Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Pendidikan Islam merupakan komponen integral dalam pembentukan karakter dan


identitas umat Muslim. Dengan akar yang mendalam dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan tetapi juga pada pembentukan
insan kamil, manusia yang sempurna dalam aspek intelektual, spiritual, dan moral. Dalam
konteks modern, tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Islam semakin kompleks, meliputi
kebutuhan untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan dan teknologi
kontemporer.
Pendidikan Islam memiliki kepentingan utama dalam kehidupan manusia
menempatkannya dalam posisi sentral dan strategis dalam membentuk masyarakat yang inklusif.
Menurut Robert J. Menges, proses ini dianggap sebagai panduan bagi manusia. Pendidikan
Islam dianggap sebagai penolong yang akan membimbing manusia menuju kehidupan yang
lebih baik daripada generasi sebelumnya1.
Konsep tujuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pembentukan insan kamil
memerlukan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana al-Qur’an dan Sunnah Rasul
mengartikulasikan tujuan ini. Tujuan pendidikan merupakan salah satu fungsi dari dasar filasafat
pendidikan Islam yang memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Omar
Muhammad al-Toumy al-Syaibani menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul karimah2. Kurikulum
pendidikan Islam, yang harus mencerminkan prinsip-prinsip tauhid dan akhlak, menjadi titik
fokus dalam penelitian ini untuk mengevaluasi bagaimana kurikulum saat ini memenuhi tujuan
tersebut. Selanjutnya, metode pendidikan yang dianjurkan oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul
menawarkan kerangka kerja untuk pengajaran dan pembelajaran yang efektif, yang perlu
dieksplorasi lebih lanjut untuk implementasi praktisnya dalam pendidikan Islam kontemporer.
Dengan demikian, tanpa pendidikan Islam, manusia akan kesulitan meningkatkan
kualitas hidupnya, baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun bangsanya. Bahkan, karena
perubahan zaman, keadaan bisa semakin tidak beradab dan tidak manusiawi. Dalam bahasa lain,
kita dapat menegaskan bahwa kemajuan atau kemunduran peradaban manusia sangat ditentukan
oleh sejauh mana upaya pendidikan dapat berperan.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif bertujuan
untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi tertentu tanpa melakukan perubahan atau
mengendalikan topik yang diteliti3. Selanjutnya, teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik eksplorasi sumber – sumber tertulis dalam bentuk
buku-buku referensi dan data publikasi artikel ilmiah yang sesuai dengan fokus penelitian.
Adapun teknik analisis menggunakan model analisis data interaktif Miles & Huberman, yang
dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, penjelasan data, dan penarikan
1
Muslih Usa dan Adam Wijden SZ, Pendidikan Islam Dalam Peradaban Industriaal, (Cet. 1; Yogyakarta : Aditya
Media, 1997), h. 10
2
Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010, h. 35
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D) (Bandung: Alfabeta,
2016). hlm. 130.
kesimpulan. Teknik analisis interaktif ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif filosofis mengenai konsep dasar tujuan, kurikulum dan metode pendidikan Islam.

