Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KOSMOLOGI SUKU BUGIS DALAM KONSEP WALA SUJI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk pemenuhan tugas mata kuliah

Pengetahuan Budaya Bugis

KELOMPOK 5

RISIN (1901414239)

MUTMAINNA (1901414220)

TREZIA YULI (1901414210)

NURMALA USAMAN (1901414119)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah

tentang “Kosmologi Suku Bugis Dalam Konsep Wala Suju”.

Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan pihak-pihak yang telah

membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapkan kepada:

1. ALLAH SWT yang tak henti-hentinya memberi kemudahan kepada kami

2. Ayah dan ibu kami yang selalu mendukung dan mendoakan kami

3. Bapak Andi Nur Syarif Hidayatullah, S.pd., M.pd selaku dosen pembimbing

mata kuliah Pengetahuan Budaya Bugis

4. Teman-teman semua yang telah memberikan semangat

Kami menyadari bahwa dalam dalam penyusunan makalah ini masih

banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami berharap bagi para

pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .......................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................

1.1. Latar Belakang .................................................................................................

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................

1.3. Tujuan ...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................

2.1. Kajian Materi Wala Suji .....................................................................................

2.2. Makna Bentuk Rumah Bugis Berdasarkan Komologi .......................................

2.3. Fungsi Dan Kegunaan Wala Suji........................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................

3.1. Kesimpulan .........................................................................................................

3.2. Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara sederhana rumah tradisonal bugis (bola ugi) merupakan rumah

tradisonal Suku Bugis yang berfungsi sebagai tempat tinggal baik itu golongan

penduduk biasa atau pun bangsawan. Tetapi rumah adat bangsawan juga dikenal

dengat sebutan rumah sooraja. Rumah tradisonal merupakan salah satu

peninggalan arsitektur tradisonal yang mencerminkan gagasan dan perilaku

masyarakat pendukungnya dan berkenan dengan penataan pemanfaatan ruang

dalam memenuhi kebutuhan ruang masyarakat.

Dalam masyarakat bugis, adat istiadat menjadi pedoman dalam berpikir

dan bertindak sesuai pola kehidupan masyarakat. Adat istiadat bersifat mengatur

dan mengharapkan baik tingkah laku, cara berinteraksi, dan penentuan tata cara

membangun rumah dan membagi ruang berdasarkan kebutuhan ruang

penghuninya. Oleh sebab itu, sebuah karya rumah seperti rumah Bugis Sulawesi

Selatan semestinya juga sebagai cerminan budaya yang mempunyai makna dan

funsi sebagaimana mestinya.

Bola ugi ini merupakan produk budaya tradisional yang merupakan hasil

karya sanro bola melalui proses perenungan dangan menghubungkan antara alam

semesta dan sang pencipta, yang hasilnya berupa sebuah pengetahuan

tersembunyi. Sanro bola dalam hal ini dipahami sebagai orang yang mengerti

tentang tradisi nilai dan makna, tata cara, aturan-aturan yang terdapat pada wujud

1
bola ugi. Nilai kenusantaraan pada lokalitas arsitektur rakyat yang terdapat di

wilayah Nusantara khususnya Indonesia menampilkan wujud kebhinekaan. Nilai

kenusantaraan dalam arsitektur Nusantara secara garis besar dapat dipahami

sebagai nilai yang memiliki nilai kesemestaan, kemanusiaan, dan ketuhanan,

sebagaimana nilai-nilai tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen/unsur

bangunan atau rumah tradisional yang tersebar di wilayah Nusantara.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan wala suji ?

2. Apa makna bentuk rumah bugis berdasarkan kosmologi ?

3. Apa fungsi wala suji ?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian wala suji

2. Untuk mengetahui makna bentuk rumah bugis berdasarkan kosmologi

3. Untuk mengetahui fungsi dari wala suji

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kajian Materi Kosmologi Suku Bugis Dalam Konsep Wala Suji

a. Pengertian Wala Suji

Wala suji bentuknya seperti gapura tetapi menyerupai bagian depan rumah

panggung suku Bugis-Makassar. Atapnya berbentuk segitiga dan disangga

rangkaian anyaman bamboo. Sebagai penghias, tak lupa diberi janur kuning.

Bentuk wala suji ini hamper tidak berbeda bagi Suku Bugis-Makassar. Wala

suji atau baruga bermotif segi empat belah ketupat ini sudah tidak asing lagi

dalam khasanah perdaban masyarakat Bugis-Makassar. Hal ini terlihat pada

setiap pembuatan baruga, serta pallawa atau pagar pada acara perkawinan

atau pesta adat.

