Puji dan syukur kami persembahkan hanya kepada SWT yang senantiasa
menganugerahkan nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan naskah makalah
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam tentang Pemikiran Filosofis Filsafat Pendidikan
Islam Klasik, Kontemporer dan Modern dapat diselesaikan sesuai upaya terbaik yang kami
miliki. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Guru bagi seluruh umat,
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassalam.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepda guru kami, Bapak Dr. Saefrudin,M.Pd.I.
yang atas tugas darinya kami bisa belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Dalam
penyusunan makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan. Pengajaran dan bimbingan
dari dosen, temana, dan seluruh pihak berkesempatan membaca makalah ini sangat kami
harapkan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan pihak-pihak
yang memberikan dukungan atas kelancaran penulisan dan penerbitan buku ini. Aamiin ya
Robbal ‘Alamin.
i
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... iii
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... iii
Bab II Pembahasan
Perspektif filosofis dalam Pendidikan ........................................................................... 1
ii
Kesimpulan ............................................................................................................ 19
Saran ...................................................................................................................... 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa klasik, pemikiran filosofis dalam pendidikan Islam sering kali terkait
dengan pemikiran para filosof dan cendekiawan besar seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina
(Avicenna), dan Ibnu Khaldun. Mereka berusaha menggabungkan warisan filsafat Yunani
dengan tradisi Islam untuk mengembangkan metode-metode pendidikan yang bertumpu
pada rasio dan moralitas. Kemudian, dalam era kontemporer, pemikiran filosofis dalam
pendidikan Islam menghadapi tantangan baru seiring dengan perkembangan teknologi dan
perubahan sosial. Bagaimana pemikiran filosofis tersebut beradaptasi dengan tuntutan
zaman modern dan globalisasi merupakan pertanyaan kunci yang akan kita jelajahi dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan
iv
1.3 Tujuan
v
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dalam konteks pendidikan, ada tiga kerangka filosofis utama dalam teori-
teori belajar yang memengaruhi pendekatan pengajaran dan pembelajaran
(Fakhrudin dan Sutarto, 2021). Ketiga teori ini adalah:
Selain ketiga teori di atas, ada juga Teori Humanisme yang lebih
menekankan pada aspek individual dan pengembangan diri dalam pembelajaran.
Teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki dorongan intrinsik
untuk belajar dan mengembangkan potensi mereka. Guru dalam pendekatan ini
berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam mengejar keinginan
mereka untuk belajar dan menggali informasi baru.
2
B. Pemikiran Filosofis Pendidikan Islam Klasik
Fakhrudin dan Sutarto (2021) dalam Filsafat Pendidikan Islam Klasik dan
Kontemporer menyebutkan enam tokoh yang dianggap paling berpengaruh dalam
pemikiran Pendidikan Islam klasik, yaitu :
Ibnu Miskawih hidup pada masa Abbasiyah, di mana ilmu pengetahuan dan
filsafat mengalami perkembangan pesat. Pemikiran Ibnu Miskawih menyoroti
konsep etika, khususnya konsep jalan tengah (al-wasath), sebagai landasan
pendidikan Islam. Tujuan pendidikan yang dituju adalah mencapai kebahagiaan
sejati (Assaadah) dalam kehidupan manusia, yang mencakup aspek kebahagiaan,
kemakmuran, keberhasilan, kesempurnaan, kesenangan, dan keindahan.
Ibnu Miskawih melihat materi pendidikan sebagai hal yang tidak hanya
bermanfaat bagi siswa dan guru, tetapi juga harus mencakup kehidupan di dunia
dan akhirat. Guru memiliki peran sentral dalam proses pendidikan, dan Ibnu
Miskawih menetapkan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru,
termasuk kepercayaan, keahlian, dan kasih sayang.
3
kebahagiaan sejati dalam kehidupan manusia. Lingkungan, guru, dan metode
pendidikan juga merupakan komponen kunci dalam pandangan pendidikan Ibnu
Miskawih.
Selama masa muda, Al-Qabisi pernah mengunjungi Timur Islam dan belajar
di berbagai kota besar seperti Iskandariyah dan Kairo. Ia juga mengajar di sebuah
madrasah yang fokus pada ilmu hadis dan fikih. Al-Qabisi hidup dalam lingkungan
sosial yang kuat dalam hal pendidikan Islam, terutama dalam Mazhab Maliki.
4
a. Tidak Menganjurkan Percampuran Jenis Kelamin: Al-Qabisi berpendapat
bahwa percampuran antara murid laki-laki dan perempuan dalam kuttab,
terutama setelah mereka mencapai usia remaja atau baligh (usia dewasa),
sebaiknya dihindari. Artinya, ia menyarankan agar kuttab lebih
mengutamakan pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan selama
proses belajar.
b. Kekhawatiran terhadap Kerusakan Moral: Salah satu alasan utama Al-
Qabisi menghindari percampuran jenis kelamin adalah karena ia khawatir
bahwa ini dapat membahayakan moral dan etika murid-murid tersebut. Ia
percaya bahwa percampuran jenis kelamin pada usia remaja dapat
menimbulkan godaan, interaksi sosial yang tidak diinginkan, atau perasaan
cinta yang tidak semestinya di antara murid-murid. Kekhawatiran ini
berkaitan dengan pemeliharaan kesucian moral dan agama.
c. Memberikan Kebebasan pada Guru: Meskipun Al-Qabisi menyarankan agar
percampuran jenis kelamin dihindari, ia juga memberikan kebebasan
kepada guru untuk menilai situasi dengan bijaksana dan memutuskan
apakah percampuran jenis kelamin dalam kuttab akan menyebabkan
kerusakan moral atau tidak. Ini berarti bahwa keputusan akhir mengenai
percampuran jenis kelamin dalam lingkungan kuttab dapat bergantung pada
situasi dan pertimbangan khusus yang diambil oleh guru-guru yang
berpengalaman.
Ibn Sina, juga dikenal sebagai Avicenna, adalah seorang tokoh terkemuka
dalam sejarah pemikiran dan ilmu pengetahuan Islam. Nama lengkapnya adalah
Abu 'Ali Husin Ibn 'Abdullah Ibn H{asan Ibn 'Ali Ibn Sina. Terdapat perbedaan
pendapat mengenai asal-usul namanya, ada yang berpendapat bahwa namanya
5
diambil dari bahasa Latin "Aven Sina," sementara yang lain mengatakan bahwa itu
berasal dari kata "al-shin" yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Ada juga pendapat
yang menghubungkannya dengan nama tempat kelahirannya, yaitu Afshana.
Ibn Sina lahir di desa Akhshanah, dekat Bukhara, pada tahun 370 H/980M,
meskipun ada perbedaan pendapat mengenai tahun kelahirannya. Ayahnya,
'Abdullah, adalah seorang sarjana terhormat penganut Shiah Isma'iliyah, dan
ayahnya berasal dari Balkh Khurasan. Ibunya, Astarah, berasal dari Afshana.
Ibn Sina terkenal sebagai anak yang memiliki kepandaian luar biasa, dan
pendidikannya bersifat ensiklopedik. Ia menguasai berbagai cabang ilmu
pengetahuan, termasuk ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik,
dan bahasa Arab.
a. Pengembangan Potensi Fisik, Intelektual, dan Budi Pekerti. Ibn Sina sangat
menekankan pentingnya pendidikan dalam membantu anak
mengembangkan potensi mereka secara menyeluruh. Ini mencakup
pengembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti anak. Dalam konteks ini,
fisik merujuk pada kesehatan tubuh, intelektual merujuk pada kemampuan
berpikir dan belajar, dan budi pekerti merujuk pada karakter moral dan etika
anak.
b. Tujuan Pembentukan Karakter yang Baik. Tujuan utama dari pendidikan,
menurut Ibn Sina, adalah agar anak dapat hidup di masyarakat dengan baik
6
dan melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat mereka. Ia meyakini bahwa
pendidikan harus membentuk individu yang memiliki moral dan etika yang
baik, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif pada
masyarakat.
c. Pentingnya Pendidikan Akhlak. Ibn Sina menekankan pentingnya
pendidikan akhlak, yaitu pendidikan moral dan etika. Ia berpendapat bahwa
orang tua dan pendidik memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-
nilai moral kepada anak-anak. Selain itu, penting juga untuk memberikan
contoh yang baik sebagai bagian dari pendidikan akhlak.
d. Konsep Kurikulum. Ibn Sina merumuskan konsep kurikulum yang
mencakup berbagai mata pelajaran yang harus diajarkan kepada anak-anak.
Pada usia dini, pendidikan dimulai dengan pembelajaran al-Qur'an, ilmu
bahasa Arab, dan syair. Ini bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat
dalam agama, bahasa, dan sastra. Selanjutnya, pada usia yang lebih lanjut,
anak-anak mulai belajar ilmu-ilmu praktis dan teoritis.
e. Metode Pembelajaran. Ibn Sina mengusulkan berbagai metode
pembelajaran yang efektif, termasuk:
1) Talaqqi (tatap muka): Ini melibatkan interaksi langsung antara guru dan
siswa, di mana pengetahuan dan nilai-nilai disampaikan secara lisan
2) Pembiasaan: Pembiasaan adalah praktik yang memungkinkan anak
untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
3) Penggunaan syair: Penggunaan syair atau puisi digunakan untuk
membuat pembelajaran lebih menarik dan mudah diingat.
4) Metode diskusi: Ibn Sina menganjurkan penggunaan diskusi sebagai
cara untuk melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan
memungkinkan mereka berpikir kritis.
f. Pengajaran Berdasarkan Pengalaman Anak. Ibn Sina mengajarkan
pentingnya pengajaran yang memperhatikan pengalaman anak. Ini berarti
pendekatan pendidikan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak dan
memahami bagaimana mereka belajar dan memahami ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan pengalaman anak, pendidikan dapat menjadi lebih
relevan dan efektif.
7
Secara keseluruhan, Ibn Sina adalah seorang pemikir besar dalam sejarah
pemikiran pendidikan Islam yang menekankan pentingnya pendidikan
komprehensif yang mencakup aspek fisik, intelektual, dan moral anak-anak, serta
memberikan perhatian khusus pada metode pengajaran yang efektif. Kontribusinya
terhadap pemikiran pendidikan telah berdampak besar dalam perkembangan
pendidikan di dunia Islam dan di luarnya.
Imam al-Ghazali adalah seorang tokoh sufi terkenal pada abad ke-5 yang
mengalami dua fase kehidupan yang berbeda. Pada awalnya, ia memiliki semangat
untuk menimba ilmu dan mengajar sebagai guru besar di Perguruan Nizamiyah.
Namun, ia kemudian mengalami masa ragu terhadap ilmu dan kedudukannya.
Keraguan ini terobati dengan praktik tasawuf, yang menjadi fokusnya di masa
kedua kehidupannya.
8
sayang, dan kebaikan harus ditanamkan sejak usia dini, karena akhlak yang
baik dianggap sebagai landasan yang penting dalam Islam.
b. Hubungan antara Iman dan Islam: Al-Ghazali juga menyoroti pentingnya
pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara iman dan Islam. Ia
berpendapat bahwa untuk menjadi seorang Muslim yang baik, individu
harus memahami secara mendalam prinsip-prinsip iman dan bagaimana
iman tersebut berkaitan dengan ajaran Islam. Dengan demikian,
pemahaman iman bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga merupakan
bagian integral dari praktek agama.
c. Dampak Akhlak Terhadap Kesehatan Jiwa: Al-Ghazali mengklaim bahwa
akhlak seseorang memiliki dampak langsung pada kesehatan jiwa. Dalam
konteks ini, akhlak yang baik dianggap sebagai faktor yang mendorong
kesejahteraan jiwa, sedangkan akhlak yang buruk dapat merusaknya. Oleh
karena itu, pemeliharaan akhlak yang baik adalah salah satu aspek penting
dalam perawatan jiwa seseorang dalam ajaran Al-Ghazali.
d. Peran Akal dalam Pemahaman Ilmu Pengetahuan: Al-Ghazali
menggarisbawahi peran penting akal dalam pemahaman ilmu pengetahuan.
Ia menganggap akal sebagai sumber utama pengetahuan, dan bahwa
manusia harus menggunakan akalnya untuk meraih pemahaman. Akal
membantu individu untuk menganalisis, memahami, dan mengevaluasi
pengetahuan. Dalam konteks ini, akal bukan hanya alat intelektual, tetapi
juga alat spiritual yang membantu dalam pencarian pengetahuan dan
kebenaran.
e. Akhlak Akal dalam Mengendalikan Nafsu: Al-Ghazali juga menyebutkan
peran akal dalam menahan nafsu. Akal membantu manusia untuk
mengendalikan dorongan dan keinginan yang mungkin tidak sesuai dengan
nilai dan prinsip moral yang dianut dalam Islam. Dengan demikian, akal
berperan dalam menjaga keselarasan antara nilai-nilai moral dan perilaku
individu.
f. Akal Sebagai "Cahaya": Al-Ghazali menggambarkan akal sebagai "cahaya"
yang memasuki hati manusia. Ini dapat diartikan sebagai pemahaman yang
dalam dan pengetahuan yang tercerahkan yang diberikan oleh akal. Akal
9
membuka pintu bagi pemahaman yang lebih mendalam tentang agama, ilmu
pengetahuan, dan kenyataan lainnya.
g. Fungsi-Fungsi Akal: Al-Ghazali menyatakan bahwa akal memiliki enam
fungsi. Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas (seperti penahan
nafsu dan pemahaman ilmu pengetahuan teoritis), akal juga berperan dalam
kemampuan berpikir, memahami prinsip-prinsip moral, dan membuat
keputusan yang bijak dalam kehidupan sehari-hari.
Ibnu Taimiyah, nama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin
Taimiyah, lahir di Harran, Syria pada tanggal 10 Rabi'ul Awal tahun 661 H atau 22
Januari 1263 M. Dia meninggal di Damaskus pada tanggal 20 Zulkaidah tahun 728
H atau 26 September 1328 M. Ada perbedaan pendapat tentang tanggal
kelahirannya, tetapi banyak yang menganggapnya dibuat sedemikian rupa agar
sejalan dengan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Taimiyah dikenal sebagai anak yang cerdas, rajin belajar, dan
menghafal Al-Qur'an sejak usia tujuh tahun. Dia merupakan seorang pembaru dan
pemurni dalam Islam, dengan ratusan karya tulis yang ditulis dengan bahasa tegas
dan kadang-kadang kontroversial. Pendidikan Ibnu Taimiyah dimulai dengan
belajar dari ayah dan pamannya, serta beberapa ulama di Damaskus. Dia memiliki
karya-karya dalam berbagai bidang ilmu, seperti hadis, tafsir, fiqh, dan lainnya.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Al-Fatawa al-Kubra.
10
berdasarkan wahyu. Ibnu Taimiyah memandang ilmu sebagai ibadah, dan
pemahaman yang mendalam tentangnya adalah bentuk taqwa kepada Allah.
Pendidikan menurutnya harus dibangun di atas dasar tauhid, dan tujuannya adalah
membentuk individu muslim yang benar, membangun masyarakat yang baik, dan
mengembangkan dakwah Islam.
Ibnu Khaldun, yang dikenal dengan sebutan Abu Zaid, adalah sejarawan dan
bapak sosiologi Islam yang lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H/27 Mei
1332 M dan wafat pada tanggal 19 Maret 1406 M/25 Ramadhan 808 H pada usia
74 tahun. Beliau banyak berpindah-pindah dari berbagai daerah, termasuk Maroko,
Andalus, Mesir, Damaskus, dan kembali lagi ke Mesir. Beliau belajar berbagai
disiplin ilmu seperti Al-Quran, hadits, fikih, dan ilmu bahasa dari ulama' Tunisia,
terutama dari ayahnya. Beliau aktif sebagai dosen di perguruan tinggi al-Azhar dan
diangkat menjadi hakim dalam madzhab Maliki di Mesir pada tahun 1384 M.
Ibnu Khaldun merupakan seorang filosof yang tumbuh dalam keluarga yang
terlibat dalam politik dan keilmuan. Karya-karya terkenalnya meliputi "Kitab
Muqaddimah," yang membahas gejala sosial dan sejarah, serta "Kitab al-‘Ibar wa
Diwan al Mubtada’ wa al Khabar," yang mencakup peristiwa politik mengenai
orang-orang Arab, non-Arab, Barbar, dan raja-raja besar pada zamannya. Beliau
juga menekankan pentingnya pendidikan dalam proses perkembangan individu.
11
Ibnu Khaldun juga menganggap bahwa manusia memiliki fitrah yang
cenderung kepada ajaran Tuhan dan bahwa pendidikan adalah proses alami yang
memungkinkan manusia memahami dan mengembangkan potensinya. Beliau
memahami peran penting akal dalam perkembangan individu, yang melibatkan
empat tahap: makan, tumbuh, reproduksi, dan akal. Proses pendidikan juga harus
memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
Dalam buku yang sama, Fakhrudin dan Sutarto (2021) juga menyebutkan
lima tokoh yang dianggap paling berpengaruh dalam pemikiran Pendidikan Islam
klasik, yaitu :
Muhammad Iqbal adalah seorang penyair, pujangga, dan filosof besar abad
ke-20 asal Pakistan yang lahir pada 9 November 1877. Iqbal memiliki peran penting
dalam merekonstruksi filsafat Islam untuk menghadapi peradaban Barat yang
materialistik dan tradisi Timur yang fatalistik. Iqbal mengkritik kebekuan dalam
pemikiran umat Islam, terutama penutupan pintu Ijtihad. Ia berjuang untuk
12
memperbaiki nasib bangsa dan umatnya dengan pembaharuan pemikiran Islam
yang sesuai dengan konteks zaman.
Iqbal melihat seni dan keindahan sebagai ekspresi kehendak, hasrat, dan
cinta ego dalam mencapai ego tertinggi. Iqbal juga menunjukkan bahwa seni harus
menciptakan sesuatu yang baru, bukan sekadar menggambarkan yang ada. Iqbal
mengaitkan seni dengan vitalisme, yaitu seni yang menghasilkan semangat hidup
bagi lingkungan dan masyarakat.
13
2. Pendidikan Pemaduan Ilmu Modern dengan Khazanah Islam Ismail R.
Al-Faruqi
Al-Faruqi berpendapat bahwa fitrah atau kodrat manusia adalah bakat untuk
bertauhid, yang mencakup pemahaman akan adanya Tuhan. Tauhid bukan hanya
tentang pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tetapi juga memberikan
manusia kesadaran akan keberadaan Allah. Manusia, sebagai pemimpin di dunia,
memiliki tugas untuk memastikan keberadaan Tuhan yang sejati dan melaksanakan
tugas-tugasnya.
14
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Adab juga menunjukkan pengenalan dan
pengakuan akan kondisi kehidupan, kedudukan, dan tempat yang tepat.
Nasr juga mengkritik paradigma sekuleristik sains Barat, yang telah menjadi
subjek perhatian pemikir Barat lainnya, seperti Frithjof Capra. Bagi Nasr,
peradaban modern seringkali telah menghanguskan fitrah manusia, menghadang
ketenangan jiwa, dan meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk mengatasi ini,
Nasr berpendapat bahwa manusia memerlukan petunjuk Tuhan.
15
an yang bersumber pada wahyu agama. Dengan cara ini, Nasr ingin menjadikan
nilai kesucian Islam sebagai inti dari perkembangan ilmu pengetahuan, tanpa perlu
mengasingkannya sepenuhnya.
Nasr juga dikenal sebagai seorang pemikir perenial, yang meyakini adanya
pengetahuan Ilahi mendasar yang bersifat lintas agama dan lintas sejarah. Konsep
ini dapat membantu memahami hubungan antara sains dan spiritualitas dalam
berbagai tradisi agama.
16
menghubungkan konstruktivisme dengan realitas, menekankan agensi manusia
sebagai kunci dalam pendidikan Islam, dan menawarkan perspektif berbeda tentang
rasionalitas dalam konteks pendidikan.
Mereka menegaskan bahwa ilmu agama harus tetap menjadi sains yang
komprehensif dan mencari keselarasan antara realitas dan konstruksi. Dalam
pandangan mereka, pendidikan bukan hanya tentang menghindari dosa, tapi lebih
pada transformasi perilaku dan membentuk kepribadian. Mereka juga menyoroti
integrasi pendidikan Islam dengan konsep rasionalitas, mengaitkan konsep agama
dengan pengetahuan ilmiah dan psikologi.
Untuk tokoh Pendidikan Islam di era modern ini, ada tiga tokoh yang akan
disajikan dalam makalah ini, yaitu :
1. Tariq Ramadan
17
belakang keluarga yang terlibat dalam gerakan Islam, terutama sebagai cucu dari
Hassan al-Banna, pengasas Ikhwan al-Muslimun (Muslim Brotherhood).
Ramadan adalah anggota aktif dalam banyak jaringan dan gerakan Islam di
seluruh dunia. Dia juga menjadi penasihat untuk berbagai badan, termasuk
European Union, dalam isu-isu agama dan pluralisme. Namun demian, ia masih
harus menghadapi kontroversi dan larangan masuk ke beberapa negara, termasuk
Amerika Serikat dan sejumlah negara Arab. Dia dituduh terlibat dalam tindakan
pelecehan seksual dan kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Berdasarkan tulisan dari Amir dkk (2018) yang berjudul Tariq Ramadan:
Eksponen Islam Moden, kami simpulkan beberapa poin penting pemikirannya
tentang Pendidikan Islam sebagai berikut :
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah ini telah membahas berbagai perspektif filosofis dalam pendidikan
Islam, mulai dari pemikiran filosofis klasik hingga pendekatan kontemporer. Dalam
tinjauan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pemikiran filosofis memainkan peran
penting dalam merumuskan dasar-dasar pendidikan Islam dan memandu evolusi
konsep pendidikan dalam konteks Islam.
Pemikiran filosofis klasik, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Miskawih,
Al-Qobisi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Khaldun,
menggarisbawahi pentingnya pendidikan dalam mencapai kebahagiaan manusia,
kesetaraan gender, perkembangan pribadi, dan perubahan dalam masyarakat.
Mereka memberikan kerangka dasar yang kuat untuk pemahaman konsep
pendidikan dalam Islam.
Di sisi lain, pemikiran filosofis dan teori pendidikan Muslim kontemporer,
seperti yang diwakili oleh Muhammad Iqbal, Ismail R. Al-Faruqi, S.M. Naquib al-
Attas, S. Hossein Nasr, Khosrow Bagheri, dan Zohreh Khosravi, telah mencoba
mengintegrasikan ilmu modern dengan khazanah Islam, mengedepankan
penanaman adab, menghubungkan pendidikan dengan kosmologi suci, dan
mengajukan konsep menjadi ilahi. Mereka menunjukkan relevansi pemikiran
filosofis dalam menjawab tantangan pendidikan modern.
Tariq Ramadan, sebagai tokoh pemikiran filosofis pendidikan Islam
modern, juga memainkan peran penting dalam memoderenisasi konsep pendidikan
Islam, mempromosikan dialog antarbudaya, dan mencari solusi untuk tantangan
kontemporer.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih menyajikan banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan referensi penulis. Kritik dan
saran sangat kami harapkan untuk perkembangan pemahaman yang lebih baik.
Dalam kesempata ini, kami juga ingin menyampaikan beberapa beberapa saran,
yaitu :
1. Penting untuk terus mempromosikan penelitian dan studi lebih lanjut dalam
pemikiran filosofis pendidikan Islam, terutama dalam konteks global yang
terus berubah. Hal ini akan membantu dalam memahami peran filosofi
dalam menghadapi masalah pendidikan kontemporer.
19
2. Pendidikan Islam harus terus mengintegrasikan nilai-nilai tradisional
dengan pemahaman ilmiah modern. Hal ini dapat dicapai melalui kolaborasi
antara ulama, filsuf, dan ilmuwan pendidikan.
3. Penelitian lebih lanjut tentang implementasi pemikiran filosofis pendidikan
Islam dalam praktik pendidikan sehari-hari akan membantu dalam
mengukur dampaknya dan memperbaiki strategi pendidikan yang ada.
4. Akademisi dan pendidik di bidang pendidikan Islam sebaiknya terus
berpartisipasi dalam forum-forum internasional untuk berbagi pengetahuan
dan pengalaman mereka dalam upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Islam secara global.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Nabil Ahmad, Tasnim Abdurahman, Sofyan Alvin. Tariq Ramadan:
Eksponen Islam Moden.
Fakhrudin, dan Sutarto. 2021. Filsafat Pendidikan Islam Klasik dan Kontemporer.
Bengkulu : LP2 IAIN Curup
21