Pembahasan
A. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan penciptaan manusia adalah beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan Islam adalah membentuk umat yang mengikuti hukum dan nilai-nilai agama Islam.
Dasar dari upaya membentuk kepribadian utama ini adalah Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Puncak tujuan dari Pendidikan Islam adalah sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Ali
Imran : 102 :
‫َٰٓيَأ ُّي َه ا ٱَّل يَن َء اَم ُن و۟ا ٱَّتُق و۟ا ٱلَّل َه َح َّق ُتَق ا ۦ َو اَل َت ُم وُت َّن اَّل َو َأ نُت م ُّم ْس ُم وَن‬
‫ِل‬ ‫ِإ‬ ‫ِتِه‬ ‫ِذ‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Meninggal dalam keadaan menyerahkan diri kepada Allah sebagai seorang muslim merupakan
puncak dari takwa dan akhir dari perjalanan hidup. Ini dapat dianggap sebagai tujuan akhir
pendidikan Islam.
Dalam pandangan Islam, nilai-nilai ukhrawi (nilai yang berkaitan dengan akhirat)
memiliki peran penting. Dengan berbuat baik di dunia, manusia dapat mencapai kebahagiaan di
akhirat. Ukhrawi adalah tujuan akhir bagi setiap muslim, dan tujuan ini memberi warna dan
semangat pada perilaku sehari-hari yang tak terpisahkan dari nilai-nilai agama 4.
Pendidikan Islam memiliki dua tugas utama: pertama, menginternalisasi nilai-nilai Islam
dalam diri individu; kedua, mengembangkan kemampuan anak didik untuk mengamalkan nilai-
nilai tersebut secara dinamis dan fleksibel, dengan memperhatikan batasan-batasan yang
diwahyukan oleh Allah. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mampu membentuk
kematangan beriman dan bertakwa pada anak didik, sehingga mereka dapat mengaplikasikan
hasil pendidikan Islam dengan baik.
Namun, sebelum mencapai tujuan akhir ini, ada beberapa tahapan yang harus dilalui,
termasuk tujuan umum dan tujuan khusus dalam pendidikan Islam.
a. Tujuan Umum Pendidikan Islam
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan pengajaran, atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang
meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan5.
Untuk mengetahui bagaimana wujud tujuan umum pendidikan Islam yang dimaksud,
maka penulis mengutip beberapa pendapat dari para ahli dalam bidang ini sebagai berikut: 1)
Al-Saibani menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam yaitu: Tujuan yang berkaitan dengan
individu mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani,dan
kamampuan-kemanpuan, yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan akhirat dan tujuan yang
berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam
masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. Begitu
4
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 122.
5
Zakia Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 30.
pula tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai
seni, sebahgai profesi, dsan sebagai kegiatan masyarakat. 2) Al-Abrasyi merinci tujuan umum
pendidikan Islam yaitu: Pembinaan akhlakul, menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan
di akhirat, penguasaan ilmu, dan keterampilan bekerja dalam masyarakat. 3) Bagi Asma Hasan
Fahmi mengemukakan tujuan umum pendidikan Islam yaitu: Tujuan keagamaan, tujuan
pengembangan akal, akhlak, tujuan pengajaran kebudayaan, dan tujuan pembinaan kepribadian.
4) Munir Mursi sendiri menjabarkan pendidikan Islam yaitu: Bahagia di dunia dan di akhirat,
menghambakan diri kepada Allah SWT, dan memperkuat ikatan keIslaman dan melayani
kepentingan ummat Islam6.
Dari beberapa uraian di atas jelas bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah apa yang
hendak dicapai oleh upaya pendidikan Islam itu, menyentu secara umum kebutuhan manusia
akan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Singkatnya adalah menumbuhkan
semangat agama dan akhlak untuk mencapai kebutuhan hidup di dunia dan membentuk
manusia yang beribadah kepada Allah SWT.
b. Tujuan Khusus Pendidikan Islam
Tujuan khusus pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah transformasi yang
diharapkan melalui proses pendidikan Islam. Hal ini terkait erat dengan pembentukan individu
yang taat pada ajaran agama serta perkembangan moral dan spiritual dalam diri setiap individu.
Al-Aynani menjelaskan tujuan khusus pendidikan Islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat
dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi, dan lain-lain yang ada di tempat itu 7.
Capaian terakhir dari pendidikan Islam adalah mencapai keberhasilan yang sama dengan
tujuan hidup umat Islam itu sendiri. Ini berarti menciptakan kepribadian utama atau karakter
seorang Muslim yang mampu meraih kesejahteraan, kebahagiaan, dan keselamatan baik di dunia
maupun di akhirat. Hal ini melibatkan implementasi nilai-nilai ke-Islaman dalam pembentukan
individu yang saleh dan produktif serta membentuk pribadi yang sesuai dengan fitrahnya, baik
secara spiritual maupun fisik. Selain itu, tujuan ini juga termasuk pengembangan kemampuan
intelektual yang bebas, sehingga individu dapat memenuhi perannya sebagai khalifah di bumi
ini, sambil tetap beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

B. KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


Berdasarkan etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang berarti jarak yang ditempuh oleh pelari 8. Pada mulanya istilah ini
digunakan dalam dunia olah raga yang berarti a little race course yang artinya suatu jarak yang
harus ditempuh dalam pertandingan olah raga9. Pengertian ini sesuai konteks dalam dunia
pendidikan, memberinya pengertian sebagai circle of instruction yaitu lingkaran pengajaran
dimana guru dan mood (suasana hati) terlibat di dalamnya. Sementara pendapat lain menyatakan
bahwa kurikulum adalah arena pertandingan, tempat pelajaran bertanding untuk menguasai
pelajaran guna mencapai garis finish berupa ijazah, diploma atau gelar kesarjanaan 10”.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Cet. VI; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h.
49.
7
Ibid, h. 50.
8
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991, h. 9
9
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008, h. 150
10
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Quantum
Sedangkan menurut istilah lughawiyah dalam bahasa arab, kata kurikulum biasa
diartikan/disamakan dengan kata “manhaj” yang bermakna jalan yang dilalui oleh manusia pada
berbagai bidang kehidupan. Dalam ranah pendidikan, kata manhaj kemudian disamakan
dengan kata kurikulum. Sedangkan arti “manhaj” dalam pendidikan islam sebagaimana
yang terdapat dalam kamus al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan tertulis yang dijadikan
rujukan bagi institusi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tertentu11. Istilah
Manhaj merupakan istilah kurikulum yang dikenal pendidikan Islam yang berarti sebagai jalan
yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sementara
berdasarkan terminologi, banyak ahli mendefinisikan kurikulum sebagai berikut:
a. Abudin Nata yang dikutip dari Crow dan Crow memberi definisi bahwa kurikulum
adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang di susun secara
sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah12.
b. M. Arifin melihat kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam
proses kependidikan dalam suatu system institusional pendidikan13.
c. Zakiah Daradjat dalam memberikan definisi kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu14.
d. Sementara Ramayulis yang dikutip dari Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir
Kamil melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial,
olah raga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi peserta didiknya di dalam
maupun di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam
segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan15.
Berdasarkan pada deskripsi di atas, dapat ditarik benah merah bahwa kurikulum
pendidikan merupakan sebuah rancangan kegiatan belajar yang disusun secara sistematis
komprehensif yang terdiri dari materi pendidikan, metode mengajar belajar, media yang
digunakan dalam pembelajaran, dan hal-hal lain yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan16.
Pendidikan Islam sering kali dimaknai sebagai bimbingan yang dilakukan secara sadar
dan berdasar pada nilai agama Islam untuk mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta
didik sampai pada titik kesempurnaannya (insan kamil)17.
Apabila dikaitkan dengan hakikat pendidikan Islam, tentunya kurikulum tersebut harus
bisa menyatu dengan ajaran agama Islam. Hal ini berarti bahwa tujuan yang ditetapkan harus
memperhatikan kaidah, norma, aturan dan nilai yang ada dalam al-Quran dan As-Sunah.
Apabila merumuskan/menentukan tujuan dalam kurikulum pendidikan, maka ukuran

Teaching, 2002, h. 55
11
Firman Sidik, “Hakikat Kurikulum Dan Materi Dalam Pendidikan Islam,” Al Ilmi : Jurnal Pendidikan Islam 3,
no. 2 (2020): 125–35
12
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 123
13
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 183
14
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, h. 121
15
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
16
Yudi Candra Hermawan, Wikanti Iffah Juliani, and Hendro Widodo, “Konsep Kurikulum Dan
Kurikulum Pendidikan Islam,” Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam 10, no. 1 (2020):
34, https://doi.org/10.22373/jm.v10i1.4720
17
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994).
kebenaran harus menggunakan parameter kebenaran Islam. Demikian pula halnya dengan isi
kurikulum, metode dan evaluasi, harus berpondasi pada sumber ajaran dan nilai - nilai Islami.
Lebih lanjut, kurikulum pendidikan Islam, tidak hanya menempatkan peserta didik sebagai
objek pendidikan, melainkan juga sebagai subjek yang sedang mengembangkan diri menuju
kedewasaan sesuai dengan konsepsi Islam18.
a. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Proses mendesain dan merancang suatu kurikulum membutuhkan sebuah dasar yang
kokoh. Dasar tersebut pada gilirannya akan menjadi poros bertahannya sebuah kurikulum.
Secara spesifik Nasution menyebutkan bahwa dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam
setidaknya harus berdasar pada empat asas, yakni asas filosofis, sosiologis, organisatoris dan
psikologis. Asas filosofis memiliki peran esensial sebagai penentu arah tujuan pendidikan yang
akan dilakukan. Selanjutnya asas sosiologis, asas ini memiliki peran memberikan gambaran
pada apa saja yang akan dipelajari dalam pendidikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat,
kehidupan sosial sampai pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun asas
organisatoris berperan menata dan mengorganisasi materi – materi yang diajarkan dalam proses
pendidikan. Adapun asas psikologis berperan mengejawantahkan berbagai prinsip – prinsip
tentang perkembangan kejiwaan peserta didik beserta menentukan materi pelajaran yang
disesuaikan dengan perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek19.
Dalam posisi yang sama, Asy Syaibani menambahkan dasar religi menjadi dasar yang
harus dipegang teguh dalam penyusunan kurikulum. Dasar religi berperan menjaga segala
proses dan komponen pendidikan tidak menyimpang dari ajaran dan nilai agama Islam yang
tertuang dalam Al-Quran maupun As-sunnah. Pendapat ini berangkat dari sabda Nabi SAW :

‫َو ُس َّن َة‬ ‫ َت اَب‬: ‫َت َر ْك ُت ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي َل ْن َت ُّل ْو ا َم اَت َم َّس ْك ُت ْم َم ا‬


‫ِب ِه ِك ِهللا‬ ‫ِض‬ ‫ِن‬ ‫ِف‬
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya,
(yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-
Albany dalam Al-Misykah).

Selanjutnya Ahmad taufik mengemukakan bahwa empat asas tersebut wajib diperhatikan
dalam penyusunan kurikulum. Asas filsafat berperan membawa kurikulum pada orientasi yang
tepat, Asas sosiologi berperan untuk mendesain materi sesuai dengan kebutuhan sosial
masyarakat yang mencakup juga kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan teknologi, Asas
organisatoris berperan untuk membentuk kurikulum menjadi sebuah kesatuan yang
terorganisasi, sedangkan asas psikologi berperan menyesuaikan materi yang ada pada kurikulum
relevan dengan perkembangan psikologi peserta didik

b. Prinsip – Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam

Selain memiliki dasar - dasar sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan


Islam memiliki prinsip yang wajib dipegang teguh. Prinsip dalam tulisan ini diartikan sebagai
suatu pernyataan atau pandangan fundamental/ kebenaran umum maupun individual yang