Sebenarnya konsep segi empat pada wala suji ini, berpangkal pada

kebudayaan orang Bugis-Makassar yang memandang alam raya sebagai

saluppa’ eppaki wala suji (segi empat belah ketupat). Menurut almarhum

Prof. DR. Mattulada, budayawan Sulawesi selatan, konsep tersebut

ditempatkan secara horizontal dengan dunia tengah. Dengan pemandangan

ini, masyarakat Bugis-Makassar memandang dunia sebagai sebuah

kesempurnaan. Kesempurnaan yang di maksud meliputi empat persegi

penjuru mata angin, yaitu timur, barat, utara, dan selatan. Secara makro, alam

semesta adalah satu kesatuan yang tertuang dalam sebuah simbol aksara

Bugis-Makassar, yaitu ‘sa’ yang berarti seua, artinya tunggal atau esa.

3
Begitu pula secara mikro, manusia adalah sebuah kesatuan yang

diwujudkan dalam saluppa’ eppaki. Berawal dari mulut manusia segala

sesuatu dinyatakan, bunyi ke kata, kata ke perbuatan, dan perbuatan

mewujudkan jati diri manusia. Dengan demikian, wala suji dalam dunia ini,

dipakai sebagai acuan untuk mengukur tingkat kesempurnaan yang dimiliki

seseorang. Kesempurnaan yang dimaksud itu adalah kabara-niang

(keberanian), akkarungeng (kebangsawanan), asugireng (kekayaan), dan

akkessi-ngeng (ketampanan atau kecantikan).

contoh gambar wala suji:

4
2.2. Makna Bentuk Rumah Bugis Berdasarkan Kosmologi

Pandangan kosmologi suku bugis mengenal adanya tiga macam

pengklasifikasian, yakni klasifikasi pelapisan Dunia (dunia atas, dunia tengah, dan

dunia bawah), klasifikasi struktur rumah tradisionalnya (kepala, badan dan kaki

rumah), dan klasifikasi empat penjuru mata angin (utara, selatan, barat dan timur).

Empat penjuru mata angin ini mewakili pengertian salupa eppa wala suji (segi

empat belah ketupat), segi empat belah ketupat ditafsirkan sebagai model dari

kosmos. Model kosmos dihubungkan dengan adanya empat sarwa alam, yaitu:

udara, air, api, dan tanah yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Lebih

lanjut segi empat diproyeksikan kepada asas kehidupan manusia yang terdiri atas

empat juga, yaitu:

1. Azas kehidupan tentang eksistensinya kelahiran manusia

2. Azas kehidupan tentang eksistensi kehadiran manusia

3. Azas kehidupan tentang eksistensi pengabdian manusia dalam makrokosmos

dan,

4. Azas kehidupan tentang kematian manusia.

Bagian-bagian ini menurut konsep mitologi bugis adalah:

a. Bagian Atas Rumah (Rakkeang)

Suku Bugis Sulawesi Selatan percaya bahwa Dewata seuwae yang dianggap

sebagai dewa tertinggi, pencipta alam raya ini. Dalam sistem upacara, dewata

seuwae beserta dewa botting langi’, dianggap bersemayam di bagian langit,

maka upacara persembahan kepadanya berlokasi di bagian badan. Rumah

5
(alle bola), namun sesajiannya dipersembahkan ke bagian atas rumah

(rakkeang) yang di anggap sebagai dunia atas atau sebagai bersemayamnya

Dewa botting langi’.

b. Bagian Badan Rumah (Alle Bola)

Pada dasarnya, rumah bugis mampunyai tiga ruangan. Masing-masing ruang

memiliki fungsinya masing-masing, yakini: ruang depan (lontang ri

saliweng), ruang tengah (lontang ri tenggah), dan ruang belakang (lontang ri

laleng). Secara structural, bagian ini merupakan bagian rumah yang paling

banyak digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas kekeluargaan. Bagian

ini merupakan tempat segala aktivitas upacara tradisional dilakukan. Upacara

perkawinan, inisiasi kelahiran sampai kematian, dan lain sebagainya. Dalam

konsep mistis bugis, ruangan ini dipandang sebagai bagian penyembahan

dewa mallino dan dianggap sebagai tempat bertemunya dunia atas dan dunia

bawah atau antara botting langi dengan uri liyu. Oleh karena itu, bagian ini

dianggap mewakili pengertian-pengertian kerukunan, keharmonisan susunan

alam, keseimbangan perintah dan larangan.

