Anda di halaman 1dari 2

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET


Jl . Ir. Sutami 36 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Nama : Widad Ali Yafi


NIM : I0223108
Mata Kuliah : Sejarah Arsitektur Nusantara – C
Tanggal : 28 Februari 2024
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Mohammad Muqoffa M.T.

Arsitektur Nusantara “Rumah Adat Suku Bugis”

Gambar 1 Rumah Saoraja Gambar 2 Rumah Bola

Arsitektur Nusantara adalah suatu konsep arsitektur yang mencerminkan karakteristik


budaya, lingkungan alam, dan nilai-nilai setempat yang terdapat di wilayah Nusantara.
Konsep ini didasarkan pada penggunaan bahan bangunan lokal yang mencakup kayu,
bambu, dan batu, serta adopsi unsur-unsur yang mengandung simbol-simbol tradisional.
Arsitektur Nusantara menekankan pentingnya harmoni antara manusia dan lingkungan, serta
keselarasan dengan nilai-nilai budaya lokal. Salah satunya kebudayaan yang ada dalam
kearifan arsitektur nusantara yaitu rumah adat suku bugis.
Rumah tradisional suku Bugis, yang dikenal sebagai "Saoraja" untuk rumah bangsawan
dan "Bola" untuk rumah rakyat biasa, adalah contoh nyata dari kearifan lokal dalam arsitektur
budaya. Suku Bugis, yang berasal dari Sulawesi Selatan, memiliki kekhasan dalam
kebudayaan dan kesenian mereka yang membedakan mereka dari kelompok etnik lain di
Indonesia. Struktur rumah Saoraja dan Bola pada dasarnya sama, namun perbedaan ukuran
menunjukkan status sosial dalam masyarakat Bugis, di mana Saoraja, yang ditempati oleh
raja dan keluarganya, memiliki ukuran yang lebih besar dan hiasan yang lebih mewah sebagai
lambang kebangsawanan. Sementara itu, rumah Bola, yang digunakan oleh masyarakat
umum, memiliki ukuran yang lebih kecil tetapi tetap mempertahankan filosofi, bentuk, dan
fungsi yang serupa dengan Saoraja.
Rumah ini merupakan bentuk arsitektur vernakular yang muncul dari budaya
masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan.Bangunan ini mencerminkan adaptasi yang cermat
terhadap kondisi lingkungan setempat serta kebutuhan sosial dan budaya dari masyarakat
yang mendiaminya. Struktur rumah adat Bugis didasarkan pada penggunaan tiang-tiang
sebagai elemen utama, yang meninggikan bangunan di atas tanah dan memberikan
perlindungan dari kelembapan serta binatang liar. Atap rumah biasanya terbuat dari ijuk atau
daun rumbia yang memberikan perlindungan dari hujan dan panas tropis. Ornamentasi kayu
yang diukir dan pernak-pernik tradisional seperti anyaman bambu mencerminkan keindahan
seni dan nilai-nilai budaya masyarakat suku Bugis.
Rumah tradisional suku Bugis memiliki
tiga bagian utama, yaitu “rakkeang” (bagian
atas), “alle bola” (bagian tengah), dan “awa
bola” (bagian bawah). Tata ruangnya juga
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu “lontang
saliweng” (ruang luar), “lontang tengnga”
(ruang tengah), dan “lontang rilaleng” (ruang
dalam), dengan penambahan teras rumah
“lego-lego” di bagian depan. Setiap bagian
memiliki fungsi yang berbeda.
Gambar 3 Struktur Rumah Bugis

Dari segi eksterior, rakkeang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang berharga
dan hasil panen, sedangkan alle bola merupakan badan rumah yang terdiri dari lantai dan
dinding yang dibentuk menjadi beberapa sekat sebagai ruang tamu, ruang tidur, dan ruang
dapur. Awa bola, atau kolong rumah, digunakan sebagai lahan untuk beternak unggas seperti
ayam dan bebek.
Dari segi interior, lontang saliweng berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu,
istirahat, dan musyawarah. Lontang tengnga merupakan ruang inti pemilik rumah untuk
beristirahat, tidur, dan berinteraksi dengan anggota keluarga, sementara lontang rilaleng
digunakan sebagai tempat tidur untuk anggota keluarga yang membutuhkan perlindungan
seperti anak gadis, nenek/kakek, atau anggota keluarga lainnya.
Selain itu, terdapat adanya makna filosofis yang melekat pada tiga bagian rumah
tersebut dalam pandangan suku Bugis. Rakkeang dianggap sebagai bagian yang suci karena
berfungsi sebagai tempat menyimpan benda pusaka dan padi. Alle bola, sebagai bagian
tengah, dianggap sebagai cerminan kehidupan manusia karena menandai keberadaan
manusia dalam dunia ini. Sedangkan awa bola, sebagai bagian bawah, dipercaya sebagai
tempat bersemayamnya Dewa Uwae dan dianggap sebagai dunia bawah yang penuh dengan
hal yang kurang baik.

Referensi
https://www.budayanusantara.web.id/2018/04/keunikan-keunikan-rumah-adat-suku-
bugis.html
https://journal.uny.ac.id/index.php/imaji/article/viewfile/25733/pdf
https://repository.petra.ac.id/17366/1/Publikasi1_85012_2286.pdf

Anda mungkin juga menyukai