Pada saat memerdekakan Indonesia, para pendiri republik bersepakat untuk memilih bentuk republik
sebagai sistem kenegaraan negara kita, bukan monarkhi. Maknanya Republik Indonesia adalah milik
semua bukan milik sekelompok kaum bangsawan maupun yang golongan kaya saja. Indonesia adalah
milik semua warga yang diperlakukan setara. Pilihan terhadap republik artinya Republik Indonesia
memiliki tujuan bernegara yang menempatkan kekuasaan di bawah konstitusi yang menegaskan dirinya
sebagai negara hukum, rule of law bukan rule by the law. Memilih sistem republik artinya dalam
Republik Indonesia tidak diperkenankan seorang Presiden maupun segenap penyelenggara negara
memanfaatkan akses kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan privat, keluarga maupun
kepentingan-kepentingan personal apapun tujuan dan caranya.
Sementara itu kita menyaksikan berbagai pemelencengan-pemelencengan terhadap prinsip-prinsip
republik tengah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir demi kepentingan personal kekuasaan.
Mulai dari upaya untuk memanfaatkan MK untuk mengubah aturan syarat mendaftar capres maupun
cawapres sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka maju sebagai
cawapres, indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan
elektoral, sampai ketidaktegasan kepemimpinan pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan
dan tindakan dalam pilpres 2024, yang memiliki kecenderungan membela paslon tertentu yang memiliki
hubungan kekeluargaan. Hal ini menunjukkan ketidakadaan teladan etis republik yang seharusnya
dicontohkan oleh pemimpin republik.
Dalam perjalanan Republik Indonesia, perjuangan menegakkan demokrasi semenjak tahun 1998 dengan
jatuhnya Suharto telah membawa korbanan-korbanan luar biasa—darah, nyawa dan airmata. Semenjak
itu pelan-pelan seluruh warga Indonesia dan bangunan kelembagaan Republik Indonesia perlahan-lahan
melangkah menuju tatanan demokrasi yang diperkuat dan diikat oleh TAP MPR tahun 1999 perihal
Penyelenggaran Negara yang bersih dan anti KKN, menegaskan ikrar kita terhadap tegaknya etika
republik dalam bernegara. Atas dasar itulah kita sebagai bagian dari entitas masyarakat sipil tidak
menghendaki Republik Indonesia untuk jatuh kembali pada situasi kegelapan yang mengkhianati jati
dirinya sebagai negara Republik, sekaligus negara demokrasi. Oleh karena itu kami menyerukan secara
tegas kepada Presiden Republik Indonesia untuk tidak meninggalkan prinsip republik yang menjadi
nilai-nilai etis Pancasila, amanat reformasi berkaitan dengan demokrasi dan bebas KKN untuk tidak
memihak kepada salah satu paslon dalam Pilpres 2024, apalagi paslon yang bersangkutan terindikasi
bertabrakan dengan prinsip republik, amanah reformasi dan demokrasi.
Hal yang perlu diingat kembali oleh Presiden bahwa legitimasi maupun dukungan rakyat kepada
pemerintahannya semenjak 9 tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari harapan bahwa Presiden akan
menjalankan etika republik dan merawat demokrasi maupun pemerintahan yang bebas KKN. Hendaknya
demikian pula saat akan mengakhiri pemerintahannya Presiden seharusnya mengambil sikap yang tidak
menodai prinsip-prinsip utama tersebut.
Untuk itu, kami yang menjawab panggilan atau seruan:
1. Mengecam segala bentuk praktek pelemahan demokrasi. Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan harus merawat prinsip-prinsip etika republik dengan: tidak
menyalahgunakan kekuasaan, menggunakan fasilitas dan alat negara untuk kepentingan
kelompok tertentu, maupun berpihak dalam politik elektoral; dan menghentikan segala praktek
pelanggengan politik kekeluargaan.
2. Mendesak Presiden dan Aparat Negara untuk menghormati dan menjamin kemerdekaan atas hak-
hak sipil dan politik, juga ekonomi, sosial dan budaya bagi tiap Warga Negara. Kebebasan
berbicara, berekspresi, dan pengelolaan sumberdaya alam, karena Negara Indonesia milik
segenap rakyat Indonesia, bukan segelintir elite penguasa.
3. Mendesak penyelenggaraan Pemilu Luber-Jurdil tanpa intervensi penguasa, tanpa kecurangan,
tanpa kekerasan, dan mengutuk segala praktek jual beli suara (politik uang) yang dilakukan oleh
peserta pemilu. Partai Politik harus mereformasi diri dalam menjalakan fungsi-fungsi artikulasi,
agregasi, dan pendidikan politik warganegara.
4. Mengecam segala bentuk intervensi dan intimidasi terhadap kebebasan mimbar-mimbar
akademik di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi harus senantiasa menjaga marwah, rasionalitas,
dan kritisisme para insan civitas akademika demi tegaknya republik.
Universitas Airlangga,
5 Februari 2024
Yang bertandatangan dibawah ini:
Contact person
Airlangga Pribadi Kusman 082111699771
Moch Yunus (089617795070)