c. Bagian bawah rumah (Awa bola)

Bagian ini menurut pandangan mitologi Bugis, sebagai tempat

bersemayamnya Dewa Uwae dan dianggap sebagai dunia bahwa dan tempat

segala sesuatu yang kurang baik dan tidak suci. Tempat ini berada di bawah

(di bawah air), maka penyembahan sesajen dilakukan di bawah kolong rumah

atau di sungai. Kegiatan ini disebut dengan massorong ri awa sokko

6
patanrupa (persembahan kepada Dewa Uwae berupa nasi ketan dalam empat

warna) sebagai symbol dari sarwa alam, yakni: air, udara, tanah, dan api.

2.3. Fungsi Dan Kegunaan Wala Suji

Awalnya sebagai pallawa atau pagar dan baruga atau pintu gerbang.

Namun karena adanya aspek modernisasi yang menimbulkan pergolakan

pada nilai kebudayaan daerah, akhirnya Wala Suji yang dikenal selama ini

telah mengalami penyimpangan funsi. Hal itu terliat pada penempatan hasil

karya ini tidak sesuai fungsi dan kegunaannya lagi. Idealnya, wala suji hanya

dipakai pada acara pernikahan atau pesta adat bagi waga Sulawesi Selatan

yang masih memegang teguh adat setempat. Namun kini, Wala Suji telah

menjadi gerbang permanen bagi rumah-rumah keturunan bangsawan local.

Bahkan pada beberapa keluarga yang pernah melakukan pesta perkawinan,

membiarkan Wala Suji itu tetap berdiri kokoh dalam waktu lama. Padahal

semestinya, maksimal digunakan 40 hari pasca-perkawinan atau pesta adat.

Keengganan nerobohkan Wala Suji pasca-perkawinan itu, selain merasa

saying menghancurkan bangunan mini itu karena harga dapat mencapai Rp

500.000.

Selain itu, Wala Suji dapat difungsikan sebagai tempat bernaung dari

panasnya matahari atau derasnya hujan pada musim penghujan. Sebagian

orang yang memiliki Wala Suji ini, justru membuat bangku panjang dari

bamboo atau kayu di sisi kiri dan kanan bagian bawah wala suji, sebagai

tempat bersantai. Bahkan sejumlah restoran atau hotel-hotel berbintang di

7
Makassar, juga memasang Wala Suji di lokasi prasmanan atau tempat sajian

hidangan dengan alasan menambahkan estetika dekorasi ruangan, sekaligus

memperkenalkan salah satu karya seni budaya masyarakat Sulawesi Selatan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Makna dan nilai kearifan rumah adat bugis sangat lah banyak mulai dari

pembagian rumah secara vertical maupun secara horizontal. Mulai dari

rakkeang yaitu bagian atas rumah, lanjut ke alle bola yaitu bagian tempat

penghuni melakukan aktifitas, dan hawa bola sebagai tempat menyimpan

ternak dan hasil panen. Lanjut ke pembagian horizontal yang dimulai dari

lego-lego yaitu teras rumah hingga annasuang dan temeng-temeng yang

merupakan tempat privasi. Dalam hal ini orang bugis sangatlah menjujung

tinggi nilai-nilai kearifan yang melekat pada karakter orang bugis itu sendiri

sehingga menginplementasikannya ke rumah adat-nya sebagai contoh

“orientasi-orientasinya, kecuali arah orientasi dapureng (dapur) yang tidak

boleh berhadapan langsung dengan arah pintu masuk dari depan atau searah

dengan orientasi rumah. Sebab saat orang memasak akan membelakangi pintu

masuk, hal tersebut dianggap menolak rezeki yang datang”. Nilai-nilai

kearifan yang seperti inilah yang harus di pertahankan, sebagai bentuk

penghormatan terhadap orang lian.

3.2. Saran

Demikianlah makalah ini, tentunya masih terdapat banyak cacat yang perlu

untuk mencapai kesempurnaan, oleh karena itu kami berharap sudilah kiranya

kekurangan-kekurangan tersebut, para pembaca yang budiman sebagai

9
pemerhati ilmu lebih khusus di bidang pendidikan unruk memberi koreksi

atau saran demi kesempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/timpalaja/article/download/9593/8981

http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/

Isi_Artikel_339272122380.pdf

https://jaririndu.blogspot.com/2011/11/wala-suji-dalam-falsafah-

masyarakat.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai