Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR


DAN RUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai tentang

seberapa baik pekerjaan mereka menyediakan hal-hal yang dianggap

penting (Luthans, 2011:141). Kepuasan kerja adalah kumpulan

perasaan dan keyakinan yang dimiliki orang tentang pekerjaan mereka

saat ini. Kepuasan kerja adalah salah satu sikap kerja yang paling

penting dan diteliti dengan baik dalam perilaku organisasi (George dan

Jones, 2012:75).

Kepuasan kerja adalah sejauh mana orang menemukan

gratifikasi atau pemenuhan kepuasan dalam pekerjaan mereka (Griffin

dan Moorhead, 2014:74). Kepuasan kerja pada dasarnya mencerminkan

sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya. Didefinisikan secara

formal, kepuasan kerja adalah respons afektif atau emosional terhadap

berbagai aspek pekerjaan seseorang (Kinicki dan Fugate, 2016:57).

Kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan yang

dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya (Robbins dan Judge,

2017:118). Kepuasan kerja adalah evaluasi seseorang terhadap konteks

pekerjaan dan pekerjaannya (McShane dan Glinow, 2018:102).

8
9

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

As’ad dalam Dariyo (2004:83) menyatakan ada empat faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja bagi seorang individu, yaitu faktor

fisiologis, psikologis, sosial, dan finansial.

1) Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik lingkungan kerja ataupun lingkungan fisik pegawai.

Hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan jam kerja, waktu

istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, penerangan, dan

sirkulasi udara. Sementara itu, kondisi fisik pegawai meliputi

kesehatan pegawai, umur, dan jenis kelamin.

2) Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek-

aspek psikologis individu, misalnya minat, ketenteraman kerja,

sikap terhadap kerja, bakat, ineligensi, dan

keterampilan/pengalaman.

3) Faktor sosial adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

interaksi sosial antar pegawai (dalam satu bagian ataupun dengan

bagian lain), dengan atasan dan bawahan.

4) Faktor finansial adalah faktor yang berhubungan dengan jaminan

dan kesejahteraan pegawai yang meliputi sistem dan besarnya gaji,

jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,

dan kesempatan promosi.

Sari dkk., (2022:38) menyatakan bahwa kepuasan setiap

individu pegawai memiliki tingkatan yang berbeda, karena faktor-


10

faktor yang mempengaruhi pun juga dapat berbeda-beda. Misalnya ada

individu yang merasa puas karena besaran gaji, namun ada individu

lain merasa puas karena faktor lingkungan kerjanya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1) Kondisi kerja, artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk

bekerja terpenuhi baik itu dari bahan yang dibutuhkan ataupun dari

lingkungan yang menunjang maka kepuasan kerja akan terjadi.

2) Peraturan, budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi

tersebut, yang jika peraturan dalam menjalankan pekerjaannya

dapat mendukung terhadap pekerjaannya maka pegawai atau para

pekerja akan merasakan kepuasan kerja.

3) Kompensasi dan pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan

yang telah ia lakukan.

4) Efisiensi kerja, dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan

seseorang dalam pekerjaannya, sehingga apabila kepuasan kerja itu

ada salah satunya adalah dengan bekerja sesuai dengan kemampuan

masing-masing.

5) Peluang promosi, yaitu di mana adanya suatu peluang untuk

mendapatkan penghargaan atas prestasi kerja seseorang di mana

diberikan jabatan dan tugas yang lebih tinggi dan disertai dengan

kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan kerja

dapat dihargai dengan dinaikkan posisinya disertai gaji yang akan

diterimanya.
11

6) Rekan kerja atau partner kerja, kepuasan kerja akan muncul apabila

dalam suatu organisasi terdapat hubungan yang baik. Misalnya

anggota kerja mempunyai cara atau sudut pandang atau kebiasaan

yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dalam

bekerja juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang

baik.

Menurut Qureshi dkk., dalam Sari dkk., (2022:38) faktor-faktor

yang membentuk kepuasan kerja adalah promosi, fasilitas bagi

pegawai, kondisi/suasana kerja, rekan kerja, keamanan, peluang untuk

berkembang (karier), reward system. Menurut Prabu dalam Setyawati

dkk., (2022:100) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,

yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.

Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis

kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,

kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. Faktor

pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial,

kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

c. Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh perceived organizational

support. Tingginya perceived organizational support mengarah pada

peningkatan kepuasan kerja (Robbins dan Coulter, 2012:377).


12

Perceived organizational support dapat meningkatkan kepuasan kerja

(Kinicki dan Fugate, 2016:55). Tingginya tingkat perceived

organizational support mengarah kepada tingginya kepuasan kerja

(Tewal dkk., 2017:94).

d. Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja

Motivasi kerja pegawai berkorelasi positif dengan kepuasan

kerja (Kinicki dan Fugate, 2016:61). Kepuasan kerja dapat dipengaruhi

oleh motivasi kerja (Kinicki dan Williams, 2016:354).

e. Indikator Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja pada penelitian ini mengacu pada

pendapat Luthans (2011:141), yaitu:

1) Pekerjaan Itu Sendiri

Sejauh mana pekerjaan itu memberi individu tugas-tugas

yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk

menerima tanggung jawab.

2) Pembayaran

Jumlah remunerasi finansial yang diterima dan sejauh mana

hal ini dipandang setara dibandingkan dengan orang lain dalam

organisasi.

3) Promosi

Peluang untuk kemajuan dalam organisasi.


13

4) Atasan

Kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis

dan dukungan perilaku.

5) Rekan Kerja

Sejauh mana rekan kerja cakap secara teknis dan mendukung

secara sosial.

2. Perceived Organizational Support

a. Pengertian Perceived Organizational Support

Perceived organizational support merupakan keyakinan umum

pegawai bahwa organisasi menghargai kontribusi dan kepedulian

terhadap kesejahteraan, menunjukkan bahwa komitmen organisasi

terhadap pegawai dapat bermanfaat (Robbins dan Coulter, 2012:377).

Perceived organizational support atau dikenal dengan organizational

support dapat diartikan sebagai sejauh mana organisasi peduli dengan

kesejahteraan anggotanya, mencoba membantu mereka ketika mereka

memiliki masalah, dan memperlakukan mereka dengan adil (George

dan Jones, 2012:267). Perceived organizational support adalah

tingkatan di mana pegawai percaya organisasi menghargai kontribusi

dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Robbins dan Judge,

2017:116).

Perceived organizational support adalah tingkat sampai mana

pegawai yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli

tentang kesejahteraan mereka (Tewal dkk., 2017:94). Hal ini


14

menunjukkan bahwa komitmen dari organisasi kepada pegawainya

dapat sangat bermanfaat. Perceived organizational support

menunjukkan perlakuan yang baik dari organisasi menciptakan

kewajiban umum, berdasarkan norma timbal balik dari pegawai untuk

peduli terhadap organisasi mereka dan memperlakukan organisasi

mereka dengan baik sebagai pengembaliannya. Kewajiban pegawai

akan ditunjukkan melalui perilaku terkait pekerjaan yang akan

mendukung tujuan-tujuan organisasi. Perceived organizational support

kemudian menanggapi seberapa besar pegawai merasakan organisasi

yang mempekerjakan mereka berniat untuk memberikan kompensasi

yang adil atas usaha-usaha mereka, menolong mereka dalam kebutuhan

tertentu (seperti sakit, masalah pekerjaan), membuat pekerjaan mereka

menarik dan bersemangat dan menyediakan mereka kondisi kerja yang

memadai (Tewal dkk., 2017:94).

Perceived organizational support adalah apapun yang dilakukan

organisasi untuk membantu atau menghambat kinerja. Dukungan

positif dapat berarti menyediakan sumber daya apa pun yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan; dukungan negatif mungkin berarti

gagal menyediakan sumber daya tersebut, mungkin karena

pertimbangan biaya atau pengurangan staf (Griffin dkk., 2020:239).


15

b. Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan

Motivasi Kerja

Perceived organizational support berpengaruh positif terhadap

motivasi kerja dapat dibuktikan secara empiris. Semakin baik dukungan

yang diberikan organisasi kepada pegawai, akan mengakibatkan

pandangan pegawai terhadap organisasi semakin baik sehingga akan

meningkatkan motivasi kerja pegawai. Sebaliknya, semakin rendah

dukungan organisasi kepada pegawai maka akan semakin rendah pula

motivasi kerja pegawai (Samodra, 2014:188).

c. Indikator Perceived Organizational Support

Pengukuran perceived organizational support pada penelitian

ini mengacu pada pendapat George dan Jones (2012:269), yaitu:

1) Organisasi menghargai kontribusi saya terhadap kesejahteraan.

2) Organisasi tidak mempekerjakan seseorang untuk menggantikan

saya dengan gaji yang lebih rendah.

3) Organisasi berhasil menghargai upaya ekstra saya.

4) Organisasi sangat mempertimbangkan tujuan dan nilai saya.

5) Organisasi akan memperhatikan keluhan apa pun dari saya.

6) Organisasi memperhatikan kepentingan terbaik saya ketika

membuat keputusan yang mempengaruhi saya.

7) Bantuan tersedia dari organisasi ketika saya memiliki masalah.

8) Organisasi sangat peduli dengan kesejahteraan saya.


16

9) Ketika saya melakukan pekerjaan sebaik mungkin, organisasi akan

memperhatikannya.

10)Organisasi bersedia membantu ketika saya membutuhkan bantuan.

11)Organisasi peduli dengan kepuasan umum saya di tempat kerja.

12)Organisasi tidak mengambil keuntungan dari saya.

13)Organisasi itu menunjukkan banyak kepedulian kepada saya.

14)Organisasi peduli dengan pendapat saya.

15)Organisasi bangga dengan prestasi saya di tempat kerja.

16)Organisasi berusaha membuat pekerjaan saya semenarik mungkin.

3. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

Istilah motivasi kerja berasal dari kata Latin movere, yang

berarti bergerak (Kinicki dan Fugate, 2016:146). Motivasi kerja dapat

diartikan sebagai proses psikologis yang mendasari arah, intensitas, dan

kegigihan perilaku atau pemikiran (Kinicki dan Fugate, 2016:146).

Kaitannya dengan konteks kerja, George dan Jones (2012:157)

mengartikan motivasi kerja sebagai kekuatan psikologis seseorang yang

menentukan arah perilaku dalam organisasi, tingkat usaha, dan

kesiapan dalam menghadapi rintangan.

b. Jenis Motivasi Kerja

Motivasi kerja dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

motivasi kerja intrinsik dan motivasi kerja ekstrinsik (Wicaksana dkk.,

2021:64)
17

1) Motivasi kerja intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dorongan dari luar karena dalam diri setiap

individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

2) Motivasi kerja ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsinya karena adanya dorongan dari luar.

c. Teori-Teori Motivasi Kerja

Teori-teori motivasi kerja paling banyak tenjadi tahun 1950-an

diantaranya hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua

faktor. Teori ini menjadi dasar perkembangan teori motivasi kerja saat

ini dan masih digunakan sampai sekarang (Wicaksana dkk., 2021:64).

1) Hierarki Teori Kebutuhan

Teori ini dicetuskan oleh Maslow dan menyatakan bahwa

manusia memiliki lima hierarki kebutuhan, yaitu:

a) Fisiologis: rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan

fisik lainnya.

b) Rasa aman: rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan

emosional.

c) Sosial: rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan

persahabatan.

d) Penghargaan: faktor-faktor penghargaan internal seperti

kehormatan diri, otonomi, dan pencapaian; faktor-faktor

penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.


18

e) Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang sesuai

kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi

seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

Kebutuhan ini dipisahkan menjadi kebutuhan tingkat bawah

yaitu kebutuhan yang terpenuhi secara eksternal (kebutuhan

fisiologi dan keamanan) dan kebutuhan tingkat atas yaitu kebutuhan

yang terpenuhi secara internal (kebutuhan sosial, penghargaan, dan

aktualisasi diri). Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh

kebutuhan yang belum terpuaskan, yang paling rendah, paling dasar

dalam tingkatan. Setiap kebutuhan yang terpuaskan, kebutuhan itu

berhenti memotivasi perilaku dan kebutuhan berikutnya dalam

hierarki tersebut menjadi kebutuhan yang kuat. Hal yang penting

dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi

memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia

menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dan organisasi tempat

ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi.

Jadi, bila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan

berhenti menjadi motivasi utama dan perilaku. Kemudian,

kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah

terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku, hanya

intensitasnya yang lebih kecil.


19

2) Teori ERG (Existence-Relatedness-Growth)

Hierarki kebutuhan Maslow ditelaah ulang oleh Alderfer

dengan nama Teori ERG yang membagi dalam tiga kelompok

kebutuhan inti, yaitu kehidupan (kebutuhan fïsiologis dan

keamanan), hubungan (kebutuhan sosial dan status), dan

pertumbuhan (kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri). Teori

ERG menyatakan bahwa kebutuhan eksistensi, hubungan, dan

pertumbuhan terletak pada satu kesinambungan kenyataan dengan

kebutuhan eksistensi sebagai kebutuhan yang paling konkret dan

kebutuhan pertumbuhan sebagai kebutuhan yang paling kurang

konkret (abstrak).

Sesuai dengan teori dari Maslow, teori Alderfer menganggap

bahwa fullfilment-progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang

lebih tinggi tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang

lebih rendah terpenuhi). Juga penting menurut Alderfer, jika

kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak dapat terpenuhi, maka

individu meregresi kembali ke usaha untuk memuaskan kebutuhan

pada tingkat yang lebih rendah.

3) Teori X dan Teori Y

McGregor mencetuskan dua pandangan nyata terhadap

manusia, yaitu Teori X yang pada dasarnya negatif: menganggap

bahwa pegawai tidak suka bekerja, malas, tidak menyukai tanggung

jawab, dan harus dipaksa untuk menghasilkan kinerja; dan Teori Y


20

yang pada dasarnya positif: menganggap bahwa pegawai suka

bekerja, kreatif, mencari tanggung jawab, dan dapat berlatih

mengendalikan diri. Teori X berasumsi bahwa kebutuhan tingkat

yang lebih rendah mendominasi individu. sedangkan Teori Y

berasumsi bahwa kebutuhan tingkat tinggi yang lebih mendominasi

individu.

Menurut Teori X terdapat empat pengandaian yang dipegang

manajer:

a) Pegawai secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai

kerja.

b) Pegawai yang tidak menyukai kerja harus diawasi atau diancam

dengan hukurnan untuk mencapai tujuan.

c) Pegawai akan menghindari tanggung jawab.

d) Kebanyakan pegawai menaruh keamanan di atas semua faktor

yang dikaitkan dengan kerja.

Menurut Teori Y terdapat empat pengandaian yang dipegang

manajer:

a) Pegawai dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya

seperti istirahat dan bermain.

b) Orang akan menjalankan pengarahan dan pengawasan diri jika

berkomitmen pada sasaran.

c) Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab.

d) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.


21

Teori X dan Teori Y menjelaskan ada dua kemungkinan

dilihat dan motivasi pegawai dalam manajemen. Teori X adalah

teori tradisional yang menjelaskan dari arah kontrol. Ia menyatakan

bahwa pegawai pada dasarnya tidak suka bekerja dan berusaha

untuk rnenghindarinya. Fungsi manajemen adalah memaksa para

pegawai untuk bekerja, melalui kekerasan dan ancaman dari

hukuman. Pegawai harus diarahkan dan kecenderungannya ingin

menghindari tanggung jawab. Faktor utama motivator bagi pegawai

adalah uang.

Teori Y adalah teori dengan pendekatan humanistik

aktualisasi diri dalam pendekatan motivasi manusia. Kadang-

kadang disebut model sumber daya manusia. Ia menyatakan bahwa

bekerja dapat menjadi sumber kepuasan, dan bahwa saat ini

pegawai dapat sangat berkomitmen dan termotivasi. Pegawai sering

meminta tanggung jawab dan harus lebih terlibat dengan

pengelolaan sepenuhnya menjadi motivasi.

4) Teori Dua Faktor

Dikemukakan oleh Herzberg dan dikenal dengan teori

hygiene-motivasi. Dalam teori dua faktor tersebut, kondisi kerja

yang memungkinkan orang memenuhi kebutuhan tingkat atas

dinamakan faktor motivator, dan yang penting untuk memenuhi

kebutuhan tingkat bawah dinamakan faktor hygiene. Di mana ada

faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja seperti


22

prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, dan

pertumbuhan. Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan

ketidakpuasan kerja seperti pengawasan, imbalan kerja,

kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi kerja.

5) Teori Kebutuhan McClelland

Dikembangkan oleh McClelland dan konsep penting dari

teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri

manusia adalah motivasi prestasi. Menurut McClelland, seseorang

dianggap mempunyai apabila ia memiliki keinginan berprestasi

lebih baik daripada yang lain. Pada banyak situasi, McClelland

menguatkan pada tiga kebutuhan, yaitu:

a) Pencapaian yaitu dorongan untuk melebihi, mencapai standar-

standar, dan berjuang untuk berhasil.

b) Kekuatan yaitu kebutuhan untuk membuat orang lain

berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan

berperilaku yang sebaliknya.

c) Hubungan yaitu keinginan akan hubungan-hubungan

antarpersonal yang ramah dan akrab.

6) Teori Evaluasi Kognitif

Dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran

ekstrinsik, seperti upah untuk upaya kerja yang sebelumnya secara

intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang

dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi


23

tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran

ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu

tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik

terhadap tugas itu sendiri merosot. Perkembangan teori evaluasi

kognitif yang terbaru adalah indeks diri yang mempertimbangkan

tingkat yang menunjukkan sampai mana alasan-alasan seseorang

untuk mengejar suatu tujuan konsisten dengan minat dan nilai-nilai

mereka.

7) Teori Penentuan Tujuan

Ide dasar teori ini adalah bahwa perilaku orang-orang

dimotivasi oleh tujuan dan sasaran internal. Berdasarkan teori ini,

sasaran adalah apa yang secara sadar diinginkan seseorang untuk

dicapai. Bahwa tujuan yang khusus akan sulit mengantar ke kinerja

yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang

spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan

baik. Tujuan-tujuan sulit tersebut mengarahkan perhatian kita pada

tugas yang sudah ada dan menjauh dari gangguan-gangguan yang

tidak relevan.

8) Teori Keyakinan Diri

Teori keyakinan diri disebut juga sebagai teori kognitif sosial

atau teori pembelajaran sosial, merujuk kepada keyakinan individu

bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Terdapat empat cara

untuk meningkatkan keyakinan diri, yaitu:


24

a) Penguasaan yang tetap, yaitu perolehan pengalaman yang

relevan dengan tugas atau pekerjaan.

b) Contoh yang dilakukan oleh individu lain, lebih percaya diri

karena anda melihat individu lain melakukan tugas tersebut.

c) Bujukan verbal, lebih percaya diri karena seseorang meyakinkan

bahwa anda memiliki kemampuan untuk berhasil.

d) Kemunculan memicu keadaan bersemangat yang mendorong

seseorang untuk menyelesaikan tugas.

9) Teori Penguatan

Teori ini bertentangan dengan teori penentuan tujuan,

mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan

semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia

mengambil suatu tindakan. Teori ini tidak mempedulikan apa yang

mengawali perilaku. Namun, ia memberikan analisis yang ampuh

terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat

mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas

sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang

murni, teori ini mengabaikan perasaan. sikap, pengharapan, dan

variabel kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku.

Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang

penting atas perilaku.


25

10)Teori Keadilan

Teori keadilan menyatakan bahwa orang-orang termotivasi

mengusahakan suatu kondisi keadilan dan kejujuran (kewajaran)

dalam hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan

organisasi. Para pegawai yang menemukan diri mereka dalam

situasi yang tidak adil, motivasinya akan menurun.

11)Teori Harapan

Teori harapan mencoba menjelaskan bagaimana

penghargaan mendorong perilaku melalui fokus pada keadaan

kognitif internal yang mempengaruhi motivasi. Teori penguatan

menyebutkan bahwa penguatan akan mempengaruhi perilaku. Teori

harapan menjelaskan kapan dan mengapa penilaian ini terjadi.

Pemikiran dasar adalah bahwa orang akan dimotivasi ketika mereka

yakin bahwa perilaku akan mendorong ganjaran atau hasil yang

diinginkan.

d. Indikator Motivasi Kerja

Pengukuran motivasi kerja pada penelitian ini mengacu pada

pendapat Maslow dalam George dan Jones (2012:161), yaitu:

1) Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, tempat tinggal,

harus terpenuhi agar individu dapat bertahan hidup. Kaitannya

dengan organisasi, George dan Jones (2012:161) menyatakan

bahwa pegawai yang menerima upah minimum memungkinkan


26

untuk dapat membeli makanan dan pakaian, serta memungkinkan

untuk memiliki tempat tinggal. Maksud dari penjelasan ini bahwa

bagi pegawai, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang,

hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dan

semacamnya, menjadi motif dasar dari seseorang untuk bekerja

lebih efektif sehingga dapat memberikan produktivitas yang tinggi

bagi organisasi.

2) Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan rasa aman seperti keamanan, stabilitas, dan

lingkungan yang aman. Kaitannya dengan organisasi, George dan

Jones (2012:161) menyatakan bahwa kebutuhan rasa aman dapat

berupa keamanan kerja, tunjangan kesehatan yang memadai, dan

kondisi kerja yang aman. Penjelasan ini dapat dimaksudkan apabila

pegawai merasakan adanya jaminan keamanan baik dalam

kedudukan, jabatan, wewenang dan tanggungjawab maka pegawai

akan bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas.

3) Kebutuhan Keterikatan

Kebutuhan keterikatan seperti kebutuhan untuk interaksi

sosial, persahabatan, kasih sayang, dan cinta. Kaitannya dengan

organisasi, George dan Jones (2012:161) menyatakan bahwa

kebutuhan keterikatan seperti hubungan baik dengan rekan kerja

dan supervisor, menjadi anggota kelompok kerja, dan berpartisipasi

dalam kegiatan sosial perusahaan seperti piknik atau liburan serta


27

pesta perusahaan. Maksud dari penjelasan ini bahwa bagi pegawai,

kegiatan piknik atau pesta yang diadakan perusahaan dapat menjadi

suatu kesempatan untuk mempererat interaksi diantara sesama

pegawai dan juga dengan atasan yang pada akhirnya akan terjalin

keterikatan yang dapat meningkatkan produktivitas pegawai itu

sendiri.

4) Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan harga diri seperti penilaian atas kemampuan yang

baik, dihormati oleh orang lain, pengakuan dan penghargaan dari

orang lain. Kaitannya dengan organisasi, George dan Jones

(2012:161) menyatakan bahwa kebutuhan harga diri seperti

menerima promosi, dan pengakuan atas prestasi pekerjaan. Maksud

dari penjelasan ini bahwa bagi pegawai, pengakuan eksistensi diri

bukan sekedar mengetahui nama semata, tetapi lebih kepada

penilaian atas kemampuan dan prestasi yang dapat diberikan

melalui promosi dan penghargaan lainnya sehingga dapat

meningkatkan produktivitas kerja pegawai kedepannya.

5) Kebutuhan Mengaktualisasikan Diri

Kebutuhan mengaktualisasikan diri seperti pengakuan

sebagai manusia seutuhnya. Kaitannya dengan organisasi, George

dan Jones (2012:161) menyatakan bahwa kebutuhan

mengaktualisasikan diri seperti memaksimalkan keterampilan dan

kemampuan seorang pegawai untuk mencapai tujuan yang


28

diharapkan. Penjelasan ini dapat dimaksudkan bahwa pegawai yang

memiliki kemampuan atau keahlian hendaknya ikut serta dalam

suatu kegiatan atau usaha agar pegawai dapat memaksimalkan

kemampuan yang dimiliki dalam arti pegawai dapat

mengaktualisasikan kemampuan dan keahliannya sehingga pegawai

yang bersangkutan dapat mencapai produktivitas kerja yang

maksimal.

B. Tinjauan Pustaka

1. Alam dkk., (2022) melakukan penelitian tentang Impact of Perceived

Organizational Support on Job Satisfaction: A Sequential Mediation.

Salah satu hasil penelitian membuktikan bahwa motivasi kerja memediasi

pengaruh perceived organizational support terhadap kepuasan kerja.

2. Raisal dkk., (2021) melakukan penelitian tentang Effect of Work

Motivation on Employee Job Satisfaction in the Context of Public Sector

Organization. Salah satu hasil penelitian membuktikan bahwa motivasi

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

3. Aroosiya dkk., (2021) melakukan penelitian tentang Impact of Motivation

on Employee Job Satisfaction: With Special Reference to Health Workers

during the COVID-19 Pandemic. Salah satu hasil penelitian membuktikan

bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja.
29

4. Abid dkk., (2021) melakukan penelitian tentang Influence of Perceived

Organizational Support on Job Satisfaction: Role of Proactive Personality

and Thriving. Salah satu hasil penelitian membuktikan bahwa perceived

organizational support berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja.

5. Maan dkk., (2020) melakukan penelitian tentang Perceived Organizational

Support and Job Satisfaction: A Moderated Mediation Model pf Proactive

Personality and Psychological Empowerment. Salah satu hasil penelitian

membuktikan bahwa perceived organizational support berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

6. Banin dkk., (2020) melakukan penelitian tentang Enhancing Employee

Performance With Work Motivation as a Mediation Variable. Salah satu

hasil penelitian membuktikan bahwa perceived organizational support

berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja.

7. Imtiaz dkk., (2018) melakukan penelitian tentang Impact of Perceived

Organizational Support on Job Satisfaction With Mediating Role of

Employee Motivation: Evidence from Pharmaceutical Sector of Lahore,

Pakistan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perceived organizational

support berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,

perceived organizational support berpengaruh positif dan signifikan

terhadap motivasi kerja, motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja memediasi pengaruh perceived

organizational support terhadap kepuasan kerja.


30

8. Riantoko dkk., (2017) melakukan penelitian tentang Pengaruh Dukungan

Organisasi terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Anggota Polsek Kuta

Utara. Salah satu hasil penelitian membuktikan bahwa dukungan

organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja.

C. Kerangka Pikir

Motivasi Kerja
(M)
H2+ H3+

Perceived Organizational H4 Kepuasan Kerja


Support (X) H1+ (Y)

Gambar 1
Kerangka Pikir

Keterangan

: pengaruh antar variabel

D. Rumusan Hipotesis

1. Pengaruh perceived organizational support terhadap kepuasan kerja

Tingginya perceived organizational support mengarah pada

peningkatan kepuasan kerja (Robbins dan Coulter, 2012:377). Perceived

organizational support dapat meningkatkan kepuasan kerja (Kinicki dan

Fugate, 2016:55). Tingginya tingkat perceived organizational support

mengarah kepada tingginya kepuasan kerja (Tewal dkk., 2017:94).

Pegawai yang memiliki dukungan penuh dari pihak organisasi, atau


31

dengan kata lain apabila pihak instansi atau dinas memberikan dukungan

terhadap pegawai dalam bekerja, maka hal tersebut dapat meningkatkan

kepuasan kerja pada diri pegawai yang bersangkutan. Hasil penelitian

Imtiaz dkk., (2018), Abid dkk., (2021), dan Maan dkk., (2020), Sarianti

dkk., (2018) membuktikan bahwa perceived organizational support

berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis kesatu yang diajukan adalah:

H1 : perceived organizational support berpengaruh positif terhadap

kepuasan kerja

2. Pengaruh perceived organizational support terhadap motivasi kerja

Perceived organizational support berpengaruh positif terhadap

motivasi kerja dapat dibuktikan secara empiris (Samodra, 2014:188).

Semakin baik dukungan yang diberikan organisasi kepada pegawai, akan

mengakibatkan pandangan pegawai terhadap organisasi semakin baik

sehingga akan meningkatkan motivasi kerja pegawai. Sebaliknya, semakin

rendah dukungan organisasi kepada pegawai maka akan semakin rendah

pula motivasi kerja pegawai (Samodra, 2014:188). Pihak instansi atau

dinas yang memberikan dukungan terhadap pegawai dalam bekerja, maka

pegawai yang bersangkutan akan memiliki motivasi kerja yang tinggi.

Hasil penelitian Imtiaz dkk., (2018), Banin dkk., (2020), dan Riantoko

dkk., (2017) membuktikan bahwa perceived organizational support

berpengaruh positif terhadap motivasi kerja.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis kedua yang diajukan adalah:


32

H2 : perceived organizational support berpengaruh positif terhadap

motivasi kerja

3. Pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja

Motivasi kerja pegawai berkorelasi positif dengan kepuasan kerja

(Kinicki dan Fugate, 2016:61). Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh

motivasi kerja (Kinicki dan Williams, 2016:354). Pegawai yang memiliki

motivasi kerja yang tinggi baik itu berupa motivasi kerja intrinsik maupun

ekstrinsik, maka kepuasan kerja pegawai pun akan tinggi. Hasil penelitian

Imtiaz dkk., (2018), Aroosiya dkk., (2021), dan Raisal dkk., (2021),

membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan

kerja.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis ketiga yang diajukan adalah:

H3 : motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja

4. Peran motivasi kerja dalam memediasi pengaruh perceived organizational

support terhadap kepuasan kerja

Berdasarkan penjelasan hipotesis sebelumnya diketahui bahwa

perceived organizational support berpengaruh secara langsung terhadap

kepuasan kerja. Perceived organizational support juga berpengaruh secara

langsung terhadap motivasi kerja, dan motivasi kerja berpengaruh secara

langsung terhadap kepuasan kerja. Apabila perceived organizational

support tidak dapat berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja,

maka motivasi kerja diharapkan dapat memediasi pengaruh perceived

organizational support terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Imtiaz


33

dkk., (2018), dan Alam dkk., (2022) membuktikan bahwa motivasi kerja

memediasi pengaruh perceived organizational support terhadap kepuasan

kerja.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis keempat yang diajukan

adalah:

H4 : motivasi kerja memediasi pengaruh perceived organizational support

terhadap kepuasan kerja

Anda mungkin juga menyukai