serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan
kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap
paling ideal.
Rekonstrusionisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan
pertama kali diprakarsai oleh John Dewey pada tahun 1920 melalui karyanya yang
berjudul “Reconstruction in Philosophy”. Kemudian aliran ini berlanjut dengan
munculnya tokoh-tokoh lain seperti Caroline Pratt, George Counts, Harold Rugg,
John Hendrik dan Muhammad Iqbal sebagai wakil dari tokoh intelektual muslim.
George Counts dan Harold Rugg sebagai tokoh penggerak aliran
rekonstrusionisme yang dipelopori John Dewey bermaksud ingin membangun
masyarakat baru yang dipandang pantas dan adil. Dalam karya klasik milik George
Counts yang berjudul “Dare the Schools Build a New Social Order” yang terbit pada
tahun 1932 sebagaimana yang dikutip Arthur K. Ellis, ia berkeinginan menjadikan
lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi Masyarakat.4
George Counts dan Harold Rugg sebagai tokoh penggerak aliran
rekonstrusionisme yang dipelopori John Dewey bermaksud ingin membangun
masyarakat baru yang dipandang pantas dan adil. Dalam karya klasik milik George
Counts yang berjudul “Dare the Schools Build a New Social Order” yang terbit pada
tahun 1932 sebagaimana yang dikutip Arthur K. Ellis, ia berkeinginan menjadikan
lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat.5
Hal yang sama dikemukakan oleh John Hendrik, bahwa rekonstrusionisme
merupakan reformasi sosial yang menghendaki budaya modern para pendidik.
Rekonstrusionisme memandang kurikulum sebagai problem sentral dimana
pendidikan harus menjawab pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde
sosial yang baru. Sehingga tujuan utama dan tertinggi hanya dapat diraih melalui
kerjasama antar bangsa tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan
kepercayaan supaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran di tatanan sosial
masyarakat akan terwujud.
Umumnya rekonstruksionisme menganggap bahwa progresivisme belum
cukup jauh berusaha memperbaiki masyarakat. Mereka percaya progresivisme hanya
4
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah. Bandung: Rosda.
5
Ellis, A. K. (2014). Exemplars of curriculum theory. Routledge.

11
memerhatikan problema masyarakat pada saat itu saja, padahal yang diperlukan pada
abad kemajuan teknologi yang pesat ini adalah rekonstruksi masyarakat dan
penciptaan tatanan dunia baru secara menyeluruh. Rekonstruksionisme timbul
sebagai akibat dari pengamatan tokoh-tokoh pendidik terhadap masyarakat Amerika
khususnya, dan masyarakat Barat umumnya, yang menjelang tahun tiga puluhan
menjadi kurang menentu. Keadaan masyarakat tidak sepadan dengan harapan ideal
seperti timbulnya kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan. Untuk mengembalikan
kepada keadaan semula hendaknya pendidikan dapat berperan sebagai instrumen
rekonstruksi masyarakat.
Rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perennialisme dalam hal
mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda
dengan apa yang dipakai oleh perennialisme; tetapi sesuai dengan istilah yang
dikandungnya, yaitu berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan paling
mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Untuk
mencapai tujuan itu, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang
mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui Lembaga dan prosependidikan,
rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Pandangan Aliran Rekonstruksionisme Terhadap Pendidikan
Rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya
dengan masyarakat. Artinya, bahwa tujuan pendidikan, kurikulum, metode, peranan
pendidik dan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan itu hendaknya searah
dengan situasi dan kebutuhan masyarakat. Peserta didik dalam sekolah yang
bercorak rekonstruksionisme itu diarahkan supaya mampu beradaptasi dan
berinteraksi dengan masyarakat di mana ia tinggal. Jadi, orientasi pendidikannya
adalah masyarakat. Menurut Dewey, seperti yang dikutip Abd Rachman Assegaf,
menyatakan bahwa : pertama, rekonstruksionisme menjelaskan akhir (akibat atau
hasil) dan proses. Artinya, pendidikan dalam rekonstruksionisme tidak identik
dengan ketidakpastian arah atau tujuan dan tanpa melalui proses. Meskipun
rekonstruksionisme mengangga bahwa pengalaman itu mengalami perkembangan
dan perubahan, tidak berarti pendidikan yang diselenggarakan kehilangan arah dan
tujuan. Kedua, pengalaman dan kegiatan yang secara kontinu berkembang dan
berubah tersebut merupakan bagian dari pendidikan.

12
Oleh karena itu, pendidikan yang diselenggarakan harus senantiasa
berkembang dan berubah,sejajar dengan tuntunan yang dihadapi oleh pendidikan
pada saat itu (di sini rekonstruksionisme berjangkauan lebih jauh dari
progresivisme). Ketiga, konstruksi pengalaman itu bisa terjadi baik pada individu
maupun kolektif, Konsekuensinya, pendidikan mesti memerhatikan kedua aspek
tersebut. Kaitannya dengan pendidikan, rekonstruksionisme menghendaki tujuan
pendidikan untuk meningkatkan kesadaran peserta didik mengenai problematika
sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia secar global, dan untuk
membina mereka, membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar
bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Kurikulum dan metode pendidikan bermuatan materi sosial, politik, dan
ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Termasuk juga masalah-masalah
pribadi yang dihadapi oleh peserta didiknya. Kurikulumnya menggunakan disiplin
ilmu-ilmu sosial dan metode ilmiah. Kurikulum berisi mata pelajaran yang
berorientasi pada kebutuhankebutuhan masyarakamasa depan. Kurikulum banyak
barisi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang dihadapi umat manusia, yang
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik itu sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabangcabang ilmu sosial dan proses-
proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah. Peranan pendidik
sama dengan pandangan progresivisme.
Pendidik harus menjadikan peserta didiknya siap menghadapi persoalan-
persoalan dalam masyarakat, membantu mereka mengidentifikasi permasalahan, lalu
meyakinkan bahwa mereka sanggup menghadapi semua itu. Apabila ternyata mereka
tidak sanggup, maka tugas pendidik adalah membimbing mereka secara tepat.
Pendidik harus tampil dalam membantu peserta didik menghadapi persoalan dan
perubahan. Pendidik harus memberi semangat terhadap munculnya pemikiran yang
berbeda sebagai sarana untuk membentuk alternatif penyelesaian masalah.
Karenanya, kepala sekolah sebagai agen utama bagi perubahan sosial, politik, dan
ekonomi masyarakat. Seorang pendidik harus menjadi direktur proyek dan pemimpin
penelitian. Peserta didik hendaknya dipandang sebagai bunga yang sedang mekar.
Hal ini mengandung arti bahwa peserta didik adalah generasi muda yang sedang
tumbuh menjadi manusia pembangunan masyarakat masa depan, dan perlu berlatih
keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangin

13
masyarakat masa depan. Metode pendidikan adalah analisis krisis terhadap
kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk
perbaikan.
Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat. Rekonstruksionisme
memiliki dua perspektif, masa kini yang banyak mengandung progresivisme dan
masa depan yang bersifat futuristik. Itulah sebabnya futurisme dalam pendidikan
sering dianggap sebagai perkembangan dan bagian tak terpisahkan dari
rekonstruksionisme.

D. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap


Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan
yang kemunculannya diawali dengan sebuah keprihatinan terhadap kondisi
kehidupan modern sehingga menuntut apa yang harus dipersiapkan manusia di masa
depan. Sama halnya dengan aliran perenialisme, kehidupan manusia modern adalah
zaman ketika manusia hidup dalam kebudayaan yang terganggu, sakit, penuh
kebingungan, serta kesimpangsiuran proses. Namun aliran rekonstruksionisme ingin
membentuk susunan tata kehidupan yang baru dan membutuhkan kerjasama antar
manusia. Dan memang, tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat
manusia atau bangsa.6
Islam turun membawa rahmat bagi seluruh alam. Inilah yang menjadi misi
ajaran Islam. Nuansa risalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin ini akan memberi
dampak pada aspek-aspek yang lain, termasuk dalam pendidikan Islam. Pendidikan
Islam yang merupakan bagian dari manifestasi ajaran Islam harus mengikuti kaidah-
kaidah pada nilai-nilai keislaman dan berorientasi pada tujuan penciptaan manusia.
Mengingat manusia diciptakan Allah ke dunia ini mempunyai misi religus-sosial,
maka pendidikan dipahami sebagai media untuk membangun dan mengembangkan
potensi manusia yang sejalan dengan tujuan penciptaan manusia. Diharapkan tugas
pendidikan menurut aliran rekonstruksionisme ditekankan pada pengembangan
aspek individual dan sekaligus pengembangan aspek tanggung jawab

6
Wangsa, T., & Gandhi, H. W. (2017). Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

14
kemasyarakatan, serta lebih bersikap proaktif dan antisipatif dalam menghadapi
permasalahan di masa depan.7
Demikian halnya dalam wacana pendidikan Islam, pendidikan bukanlah
persoalan yang stagnan. Sebagai sebuah kegiatan yang menitikberatkan pada fungsi
pembentukan manusia seutuhnya pada setiap perkembangannya, persoalan yang
dihadapi akan selalu berubah dan dinamis. Sehingga berbagai macam problem yang
sama sekali baru di dunia pendidikan sangat membutuhkan penyelesaian secara
ijtihadiyah.8
Rekonstruksi menyatakan bahwa penyelesaian krisis kehidupan modern
adalah dengan menyusun consensus baru tentang pendidikan. Dalam pandangan
filsafat pendidikan Islam bahwa menyelesaian masalah-masalah krisis kehidupan
manusia adalah kembali kepada ajaran Islam secara holistic, terutama yang sudah
tertuang dalam al-Qur’an dan hadis. sumber-sumber pemikiran pendidikan Islam
dalam konteks ini tidak hanya kitab Allah dan Sunnah, tetapi juga perkataan sahabat,
kemaslahatan sosial, nilai-nilai dan kebiasaan sosial, serta pemikir-pemikir Islam.
Oleh karenanya kendatipun Allah secara tekstual telah menurunkan wahyu dan
berfungsi sebagai sarana petunjuk bagi manusia, namun dalam kenyataannya isi dari
wahyu tersebut perlu dijabarkan secara detail yang melibatkan akal untuk
menafsirkan problem-problem kehidupan secara mendalam, utamanya saat
mengupas permasalahan dalam pendidikan.

7
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah. Bandung: Rosda.
8

15
BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, progresivisme memiliki beberapa
kesamaan dalam pandangan tentang perkembangan peserta didik dan pendidikan
yang berpusat pada peserta didik. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan terkait
dengan penilaian nilai-nilai mutlak dalam pendidikan Islam, yang dianggap sebagai
panduan utama dalam membentuk pendidikan. Oleh karena itu, sementara
progresivisme dapat memberikan pandangan yang bernilai dalam pengembangan
pendidikan modern, perbedaan dalam pendekatan nilai-nilai tetap menjadi titik
perdebatan antara kedua aliran filsafat ini dalam konteks pendidikan Islam.
Progresivisme sebagai aliran filsafat pendidikan menekankan pentingnya
pendidikan yang bukan hanya sekadar pemindahan pengetahuan kepada peserta
didik, tetapi juga melibatkan aktivitas yang mendorong kemampuan berpikir mereka
secara sistematis dan ilmiah, termasuk analisis, pertimbangan, dan pemecahan
masalah. Progresivisme menekankan penggunaan pengalaman dan aktivitas yang
relevan dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Pendidikan harus menjadi
"kehidupan" itu sendiri, yang memungkinkan peserta didik untuk belajar melalui
pemecahan masalah dan partisipasi aktif dalam pengalaman belajar mereka.
Dalam pandangan progresivisme, pendidikan harus bersifat dinamis dan
berkembang, selalu terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
perubahan dalam masyarakat. Guru berperan sebagai fasilitator dan pendamping
dalam proses belajar peserta didik. Meskipun progresivisme menekankan pentingnya
adaptasi dan perubahan, pandangan ini lebih bersifat relativistik dalam penilaian
nilai-nilai, tidak menekankan nilai-nilai mutlak seperti dalam agama.
Rekonstruksionisme adalah aliran filsafat pendidikan yang berfokus pada
perubahan sosial dan pendidikan yang relevan dengan tuntutan masyarakat modern,
sementara pendidikan Islam mencoba mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam
pemecahan masalah pendidikan dalam konteks zaman yang terus berubah.
Rekonstruksionisme adalah perkembangan dari aliran filsafat pendidikan
progresivisme. Aliran ini menekankan pentingnya memahami dan merespon
perubahan dalam masyarakat dan kebudayaan modern. Tujuannya adalah untuk
menciptakan susunan tata kehidupan yang baru dan lebih baik. Munculnya
rekonstruksionisme berawal dari krisis kebudayaan modern, yang juga menjadi
perhatian aliran perenialisme. Namun, rekonstruksionisme dan perenialisme
memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi krisis tersebut.
Dalam pandangan rekonstruksionisme, pendidik memiliki peran penting
sebagai pemimpin proyek perubahan sosial. Mereka harus membantu peserta didik
mengidentifikasi masalah-masalah masyarakat dan membimbing mereka dalam
mencari solusi. Pandangan pendidikan Islam terhadap rekonstruksionisme
mencerminkan nilai-nilai keislaman. Pendidikan Islam juga mengakui perubahan
dalam masyarakat dan permasalahan sosial yang kompleks, tetapi tetap berlandaskan
pada ajaran Islam dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pendidikan Islam
menekankan perlunya merujuk pada ajaran Islam yang holistik, termasuk al-Qur'an,
hadis, perkataan sahabat, serta pemikiran-pemikiran Islam, dalam menyelesaikan
masalah pendidikan. Hal ini membutuhkan pemahaman mendalam dan ijtihad untuk
menghadapi permasalahan pendidikan yang baru.

B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan pembaca dapat
menyampaikan kritik dan juga saran terhadap hasil penulisan kami.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mosier, R. D. (1951). The philosophy of reconstructionism. Educational Theory,


1(1), 47-53.
Partanto, Pius A dan M. Dahlan al-Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola.
Jalaluddin. 2010. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Rosda.
Ellis, A. K. (2014). Exemplars of curriculum theory. Routledge

Anda mungkin juga menyukai