Anda di halaman 1dari 15

Nama: Salma Zakiyah Nuri Diniah

NIM: 2305579
Kelas: 2E-PGSD

A. Karakteristik Pelajar Sekolah Dasar (Kelas 1,2 & 3)


Karakteristik siswa adalah salah satu variabel dalam domain desain
pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman
dimiliki oleh siswa termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka. Seperti
kemampuan umum, ekspektasi terhadap pembelajaran, dan ciri-ciri jasmani
serta emosional siswa, yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar
(Septiani & Afiani, 2020)
Karakteristik atau ciri khas yang terdapat pada siswa sekolah dasar baik
yang berkaitan dengan pertumbuhan maupun perkembangan sangat penting
diperhatikan mengingat pada anak usia sekolah dasar 6-12 tahun, anak banyak
mengalami perubahan baik fisik maupun mental sebagai hasil perpaduan faktor
internal maupun eksternal, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan
pergaulan dengan teman sebaya.
Pada masa usia sekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah di didik
daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto (dalam
Septiani & Afiani, 2020) dapat diperinci menjadi 2 fase, yaitu:
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 sampai 9 atau 10
tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah:
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan
jasmani dengan prestasi sekolah.
b. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan
permainan yang tradisional.
c. Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
d. Suka membanding-bandingkan dirinya sebagai anak lain kalau hal itu
dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
e. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya
tidak penting.

1
f. Pada masa ini (terutama pada umur 6-8) anak menghendaki nilai (angka
rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas
diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai
kirakira 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara
lain:
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
b. Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata
pelajaran khusus.
d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang
dewasa lainnya.
e. Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk
dapat bermain bersama-sama. Didalam permainan ini biasanya anak tidak
lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat
peraturan sendiri.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat diketahui beberapa
karakteristik siswa sekolah dasar, yaitu: senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan/memperagakan
sesuatu secara langsung.
1. Karakteristik senang bermain. Karakteristik ini menuntut untuk
dilaksanakannya kegiatan pembelajaran yang bermuatan permainan lebih-
lebih untuk siswa kelas rendah.
2. Karakteristik senang bergerak. Oleh karena itu, perlu dirancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.
Karakteristik dari anak usia sekolah dasar adalah senang bekerja dalam
kelompok.
3. Karakteristik senang bekerja dalam kelompok. Ditinjau dari teori
perkembangan kognitif, anak sekolah dasar memasuki tahap operasional
konkrit.

2
4. Karakteristik senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu
secara langsung. Model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat
langsung dalam proses pembelajaran perlu diterapkan.
B. Keterampilan Abad 21
Pada kurikulum 2013 terdapat perubahan terutama pada
permendikbud nomor 20 tahun 2016. Perubahan tersebut adalah tentang
keterampilan yang sangat diperlukan oleh anak-anak bangsa. Oleh karena
itu diperlukan keterlibatan semua pihak terutama pihak sekolah
dalam menyiapkan anak-anak bangsa agar memiliki sejumlah keterampilan
yang diperlukan dalam kehidupan di abad 21 ini. Guna mempersiapkan pelajar
abad ke-21 untuk menjadi pelajar yang handal di masa depan, pendidik di
seluruh dunia mempromosikan beberapa keterampilan untuk menghadapi
tantangan perkembangan abad ke-21. Oleh karena itu, pelajar membutuhkan
keterampilan abad ke -21 yang disingkat sebagai 6C, sebagai berikut:
a. Communication (komunikasi)
Communication (komunikasi) adalah proses pertukaran bahasa yang
berlangsung dalam dunia manusia. Kemampuan komunikasi mencakup
keterampilan dalam menyampaikan pemikiran dengan jelas dan persuasif
secara oral maupun tertulis, kemampuan menyampaikan opini dengan kalimat
yang jelas, menyampaikan perintah dengan jelas, dan dapat memotivasi orang lain
melalui kemampuan berbicara (Septikasari, & Frasandy, 2018)
b. Collaborative (Kolaborasi)
“Collaborative is an adjective that implies working in a group of two
or more to achieve a common goal, while respecting each individual’s
contribution to the whole” (Septikasari, & Frasandy, 2018). Pembelajaran
kolaboratif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu
kelompok untuk membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran
bersama melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di dalam
maupun di luar kelas, sehingga terjadi pembelajaran yang penuh
makna dan siswa akan saling menghargai kontribusi semua anggota
kelompok.
c. Critical Thinking (Berfikir Kritis)

3
Berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah
(Septikasari, & Frasandy, 2018). Berpikir kritis secara esensial adalah proses
aktif dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara mendalam,
mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan informasi yang
relevan untuk diri sendiri daripada menerima berbagai hal dari orang lain.
d. Creativity (Kreativitas)
Kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam bidang
seni atau dalam persenian, atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan
metode-metode baru. Kretivitas anak dapat berkembang dengan baik jika
didukung oleh beberapa faktor: memberikan rangsangan yang baik, menciptakan
lingkungan yang kondusif, memberikan stimulasi yang tepat, peran orang tua
memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan aktivitas (Trisnawati, &
Sari, 2019)
e. Culture (Budaya)
Keterampilan budaya atau kewarganegaraan yang mengacu pada
kemampuan individu bersosialisasi dengan segala sesuatu di sekitar mereka,
mampu memahami dan menghargai dari mana mereka berasal, serta nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat (Milller & Fullan dalam Montessori,
Murwaningsih & Susilowati, 2023). Adapun kegiatan dalam mengimplementasi
keterampilan budaya ini adalah diskusi di dalam nya terdapat budaya kerjasama
menyelesaikan tugas, saling menghormati dan menghargai pendapat temannya.
f. Connectivity (Konektivitas)
Konektivitas atau Pendidikan karakter ini menekankan peserta didik untuk
menjalin koneksi atau hubungan dengan orang lain, bukan hanya sekedar
komunikasi. Namun juga memperbaiki dan mempertahankan kualitas hubungan
dengan orang lain. Selaras dengan pendapat Miller dan Fulan (Anugerahwati
dalam Montessori, Murwaningsih, & Susilowati, 2023) yang menjelaskan bahwa
keterampilan connectivity mengacu pada keterampilan yang harus di kembangkan
bagi siswa untuk dapat menjalin hubungan dengan teman-teman mereka maupun

4
orang lain di lingkungan sekitar, serta berkontribusi untuk mengembangkan dunia
yang lebih baik.
C. TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge)
Ada tiga komponen utama pengetahuan guru: konten, pedagogi, dan
teknologi. Yang tidak kalah penting dari model ini adalah interaksi di antara
komponen-komponen pengetahuan tersebut, yang direpresentasikan sebagai PCK
(pedagogical content knowledge), TCK (technological content knowledge), TPK
(technology pedagogical knowledge), dan TPACK (technology, pedagogy, and
content knowledge) (Koehler, Mishra, & Cain, 2013)
1. Content Knowledge (CK)
Pengetahuan konten adalah pengetahuan guru tentang materi pelajaran
yang akan dipelajari atau diajarkan. Pengetahuan ini mencakup konsep, teori, ide,
kerangka kerja organisasi, bukti, serta praktik-praktik yang telah mapan dan
pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan tersebut. Pengetahuan dan sifat
pertanyaan sangat berbeda antara bidang-bidang, dan para guru harus memiliki
pengetahuan yang lebih dalam tentang pengetahuan dasar dari disiplin ilmu yang
mereka ajarkan (Koehler, Mishra, & Cain, 2013)
2. Pedagogical Knowledge (PK)
Pengetahuan pedagogis adalah pengetahuan guru yang mendalam tentang
proses dan praktik metode pengajaran dan pembelajaran, yang mencakup, di
antara faktor-faktor lain, tujuan pendidikan secara keseluruhan, nilai-nilai, dan
tujuan-tujuannya. Bentuk pengetahuan umum ini merupakan pemahaman yang
paling umum tentang bagaimana siswa belajar, keterampilan manajemen kelas
secara umum, perencanaan pembelajaran, dan penilaian siswa. Ini termasuk
pengetahuan tentang teknik atau metode yang digunakan di dalam kelas, sifat dari
target audiens, dan strategi untuk mengevaluasi pemahaman siswa (Koehler,
Mishra, & Cain, 2013)
3. Technology Knowledge (TK)
TIK membutuhkan pemahaman dan penguasaan yang lebih mendalam dan
lebih penting terhadap teknologi informasi untuk pemprosesan informasi,
komunikasi, dan pemecahan masalah dibandingkan dengan definisi tradisional
literasi komputer. Memperoleh TK dengan cara ini memungkinkan seseorang

5
untuk menyelesaikan berbagai macam tugas yang berbeda dengan menggunakan
teknologi informasi, dan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan
tugas-tugas tersebut. Konseptualisasi TK ini tidak berpusat pada "kondisi akhir",
tetapi melihatnya berkembang secara mental, karena berkembang secara terus-
menerus melalui interaksi yang terbuka dengan teknologi (Koehler, Mishra, &
Cain, 2013)
4. Pedagogical Content Knowledge (PCK)
PCK adalah transformasi materi pelajaran untuk mengajar. Transformasi
ini terjadi ketika guru menafsirkan materi pelajaran, menemukan berbagai cara
untuk mempresentasikannya, dan mengadaptasi serta menyesuaikan materi
pelajaran dengan konsepsi alternatif dan pengetahuan awal siswa. PCK
memahami bisnis pengajaran, pembelajaran, kurikulum, penilaian, dan pelaporan,
seperti kondisi yang mendukung pembelajaran dan hubungan antara kurikulum,
penilaian, dan pengajaran (Koehler, Mishra, & Cain, 2013)
5. Technological Content Knowledge (TCK)
Teknologi dan pengetahuan konten memiliki hubungan historis yang erat.
Technological Content Knowledge (TCK) adalah cara pandang di mana teknologi
dan konten saling mempengaruhi dan membatasi satu sama lain. Guru perlu
menguasai lebih dari sekedar materi pelajaran yang mereka ajarkan, mereka harus
memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara-cara di mana materi pelajaran
(atau jenis-jenis presentasi yang dapat dikonstruksi) dapat diubah dengan
penerapan teknologi tertentu. Guru harus mengetahui teknologi spesifik mana
yang paling cocok untuk menangani materi pelajaran dan bagaimana konten atau
bahkan mengubah teknologi atau sebaliknya (Koehler, Mishra, & Cain, 2013)
6. Technological Pedagogical Knowledge (TPK)
Pengetahuan Pedagogis Teknologi (TPK) adalah pemahaman tentang
bagaimana pengajaran dan pembelajaran dapat berubah ketika teknologi tertentu
digunakan dengan cara tertentu. Hal ini termasuk mengetahui dukungan dan
kendala pedagogis dari alat teknologi yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu dan
pengembangan desain dan strategi yang sesuai dengan pedagogis. Untuk
membangun TPK, diperlukan pemahaman yang lebih dalam mengenai kendala
dan dukungan teknologi dan konteks disiplin ilmu yang dibutuhkan. Guru perlu

6
untuk mengubah ketetapan fungsional dan mengembangkan keterampilan untuk
melihat lebih jauh dari sekedar menggunakan teknologi, mengkonfigurasikannya
untuk tujuan-tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan-tujuan
pendidikan (Koehler, Mishra, & Cain, 2013)
7. Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) adalah bentuk
baru dari pengetahuan yang melampaui tiga komponen "inti" (konten, pedagogi,
dan teknologi), yang muncul dari interaksi antara konten, pedagogi, dan
pengetahuan teknologi. TPACK adalah dasar dari pengajaran yang efektif dengan
teknologi, yang membutuhkan pemahaman tentang penyajian konsep
menggunakan teknologi, teknik pedagogis yang menggunakan teknologi sebagai
cara yang konstruktif untuk menyampaikan konten, pengetahuan tentang apa yang
membuat konsep-konsep tersebut sulit dipelajari dan bagaimana teknologi dapat
membantu mengatasi beberapa masalah yang dihadapi siswa (Koehler, Mishra, &
Cain, 2013)
D. HOTS (Higher Order Thinking Skills)
Keterampilan berpikir dibedakan menjadi dua, keterampilan berpikir
tingkat rendah (lower order thinking skills) dan keterampilan berfikir tingkat
tinggi (higher order thinking skills). Keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher
order thinking skills) mencakup kemampuan berfikir kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan kreatif. HOTS akan berkembang jika individu menghadapi
masalah yang tidak dikenal, pertanyaan yang menantang, atau menghadapi
ketidakpastian (Sani, 2019)
Menurut Tomei, HOTS mencakup transformasi informasi dan ide-ide.
Transmormasi ini terjadi jika siswa menganalisa, mensintesa atau menggabungkan
fakta dan ide, menggeneralisasi, menjelaskan, atau sampai pada suatu kesimpulan
atau interpretasi. Manipulasi informasi dan ide-ide melalui proses tersebut akan
memungkinkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan, memperoleh
pemahaman, dan menemukan makna baru. Keterampilan berfikir tingkat tinggi
(HOTS) mencakup berfikir kritis, problem solving, dan membuat keputusan (Sani,
2019)

7
Keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) berbeda
dengan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) mengacu pada taksonomi
bloom, berpikir tingkat tinggi (HOT) terkait dengan kemampuan kognitif dengan
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Sedangkan keterampilan berfikir
tingkat tinggi (HOTS) berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan
permasalahan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
E. Literasi Dasar di SD
Literasi adalah kecakapan hidup yang wajib dimiliki oleh setiap orang
terlebih lagi oleh anak-anak usia sekolah dasar karena hal ini adalah hal
paling penting yang nantinya akan menentukan nasib bangsa kita. Oleh sebab
itu kemampuan literasi adalah salah satu kompetensi wajib yang harus dimiliki
oleh anak-anak sekolah dasar dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya
manusia di bangsa Indonesia ini (Farihatin, Padmadewi dkk dalam Maryono et al,
2022).
Literasi menjadi kemampuan wajib peserta didik sekolah dasar yang harus
dikembangkan. Peserta didik sekolah dasar dituntut untuk memiliki
kemampuan literasi dasar; literasi bahasa, literasi numerasi, literasi sains,
literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya kewargaan. Kemampuan
literasi peserta didik sekolah dasar diupayakan pemerintah melalui gerakan
literasi sekolah. Upaya tersebut dalam rangka mengimplementasikan
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
(Mutji & Suoth, 2021)
1. Literasi Baca Tulis
Literasi baca tulis adalah salah satu dari enam literasi dasar yang
dicanangkan oleh GLN (Gerakan Literasi Nasional) di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 yang merupakan implementasi dari
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang
Budi Pekerti. Di kelas rendah siswa akan diajarkan tentang membaca dan
menulis namun fenomena yang terjadi sekarang ini bahkan di kelas tinggi pun
masih sangat banyak anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis secara
baik (Maryono, Pamela, & Budiono, 2022)

8
Literasi baca dan tulis adalah kecakapan dalam membaca, menulis,
menelusuri, memanagemen, dan memahami informasi (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Literasi baca tulis penting untuk
dikembangkan karena keterampilan membaca merupakan keterampilan utama
untuk mencapai keterampilan lainnya. Keterampilan membaca merupakan
keterampilan dasar wajib yang dimiliki setiap individu. Informasi di zaman
era digital saat ini mudah diperoleh. Literasi baca tulis individu yang baik
diharapkan mampu menganalisis dengan bijak informasi tersebut.
2. Literasi Numerasi
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan
berbagai macam angka dan simbol terkait dengan matematika dasar untuk
memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari lalu menganalisis
informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk serta menginterpretasi hasil
analisis untuk memprediksi dan mengambil keputusan (Kemdikbud dalam
Mahmud & Pratiwi, 2019). Sedangkan dalam pandangan Ekowati et al., (2019)
literasi numerasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan
penalaran. Penalaran berarti menganalisis dan memahami suatu pernyataan,
melalui aktivitas dalam memanipulasi symbol atau bahasa matematika yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan mengungkapkan pernyataan tersebut
melalui tulisan maupun lisan.
Literasi numerasi terdiri dari tiga aspek berupa berhitung, relasi numerasi,
dan operasi aritmatik. Berhitung adalah kemampuan untuk menghitung suatu
benda secara verbal dan kemampuan untuk mengidentifikasi jumlah dari benda.
Relasi numerasi berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan kuantitas suatu
benda seperti lebih banyak, lebih sedikit, lebih tinggi, atau lebih pendek.
Sementara itu, operasi aritmatika adalah kemampuan untuk mengerjakan operasi
matematika dasar berupa penjumlahan dan pengurangan. Tiga aspek literasi
numerasi yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan aspek dasar dalam
pembelajaran matematika yang penting diperkenalkan sejak usia dini hingga anak
memasuki kelas rendah (Mahmud & Pratiwi, 2019).
3. Literasi Digital

9
Literasi Digital menurut Glister (2007) yaitu kemampuan dalam
memahami serta menggunakan sebuah informasi dari sumber digital seperti
komputer, tablet, dan handphone. Literasi digital dimaknai sebagai bentuk
kemampuan memahami, menganalisis, serta menilai mengatur dan mengevaluasi
sebuah informasi yang telah didapat dari teknologi digital. (Ginanjar, 2019). Ada
tiga komponen literasi digital yaitu suatu kompetensi dalam memanfaatan
teknologi, memaknai serta menilai menilai sumber literasi berbasis digital,
meneliti serta mengkomunikasikan informasi dan pengentahuan tentang hasil
literasi digital dengan penuh rasa bertanggung jawab. Secara konsep, hal yang
paling mudah untuk dijadikan literasi pendidikan adalah melalui media literasi
digital. Media literasi digital adalah sebuah media yang dapat mengantarkan
peserta didik mempunyai sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam media
tersebut (Ahmadi & Hamidulloh, dalam Ahsani et al, 2021).
4. Literasi Sains
Literasi sains adalah kemampuan siswa mengenal konsep, memahami,
menjelaskan, mengkomunikasikan sains, menerapkan sains di kehidupan sehari-
hari baik yang berada di kelas, madrasah dan lingkungan sekitar tempat tinggal
untuk memecahkan persoalan keseharian yang berkaitan dengan materi yang telah
dipelajari, sehingga mempunyai sikap positif dan kepekaan yang baik terhadap
diri dan interaksi lingkungan (FuadSyàban dalam Arlis, 2020).
Proses literasi sains yang dimaksud yaitu siswa dituntut mengenali
pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi bukti, menarik kesimpulan,
mengomunikasikan kesimpulan, dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah.
Proses sains akan melatih siswa untuk memahami materi belajar tidak hanya dari
sisi kognitifnya saja. Proses sains untuk siswa merupakan gabungan keterampilan
fisik dengan mental terkait dengan kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai,
dan diaplikasikan siswa dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para siswa berhasil
menemukan sesuatu yang baru (Kurnia & Suryadarma dalam Arlis, 2020).
5. Literasi Budaya
Literasi budaya adalah kemampuan dalam memahami dan bersikap
terhadap kebudayaan sebagai identitas suatu bangsa (Azizah dalam Triwardhani,
Mulyani, & Pratama, 2023). Dengan demikian, literasi budaya merupakan upaya

10
untuk mengenal dan memahmi budaya sebagai indentitas yang melekat pada suatu
masyarakat. Literasi budaya sebagai upaya bagaimana mengajarkan kemampuan
mengidentifkasi kekayaan budaya bangsa sendiri, memahamkan akan hakikat
budaya bangsa, mengajarkan nilai-nilai budaya dan mendorong pengembangan
budaya menuju budaya yang lebih maju dan beradab. Pentingnya literasi budaya
lokal bagi anak-anak adalah untuk mengenalkan dan menanamkan identitas dan
jati diri bangsanya. Penanaman budaya melalui literasi budaya lokal menjadi
langkah strategis untuk melahirkan generasi memiliki sumber belajar dari kearifan
lokal dan mengenal identitas bangsanya.
6. Literasi Finansial
Literasi finansial didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat
penilaian berdasarkan informasi, serta membuat keputusan yang efektif
terhadapsumber dana yang dimiliki (Greenspan dalam Kafabih, 2020). Menurut
Laila (dalam kafabih, 2019) implementasi literasi keuangan dapat dilakukan
dengan mengajarkan pendidikan literasi finansial sesuai dengan kompetensi dasar
yang sudah ada pada mata pelajaran, seperti Matematika dan IPS.
Guru dapat mengajarkan materi ekonomi dan ilmu sosial sebagai bentuk
usaha menyejahterakan kehidupan masyarakat dengan mengenalkan jenis usaha
serta melakukan kegiatan membuat sebuah karya dan menjualnya. Program
peningkatan kemampuan literasi finansial bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada siswa, khususnya tanggung jawab akan pengelolaan uang
yang dimilikinya (Kafabih, 2020).
F. PPK (Penguatan Pendidikan Karakter)
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan suatu program
untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah
rasa, olah pikir, dan olah raga sebagai bentuk gerakan nasional revolusi
mental (GNRM). PPK telah tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
(Rahmadani & Hambany, 2023). Penguatan pendidikan karakter merupakan
gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses
pembentukan transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik
dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah

11
pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup
Pancasila (Muldani, 2019).
Munculnya program penguatan pendidikan karakter mempunyai
perananyang sangat penting, karena perubahan perilaku peserta didiksangat
ditentukan oleh faktor lingkungan (D.R. Perdana & Adha dalam Rahmadani &
Hambany, 2023). Penguatan pendidikan karakter berupaya untuk menumbuhkan
dan membekali peserta didik agar memiliki karakter baik, literasi yang tinggi,
dan memiliki kompetensi unggul di era 4.0 yaitu mampu berpikir kritis dan
analitis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif (Ahmadi, Haris, & Akbal, 2020)

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, M. Z., Haris, H., & Akbal, M. (2020). Implementasi Program
Penguatan Pendidikan Karakter Di Sekolah. Phinisi Integration Review,
3(2), 305. https://doi.org/10.26858/pir.v3i2.14971
Ahsani, E. L. F., Romadhoni, N. W., Layyiatussyifa, E. L., Ningsih, W. N. A.,
Lusiana, P., & Roichanah, N. N. (2021). Penguatan Literasi Digital dalam
Pembelajaran di Sekolah Dasar Indonesia Den Haag. Elementary School:
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ke-SD-an, 8(2), 228-236.
Astiani, N,. & Purwati, N. (2020). Strategi Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Karakteristik Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Emasains: Jurnal Edukasi
Matematika dan Sains Vol IX No 1.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3742749
Ekowati, D. W., Astuti, Y. P., Utami, I. W. P., Mukhlishina, I., & Suwandayani, B.
I. (2019). Literasi Numerasi di SD Muhammadiyah. ELSE (Elementary
School Education Journal) : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran
Sekolah Dasar, 3(1), 93. https://doi.org/10.30651/else.v3i1.2541
Ginanjar, A., Putri, N. A., Nisa, A. N. S., Hermanto, F., & Mewangi, A. B. (2019).
Implementasi Literasi Digital Dalam Proses Pembelajaran Ips Di Smp Al-
Azhar 29 Semarang. Harmony: Jurnal Pembelajaran IPS dan PKN, 4(2),
99-105.

12
Kafabih, A. (2020). Literasi finansial pada tingkat sekolah dasar sebagai strategi
pengembangan financial inclusion di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Ibtidaiyah, 2(1), 1-16.
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. (2017). Materi Pendukung Literasi
Sains. Gerakan Literasi Nasional, 1–36
Kharisma, M. F. (2020). Literasi sains untuk membangun sikap ilmiah siswa
sekolah dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 6(1), 1-14.
http://dx.doi.org/10.31949/jcp.v6i1.1565
Kharizmi, M. (2015). Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan
Kemampuan Literasi 2(2). Jurnal Pendidikan Dasar.
Koehler, M., Mishra, P.,& Cain, W. (2013). What Is Technological Pedagogical
Content Knowledge (TPACK)? 193 (3). Journal Of Education.
https://journals.sagepub.com/doi/epdf/10.1177/002205741319300303
Mahmud, M. R., & Pratiwi, I. M. (2019). Literasi Numerasi Siswa Dalam
Pemecahan Masalah Tidak Terstruktur. KALAMATIKA Jurnal Pendidikan
Matematika, 4(1), 69–88.
https://doi.org/10.22236/kalamatika.vol4no1.2019pp69-88
Maryono, M., Pamela, I. S., & Budiono, H. (2022). Implementasi Literasi Baca
Tulis dan Sains di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(1), 491-498.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i1.1707
Muldani, E. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Berorientasi Penguatan
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika SMA pada Materi
Barisan dan Deret. Journal of Authentic Research on Mathematics
Education (JARME), 1(2), 124.
Mutji, E., & Suoth, L. (2021). Literasi Baca Tulis Pada Kelas Tinggi Di Sekolah
Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 8(1), 103-113.
https://doi.org/10.38048/jipcb.v8i1.133
Montessori, V. E., Murwaningsih, T., & Susilowati, T. (2023). Implementasi
keterampilan abad 21 (6c) dalam pembelajaran daring pada mata kuliah
Simulasi Bisnis. JIKAP (Jurnal Informasi Dan Komunikasi Administrasi
Perkantoran), 7(1), 65-72. https://doi.org/10.20961/jikap.v7i1.61415

13
Perdana, R., & Suswandari, M. (2021). Literasi numerasi dalam pembelajaran
tematik siswa kelas atas sekolah dasar. Absis: Mathematics Education
Journal, 3(1), 9-15.
Rahayu, T., Hamsina, S., & Bahri, A. (2023). Model Pembelajaran A21PAR
Sebagai Solusi Untuk Melatih dan Meningkatkan Keterampilan Berfikir
Kreatif Peserta Didik. Prosiding Seminar Nasional Biologi: Inovasi Sains
&Pembelajarannya.
https://journal.unm.ac.id/index.php/semnasbio/article/view/1027
Rahmadani, E., & Al Hamdany, M. Z. (2023). Implementasi Nilai-Nilai Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) di Sekolah Dasar. Attadrib: Jurnal Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah, 6(1), 10-20.
https://doi.org/10.54069/attadrib.v6i1.368
Sani, R. (2019). Pembelajaran Berbasis HOTS Edisi Revisi: Higher Order
Thinking Skills. Tira Smart
Septiani, N. & Afiani, R. (2020). Pentingnya Memahami Karaktersitik Siswa
Sekolah Dasar di SDN Cikokol 2. Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia
Dini. https://doi.org/10.36088/assabiqun.v2i1.611
Septikasari, R. & Frasandy, R. (2018). Keterampilan 4C Abad 21 dalam
Pembelajaran Pendidikan Dasar. Jurnal Kependidikan Islam Tingkat
Dasar. https://doi.org/10.15548/alawlad.v8i2.1597
Trisnawati, W. & Sari, A. (2019). Integrasi Keterampilan Abad 21 Dalam Modul
Sociolinguistics: Keterampilan 4C (Collaboration, Communication,
Critical Thinking, dan Creativity). Jurnal Muara Pendidikan.
https://doi.org/10.52060/mp.v4i2.179
Triwardhani, I. J., Mulyani, D., & Pratama, R. (2023). Literasi budaya lokal bagi
anak di desa jatisura. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 7(2), 1818-1827.

GAMBAR

14
15

Anda mungkin juga menyukai