18
Yunus and Kosmajadi, Filsafat Pendidikan Islam (Majalengka: Unit Penerbitan Universitas Majalengka, 2015).
hlm. 157
19
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 177
dijadikan sebagai pijakan untuk bertingkah-laku. Dalam hal ini kurikulum pendidikan Islam
memiliki setidaknya tujuh prinsip yaitu: Pertama, prinsip integrasi dengan agama. Hal ini
bermakna bahwa setiap komponen yang ada dalam kurikulum harus terintegrasi dengan nilai –
nilai ajaran agama Islam. Dalam tataran teoritis, prinsip ini mendudukkan keillmuan, keislam
dan kemajuan peradaban dalam posisi yang proporsional 20. Kedua, prinsip universal. Prinsip ini
mencakup pada tujuan kurikulum beserta dengan komponen- komponennya. Prinsip ini
memiliki makna bahwa tujuan dan komponen pada kurikulum harus mampu diterima oleh
individu dan sosial. Begitu pula mencakup tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat dalam hal
spiritual, kebudayaan, sosial ekonomi, politik baik dalam dataran teoritis maupun praktis.
Ketiga, Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan
dengan cakupan materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Keseimbangan ini termasuk
dalam materi yang berorientasi pada dunia dan akhirat, tanpa mengesampikan salah satunya.
Keempat, prinsip keterkaitan. Prinsip ini berkenaan dengan kurikulum beserta dengan
komponennya harus berkaitan dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik
dan kebetuhannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dengan prinsip ini kurikulum
pendidikan Islam berkehendak menjaga keaslian peserta didik yang bisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu dan sosial masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Jean Peaget tentang
pendidikan, ia mengatakan bahwa pindidikan harus diindividulisasikan dengan menyadari
perbedaan kemampuan antar individu dengan individu yang lain, konsekuensinya materi
pendidikan harus memperhatikan perbedaan peserta didik.
Kelima, prinsip fleksibelitas. Maksudnya adalah kurikulum pendidikan Islam harus
dirancang dan dikembangkan berdasakan prinsip dinamis dan up to date terhadap pekembangan
sosial budaya dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara. Keenam, prinsip memerhatikan
perbedaan individu. Prinsip ini bermakna bahwa kurikulum pendidikan Islam harus memiliki
relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakatnya. Peserta didik dipahami sebagai
pribadi yang unik dengan berbagai keadaan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang
beraneka ragam, maka penyusunan kurikulum pendidikan Islam haruslah memperhatikan
keberagamaan latar belakang tersebut demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Ketujuh,
prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum
pendidikan Islam. Petautan ini menjadi urgen dalam rangka memaksimalkan peran kurikulum
sebagai sebuah program dengan tujuan tercapainya manusia yang berakhlak

1. Komponen Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum dalam pendidikan merupakan kumpulan perencanaan sekaligus juga sebagai


alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki bagian bagian penting dan
penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian-bagian ini disebut komponen
yang saling berkaitan satu sama lain, berinteraksi dalam upaya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum setidaknya memiliki empat komponen pokok yaitu: tujuan, isi, metode
dan evaluasi. Dalam literatur yang lain disebutkan juga media dan proses pembelajaran sebagai
sebuat komponen dari kurikulum21. Beberapa komponen tersebut dapat dideskripsikan sebagai
20
Luthfi Hadi Aminuddin, “Integrasi Ilmu Dan Agama: Studi Atas Paradigma Integratif-Interkonektif,”
Kodifikasia 4, no. 1 (2010): 181–214.
21
Nurmadiah Nurmadiah, “Kurikulum Pendidikan Agama Islam,” Al-Afkar : Jurnal Keislaman & Peradaban 2,
no. 2 (2016).
berikut:
Pertama, kurikulum berisi tujuan. Komponen tujuan ini berisi sejumlah kompetensi yang
harus dicapai oleh peserta didik. Kompetensi yang dimaksud dapat berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki siswa. Kedua, kurikulum berisi materi.
Materi merupakan kumpulan bahan yang dibutuhkan siswa selama proses belajar yang mereka
jalani untuk membantu siswa meraih tujuan kurikulum yang telah ditetantukan. Ketiga,
kurikulum berisi metode pembelajaran. Sebagai sebuah rancangan pembelajaran, kurikulum
harus menyediakan cara dan strategi yang dapat digunakan oleh guru dalam mentransformasikan
materi kepada peserta didik. Keempat, kurikulum berisi evaluasi. Komponen ini menyediakan
panduan untuk memberi penilaian pada proses pembelajaran yang berlangsung. Kelima,
kurikulum berisis media penunjang. Dalam kapasitasnya sebagai kerangka pembelajaran,
kurikulum juga memiliki komponen media yang dapat digunakan sebagai sarana transfer
pengetahuan baru.
Pada posisi yang sama, Hasan mengemukakan empat komponen pokok yang saling
berkaitan dalam kurikulum, yakni (1) tujuan-tujuan yang hendak diwujudkan dan dicapai oleh
pendidikan. (2) Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, ide-ide, aktifitas-aktifitas dan
pengalaman-pengalaman yang akan diajarkan dalam proses pendidikan. (3) Metode dan cara
yang dapat dipakai oleh guru-guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan. (4) Metode dan cara
penilaian (evaluasi) yang digunakan dalam mengukur capaian proses pendidikan22.

2. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam

Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah gambaran atau


manifestasi dari nilai dan ajaran agama Islam yang nampak dalam kegiatan pendidikan, baik
secara teoritis maupun praktis. Dalam ranah ini, karakteristik tersebut sangat erat kaitannya
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang terdapat dalam al quran dan al hadis. Konsep inilah
yang memberikan batasan dan perbedaan antara kurikulum pendidikan umum dengan kurikulum
pendidikan Islam. Selanjutnya, untuk mempermudah memahami karateristik tersebut, Al-
Syaibany menjabarkannya dalam beberapa point sebagai berikut23 :
a. Kurikulum mengutamakan atau memprioritaskan agama dan akhlak dalam berbagai
komponennya, seperti tujuan, materi, metode, sampai pada tekniknya evaluasinya.
b. Kurikulum pendidikan Islam memliliki cakupan yang luas yang menyentuh segala aspek
yang dimiliki oleh pesrta didik. Aspek tersebut mencakup aspek spriritual, intelektual,
psikologi, dan sosial. Lebih khusus, termasuk juga ranah afektif, kognitif dan
psikomotorik yang dimiliki oleh peserta didik.
c. Menyajikan materi yang memadukan antara keilmuan dan keislaman yang tercerminkan
dalam semua kegiatan pendidikan.
d. Bersifat komprehensif dalam menyusun materi yang akan diajarkan ke peserta didik
sesuai dengan kebutuhan mereka.
e. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat, bakat, keperluan dan
22
Muhammad Roihan Alhaddad, “Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam,” Raudhah Proud To Be Professionals :
Jurnal Tarbiyah Islamiyah 3, no. 1 (2018): 57–66.
23
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru) (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005).
perbedaan individual antara siswa. Disamping itu juga dikaitkan dengan alam sekitar,
budaya dan sosial di mana kurikulum itu dilaksanakan.

3. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam

Orientasi mendasar dari pendidikan Islam adalah untuk memberikan anak-anak dengan
bimbingan positif yang akan membantu mereka untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang baik
yang akan menjalani kehidupan yang bahagia dan berbuah di dunia ini dan bercita-cita untuk
mencapai pahala orang beriman di dunia yang akan datang..
Pendidikan Islam, seperti halnya ajaran agama itu sendiri, tidak pernah bisa menjadi
urusan individu semata. Hal ini karena perkembangan individu tidak dapat terjadi tanpa
memperhatikan interaksi dengan kehidupan sosialnya. Dengan demikian, pendidikan Islam
dapat berorientasi menjadi kendaraan untuk melestarikan, memperluas, dan mentransmisikan
warisan budaya dan nilai-nilai tradisional suatu komunitas atau masyarakat, tetapi juga dapat
menjadi alat untuk perubahan dan inovasi sosial. Agama harus menjadi jantung dari semua
pendidikan, bertindak sebagai perekat yang menyatukan seluruh komponen kurikulum menjadi
satu kesatuan yang utuh24. Lebih spesifik lagi, orientasi kurikulum pendidikan Islam dapat
dilihat dalam uraian di bawah ini :
a. Orientasi Pelestarian Nilai
Islam memandang nilai menjadi dua, nilai ilahiyah dan nilai insaniyah. Nilai ilahiyah
adalah nilai yang diturunkan oleh Allah melalui perantara Al quran dan sunah. Sedangkan nilai
insaniyah merupakan nilai yang terbentuk melalui perkembangan peradaban manusia. Keduanya
selanjutnya mengkonstruksi aturan, norma, dan kaidah yang dapat dijadikan pegangan hidup
manusia. Dalam konteks ini, kurikulum berkewajiban membuat ekosistem yang mendukung
pada pelestarian kedua nilai tersebut. Dapat dikatakan pula, dalam hal ini kurikulum sebagai alat
untuk tercapainya “ agent of conservatives.”

b. Orientasi pada peserta didik

Peserta didik adalah makhluk yang memiliki berbagai macam kelebihan, kekurangan
beserta dengan kebutuhannya. Orientasi ini memberikan petunjuk bagaimana menyusun
kurikulum yang dapat meningkatkan kelebihan peserta didik, mampu menutup kekurangannya
sampai pada pemenuhan kebutuhannya. Orientasi ini selanjutnya diarahkan kepada tiga dimensi,
yaitu: 1) Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga martabat
melalui tingkah laku, etika dan moral. 2) Dimensi produktivitas, dimensi ini mengarahkan pada
apa yang dapat dihasilkan oleh peserta didik setelah mereka menyelesaikan masa
pendidikannya. 3) Dimensi kreativitas, dimensi ini menyangkut bagaimana peserta didik
meningkatkan kemampuan berfikir dan kemampuan menciptakan sesuatu.
c. Orientasi pada Sosial Demand
Selain berstatus sebagai makhluk individu, peserta didik juga menyandang status sebagai
makhluk sosial yang hidup di tengah peradaban masyarakat tertentu. Lebih lanjut mereka
berperan menjadi aktor perubahan yang dialami oleh masyarakat tersebut. Masyarakat yang
maju dapat dilihat melalui seberapa kaya peradaban yang mereka miliki yang sejalan dengan
24
J. Mark Halstead, “An Islamic Concept of Education,” Comparative Education 40, no. 4 (2004): 517–29,
https://doi.org/10.1080/0305006042000284510.
perkembangan zaman dan seberapa harmonis kerukunan antar anggota masyarakatnya. Dalam
konteks ini kurikulum seharusnya berorientasi pada pembentukan masyarakat yang maju. Di
satu sisi, mampu menjawab kebutuhan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
sisi yang lain mampu membentuk masyarakat yang rukun dan harmonis.
C. METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos. Metha artinya melalui
atau melewati, sedang- kan hodos berarti jalan atau cara”25. Jadi metode berarti arti jalan atau
cara yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum metode
juga di- artikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Cara itu mungkin baik atau tidak baik, sebab
baik tidak baiknya suatu metode tergantung kepada banyak fak- tor. Faktor tersebut dapat
berupa situasi dan kondisi atau kurangnya pemahaman pemakai metode dalam mempergunakan
metode yang ada. Jadi, metode adalah beberapa cara yang harus dikerjakan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu
Tujuan mempergunakan suatu metode pendidikan adalah untuk memperoleh efektifitas
dari metode tersebut. Efektifitas tersebut dapat diketahui dari adanya kemahiran pendidik di
satu pihak dalam memakainya serta timbulnya minat dan perhatian dari peserta didik di pihak
lain dalam pembelajaran. Oleh karena itu, semua aspek yang ada dalam kegiatan pendidikan
perlu dikembangkan, baik dilihat dari sudut peserta didik, maupun dari pihak pendidik.
Metode yang dikenal secara umum dalam dunia pendidikan adalah metode ceramah,
tanya jawab, diskusi, eksperimen, pemberian tugas, demonstrasi, sosiodrama, kerja kelompok,
simulasi, karya wisata dan lain-lain. Al-Quran banyak mengemukakan prinsip-prinsip metode
Pendidikan Islam yang secara umum terdapat dalam firman Allah SWT Q.S. An-Nahl ayat 125 :
‫ُأ ْد ُع ِا ٰل ى َس ْي َر َك اْل ِح ْك َم ِة َو اَمْلْو ِع َظ ِة اْل َح َس َن ِة َو َج اِد ْل ُه ْم اَّل ْي َي َا ْح َس ُۗن ِا َّن َر َّب َك ُه َو َا ْع َل ُم‬
‫ِب ِت ِه‬ ‫ِب ِل ِّب ِب‬
‫َل‬ ‫َا‬
‫َم ْن َض َّل َع ْن َس ْي َو ُه َو ْع ُم اُمْلْه َت ْي َن‬
‫ِب ِد‬ ‫ِب ِل ٖه‬ ‫ِب‬
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan cara bijaksana dan pengajaran yang baik, serta
berdebatlah dengan mereka secara baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-
orang yang sesat dari jalannya dan orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Ada tiga prinsip umum metode Pendidikan Islam yang terdapat pada ayat di atas, yaitu: (1) Al-
Hikmah, (2) Al-Mau’izhah Al-Hasanah, dan (3) Al-Mujadalah. Al-Quran menuntut agar
pendidikan dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan, menjunjung tinggi harkat kemanusian
serta memperhatikan kemungkinan perbedaan peserta didik dengan penuh lemah lembut dan
kasih sayang. Penerapan metode pendidik Dalam Alk uran banyak ditemukan ayat yang menjadi
prinsip pelaksanaan metode ceramah dan cerita, di antaranya adalah firman Allah QS Yusuf ayat
2-3 “ Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran dengan berbahasa Arab, mudah-mudahan
kamu memikirkannya. Kami ceritakan kepadamu sebaik- baiknya cerita dengan perantaraanan
dilaksanakan secara bertahap, sebagaimana dikemukakan I.L. Pasaribu, yaitu” disesuaikan
dengan tingkat kemampuan peserta didik, mulai dari yang mudah kepada yang sulit”26. Berikut
adalah hasil temuan Metode dalam Pendidikan Islam:
1. Metode Ceramah dan Cerita
25
Arifin. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara. h. 21
26
Pasaribu, I.L. 1987. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Transsito. h. 43
Metode ceramah adalah “suatu cara penyajian atau penyampaian bahan pelajaran melalui
penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap anak didiknya. Dalam memperjelas
penuturannya atau penyajiannya, guru dapat mempergunakan alat bantu, seperti benda,
gambar, angket, peta, dan sebagainya”27. Metode ceramah dalam Pendidikan Islam sudah
dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam penyampaian pelajarannya, beliau banyak
memper- gunakan metode ceramah dari pada metode lain. Metode ini biasanya sejalan dengan
metode cerita, yaitu penyampaian bahan pelajaran dengan menguraikan kembali cerita atau
kisah-kisah sejarah yang mengandung hikmah dengan tujuan untuk memantapkan pelajaran
yang disampaikan kepada peserta didiknya. Dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat yang
menjadi prinsip pelaksanaan metode ceramah dan cerita, di antaranya adalah firman
Allah QS Yusuf ayat 2-3
‫َم ٓا َا ْو َح ْي َن ٓا َل ْي َك‬ ‫ َن ْح ُن َنُق ُّص َع َل ْي َك َا ْح َس َن اْل َق َص‬# ‫ِا َّن ٓا َا ْن َز ْل ٰنُه ُق ْر ٰا ًن ا َع َر ًّي ا َّل َع َّلُك ْم َت ْع ُل ْو َن‬
‫ِا‬ ‫ِص ِب‬ ‫ِق‬ ‫ِب‬
‫ٰغ‬ ‫ْل‬
‫ْن ْب َن ا ْي َن‬ ‫َق‬ ‫ْنَت‬ ‫ٰه َذ ْل ُق ْر ٰا َۖن َو ْن ُك‬
‫ِف ِل‬ ‫ِم ِل ٖه ِمَل‬ ‫ِا‬ ‫اا‬
“ Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran dengan berbahasa Arab, mudah-mudahan
kamu memikirkannya. Kami ceritakan kepadamu sebaik- baiknya cerita dengan
perantaraan Al-Quran yang Kami wahyukan kepadamu, sesungguhnya engkau dahulu
termasuk orang-orang yang tidak mengetahui. ( QS. 12 :2-3)
2. Metode Diskusi

Metode diskusi dalam Pendidikan Islam adalah suatu cara penyajian atau penyampaian
bahan pelajaran, di mana guru memberikan kesempatan kepada peserta didik atau kelompok
untuk mengadakan pembicaraaan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Metode diskusi sangat baik
dipakai dalam pembelajaran, karena dalam metode diskusi dapat diselesaikan berbagai masalah
yang berhubungan dengan bahan pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Metode diskusi juga
mem- berikan kesempatan berfikir atau me- ngeluarkan pendapat bagi peserta didik serta dalam
mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya dari suatu permasalahan yang ada.
Di dalam Al-Quran juga banyak terdapat prinsip metode diskusi di antaranya adalah
firman Allah terdapat dalam Al-Quran surat An-Nahl, ayat 125 “Serulah manusia ke jalan
tuhanmu dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, serta berdebatlah dengan mereka
secara baik pula. sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari
jalan-Nya dan orang- orang yang mendapat petunjuk.(QS An Nahl/16: 125).
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa metode diskusi (al mujadalah) diakui sebagai
salah satu satu cara untuk dapat mengajak seseorang kepada jalan Allah SWT. Mujadalah yang
maksud dalam ayat tersebut, bukan hanya sekedar berdebat dan berbantah-bantahan tentang
suatu pendapat, namun lebih jauh dari itu untuk saling bertukar pikiran atau ide tentang suatu
hal yang masih diragukan. Oleh karena itu, me- tode diskusi yang benar menurut prinsip Al-
Quran tersebut adalah diskusi yang dilaksanakan dengan baik-baik dan bukan didasari atas
kepentingan pribadi dan hawa nafsu.
3. Metode Tanya Jawab

27
Ruslan Latif. 1985. Cara Belajar Siswa Aktif. Padang: fakultas Tarbiyan IAIN Imam Bonjol. h. 16
Metode tanya jawab adalah “suatu metode mengajar di mana guru mengajukan
pertanyaan kepada murid tentang pelajaran atau bacaan yang telah mereka baca sambil
memperhatikan proses berfikir di antara mereka”. Metode ini sudah lama dipakai dalam dunia
pendidikan. Dalam Pendidikan Islam, metode ini juga sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad
SAW. dan tetap berkembang sampai sekarang.
Di dalam Al-Quran juga banyak terdapat dialog dan tanya jawab tentang berbagai
persoalan, baik dialog yang terjadi antara Allah dan Malaikat, atau dialog para nabi dan
kaumnya. Salah satu contoh tanyajawab yang terdapat dalam Al-Quran adalah sebagaimana
yang digariskan dalam firman Allah SWT surat Al-Baqarah/2:30
‫َو ْذ َق اَل َر ُّب َك ْل َم ٰۤل َك ِا ْي َج ا ٌل ى اَاْل ْر َخ ْي َف ًۗة َق اُل ْٓو ا َا َت ْج َع ُل ْيَه ا َم ْن ُّي ْف ُد ْيَه ا َو َي ْس ُك‬
‫ِف‬ ‫ِس ِف‬ ‫ِف‬ ‫ِض ِل‬ ‫ِل ِٕى ِة ِّن ِع ِف‬ ‫ِا‬
‫ال َم ۤا َۚء َو َن ْح ُن ُن َس ُح َح ْم َك َو ُنَق ُس َلَۗك َق اَل ْٓي َا ْع َل ُم َم ا اَل َت ْع َل ُم ْو َن‬
‫ِا ِّن‬ ‫ِّد‬ ‫ِّب ِب ِد‬ ‫ِّد‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada mailakat: sesungguhnya Aku akan menjadikan
seorang khalifah di muka bumi (Adam). Maka jawab mereka: adakah patut engkau jadikan
seseorang yang akan berbuat bencana dan menumpahkan darah di atas muka bumi. Sedangkan
kami tasbih memuji Engkau dan mensucikan engkau? Allah berfirman : sesungguhnya Aku
mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2 : 30)
Pada tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa ayat ini berisi tentang penyampaian keputusan Allah
kepada para malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada
mereka penting karena malaikat akan dibebani sekian tugas yang menyangkut manusia. Ada
yang bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang betugas memeliharanya, ada yang
membimbingnya dan sebagainya. Penyampaian itu juga kelak ketika di ketahui manusia akan
mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugerah-Nya yang tersimpul dalam dialog Allah
dengan para malaikat “sesungguhnya Aku akan menciptakan khalifah di dunia”. Mendengar
rencana tersebut, para malaikat bertanya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka menduga
bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan ini mungkin berdasarkan
pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang berlaku demikian
atau bisa juga berdasarkan asumsi bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan
malaikat, pasti makluk itu berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih dan mensucikan Allah
SWT.

4. Metode Praktek

Metode praktek adalah suatu cara mengajar dengan mempraktekkan segala ilmu
pengetahuan yang telah diajarkan oleh guru kepada peserta didik. Pembentukan akhlak dan
pembinaan kepribadian seseorang tidaklah cukup dengan sekedar nasehat atau pelajaran yang
diberikan secara lisan maupun tulisan.
Islam mengajarkan keimanan dan tauhid kepada manusia serta cara mensyukuri nikmat
yang diberikan oleh Allah. Keimanan dan segala penge- tahuan yang diberikan Allah tersebut
harus diamalkan dalam kehidupan se- hari-hari. Demikian juga tentang pe- rintah salat yang
digariskan Allah dalam Alquran, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah surat Al-
Ankabut ayat 45
‫ْل َش ۤا ُمْل َك‬ ‫ٰل َة َت‬ ‫ٰل َۗة‬ ‫َا‬ ‫ْل‬ ‫َل‬ ‫ُا‬ ‫ُا ْت‬
. . . ‫ُل َم ٓا ْو ِح َي ِا ْي َك ِم َن ا ِك ٰت ِب َو ِق ِم الَّص و ِا َّن الَّص و ْن ٰه ى َع ِن ا َف ْح ِء َو ا ْن ِۗر‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab, dan didirikanlah salat.
Seungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. . . .( QS. 29 : 45)
Banyak pendapat ulama tentang pengaitan ayat ini dengan fenomena yang terlihat dalam
masyarakat. Ada yang memahaminya dalam pengertian harfiah. Mereka berkata sebenarnya
salat memang mencegah dari kekejian. Kalau masih ada yang melakukannya maka hendaklah
diketahui bahwa kemung- karan yang dilakukan dapat lebih banyak daripada apa yang terlihat
atau yang diketahui itu.
Thabathaba’i ketika menasirkan ayat ini menggarisbawahi bahwa pe- rintah
melaksanakan salat pada ayat ini dinyatakan sebabnya, yaitu karena “shalat melarang/mencegah
kemungkaran atau kekejian”. Ini berarti salat adalah amal ibadah yang pelaksanaannya
membuahkan sifat keruhanian dalam diri manusia yang menjadikannya tercegah dari perbuatan
keji dan mungkar.
5. Metode Ganjaran dan Hukuman

Istilah ganjaran dalam Al-Quran menunjukkan apa yang diperbuat oleh seseorang dalam
kehidupannya atau di akhirat kelak, karena amal perbuatannya yang baik. Ganjaran adalah
tindakan yang menyenangkan yang diberikan oleh pendidik yang mempunyai prestasi, kerajinan
dan tingkah laku yang baik. Tindakan pendidik tersebut dapat menimbulkan keinginan anak lain
untuk mencontohnya.
Sedangkan hukuman dalam pendidikan adalah tindakan yang dijatuhkan kepada peserta
didik secara sadar dan sengaja, sehingga menimbulkan nestapa. Hal yang demikian membuat si
anak menjadi sadar terhadap perbuatannya dan berjanji dalam hatinya tidak akan mengulangi
perbuatannya yang salah.
Hukuman dalam pendidikan merupakan tindakan terakhir yang diberikan kepada peserta
didik setelah peringatan dan nasehat tidak mempan lagi untuk memperbaiki sikap dan tingkah
laku peserta didik. Karena hukuman kadang kala dapat menimbulkan perasaan tidak senang dari
peserta didik, bahkan dapat menimbulkan sikap perlawanan dari peserta didik.
Al-Quran sebagai dasar Pendidikan Islam juga banyak mengemukakan prinsip-prinsip
ganjaran dan hukuman dalam Pendidikan Islam. Di antaranya terdapat dalam firman Allah QS :
6: 160
‫َو َم ْن َج ۤا َء الَّس َئ َف اَل ُيْج ٰٓز ى اَّل ْث َل َه ا َو ُه ْم اَل ُي ْظَل ُم ْو َن‬ ‫َم ْن َج ۤا َء ْل َح َس َن َف َل ٗه َع ْش ُر َا ْم َث َه ۚا‬
‫ِا ِم‬ ‫ِب ِّي ِة‬ ‫اِل‬ ‫ِة‬ ‫ِب ا‬
“Siapa yang datang dengan membawa satu kebaikan, maka baginya pahala sepuluh kali lipat.
Dan siapa yang datang dengan membawa satu kejahatan, maka tiadalah ia dibatasi melainkan
dengan yang seperti itu pula, sedangkan mereka itu tiada teraniaya. (QS: 6: 160)
Metode ganjaran dan hukuman dipergunakan sebagai salah satu cara untuk mendidik dan
mencapai tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk manusia yang beriman kepada Allah,
beramal shaleh, berakhlak baik dan mulia. Salah satu bentuk penggunaan ganjaran dalam
pendidikan adalah memuji anak yang dapat menjawab pertanyaan guru dengan baik, maka anak
tersebut akan merasa senang dan bergairah serta semakin bersemangat mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh guru. Contoh pemberian hukuman dalam Pendidikan Islam dapat dilihat dari
hadis Nabi Muhammad SAW. “dari Amr bin syu’aib dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: suruhlah anak-anakmu mengerjakan salat pada usia tujuh tahun,
dan pukulkah mereka apabila melalaikannya pada usia sepuluh tahun, pisahkanlah mereka dari
tempat-tempat tidurmu. (HR. Abu Daud) (Authar, 1982: 282)
Hadits tersebut memberikan pemahaman bahwa hukuman termasuk metode dan alat
Pendidikan Islam. Namun dalam memberikan ganjaran dan hukuman kepada peserta didik tidak
boleh berlebihan, sehingga tidak sesuai lagi dengan maksud dan tujuan pendidikan Islam yang
sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai