Anda di halaman 1dari 18

SEMINAR

Gambaran Motivasi Relawan SAR Gunung Lawu

Oleh:
PAUNDRA WICAKSONO
NIM 71416012

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
MADIUN
2019
Gambaran Motivasi Relawan SAR Gunung Lawu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang secara geografis terletak di daerah garis khatulistiwa,
yaitu berada diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta berada diantara dua benua,
yaitu benua Asia dan benua Australia. Menurut data geografi Indonesia merupakan Negara
kepulauan yang banyak memiliki gunung-gunung yang aktif maupun yang tidak aktif. Terutama
di pulau Jawa banyak gugusan gunung mulai dari barat sampai ke timur. Salah satu gunung yang
berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Gunung Lawu. Gunung Lawu
merupakan gunung berapi dengan status “istirahat” yang memiliki ketinggian 3265 meter diatas
permukaan laut. Gunung Lawu terletak diantara tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Gunung Lawu memiliki
tiga puncak, yaitu puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan puncak yang tertinggi adalah
puncak Hargo Dumilah. Dalam kegiatan pendakian gunung Lawu merupakan gunung yang
populer. Pendakian gunung Lawu dapat dimulai dari tiga tempat (basecamp), yaitu melalui
Cemoro Sewu di Magetan Jawa timur, Cemoro Kandang di Tawangmangu Jawa Tengah, dan
melalui Candi Ceto di Karanganyar Jawa Tengah.

Berdasarkan wawancara dengan relawan SAR gunung Lawu, di setiap basecamp


pendakian memiliki organisasi relawan SAR yang membantu mengelola dan merawat jalur
pendakian. Ada tiga organisasi relawan yang siap membantu, yaitu yang pertama adalah
Paguyuban Giri Lawu yang berada di basecamp pendakian Cemoro sewu, lalu Anak Gunung
Lawu yang berada di basecamp pendakian Cemoro kandang, serta RECO (Relawan Ceto) yang
berada di basecamp pendakian Candi Ceto. Search and Rescue (SAR) adalah usaha pencarian
dan pertolongan yang meliputi usaha mencari, menyelamatkan, memberikan pertolongan
terhadap orang yang dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam suatu musibah (SAR
DIY dalam Arfina, 2017). Tiga organisasi ini merupakan organisasi yang keanggotaannya
bersifat sukarela. Relawan SAR gunung Lawu bekerja tanpa mendapatkan upah serta bekerja
pada situasi yang dapat membahayakan dirinya. Banyak dari relawan SAR masih dalam usia
produktif, dimana mereka bisa memilih pekerjaan lain yang diidamkan. Sedangkan menjadi
relawan SAR memiliki jam kerja yang tidak teratur, dan bahkan tidak mendapatkan upah.
Menjadi relawan SAR juga memiliki resiko yang tinggi karena mereka bekerja pada medan-
medan berat yang rawan akan kecelakaan. Misalnya, pada saat ada kebakaran di gunung Lawu
para relawan SAR ini siap membantu memadamkan api, lalu jika ada pendaki yang mengalami
kecelakaan dan cidera, relawan SAR akan membantu mengevakuasi, serta jika ada pendaki yang
tersesat dan hilang relawan SAR selalu siap untuk membantu mencari pendaki yang hilang. Tidak
hanya itu saja, relawan SAR gunung Lawu juga bertugas merawat, serta menjaga jalur pendakian
agar bersih dari sampah. Dalam menjalankan tugasnya melakukan pencarian pendaki yang
hilang, relawan SAR seringkali mengalami banyak kendala, mulai dari medan gunung yang tidak
sesuai dengan jalur pendakian, hujan dan badai, persediaan logistik yang terbatas serta distribusi
logistik yang membutuhkan waktu cukup lama. Selain itu cuaca buruk juga dapat mengakibatkan
gangguan pada frekuensi radio yang berdampak pada komunikasi antara pos pemantauan dan tim
pencarian terkendala.

Menjadi relawan juga merupakan hal yang jarang diminati oleh sebagian orang.
Meskipun fenomena menjadi relawan, saat ini cenderung sedang meningkat di Indonesia. Isu
merekrut, mengelola, dan mempertahankan relawan masih menjadi hal yang tidak mudah bagi
setiap organisasi. Ditengah kelangkaan relawan yang bertahan, banyak ditemukan relawan loyal
yang bertahan bertahun-tahun melayani dan masih aktif dalam organisasi relawan SAR gunung
lawu. Relawan yang bertahan bertahun-tahun ini tidak hanya menyediakan waktu untuk
membantu petugas SAR saja, tetapi seringkali melakukan banyak hal yang melebihi tuntutan
organisasi, bahkan seringkali banyak biaya pribadi yang dikeluarkan untuk perannya sebagai
relawan. Hal ini merujuk pada Benson dalam Clary et al. (1998) yang menyatakan bahwa
relawan membuat komitmen untuk hubungan yang berkelanjutan yang dapat memperpanjang
keterlibatannya dalam suatu organisasi dalam jangka waktu panjang yang mengorbankan biaya,
tenaga, bahkan peluang pribadi lainnya. Shin & Kleiner (2003) menyatakan bahwa relawan
berbeda dengan karyawan perusahaan. Karyawan perusahaan, mengetahui jelas apa financial
reward yang akan mereka dapatkan atas usaha-usaha yang mereka kontribusikan bagi
perusahaan, ataupun punishment yang mengikuti ketika mereka tidak mencapai target. Hal
tersebut berbeda dengan relawan yang bertugas melakukan sebuah pelayanan tertentu tanpa
mengharapkan imbalan financial. Hal serupa juga diungkapkan oleh Wilson (2000) bahwa
volunteering atau kegiatan kesukarelawanan didefinisikan sebagai setiap kegiatan dimana
seseorang memberikan waktunya secara cuma-cuma untuk menguntungkan orang lain, kelompok
atau sebab lain. Mendalami perspektif relawan terkait motivasinya untuk mau terlibat tenaga,
waktu, pikiran dalam jangka panjang dapat menolong organisasi sosial yang operasionalnya
sangat bergantung terhadap keberadaan relawan. Organisasi sosial dapat memiliki strategi
mempertahankan relawan jika organisasi memahami apa yang memotivasi relawan dalam
bekerja secara sukarela (Renklou dan Rosen, 2013). Hal ini diperlukan supaya pelayanan
relawan SAR gunung lawu dapat terus berlangsung karena penopang pelayanannya, yaitu
relawan, terjamin ketersediaannya. Memahami motivasi relawan secara mendalam sangat
diperlukan bagi pengelola organisasi dalam merekrut maupun mempertahankan relawan (Bang
dan Ross, 2004). Hal tersebut merupakan tugas organisasi yang sulit dalam menyelami relawan
karena setiap individunya mempunyai motivasi yang berbeda-beda tergantung konteks dan
kesempatannya mengikuti kegiatan sukarela (Clary dkk, 1998).

Telah banyak penelitian yang dilakukan sebagai upaya untuk menjelaskan motivasi
relawan. Salah satunya adalah penelitian Clary (1998) tentang Volunteer Function Inventory
(VFI). VFI melihat motivasi relawan dari perspektif psikologis. Seseorang bersedia menjadi
relawan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya. Model ini menggunakan
pendekatan teori fungsi untuk mengetahui motivasi sesorang yang terlibat dalam kegiatan
kesukarelawanan. Ada enam motivasi fungsional yang berhasil diidentifikasi, yaitu fungsi sosial,
nilai, karir, pemahaman, perlindungan, dan fungsi peningkatan. Fungsi sosial adalah untuk
mengembangkan dan memperkuat ikatan sosial, fungsi nilai adalah untuk mengekspresikan nilai-
nilai yang berkaitan dengan altruistik dan kemanusiaan bagi orang lain, fungsi karir adalah untuk
memperbaiki prospek karir dan pekerjaan, fungsi pemahaman adalah untuk mencari pengetahuan
yang baru dan pengalaman secara langsung, fungsi perlindungan adalah untuk melindungi dari
masalah pribadi dan fungsi peningkatan adalah untuk menumbuhkan serta mengembangkan ego.
Dari penelitian Clary (1998) VFI menggambarkan berbagai motivasi yang berbeda pada kegiatan
kesukarelawanan dan menunjukkan bahwa motivasi orang untuk menjadi sukarelawan bersifat
unik dan beragam. Motivasi relawan juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi dari
relawan itu sendiri dan faktor-faktor yang lain. Barron dan Rihova (2011) menyatakan bahwa
karakteristik demografi mempunyai pengaruh terhadap motivasi relawan. Dengan kata lain
bahwa motivasi relawan akan berbeda-beda tergantung dengan karakteristik demografi relawan
itu sendiri. Motivasi relawan berbeda-beda sesuai dengan umurnya. Musick (2007) menyatakan
bahwa bertambahnya umur (penuaan) berarti mengubah agenda sosial. Seseorang yang umurnya
tergolong dewasa awal, ketertarikan utamanya yaitu membangun hubungan sosial dan
membangun hubungan interpersonal. Pada dewasa tengah, ketertarikannya lebih cenderung
untuk menemukan rasa dari tujuan (a sense of purpose) dan lebih berkomitmen dengan
masyarakat. Sedangkan pada dewasa akhir, ketertarikannya bukan lagi tentang masa depan,
namun cenderung pada hal-hal yang bersifat emosional dan memperkuat ikatan sosial. Jenis
kelamin merupakan faktor kedua yang mampu mempengaruhi motivasi relawan. Motivasi
relawan berbeda-beda sesuai dengan jenis kelaminnya. Hasil review yang dilakukan oleh Widjaja
(2010), pada beberapa penelitian yang menggunakan VFI, menunjukkan bahwa fungsi karir lebih
condong dalam mempengaruhi motivasi relawan laki-laki dibandingkan dengan relawan
perempuan. Selanjutnya tingkat pendidikan mampu mempengaruhi seseorang untuk menjadi
relawan. Hyun (2013) menemukan bahwa fungsi pemahaman, peningkatan dan nilai merupakan
faktor utama yang mempengaruhi seseorang yang sudah memperoleh gelar sarjana untuk
menjadi relawan. Sedangkan relawan yang hanya lulusan SMA, fungsi peningkatan pemahaman
dan sosial merupakan faktor yang mendorong mereka untuk menjadi relawan.

Motivasi relawan dapat dipengaruhi juga oleh konteks maupun jenis organisasi. Hwang
(2010) motivasi relawan olahraga dengan relawan musik cenderung sama. Namun,
perbedaannya terlihat pada konteksnya. Relawan musik lebih berantusias mengikuti kegiatan
kesukarelawanan karena musik berkaitan langsung dengan psikologisnya. Relawan akan
senantiasa lebih tertarik dengan jenis organisasi tertentu yang menurut mereka sesuai
dengan kesukaannya. Barron dan Rihova (2011) motivasi relawan dapat dipengaruhi oleh
jenis organisasi (misi dan lingkungan) yang mereka inginkan. Relawan akan lebih
termotivasi jika misi sebuah organisasi sesuai dengan pemikirannya. Lingkungan pada
organisasi juga berpengaruh terhadap motivasi relawan. Relawan yang merasakan
kenyamanan pada sebuah organisasi maka ia akan terus menjadi relawan. Disatu sisi,
jenis pekerjaan yang ditawarkan juga mampu mempengaruhi motivasi relawan (Barron dan
Rihova, 2011).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
motivasi relawan SAR gunung Lawu dan peneliti ingin mengetahui lebih mendalam tentang
bagaimana gambaran motivasi relawan SAR gunung Lawu

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan rumusan masalah
Bagaimana gambaran motivasi relawan SAR gunung Lawu?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana gambaran motivasi
relawan SAR gunung Lawu?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi dan masukan
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi sosial khususnya psikologi
komunitas dan organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi relawan SAR gunung Lawu
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan refleksi dan dapat meningkatkan
semangat relawan dalam menjalankan tugasnya.
b. Bagi Organisasi relawan SAR
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi organisasi dalam hal
memahami motivasi relawan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Relawan
1. Definisi Relawan
Relawan adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan
dan waktunya tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang
mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal. Selain itu kegiatan yang dilakukan
relawan bersifat sukarela untuk menolong orang lain tanpa adanya imbalan eksternal
(Schroeder, 1998). Menurut Wilson (2001) volunteering (kerelawanan) adalah bagian dari
payung teori mengenai aktivitas menolong. Akan tetapi tidak seperti tindakan menolong
orang lain secara spontan, misalnya menolong korban penyerangan, yang membutuhkan
keputusan cepat untuk bertindak atau tidak bertindak, volunterism merupakan tindakan
yang lebih bersifat proaktif dari pada reaktif, dan menuntut komitmen waktu serta usaha
yang lebih banyak. Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas
karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu,
harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya
tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, ataupun
kepentingan maupun karier (booklet relawan, 2004). Menurut Syahriati (2013), relawan
adalah seseorang atau sekelompok orang yang berupaya melakukan sesuatu untuk
membantu orang lain atau sekelompok orang tanpa ada paksaan atau tekanan maupun
berharap atas kepentingan tertentu, yang bekerja pada daerah atau tempat yang memiliki
karakteristik khusus, yakni bertindak secara bebas guna memberi kemanfaatan kepada
orang lain tanpa pamrih berdasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan. Musick dan Wilson
(2008) mengartikan relawan sebagai individu yang memberikan bantuan secara cuma-
cuma (gratis) dan organisasi tempat mereka bekerja pun tidak memiliki kewajiban untuk
membayarnya. Slamet (2009) mengemukakan relawan adalah orang yang tanpa dibayar
menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung jawab yang
besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, tetapi dapat pula dengan
latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk bekerja sukarela membantu
tenaga professional. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa relawan adalah
seseorang atau sekelompok orang yang rela menyumbangkan apa yang dimilikinya tanpa
mengharapkan keuntungan materi dan tanpa pamrih yang bertujuan untuk membantu
orang lain dan mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung jawab yang besar atau
terbatas, serta tanpa adanya paksaan.
2. Ciri-ciri Relawan
Ciri-ciri relawan menurut Omoto & Snyder (dalam Misgiyanti, 1997) antara lain:
1. Selalu mencari kesempatan untuk membantu
2. Komitmen diberikan dalam waktu yang relatif lama
3. Memerlukan personal cost yang tinggi (waktu, tenaga, dsb)
4. Mereka tidak mengenal orang yang mereka bantu, sehingga orang yang mereka bantu
diatur oleh organisasi dimana mereka aktif didalamnya
5. Tingkah laku menolong yang dilakukannya bukanlah suatu keharusan
3. Relawan SAR Gunung Lawu
Relawan SAR Gunung Lawu merupakan organisasi SAR sukarela yang ada di gunung lawu
yang dibentuk untuk membantu kegiatan SAR (Search and Rescue). Kegiatan SAR adalah
upaya penyelamatan jiwa manusia. Search and Rescue (SAR) merupakan usaha pencarian
dan pertolongan yang meliputi usaha mencari, menyelamatkan, memberikan pertolongan
terhadap orang yang dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam suatu musibah
(SAR DIY dalam Arfina, 2017). Ada tiga organisasi relawan SAR di gunung lawu, yaitu
Paguyuban Giri Lawu yang ada di jalur pendakian Cemoro sewu, Anak Gunung Lawu di
jalur pendakian Cemoro kandang, dan Relawan Ceto yang ada di jalur pendakian candi
Ceto.
B. Motivasi Relawan
Menurut Hasibuan (2007) motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang berarti dorongan
atau daya penggerak. Menurut Sutrisno (2010) Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi seringkali
diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Rivai (dalam Kadarisman, 2012)
menjelaskan bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi
individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai
tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong
individu untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Menurut Mathis dan Jackson (dalam
Sunarti dkk, 2008) motivasi merupakan hasrat dalam diri seseorang yang menyebabkan orang
tersebut melakukan tindakan. Suryabrata (2008) menyatakan bahwa motivasi dibagi menjadi
dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi Instrinsik merupakan suatu tindakan
pemenuhan kebutuhan yang muncul dari dalam diri seseorang tanpa adanya pengaruh dari luar
dirinya, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan suatu tindakan yang muncul dari dalam diri
seseorang akibat adanya dorongan dari luar dirinya.
Motivasi Relawan merupakan suatu dorongan dari dalam maupun dari luar diri seorang
relawan yang mendasari relawan tersebut melakukan suatu tindakan atau kegiatan sukarela.
Pauline & Pauline (2009) menyatakan bahwa ada dua motif yang mendasari seseorang
mengikuti kegiatan volunteering (kesukarelawanan) diantaranya adalah memberikan sesuatu
yang berharga kepada masyarakat dan melayani komunitas.
1. Aspek-aspek Motivasi Relawan
Clary et al. (1998) menyatakan bahwa ada enam aspek dalam hal motivasi relawan yang
diungkap dalam VFI (Volunteers Functions Inventory), yaitu :
1. Values (nilai), dimana kegiatan kesukarelawanan secara aktif dapat memuaskan hasrat
para relawan untuk mengekspresikan perhatian kepada pihak-pihak yang
membutuhkan.
2. Understanding (pemahaman), yaitu mengekspresikan kebutuhan relawan untuk
mendapatkan pengetahuan.
3. Social (sosial), dimana hal tersebut memuaskan kebutuhan relawan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan kesukarelawanan yang dipandang baik oleh pihak-pihak
yang signifikan bagi relawan, teman dekat, atau komunitas.
4. Career (karir), meliputi peluang-peluang bagi relawan untuk terikat ke dalam
pekerjaan relawan dan mendapatkan pengalaman dan insight yang dibutuhkan bagi
karir masa depan mereka.
5. Protective (melindungi), mengekspresikan kebutuhan individu yang terlibat ke dalam
pekerjaan relawan untuk mengurangi perasaan negatif yang diasosiasikan dari fungsi-
fungsi ego manusia.
6. Enhancement (peningkatan), yakni mengindikasikan hasrat para relawan untuk
mengalami kepuasan yang terkait dengan pengembangan diri dan self-esteem.
McEcwin dan Jacobsen-d’Arcy (1992) mengembangkan 11 aspek dalam menilai motivasi
relawan. Aspek ini diungkap dalam VMI (Volunteers Motivation Inventory), yaitu :

1. Values (nilai)
Relawan menemukan komunitas yang mendukungnya pada waktu melakukan kegiatan
kesukarelaan.
2. Career Development (pengembangan karir)
Mereka menyadari ketika menjadi seorang relawan hal tersebut dapat menjadi tempat
untuk mencari tahu kesempatan atau peluang kerja bagi mereka.
3. Personal Growth (pertumbuhan pribadi)
Kegiatan kesukarelaan merupakan kesempatan untuk mencari tahu apa arti hidup yang
sebenarnya.
4. Recognition (pengakuan)
Relawan merasa pengakuan merupakan hal yang penting dalam melakukan pekerjaan
sukarela mereka.
5. Esteem (penghargaan)
Kegiatan kesukarelaan membuat para relawan menjadi seseorang yang baik (good
person).
6. Social Interaction (interaksi sosial)
Dengan mengan relawan, merupakan kesempatan untuk mendapatkan teman baru dan
dapat berinteraksi dengan orang-orang yang baru.
7. Reactivity (reaktifitas)
Memastkan bahwa orang lain tidak perlu melalui apa yang relawan tersebut telah lalui.
8. Reciprocity (timbal balik)
Relawan mempercayai bahwa dia akan menerima sesuatu dari perbuatan baiknya
didunia ini.
9. Religious (religius)
Menjadi relawan dikarenakan relawan cocok dengan keyakinan agama yang
dianutnya.
10. Government (pemerintah)
Pemerintah tidak berbuat cukup banyak untuk membantu semua orang, untuk itu
kegiatan kesukarelaan muncul.
11. Community (komunitas)
Lembaga masyarakat atau komunitas tertentu tidak cukup banyak membantu semua
orang, sehingga muncul relawan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Relawan
Widjaja (2010) menyatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi motivasi relawan,
yaitu:
1. Perbedaan Gender
Dalam statistik secara demografi, menunjukkan bahwa mayoritas relawan terdiri dari
perempuan dan mereka merupakan individu yang berpendidikan (Rokach & Wanklyn,
2009). Secara umum, wanita lebih cenderung untuk terlibat dalam kesukarelaan.
Dalam beberapa penelitian mengenai perbedaan gender dalam motivasi relawan, para
peneliti menemukan bahwa skor wanita lebih tinggi daripada pria.
2. Perbedaan Usia
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa relawan tua cenderung termotivasi oleh
motif altruistik. Sedangkan pada relawan muda meskipun juga termotivasi oleh motif
altruistik, faktor karir, sosial, dan pemahaman lebih dominan daripada relawan tua.

Cnan dan Goldberg-Glen (1991) mengungkapkan ada dua faktor yang


mempengaruhi motivasi relawan, yaitu:

1. Motif altruistik
Motif ini memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan
keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan imbalan.
2. Motif egoistik
Bagi beberapa orang, menjadi relawan membantu mereka untuk meningkatkan
pengetahuan mereka tentang dunia dan untuk mengembangkan serta melatih
ketrampilan yang mungkin tidak dimiliki sebelumnya. Mereka juga melihat kegiatan
sukarela sebagai kesempatan untuk menyesuaikan diri dan bergaul dengan kelompok-
kelompok sosial yang dirasa penting bagi mereka.
Widjaja (2010) juga mengungkapkan enam faktor lain yang mempengaruhi motivasi
relawan. Enam faktor tersebut adalah:
1. Voluntary Action (gerakan relawan)
Gerakan antisipasi tetapi tidak harus secara sadar, tujuannya berorientasi pada
pergerakan. Konsep psikologis ini merupakan bagian dari psikologi kognitif yang
berhubungan dengan kesadaran dan kemauan. Tindakan sukarela dipicu oleh efek
dari tindakan.
2. Limited Compensation (kompensasi terbatas)
Tidak ada kewajiban untuk memberikan sejumlah materi sebagai imbalan jasa
kepada para relawan.
3. Longevity (jangka panjang)
Kesukarelaan biasanya melibatkan perilaku yang terus menerus dan jangka
panjang.
4. Planfulness (terencana)
Relawan merupakan kegiatan yang direncanakan bukan aksi spontan.
5. Non obligation (bukan suatu kewajiban)
Relawan tidak termotivasi dan tidak memiliki kewajiban untuk membantu orang
lain tetapi merupakan keinginan pribadi yang melekat pada masing-masing
individu untuk menolong orang lain.
6. Organizational Context (konteks organisasi)
Dalam melakukan kegiatan kesukarelaan, relawan biasanya terkoordinasi pada
suatu organisasi. walaupun ada juga yang bergerak secara individu, tanpa sebuah
organisasi.

Menurut Skelly (2007) ada lima faktor yang mempengaruhi motivasi relawan, yaitu:

1. Achievement (prestasi)
Prestasi seseorang akan terlihat ketika mereka mencapai kinerja puncak dimana
mereka terlihat sebagai pribadi yang unggul. Orang seperti ini suka melakukan hal-
hal yang menghasilkan sebuah prestasi tersendiri dan memiliki kepuasan ketika
berjuang untuk tujuan mulia. Mereka ingin melakukan pekerjaan yang lebih baik dan
mencari tahu cara untuk menghilangkan hambatan.
2. Power (kekuasaan)
Orang yang mencari kekuasaan ingin memiliki dampak, mempengaruhi orang lain
dengan ide-ide mereka.
3. Affilitation (afilisasi)
Berada disekitar orang lain penting untuk para relawan, aspek sosial merupakan hal
yang menarik bagi mereka. Mereka ingin membangun persahabatan dan hal tersebut
harus dihormati.
4. Recognition (pengakuan)
Bagi para relawan, mereka cenderung termotivasi dengan pengakuan, gengsi, dan
status. Mereka suka dengan tugas tanggung jawab yang pendek dan mengakhirinya
dengan baik, serta menikmati hubungan dengan masyarakat.
5. Altruism (altruisme)
Relawan sangat paham dengan pencapaian untuk kebaikan umum dan kepentingan
yang menguntungkan masyarakat.

Clary et al (1992) mengungkapkan ada 10 faktor yang mempengaruhi motivasi relawan


secara langsung, yaitu:

1. Value (nilai), dimana relawan sebagai seorang individu bertindak atas keyakinan yang
dipegang teguh akan pentingnya membantu orang lain.
2. Recripocity (timbal balik), dimana para relawan memiliki keyakinan bahwa apa yang
terjadi di sekitarnya berawal dari lingkungan itu sendiri. Dalam proses membantu orang
lain, relawan percaya bahwa berbuat baik akan membawa hal-hal yang baik pula untuk
mereka sendiri.
3. Recognition (pengakuan), dimana individu termotivasi menjadi seorang relawan dengan
cara diakui atas ketrampilan dan kontribusi mereka.
4. Understanding (pemahaman), diman para relawan belajar lebih banyak tentang dunia luar
melalui pengalaman atau ketrampilan yang sering digunakan dalam kegiatan
kesukarelawanan.
5. Self Esteem (harga diri), dapat meningkatkan perasaan para relawan akan martabat dan
harga dirinya.
6. Reactivity (reaktifitas), dimana para relawan perlu “memulihkan” dan menangani isu-isu
masa lalu mereka.
7. Social (sosial), diman para relawan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh
normatif lain yang signifikan (misalnya, teman atau keluarga)
8. Protective (melindungi), dimana kegiatan ini sebagai sarana untuk mengurangi perasaan
negative tentang diri mereka sendiri (misalnya, rasa bersalah atau mengatasi masalah
pribadi)
9. Social Interaction (interaksi sosial), dimana para relawan membangun relasi social dan
menikmati aspek sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
10. Career Development (pengembangan karir), dimana para relawan memiliki kesempatan
membangun relasi dengan orang lain dan mendapatkan pengalaman serta ketrampilan di
lapangan yang akhirnya mungkin bermanfaat dalam membantu mereka dalam mencari
pekerjaan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dalam penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Bogdan dan Tailor
(dalam Moleong, 2007) menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metode
kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif ini bersifat alamiah.
Peneliti tidak berusaha memanipulasi keadaan maupun kondisi lingkungan penelitian
melainkan melakukan penelitian terhadap suatu keadaan pada situasi dimana keadaan
tersebut memang ada. Penelitian secara sengaja melihat dan membiarkan kondisi
yang diteliti berada dalam keadaan yang sebenarnya.
Jenis Penelitian yang peneliti gunakan adalah studi kasus. Menurut Creswell dalam
Herdiansyah (2011), studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada
eksplorasi dari suatu sistem yang terbatas (bound system) pada suatu kasus atau
beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam
yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Desain studi
kasus yang digunakan peneliti adalah studi kasus mendalam. Peneliti bermaksud
menggali informasi tentang motivasi relawan SAR gunung Lawu dalam melakukan
kegiatan.
B. Informan penelitian
Pemilihan subjek pada penelitian menggunakan teknik purposive sampling.
Subjek penelitian ini adalah Tiga orang relawan SAR gunung Lawu. Peneliti
mengambil masing-masing satu orang dari tiga organisasi relawan yang ada di
gunung Lawu. Satu orang dari paguyuban Giri Lawu, satu orang dari Anak Gunung
Lawu, dan satu orang dari Relawan Ceto. Peneliti memilih ketiga subjek tersebut
dengan beberapa pertimbangan sesuai data-data apa saja yang dibutuhkan peneliti.
C. Metode pengumpulan data
Peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara dan observasi. Metode
wawancara yang peniliti gunakan adalah wawancara mendalam (in-depth interview).
Moleong (2010) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara.
Stainback (1988) menjelaskan bahwa dengan wawancara, peneliti mengetahui hal-hal
yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan
fenomena yang terjadi. Observasi dilakukan dengan mengamati perilaku dan gejala-
gejala yang terjadi pada subjek. Menurut Moleong (2010) observasi adalah
pengamatan yang didasarkan atas pengamatan secara langsung. Pengamatan ini
memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku
dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Dalam pengambilan
data, peneliti menggunakan alat bantu yaitu guideline interview yang digunakan
untuk memandu proses wawancara dan alat perekam suara untuk merekam
wawancara.
D. Teknik analisis data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2011).
Teknik analisis data dapat dilakukan dengan tahap-tahap berikut:
1. Tahap membaca verbatim
Verbatim dibaca berulang-ulang untuk menemukan ide-ide pokok tentang
penelitian.
2. Tahap membuat kode (koding)
Memberi kode pada tema atau tema muncul pada verbatim, berdasarkan tujuan
penelitian atau muncul dari data yang diperoleh.
3. Tahap kategorisasi
Setelah memberi kode pada tema yang muncul dalam verbatim selanjutnya adalah
kategorisasi atau penyajian data. Kategorisasi berarti memilah-milah tema-tema
besar, sub-sub tema dari semua data sehingga dapat ditemukan pola dari verbatim.
4. Tahap menyaring data
Setelah menemukan kalimat yang memperkuat tema, maka tahap selanjutnya
adalah menyaring data. Penyaringan data dilakukan dengan mencari gambaran
besar dari hasil penelitian, memilah yang penting dan yang tidak penting, temuan
yang utama atau hanya penunjang.
5. Tahap interpretasi
Setelah semua tahap dilakukan, selanjutnya melakukan interpretasi akhir. Tahap
ini menjelaskan makna yang terpenting dari data yang diperoleh.
Tahap-tahap di atas dapat dilakukan secara bersamaan atau berurutan, atau
simultan. Analisis Data Kualitatif (dalam Manis, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Arfina, R. D. (2017). Motivasi Relawan Search and Rescue (SAR) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Skripsi. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Anggun Pesona Intan, Rike Penta Sitio. Motivasi Volunteer Sebuah Studi Deskriptif pada CSO
Pendidikan Anak Marjinal dan Jalanan. Jurnal Manajemen. 2016.

Jangkung Putra Pangestu. Hubungan Motivasi dan Kepuasan Relawan pada Organisasi Seni.
Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Tata Kelola Seni. 2016

Abidah, M. (2012). Kebermaknaan Hidup Seorang Relawan. Skripsi. Surabaya. Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel.

Ady Nugroho, Mecca Arfa. Motivasi Relawan Motor Pustaka “Cakruk Baca” dalam Upaya
Membangun Minat Baca Masyarakat Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
Semarang. Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai