Anda di halaman 1dari 40

AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Jenis dan Karakteristik Organisasi Pemerintahan Dan Perkembangan


Akuntansi Dimasing Organisasi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks, tuntutan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam
sektor publik semakin mendesak. Akuntansi sektor publik menjadi tulang punggung
dalam menunjang hal ini. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan betapa
pentingnya akuntansi sektor publik, langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas
laporan keuangan pemerintah, dan dampak positifnya pada masyarakat. Akuntansi
sektor publik adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan dan
pelaporan keuangan entitas sektor publik, termasuk pemerintah, lembaga-lembaga
publik, dan badan usaha milik negara.
Organisasi Pemerintah Daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda
pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu,
kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintah harus
diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan dapat ditingkatkan secara
efektif dan menyentuh pada masyarakat (Ramandei, 2009 : 1). Sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan masyarakat serta adanya pengaruh globalisasi yang
menuntut adanya keterbukaan, maka pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah
tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Hal ini mengakibatkan
Pemerintah Daerah semakin dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat (Damanik, 2011)
Organisasi pemerintah juga merupakan lembaga negara yang diberikan
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan
pemerintahan sesuai dengan bidangnya. Di dalam sistem pemerintahan Indonesia,
organisasi pemerintah setidaknya dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu organisasi
vertikal dan horizontal. Organisasi pemerintah vertikal yaitu lembaga negara yang
menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
memiliki garis tanggungjawab dari unit kerja yang ada di Daerah ke unit kerja Pusat.
Contoh organisasi pemerintah vertikal adalah Kementerian dan Lembaga Negara Non
Kementerian. Sementara itu, organisasi pemerintah horizontal adalah lembaga negara
yang menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan memiliki garis tanggungjawab hanya dalam lingkup suatu Daerah saja. Contoh
dari organisasi pemerintah horizontal adalah Pemerintah Daerah. Semua organisasi
pemerintah non militer tersebut digerakkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).Bukan
suatu yang sulit ketika kita mencari orang yang faham mengenai akuntansi.
Akuntansi memang sudah diajarkan sejak di SMA, bahkan ada yang mendapatkan
materi akuntansi sejak SMP dalam pelajaran keterampilan jasa. Ditingkat perguruan
tinggi, jurusan akuntansi juga bukan jurusan yang sulit ditemukan. Namun, jika kita
melihat kurikulum akuntansi saat ini, kurikulum yang diadopsi dalam pendidikan
akuntansi diberbagai tingkat, baru mengakomodir materi-materi akuntansi komersial,
sedikit sekali porsi yang diberikan untuk mata kuliah akuntansi pemerintahan.
Akuntansi dikelompokan dalam beberapa konsentrasi keilmuan, Baswir
(1995) mengelompokan akuntansi menjadi 3 bidang, yaitu : akuntansi perusahaan,
akuntansi nasional dan akuntansi pemerintahan. Sedangkan Kusnadi, dkk (1999)
mengelompokan akuntansi menjadi 11 bidang, yaitu : Akuntansi Keuangan,
Pemeriksaan, Akuntansi Biaya, Akuntansi Manajemen, Akuntansi Perpajakan, Sistem
Akuntansi, Akuntansi Anggaran, Akuntansi Internasional, Akuntansi Non Profit,
Akuntansi Sosial, Instruksi Akuntansi.
Berapapun banyaknya pembagian konsentrasi akuntansi, sebenarnya hanya
bermuara pada 2 kelompok akuntansi, yaitu akuntansi komersial dan akuntansi
pemerintahan. Sebagian orang mengelompokkannya sebagai akuntansi sektor publik,
tetapi untuk konsistensi bahasa dalam artikel ini penulis hanya akan menyebutnya
dengan istilah akuntansi pemerintahan.
Akuntansi pemerintah adalah proses mencatat, mengklasifikasikan, dan
melaporkan transaksi keuangan dalam sektor pemerintahan. Tujuannya adalah untuk
memastikan transparansi, akurasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
Dalam konteks ini, entitas pemerintahan mencakup pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan lembaga-lembaga yang dibiayai oleh dana publik. Prinsip-prinsip
akuntansi yang ketat, proses yang terstruktur, dan peran pentingnya dalam ekonomi
suatu negara menjadikannya topik yang sangat relevan. Meskipun ada tantangan yang
harus dihadapi, pengelolaan keuangan yang efektif dalam sektor pemerintahan sangat
penting untuk keberlanjutan ekonomi negara.
Akuntansi komersial memang lebih beruntung, kurikulum yang ada sekarang
mendukung penuh lestarinya keilmuan akuntansi komersial. Berbeda dengan
akuntansi pemerintahan yang hanya dipelajari 3 sks dari 144 sks wajib, itupun dengan
silabus yang belum terstruktur dengan baik, karena sampai dengan tahun 2005,
Pemerintah Indonesia belum pernah menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan,
oleh sebab itu materi yang diberikan dibangku kuliah diadopsi dari materi akuntansi
pemerintahan di Amerika Serikat, yang tentu saja belum tentu cocok digunakan di
Indonesia. Hawa segar mulai muncul ketika akhirnya diterbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tulisan ini mencoba membahas berbagai
aspek yang berhubungan dengan akuntansi pemerintahan.

1.1. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa karakteristik organisasi pemerintahan?
2. Bagaimana perkembangan akuntansi dimasing-masing organisasi pemerintah di Indonesia?

1.1. Tujuan Penulisan


Tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik organisasi pemerintahan
2. Untuk mengetahui perkembangan akuntansi dimasing-masing organisasi pemerintah di
Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Organisasi Pemerintahan


Seperti pada sistem akuntansi yang lainnya, akuntansi pemerintahan
memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan tujuannya Bachtiar Arif, Mukhlis
dan Iskandar menyebutkan beberapa karakteristik akuntansi pemerintahan sebagai
berikut:
1. Tujuan atau tugas pemerintah adalah berorientasi kepada pelayanan publik
bukan pada laba sehingga dalam akuntansi pemerintahan tidak ditemukan
laporan laba (income statement) dan treatment akuntansi yang brekaitan
denganya. Memiliki tujuan utama untuk memenuhi kepentingan masyarakat
umum, bukan pemilik atau investor.
2. Transparansi: Pemerintah dan entitas sektor publik harus memenuhi prinsip
transparansi dalam pelaporan keuangannya. Ini mencakup keterbukaan dalam
penyediaan informasi keuangan kepada publik. Pemerintah melakukan
pembukuan anggaran ketika anggaran tersebut dibukukan.
3. Sumber dana yang beragam, Akuntansi pemerintahan memungkinkan
penggunaan lebih dari satu jenis dana.
4. Pengaturan dan Standar, Akuntansi sektor publik sering kali diatur oleh aturan
dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau badan pengatur, seperti
International Public Sector Accounting Standards (IPSAS). Akuntansi
pemerintah bersifat kaku dikarenakan sangat bergantung kepada peraturan
undang – undang.
Akuntansi pemerintahan tidak mengenal perkiraan modal dan laba ditahan dalam
neraca.

B. Perkembangan Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia


Perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat lamban
dalam merespons tuntutan perkembangan zaman. Akuntansi pemerintahan di
Indonesia juga belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja
birokrasi. pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.
Pada periode lama, output yang dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di
Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak
diandalkan dalam pengambilan keputusan. Malah, segala kekurangan ada dalam
akuntansi pemerintahan pada periode tersebut sering menjadi ladang yang subur
untuk tumbuhnya praktek-praktek KKN.
Namun demikian, pada dasawarsa terakhir yang berkulminasi
diundangkannya tiga paket keuangan negara, terdapat dorongan yang kuat untuk
memperbaharui akuntansi pemerintahan di Indonesia. Beberapa faktor penting
yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya perkembangan akuntansi
pemerintahan di Indonesia akhir-akhir ini antara lain, adalah:
1. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara Pasal 32
(1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan
hahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa
laporan keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan.
2. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang
penmbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184
ayat 1; UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
3. Profesi akuntansi. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan
adanva standar akuntansi di sektor publik sebagai hal yang paralel dengan
telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di sektor komersiil.
4. Birokrasi. Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang
berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal.
Dengan diundangkannya tiga paket keuangan negara mendorong birokrat
secara serius menyiapkan sumber daya, sarana, dan prasarananya.
5. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat). Masyarakat melaiui LSM dan wakil
rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian terhadap praktik
good governance pada pemerintahan di Indonesia. Ditetapkannya undang-
undang yang menyangkut tiga paket keuangan negara dan pemerintahan
daerah merupakan cerminan dari kontribusi aktif para wakil rakyat di DPR.
Di samping itu, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD
memerlukan persetujuan dari DPR/DPRD.
6. Sektor Swasta. Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu signifikan
karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas
kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan
pengembangan sistem informasi berbasis akuntansi akan mendorong se -
bagian pelaku bisnis di sektor swasta untuk ikut menekuninya.
7. Akademisi. Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian yang
cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi
pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM
yang menguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi di
pemerintahan. Beberapa anggota Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
saat ini berasal dari perguruan tinggi. Di samping itu, jurusan akuntansi pada
perguruan tinggi sudah lama memberikan kepada mahasiswa S1 mata kuliah
akuntansi pemerintahan. Beberapa perguruan tinggi juga sudah mulai
menawarkan spesialisasi akuntansi sektor publik pada program magister
akuntansinya.
8. Dunia Internasional (lender dan investor). World Bank, ADB, dan JBIC,
merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut berkepentingan untuk
berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di Indonesia.
Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan transparansi
dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh lembaga
tersebut. Lembaga ini, baik langsung maupun secara tidak langsung, ikut
berperanan dalam mendorong terwqjudnya standar akuntansi pemerintahan
yang menopang perubahan akuntansi pcnwrrntaiarn di Indonesia.
10. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). UU 17/2003 dan UU 15/2004
menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD
diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan opininya, BPK memerlukan
suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima secara umum. Perhatian
BPK terhadap pengembangan akuntansi pemerintahan sangat besar antara
lam ditandai dengan partisipasi dari lembaga ini dalam pembahasan tiga
paket UU dengan DPR. Selain itu, pasal 32 (2) UU No. 17 Tahun 200'
mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan ditetapkm dengan
Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahuiu mendapat pertimbangan dari
BPK.
11. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. APIP yang meliputi Bawasda,
Irjen, dan BPKP merupakan auditor intern pemerintah yang berperan untuk
membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem pengendalian intern yang
baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah
sekaligus mencegah praktek-praktek KKN. Akuntansi pemerintahan sangat
erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian intern sehingga
auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di bidang
akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong
penerapan akutansi pemerintahan yang sedang dikembangkan.

C. Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah


Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah sudah beberapa kali
dilakukan perubahan dan penyempurnaan dengan beberapa kali dikeluarkannya
peraturan-peraturan pemerintah khususnya Keputusan Menteri Keuangan.
Pengembangan dan implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah dapat kita
telusuri sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomar 476/
KMK.01/1991 pada tanggal 21 Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintah, sampai pada tahun 2005, Menteri Keuangan mengeluarkan
Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sejarah teori dan praktek akuntansi di Indonesia menunjukkan bahwa
sebelum pendidikan akuntansi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1950 an,
pada masa itu hanya dikenal tata buku warisan Belanda yang disebut sistem
continental. Akibat perubahan hubungan politik dengan Belanda, banyak guru
besar berkebangsaan Belanda kembali ke negerinya. Hal ini berakibat adanya
perubahan kurikulum pendidikan akuntansi dan sistem continental ke sistem
Anglo Saxis (sistem Amerika). Perkembangan selanjutnya, ternyata akuntansi
keuangan untuk sektor swasta maju pesat, sedangkan akuntansi di sektor
pemerintah masih mengikuti konsep-konsep yang diterapkan sejak zaman
Belanda.
Meskipun ada perbaikan dalam akuntansi pemerintah di atas, penyempurnaan
yang bersifat mendasar belum pernah dilakukan, sedangkan sistem tersebut
mempunyai kelemahan yaitu:
1. Pada Pemerintah, sebagian aktivitasnya dibiayai melalui anggaran yang
setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang. Pencatatan pelaksanaan
anggaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terpadu karena berdasarkan sistem
tata buku tunggal (single entry bookeping). Akuntansi yang terpisah-pisah
tersebut semakin mengakibatkan pelaporannya menjadi tidak bersesuaian
satu dengan yang lain karena tidak menggunakan bagan perkiraan yang
standar.
2. Pengelompokan perkiraan yang digunakan pemerintah dirancang hanya
untuk memantau dan melaporkan realisasi penerimaan dan pengeluaran
anggaran saja; tidak dirancang untuk menganalisis efektivitas pembia yaan
suatu program atau memberikan informasi yang cukup untuk pengendalian
pengeluaran suatu program.
3. Pada akuntansi aset tetap, kelemahannya selain tidak terintegrasi dengan
keuangannya juga dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tidak
dibedakan secara tegas antara belanja modal dan belanja operasional.
4. Penyusunan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN yang
dituangkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN) semula
berdasarkan Sumbangan Perhitungan Anggaran/SPA dari seluruh
Departemen atau Lembaga.
5. Tidak ada standar dan prinsip akuntansi pemerintah untuk menjaga ke-
wajaran dan keseragarnan perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan
pcrncrintah.
6. Khusus dalam pengelolaan keuangan Negara, semakin tahun jumlah APBN
yang harus dikelola semakin hesar dan masalah yang harus ditangani
pemerintah scmakin kompleks dan beragam, sedangkan dalam sistem
akuntansi pemerintah yang lama tersebut terdapat banyak kelemahan. Hal
ini berakibat pada praktek akuntasi pemerintah yang belum mampu
memberikan informasi yang sesuai dengan peningkatan transaksi keuangan
negara yang semakin kompleks. Praktek akuntansi pemerintah hanya dapat
memenuhi tujuan pertanggungjawaban, namun tidak menyediakan informasi
yang cukup untuk kepentingan manajerial.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dilakukan pengembangan sistem
akuntansi pemerintah pusat dengan tujuan utama untuk:
a. Merancang sistem akuntansi pemerintah yang baru,
b. Menyusun standar dan prinsip akuntansi pemerintah, dan
c. Membentuk pusat akuntansi di Departemen Keuangan
Dari tujuan utama di atas, penyusunan sistem akuntansi pemerintah pusat
telah dilaksanakan dan dilakukan implementasi secara bertahap. Penyusun
standar dan prinsip telah dilakukan seiring dengan penyusunan sistem akuntansi
dan pembentukan pusat akuntansi juga telah terselenggara dengan
diresmikannya Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Departemen
Keuangan RI berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 35/1992 tanggal 7 Juli
1992. Untuk mengembangan usaha yang telah ada, maka dikeluarkan Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 295/KMK.012/2001 tentang Tata Pelaksanaan
Pembukuan dan Pelaporan Keuangan pada Departemen/Lembaga dan
diimplementasikan tahun 2001.
Meski sudah ada BAKUN, pelaksanaan implementasi sistem dimaksud
bukannya tidak mengalami hambatan. Karena tak ada kewajiban dari pera turan
perundang-undangan, maka sistem akuntansi pemerintah pusat, departemen dan
nondepartemen masih menggunakan sistem pembukuan tunggal yang dalam
banyak hal sulit dipertanggungjawabkan kualitasnya. Dalam dunia akuntansi,
sistem yang lebih dapat dipertanggungjawabkan adalah sistem akuntansi
berpasangan yang mewajibkan semua catatan akuntansi dimulai dengan
teknologi penjurnalan debit-kredit selalu seimbang berpasangan.
Patut dicatat, pada kebanyakan pandangan pakar akuntansi, sistem pem-
bukuan tunggal belum pantas disebut sebagai suatu akuntansi. Yang disebut
laporan keuangan berfokus hanya pada laporan realisasi anggaran semata.
Catatan pemerintah pusat tentang investasi jangka panjang dan utang
dilakukan secara tak terstruktur atau informal. Di dalamnya termasuk catatan
pengeluaran yang menggunakan dana luar negeri, seperti bantuan, hibah dan
utang. Karena standar akuntansi kepemerintahan RI saat itu belum ada, prak tek
akuntansi pemerintah juga belum sesuai prinsip akuntansi kepemerintahan yang
berlaku umum, kode rekening akuntansi baku dan berlaku bagi semua
departemen/lembaga belum ada, serta neraca tak mungkin disusun apalagi
diterbitkan.
Pada tahun 1995, sebagai lanjutan dari pinjaman Bank Dunia dikembang-
kan lagi sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer yang open sistem me-
lalui Proyek Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah tahap II dan imple -
mentasinya dilaksanakan secara bertahap. Pada tahun 1999 telah dilakukan
implementasi sistem akuntansi instansi untuk seluruh Departemen/lembaga yang
dapat menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Namun demikian
masih menghadapi masalah enforcement-nya, karena pada saat itu masih belum
ada ketentuan perundangan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan
yang Iengkap.
Paket Bantuan IMF tahun 1997/1998 berisi persyaratan good governance
umumnya, reformasi manajemen keuangan, lebih khusus lagi tentang reformasi
akuntansi pemerintahan. Reformasi akuntansi pemerintah mendapat
momentumnya dengan terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang, Keuangan
Negara yang mewajibkan adanya suatu Standar Akuntansi Pemerintahan
sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah, diperkuat
dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara. UU tersebut menyatakan
kebutuhan mendesak akan Standar Akuntansi sebagai basis penyusunan dan
audit laporan keuangan instansi pemerintah oleh BPK. Tanpa standar BPK tidak
dapat menerbitkan opini audit.
UU Perbedaharaan Negara Nomor 1 tahun 2004 mempunyai implikasi
jadwal kerja amat ketat dan bersanksi. Bentuk pertanggungjawaban
APBN/APBD adalah laporan keuangan yang harus sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah. Agar dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan
objektif maka dalam tahun 2002 (sebelum disahkan UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara) menteri keuangan membentuk Komite Standar
Akuntansi Pemerintah Pusat dan Pernerintah daerah.
Menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 Menteri atau pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan dan
disampaikan paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri
Keuangan menyusun laporan keuangan pemerintah pusat untuk disampaikan
kepada presiden dalam tiga bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir
setidak-tidaknya meliputi Laporan realisasi APBN. neraca, laporan arus kas dan
catatan atas lapuran keuangan yang dilampiri laporan keuangan perusahaan
negara. Selanjutnya, BPK membuat laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan dilengkapi dengan opini seperti umumnya dilakukan auditor eksternal .

D. Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sistem akuntansi pemerintah pusat telah
dikembangkan dan diimplementasikan secara bertahap. Tahap pertama dilak-
sanakan mulai tahun anggaran 1993/1994, dan diikuti dengan tahap-tahap
berikutnya, dan yang pada tahun anggaran 1999/2000, implementasi SAPP telah
mencakup seluruh Departemen/Lembaga di seluruh propinsi.
Berbagai perubahan dan penyempurnaan terus dilakukan oleh pernerintah
dalam rangka pengembangan sistem akuntansi pernerintah pusat. Pada tahun
2005, pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No
59/PMK.06/2005 tcntang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-
undang Nomor l Tahun 2004; tentang Perbendaharaan Negara. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem
akutansi dan pelaporan keuangan negara sehingga perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Penerapan Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat (SAPP) adalah untuk
unit-unit organisasi pemerintah pusat yang keuangannya dikelola langsung oleh
pemerintah pusat, seperti lembaga tertinggi Negara (MPR), lembaga tinggi
negara (DPR, DPA, MA), departemen atau lembaga nondepartemen, Sedangkan
SAPP tidak diterapkan untuk pemerintah daerah, BUMN/BUMD bank
pemerintah, dan lembaga keuangan milik pemerintah.
Terdapat enam ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1. Sistem yang terpadu;
Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruh
Pernerintah Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal.
Presiden sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas
menelaah dan mengevaluasi pelaksanaannya. Dengan dasar kesatuan tunggal
maka sistem akuntansi dan pelaporan keuangan dikembangkan dengan
terpadu, yang terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem-subsistem ini
masing-masing merupakan bagian yang integral dari sistem yang
menyeluruh.
2. Akuntansi Anggaran;
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan
sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan
disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan.
Untuk itu diperlukan akuntansi yang membukukan anggaran serta
realisasinya. dengan demikian pertanggung .jawaban dapat cepat serta mudah
dalam hal pengawasannya.
3. Basis kas untuk pendapatan dan belanja;
Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan
Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
4. Standar dan prinsip akuntansi;
Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang
dapat diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga peme-
rintah yang berkcpentingan dengan laporan keuangan.
5. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi;
Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara berjenjang
dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai
pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun
tingkat pusat.
6. Perkiraan standar yang seragam.
Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit
operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi mau -
pun istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasi -
nya menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem
akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan
dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan
pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN
dan dalam dokumen allotment (DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan
perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan maupun antar
laporan.
Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat, yang selanjutnya disebut SAPP, adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
posisi keuangan dan operasi keuangan Pernerintah Pusat. SAPP terdiri dari
Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang
menghasilkan Laporan Keuangan Pernerintah Pusat. SiAP memproses data
transaksi Kas Umum Negara dan Akuntansi Umum, sedangkan SAI
memproses data transaksi keuangan dan barang yang dilaksanakan oleh
kementerian negara/ Icmhaga.

E. Pengertian Akuntansi Pemerintahan


Lembaga pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya memerlukan
jasa akuntansi, baik analisis maupun untuk meningkatkan mutu pengawasan,
pendidikan, dan pengelolaan keuangan untuk menghasilkan informasi yang akan
digunakan. Akuntansi demikian dikenal dengan akuntansi pemerintahan. Untuk
dapat memahami pengertian yang lebih jelas mengenai Akuntansi Pemerintahan,
di sini penulis mengemukakan beberapa definisi dari para ahli.
Adapun mengenai pengertian Akuntansi Pemerintahan menurut Revrisond Baswir
(1998,7) adalah sebagai berikut:
“Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk lembaga-
lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah bidang
akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-
lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”.
Kemudian Indra Bastian (2001):6) menjelaskan tentang pengertian Akuntansi
Sektor Publik adalah sebagai berikut:
Akuntansi Pemerintahan adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi
yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga
tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah,
BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek
kerjasama sektor publik dan swasta.
Berdasarkan pengertian di atas Akuntansi Pemerintahan adalah akuntansi
yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan / lembaga yang tidak
bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu
akuntansi sebagai yang utuh.
Akuntansi pemerintahan (publik) dalam pelaksanaannya terdapat
perbedaan dengan akuntansi perusahaan (swasta). Hal ini seperti yang dingkan
Mardiasmo (2002:8) yang mengemukakan perbedaan sifat dan karakteristik
organisasi sektor publik dengan sektor swasta sebagai berikut:
Perbedaan Sektor Publik Sektor Swasta
Tujuan Organisasi Nonprofit motive Profit motive
Sumber Pendanaan Pajak, retribusi, utang, Pembiayaan internal:
obligasi pemerintah, laba Modal sendiri,laba
BUMN/BUMD, ditahan, penjualan aktiva.
penjualan aset negara Pembiayaan eksternal:
dsb. utang bank obligasi,
penerbitan saham.
Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban
kepada masyarakat kepada pemegang saham
(publik) dan parlemen dan kreditor
(DPR/DPRD)
Struktur Organisasi Birokratis, kaku, dan Felksibel: datar, piramid,
hierarkis lintas fungsional, dsb.
Karakteristik Anggaran Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik
Sistem Akuntansi Cash Accounting Accrual accounting
Sumber: Mardiasmo (2002:8)

Dari tabel tersebut Mardiasmo (2002:8-10) menjelaskan sebagai berikut:


1. Setiap organisasi memiliki tujuan yang spesifik dan unik
2. Sektor swasta bertujuan untuk memaksimumkan laba sedangkan sektor publik
bertujuan untuk memberikan pelayanan publik.
3. Struktur pembiayaan sektor publik berbeda dengan sektor swasta dalam hal
bentuk, jenis, dan tingkat reisiko.
4. Organisasi sektor publik bertanggungjawab kepada masyarakat, organisasi sektor
swasta bertanggungjawab kepada pemegang saham atau kreditor.
5. Pertanggungjawaban manajemen merupakan bagian terpenting untuk menciptakan
kredibilitas manajemen.
6. Struktur organisasi pada sektor publik bersifat biroktatis, kaku,dan hierarkis.
Struktur organisasi sektor swasta lebih fleksibel.
Kesimpulan dari perbedaan utama akuntansi pemerintahan dan akuntansi
perusahaan yaitu terletak pada kegiatan-kegiatan pemerintahan pada umumnya
tidak tujukan untuk mencari laba sebagaimana halnya pada kegiatan-kegiatan
perusahaan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 184 ayat 3
mengatakan bahwa: “akuntansi pemerintah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.

F. Tujuan Akuntansi Pemerintahan


Tujuan akuntansi pemerintahan menurut para ahli, Bachtiar Arif, Mukhlis dan
Iskandar menyatakan beberapa tujuan diantaranya:
1. Akuntabilitas
Keuangan Negara yang dikelola harus mampu dipertanggungjawabkan sesuai
amanat konstitusi yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 5.
2. Manajerial
Akuntansi pemerintahan memungkinkan pemerintah membantu merancang
penyusunan APBD dan strategi pembangunan dan pengendalian atas kegiatan
dalam rangka pencapaian ketaatan perundang-undangan, efisiensi, efektifitas
dan ekonomis.
3. Pengawasan
Keuangan di pemerintahan terdiri dari pemeriksaan keuangan secara umum,
pemeriksaan ketaatan dan pemeriksaan operasional atau manajerial.

G. Dasar Hukum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat


Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat berbasis double entry
memiliki dasar hukum sebagai berikut:
1. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
2. Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Orga-
nisasi dan Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
4. Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Pengesahan
Daftar Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah
H. Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper -
lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan
penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian
Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh
aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi La-
poran Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam
mencapai pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan
Transparansi.
Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas akuntabilitas
(pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran. Dalam hal ma -
najerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk pe-
rencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran,
perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian kinerja
pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan keter-
bukaan pelaksanaan kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik.

I. Struktur Pemerintahan
1. Pemerintahan Pusat
a. MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau cukup
disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR-RI atau MPR)
adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum Reformasi, MPR
merupakan lembaga tertinggi negara. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibukota negara.
b. DPR Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut
Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah salah satu
lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
c. DPD Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD), sebelum 2004 disebut
Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang
dipilih melalui Pemilihan Umum. DPD memiliki fungsi: Pengajuan usul, ikut
dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan
bidang legislasi tertentu Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang
tertentu. Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian
jumlah anggota DPD saat ini adalah 132 orang. Masa jabatan anggota DPD
adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
d. MA Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan tertinggi pada suatu negara.
segala urusan mengenai peradilan, baik organisasi maupun finansial berada di
bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Wewenang Mahkamah Agung: 1.
Mengadili pada tingkat kasasi 2. Menguji peraturan perundangan undangan
dibawah undang undang terhadap undang undang dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan undang undang
e. MK Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
f. KY Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU
no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan
nama calon hakim agung.
g. BPK Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD
1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Hasil pemeriksaan
keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan
kewenangannya).
h. Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala
negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai
kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-
menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat
selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama untuk satu kali masa jabatan. Ia digaji sekitar 60 juta per bulan
i. Wakil Presiden Wakil Presiden adalah jabatan pemerintahan yang berada
satu tingkat lebih rendah daripada Presiden. Biasanya dalam urutan suksesi,
wakil presiden akan mengambil alih jabatan presiden bila ia berhalangan
sementara atau tetap.

2. Pemerintah Daerah
Tingkat daerah I
a. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi adalah bentuk
lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di
Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-
undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009.
DPRD berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:
Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi), berkedudukan
di ibukota provinsi.
Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten),
berkedudukan di ibukota kabupaten.
Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di
kota.
b. Provinsi adalah nama sebuah pembagian wilayah administratif di bawah
wilayah nasional di pimpin oleh gubernur.
Gubernur adalah jabatan politik di Indonesia. Gubernur merupakan kepala
daerah untuk wilayah provinsi. Gubernur dipilih bersama wakilnya dalam
satu paket pasangan yang dipilih secara langsung oleh rakyat di provinsi
setempat untuk masa jabatan 5 tahun, sehingga dalam hal ini gubernur
bertanggung jawab kepada rakyat.

Daerah Tingkat II
a. Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah
provinsi, yang dipimpin oleh seorang bupati. Selain kabupaten, pembagian
wilayah administratif setelah provinsi adalah kota. Secara umum, baik
kabupaten dan kota memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah
bawahan dari provinsi, karena itu bupati atau wali kota tidak bertanggung
jawab kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah
otonom yang diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahannya sendiri.
b. Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh
kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki
berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
c. Kecamatan Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di
Indonesia di bawah kabupaten atau kota. Kecamatan terdiri atas desa-desa
atau kelurahan-kelurahan. Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah
kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota (PP. 19 tahun 2008).
Kedudukan kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota
sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja
tertentu dan dipimpin oleh camat.
d. Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah
kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan
merupakan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau
kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
e. Desa atau udik, menurut definisi “universal”, adalah sebuah aglomerasi
permukiman di area perdesaan. Di Indonesia, istilah desa adalah
pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang
dipimpin oleh Kepala Desa.
BAB III
JURNAL TRANSAKSI AKUNTANSI PEMERINTAH

A. Ilustrasi Transaksi dan Laporan Keuangan


Contoh Kasus Perbedaan Akuntansi Pemerintahan dan Akuntansi
Komersial
Akuntansi pemerintahan memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan
dengan akuntansi komersial. Salah satu keunikannya terletak pada perlakuan
kepada setiap transaksi yang harus mengakomodir kebutuhan 2 laporan utama dari
akuntansi pemerintahan, yaitu Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran. Berikut
ini satu contoh kasus keunikan akuntansi pemerintahan jika dibandikan dengan
akuntansi komersial.
Misalnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melakukan pembelian alat
angkutan darat berupa mobil dengan cara tunai senilai Rp. 5.000.000.000, yang
diperuntukan sebagai kendaraan dinas bagi para anggota DPRD. Tansaksi
dilakukan pada tanggal 5 Mei 2008, maka jurnal yang biasa dilakukan dalam
akuntansi komersial adalah :
Tanggal Uraian Debet Kredit
5 Mei 2008 Aset Tetap : Mobil 5.000.000.000,- –
Kas – 5.000.000.000,-

Jurnal diatas tidak bisa dilakukan dalam akuntansi pemerintahan, karena jurnal
tersebut hanya akan mengakomodir akun-akun yang ada pada neraca, padahal
mobil dibeli dari anggaran yang terdapat dalam APBN/D, sehingga pembelian
mobil harus dilaporkan juga dalam Laporan Realisasi Anggaran. Dalam akuntansi
pemerintahan pembelian mobil diatas harus dijurnal dengan cara sebagai berikut :

Tanggal Uraian Debet Kredit


5 Mei 2008 Belanja Modal : Mobil 5.000.000.000,- –
Kas – 5.000.000.000,-
5 Mei 2008 Aset Tetap : Mobil 5.000.000.000,- –
Diinvestasikan dalam Aset Tetap – 5.000.000.000,-

Jurnal diatas dikenal dengan istilah jurnal korolari. Dengan model jurnal tersebut
pengeluran kas akan tercatat dalam neraca sedangkan dalam Laporan Realisasi
Anggaran akan tercatat bahwa pemerintah telah melakukan Belanja Modal berupa
pengadaan mobil. Keberadaan mobil juga diakui sebagai aset tetap dalam neraca
dan sebagai penambah Ekuitas dalam akun “diinvestasikan dalam aset tetap”.

B. Jurnal Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual


Pemberlakuan akuntansi berbasis akrual di satu sisi akan menghasilkan
laporan operasional dan neraca yang disajikan dalam bentuk akrual namun perlu
diingat bahwa harus dihasilkan juga LRA yang dasar pencatatannya menggunakan
basis kas karena penyusunan anggaran masih menggunakan basis kas. Dampak
dari hal ini adalah perlunya dibuatkan jurnal yang mampu menampung semua
jenis kemungkinan tersebut sehingga semua jenis laporan tersebut dapat
dihasilkan. LRA dan laporan perubahan SAL merupakan jenis laporan yang
dihasilkan dengan menggunakan pendekatan kas sedangkan LO, Neraca dan
Laporan Perubahan Ekuitas merupakan jenis laporan yang dihasilkan dari
pendekatan akrual.
Akun-akun yang digunakan di jurnal nantinya harus mampu untuk
menunjukkan arah laporan yang akan dihasilkan mengingat terminologi yang
digunakan ada ada sedikit kemiripan namun secara substansi memiliki arti yang
berbeda. Untuk kesepakatan dalam paper ini maka sesuai dengan draft PSAP
akrual yang dikeluarkan KSAP maka untuk
1. Akun pendapatan akan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pendapatan-LRA yang
berbasis kas yang nantinya akan masuk sebagai komponen LRA dan
pendapatan-LO yang berbasis akrual yang nantinya akan masuk ke laporan
operasional.
2. Untuk akun belanja akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan LRA
yang berbasis kas sementara untuk laporan operasional akan digunakan
terminologi beban.
3. Sisa penggunaan anggaran di LRA nantinya akan dinamakan sisa anggaran
lebih (SAL) sementara laporan operasional akan menghasilkan surplus/defisit-
LO.
Jurnal Korolari
Jurnal korolari muncul karena di satu sisi pengakuan akun-akun LRA
menggunakan basis kas sementara akun neraca menggunakan basis akrual.
Undang-undang mengharuskan supaya semua penerimaan dan pengeluaran
kas harus melalui LRA dan dicatat sebagai realisasi pendapatan dan belanja.
Sebagai contoh ketika pemerintah menerima pembayaran pajak maka akan
dicatat (pada SAKUN)
KUN xxx
Pendapatan pajak xxx
Jurnal di atas sudah barang tentu hanya akan mempengaruhi LRA
(pada akun pendapatan) dan kas pada neraca. Namun masalah akan muncul
ketika pemerintah melakukan realisasi belanja modal dimana di satu sisi
pemerintah harus melakukan penjurnalan akun LRA namun di sisi lain
pemerintah harus mengakui penambahan aset di neraca sebagai konsekuensi
penggunaan basis akrual di neraca. Masalah ini diatasi dengan menggunakan
jurnal yang disebut dengan jurnal korolari. Dengan menggunakan jurnal
korolari disamping melakukan penjurnalan realisasi belanja modal, di sisi lain
dapat dibuat neraca yang berbasis akrual. Jurnal korolari dalam kasus ini
dilakukan dengan melakukan pendebetan aset dan pengkreditan akun ekuitas
dana.
1. Jurnal Akuntansi Anggaran
Perbedaan penjurnalan khususnya pada tingkat K/L ketika DIPA disahkan
sementara jurnal pada tingkat BUN ketika APBN disahkan tetap sama
ketika menggunakan basis cash toward accrual.
Ketika UU APBN disahkan
Ketika APBN disahkan maka BUN akan melakukan penjurnalan (K/L
belum melakukan penjurnalan) sbb:
BUN
Estimasi Pendapatan-LRA xxx
Surplus/Defisit xxx
Surplus/Defisit xxx
Apropriasi Belanja xxx
Estimasi penerimaan Pembiayaan xxx
Pembiayaan Netto xxx
Pembiayaan Neto xxx
Apropriasi Pengeluaran Pembiayaan xxx

Ketika DIPA disahkan


Ketika basis akrual disahkan maka akan timbul utang atau piutang kepada
KUN di K/L. Utang ini berarti bahwa K/L memiliki kewajiban untuk
menyetorkan pendapatan yang diterimanya ke kas negara sehingga sebagai
contra accountnya (sesuai dengan persamaan dasar akuntansi) maka akun
ekuitas harus didebit (bandingkan dengan basis sebelumnya yang mendebit
estimasi pendapatan yang dialokasikan). Pendebitan ekuitas ini
mencerminkan adanya adanya kemungkinan penurunan ekuitas di masa
datang karena adanya pelunasan utang dalam bentuk penerimaan
pendapatan.
Piutang dalam hal ini berarti bahwa K/L memiliki hak untuk mendapatkan
sejumlah uang dari KUN berkaitan dengan anggaran (DIPA) yang sudah
disetujui. Analogi dengan penjelasan utang pada paragraf sebelumnya maka
akun kotra dari piutang ini juga merupakan ekuitas yang mencerminkan
adanya penambahan ekuitas entitas karena menerima kas dari KUN yang
digunakan untuk belanja.
K/L
Ekuitas Dana-Pendapatan-LRA xxx
Utang kepada KUN xxx
(mencatat estimasi pendapatan yang dialokasikan)
Piutang dari KUN xxx
Ekuitas Dana-Belanja xxx
(mencatat allotment belanja)
Ekuitas Dana-Penerimaan Pembiayaan xxx
Utang kepada KUN xxx
(mencatat estimasi penerimaan pembiayaan yang dialokasikan)
Piutang dari KUN xxx
Ekuitas Dana-Pengeluaran Pembiayaan xxx
(mencatat allotment pengeluaran pembiayaan)

2. Jurnal Akuntansi Pendapatan-LO dan Pendapatan-LRA

Sesuai dengan draft akrual maka pendapatan-LO diakui ketika


pendapatan diperoleh atau pendapatan direalisasi. Jadi pada definisi ini
terdapat komponen pendapatan-LO yang diakui terlebih dahulu sebelum
adanya penerimaan kas (sehingga piutang pendapatan harus diakui) namun
ada juga pendapatan-LO yang baru diakui ketika penerimaan kas.
Ketika pendapatan-LO diakui pada skenario pertama dimana pengakuan
terjadi sebelum kas diterima maka K/L akan melakukan penjurnalan sebagai
berikut:

Piutang Pendapatan…… xxx


Pendapatan…..-LO xxx

Jurnal diatas dirinci menurut jenis pendapatannya. Jurnal di atas fungsinya


akan menghasilkan LO dan neraca secara akrual.
A. Pendapatan yang disetor ke BUN
Ketika terjadi transfer ke BUN maka akan terjadi 2 kejadian akuntansi
sekaligus dimana piutang yang sudah tercatat sebelumnya harus
dihapuskan dan harus ada pengakuan realisasi anggaran pendaptan-LRA.
Sehingga pada K/L akan dilakukan pencatatan sebagai berikut:
Utang Kepada KUN xxx
Piutang Pendapatan….. xxx

Jurnal diatas adalah untuk menghapus piutang pendapatan karena kas sudah
diterima di BUN, namun bukan akun KUN yang akan muncul di sisi debit
karena sesuai dengan penjelasan sebelumnya, bahwa akun KUN hanya akan
muncul pada entitas yang menyelenggarakan fungsi perbendaharaan yang
dalam hal ini adalah BUN. Sebagai alternatif pengganti KUN maka akun
Utang Kepada KUN akan berkurang karena adanya pengurangan kewajiban
entitas atas realisasi pendapatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Jurnal diatas juga mampu untuk menghasilkan LRA dengan melihat
pendebitan dari akun Utang Kepada KUN. LRA dapat dilihat ketika K/L
melakukan penjurnalan atas transaksi yang mendebit akun Utang Kepada
KUN dalam hal terjadi realisasi pendapatan dan sebaliknya ketika terjadi
pengkreditan akun Piutang Dari KUN dalam hal terjadi realisasi belanja.
Untuk lebih memudahkan penyusunan LRA maka sebaiknya dibuatkan buku
besar pembantu untuk akun Utang Kepada KUN dan Piutang dari KUN untuk
masing-masing item dalam LRA. Apabila LRA sudah berhasil disusun maka
akan lebih mudah juga menentukan SAL sehingga Laporan Perubahan SAL
juga dapat disusun untuk masing-masing K/L meskipun peraturan perundang-
undangan mengharuskan SAL untuk ditransfer ke BUN.

Selain di K/L pengaruh transaksi pelunasan piutang/penerimaan kas ini juga


mengharuskan BUN untuk melakukan pencatatan dalam rangka menghasilkan
LAK sebagai berikut:
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx

Perlu diperhatikan bahwa akun yang digunakan di BUN adalah Pendapatan-


LRA, hal ini untuk membedakan dengan akun pada basis akrual yang nantinya
akan muncul di LO (Pendapatan-LO) karena hal ini sesuai dengan tugas BUN
yang nantinya akan menghasilkan Laporan Arus Kas sebagai entitas yang
melaksanakan fungsi perbendaharaan.
Sehingga secara keseluruhan jurnal-jurnal yang dibuat ketika terjadi
pengakuan dan penerimaan pendapatan adalah sbb:
K/L
Piutang Pendapatan…… xxx
Pendapatan…..-LO xxx
Utang Kepada KUN xxx
Piutang Pendapatan….. xxx

BUN
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx

B. Pendapatan melalui Bendahara Penerimaan

Ketika pendapatan diakui maka K/L akan menjurnal

Piutang Pendapatan…… xxx


Pendapatan…..-LO xxx

Ketika kas diterima melalaui bendahara penerimaan maka perlakuannya


adalah serupa dengan basis cash toward accrual dimana tidak ada jurnal
hanya membuat catatan besarnya penerimaan. Ketika kas tersebut sudah
disetor ke BUN maka K/L akan menjurnal
Utang Kepada KUN xxx
Piutang Pendapatan….. xxx

Sementara pada BUN, ketika kas baru diterima oleh bendahara penerimaan
BUN belum melakukan penjurnalan namun ketika BUN sudah menerima
transfer kas maka BUN akan menjurnal sbb:
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx

Apabila terdapat sisa dana di bendahara penerimaan, maka pada saat


penyusunan laporan keuangan akan dibuatkan jurnal penyesuaian untuk
mencatat sisa dana tersebut sebagai utang penyetoran kepada BUN yang
menunjukkan adanya kewajiban bendahara pengeluaran pada tanggal
pelaporan (neraca) untuk menyetorkan dana yang tersisa ke KUN.
Jurnalnya sbb (di K/L):
Kas di Bendahara Penerimaan xxx
Utang Penyetoran Pendapatan-LRA xxx

Akun Utang Penyetoran Pendapatan-LRA merupakan akun riil yang akan


muncul di bagian kewajiban di neraca.

C. Pendapatan atas penjualan aset


Ketika K/L melakukan penjualan aset kepada pihak ketiga maka secara
akrual K/L akan mengakui piutang dan keuntungan/kerugian ketika aset
tersebut telah berpindah tangan ke pihak ketiga. Jurnalnya (jika untung) sbb:
Jika untung
Piutang…. xxx
Akumulasi Penyusutan-Aset…. xxx
Aset tetap…. xxx
Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx

Jika rugi
Piutang…. xxx
Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx
Akumulasi Penyusutan-Aset…. xxx
Aset tetap…. xxx

Ketika pihak ketiga tersebut telah melakukan pembayaran ke KUN maka K/L
akan mencatat sbb:
Utang Kepada KUN xxx
Piutang… xxx

Pada saat yang sama dengan penerimaan di KUN maka BUN akan mencatat
sbb:
KUN xxx
Pendapatan-LRA PNBP Lainnya xxx

D. Pengembalian pendapatan
Mengingat bahwa terdapat 2 jenis pendapatan yaitu pendapatan-LRA dengan
pendapatan-LO maka terjadi sedikit kompleksitas dalam menentukan apakah
pengembalian terjadi pada periode yang sama dengan pengakuan pendapatan-
LRA dan pendapatan-LO. Menurut hemat penulis, dengan mempertimbangkan
cost benefit dan materialitas, maka untuk pengembalian pendapatan ini
sebaiknya diakui (dan dijurnal) dengan berdasarkan pada basis kas sehingga
pengembalian baru akan dicatat ketika sudah dikeluarkan dari KUN.
Untuk pengembalian yang bersifat recurring baik yang diterima pada periode
yang sama atau berbeda dan pengembalian yang bersifat non-recurring yang
diterima pada periode yang sama maka K/L akan mencatat sbb:
Pendapatan-LO xxx
Utang kepada KUN xxx

Sementara di BUN pada saat yang sama akan mencatat:


Pendapatan-LRA xxx
KUN xxx

Untuk pengembalian yang bersifat non-recurring yang diterima pada periode


yang berbeda maka pencatatan hanya dilakukan di BUN dengan jurnal sbb:
SiLPA xxx
KUN xxx

3. Akuntansi Belanja dan Beban

A. Pengakuan Beban dan Belanja Langsung

Sesuai dengan draft akrual maka beban diakui ketika timbulnya kewajiban,
terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomis
atau potensi jasa. Ketika peristiwa tersebut terjadi maka beban harus
diakui dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut (di K/L):
Beban…..(dirinci menurut klasifikasi xxx
ekonomi)
Utang beban……(dirinci) xxx

Ketika terhadap beban tersebut dilakukan pelunasan maka secara akuntansi


ada 2 jenis transaksi yang terjadi yaitu transaksi pelunasan utang yang
sebelumnya sudah tercatat pada saat pengakuan beban dan transaksi
realisasi belanja untuk menghasilkan LRA namun sesuai dengan
penjelasan pada subbab akuntansi pendapatan maka LRA dapat dibuat
dengan melihat pengkreditan piutang dari KUN sehingga cukup dibuatkan
satu jurnal sbb (di K/L):
Utang beban xxx
Piutang dari KUN xxx
Pada saat yang bersamaan dengan pelunasan utang beban maka BUN akan
melakukan penjurnalan sbb:
Belanja xxx
KUN xxx

Apabila atas pembayaran dari KUN tersebut dipotong oleh pemerintah


untuk ke pihak lain (misalnya dipotong untuk ke Askes dll), maka
penjurnalannya serupa dengan jurnal pada basis cash toward accrual
sebagai berikut
KUN xxx
Penerimaan PFK xxx
(Saat pemotongan oleh pemerintah)
Pengeluaran PFK xxx
KUN xxx
(Saat penyetoran kepada pihak ketiga)

B. Pencatatan Belanja Modal


Ketika terjadi belanja modal maka secara akrual harus dicatat aset yang
mengalami penambahan, jurnal korolari dalam hal ini tidak diperlukan
lagi. Sehingga jurnal-jurnal yang dicatat ketika terjadi belanja modal
adalah sbb (di K/L):
Aset…(sesuai nama asetnya) xxx
Piutang dari KUN xxx
(untuk mencatat penambahan aset secara akrual)

Sementara itu di BUN akan dicatat:


Belanja Modal xxx
KUN xxx

C. Pembayaran melalui Dana Kas Kecil


Ketika uang persediaan (UP) diberikan dari KUN kepada Bendahara
Pengeluaran maka pada prinsipnya belum dilakukan pengakuan terhadap
belanja dan beban. Untuk belanja baru akan diakui ketika dana tersebut
dipertanggungjawabkan yang ditandai dengan terbitnya SP2D GU,
sedangkan untuk beban pada prinsipnya langsung akan diakui ketika
timbulnya kewajiban untuk melakukan pembayaran, namun untuk
penyederhanaan maka beban dalam ilustrasi jurnal berikut akan diakui
bersamaan dengan pengakuan belanja dengan pertimbangan bahwa jumlah
uang yang terlibat dalam transaksi ini tidak materiil.
Ketika uang persediaan diterima oleh bendahara penerimaan maka K/L
akan melakukan pencatatan sbb:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari KUN xxx

Sementara di BUN akan mencatat:


Pengeluaran transito xxx
KUN xxx

Ketika bendahara pengeluaran melakukan pertanggungjawaban maka


jurnal di K/L adalah
Beban…. xxx
Piutang dari KUN xxx

Sementara jurnal di BUN adalah sbb:


Belanja…. xxx
KUN xxx

Namun apabila entitas menganggap bahwa pengakuan beban harus segera


setelah terjadinya kewajiban dan keluarnya kas dari bendahara
pengeluaran maka jurnal yang dibuat adalah sbb
Beban…. xxx
Piutang dari KUN xxx
(untuk mencatat pengakuan beban)
Uang Muka dari KUN xxx
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
(untuk mencatat pengurangan kas di bend pengeluaran untuk
belanja)
Konsekuensinya ketika pertanggungjawaban maka K/L tidak melakukan
pengakuan beban lagi tapi langsung menambah saldo kas di bendahara
pengeluaran dengan jurnal sbb:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari KUN xxx

D. Penerimaan kembali belanja dan beban


Dengan menggunakan analogi pada pengembalian pendapatan maka
menurut hemat penulis, dengan mempertimbangkan cost benefit dan
materialitas, maka untuk pengembalian belanja ini sebaiknya diakui (dan
dijurnal) dengan berdasarkan pada basis kas sehingga pengembalian baru
akan dicatat ketika sudah diterima di KUN hal ini selaras dengan
redaksional yang digunakan pada draft akrual PSAP yang menggunakan
terminologi “diterima” yang berarti bahwa dasar yang dipakai adalah
diterima dalam bentuk kas.

Jurnal apabila pengembalian pada periode yang sama adalah (di K/L):
Piutang dari KUN xxx
Beban…. xxx

Sementara jurnal di BUN adalah:


KUN xxx
Belanja…. xxx

Jurnal apabila pengembalian pada periode yang berbeda adalah (di K/L):
Utang Kepada KUN xxx
Pendapatan lain-lain-LO xxx

Sementara jurnal di BUN


KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx

4. Akuntansi Penerimaan Pembiayaan

Secara akrual utang diakui ketika kemungkinan besar akan terjadi arus keluar
sumber daya di masa datang sebagai akibat adanya transaksi di masa lalu.
Untuk konteks pemerintah, ketika perjanjian pinjaman ditandatangani maka
seketika itu pula harus ada pengakuan utang di K/L dengan jurnal sbb:
Piutang penerimaan utang LN xxx
Utang LN xxx

Akun “Piutang penerimaan utang LN” merupakan akun aset/piutang yang


mencerminkan bahwa ketika perjanjian pinjaman ditandatangani, pemerintah
disamping mengakui adanya kewajiban juga harus mengakui adanya hak
untuk menerima utang tersebut dalam bentuk kas.

Ketika utang tersebut terealisasi maka K/L akan melakukan pencatatan sbb:
Utang Kepada KUN xxx
Piutang penerimaan utang LN xxx

Sementara di BUN akan dilakukan jurnal sbb:


KUN xxx
Penerimaan Pinjaman xxx
5. Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan

Sesuai dengan draft akrual PSAP nomor 6 maka pengakuan investasi sebagai
salah satu contoh dari pengeluaran pembiayaan diakui ketika adanya transaksi
pertukaran atau pembelian yang dalam hal ini ditandai dengan keluarnya kas
dari KUN. Sehingga ketika pemerintah melakukan pengeluaran pembiayaan
(dalam hal ini pembelian investasi) maka di K/L akan dicatat sbb:

Investasi jangka panjang pemerintah xxx


Piutang dari KUN xxx

Sementara di BUN akan dicatat:

Pengeluaran Penyertaan Modal-LRA xxx


KUN xxx

6. Akuntansi untuk Hibah

Akuntansi untuk hibah mempunyai karakteristik tersendiri dalam akuntansi


pemerintah apalagi jika menggunakan basis akrual. Ketika pemerintah
menerima hibah (contohnya dalam bentuk aset tetap) maka K/L akan
melakukan penjurnalan sbb:
Aset Tetap……….. xxx
Pendapatan Hibah-LO xxx

Dalam hal ini muncul masalah baru karena transaksi untuk hibah harus tercatat
dalam laporan realisasi anggaran sebagai bagian dari pendapatan-LRA dan
sekaligus sebagai belanja modal sementara di sisi lain jurnal di atas hanya
akan menghasilkan neraca dan LO. Untuk mengatasi masalah ini maka akun
utang kepada KUN harus didebit bersamaan dengan pengkreditan akun
piutang dari KUN sbb:
Utang kepada KUN xxx
Piutang dari KUN xxx

Pada saat yang bersamaan dengan pencatatan jurnal tadi maka di BUN akan
mencatat jurnal sbb:
Belanja Modal….. xxx
Pendapatan Hibah-LRA xxx

7. Jurnal Penutup

Untuk melakukan penutupan terhadap akun-akun nominal maka dibuatkan


jurnal berikut (asumsi pendapatan-LO lebih besar daripada beban):
Pendapatan-LO xxx
Ekuitas Dana xxx
Beban xxx
Sementara itu apabila realisasi penerimaan pendapatan lebih kecil daripada
yang dianggarkan maka jurnal penutup untuk akun utang kepada KUN sbb
(berlaku sebaliknya jika terjadi kondisi sebaliknya):
Utang kepada KUN xxx
Ekuitas Dana-Pendapatan LRA xxx

Apabila realisasi belanja lebih kecil daripada yang dianggarkan maka jurnal
penutupnya adalah sbb (berlaku sebaliknya jika terjadi kondisi sebaliknya):
Ekuitas Dana-Belanja xxx
Piutang dari KUN xxx

8. Akuntansi Persediaan

Ketika pemerintah melakukan pembelian persediaan maka pencatatannya


adalah sbb (di K/L)

Persediaan xxx
Piutang dari KUN xxx

Sementara di BUN akan dicatat:

Belanja xxx
KUN xxx
Sesuai dengan draft akrual PSAP nomor 5 maka metode yang digunakan
untuk mengakui beban persediaan adalah metode periodik dimana setiap akhir
tahun akan dihitung berapa persediaan yang tersisa, sehingga jurnal untuk
akhir tahun (di K/L):

Beban Persediaan xxx


Persediaan xxx

Jumlah yang dijurnal pada jurnal di atas adalah sebesar jumlah persediaan
yang digunakan selama satu periode tersebut sehingga di neraca nantinya akan
muncul persediaan yang masih tersisa.

9. Akuntansi Investasi

Untuk lebih memahami akuntansi untuk investasi maka akan dijelaskan dalam
bentuk ilustrasi kasus. Pada tanggal 1 Januari 2009 pemerintah membeli 5%
saham PT X senilai 50 jt. Pada tanggal 1 November 2009 PT X
mengumumkan laba sebesar 30 jt dan deviden tunai total sebesar 20 jt dan
dibayarkan pada 1 februari 2010 maka jurnal akrualnya (di K/L) adalah
sebagai berikut
1 Jan 09
Penyertaan Modal Pemerintah 50 jt
Piutang dari KUN 50 jt
(mencatat pembelian investasi)
1 Nov 09
Piutang Deviden 1 jt
Pendapatan bagian pemerintah atas laba 1 jt
(Mencatat pendapatan deviden yang diumumkan namun untuk pengumuman
laba tida terpengaruh)
1 Feb 2010
Utang kepada KUN 1 jt
Piutang Deviden 1 jt
(mencatat penerimaan deviden tunai 5% x 20 jt)
Namun apabila kepemilikan pada soal di atas bukan 5% melainkan 25% maka
ada sedikit perbedaan jurnal terutama untuk jurnal tanggal 1 Nov 09 dan 1 Feb
2010 (jurnal untuk 1 Jan 09 tetap sama)
1 Nov 09
Penyertaan Modal Pemerintah 7,5 jt
Pendapatan bagian pemerintah atas laba 7,5 jt
(mencatat bagian atas laba PT X sebesar 25% x 30 jt berdasarkan metode
ekuitas)
Piutang Deviden 1 jt
Penyertaan Modal Pemerintah 1 jt
(Mencatat pendapatan deviden yang diumumkan yang mengurangi investasi)
1 Feb 2010
Utang kepada KUN 1 jt
Piutang Deviden 1 jt
(mencatat penerimaan deviden tunai 5% x 20 jt)
Untuk kasus apabila terjadi pelepasan investasi yang harga jualnya berbeda
dengan nilai tercatatnya (carrying value) maka harus diakui
keuntungan/kerugian yang timbul melalui perkiraan Surplus Penjualan Aset
Nonlancar atau Defisit Penjualan Aset Nonlancar. Jurnalnya kira-kira akan
berbentuk sbb:
Utang kepada KUN xxx
Defisit Penjualan Aset Nonlancar (jika rugi) xxx
Surplus Penjualan Aset Nonlancar (jika xxx
untung)
Investasi…(sesuai jenisnya) xxx

10. Akuntansi Aset Tetap


Jurnal untuk perolehan aset tetap telah dijelaskan pada bagian sebelumnya
mengenai akuntansi beban/belanja pada bagian pencatatan belanja modal.
Salah satu hal penting yang membedakan basis kas dengan akrual adalah
pengakuan beban penyusutan. Jurnal untuk pengakuan beban penyusutan pada
basis akrual adalah sbb:
Beban Penyusutan xxx
Akumulasi Penyusutan-…… xxx

Dalam hal terjadi penilaian kembali aset tetap maka sesuai dengan draft akrual
PSAP nomor 7, selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap
dibukukan dalam akun ekuitas dana sehingga jurnalnya adalah sebagai berikut
(jika nilai revaluasi lebih besar dari nilai tercatat, jika tidak maka jurnal ini
dibalik) :
Aset Tetap……….. xxx
Ekuitas Dana xxx

Apabila suatu aset tetap dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dan
tidak memenuhi definisi aset tetap maka harus dipindahkan ke pos aset lainnya
sesuai dengan nilai tercatatnya dengan jurnal sebagai berikut:
Aset Lainnya xxx
Aset Tetap….. xxx
Jika aset tetap telah dilepaskan atau secara permanen dihentikan
penggunaannya dan tidak ada menfaat ekonomi maka aset tetap tersebut harus
dihapuskan dan ada pengakuan kerugian di LO dengan jurnal sbb:
Defisit dari Kegiatan Operasional Lainnya xxx
Aset Tetap….. xxx

11. Akuntansi Kewajiban


Untuk memudahkan maka digunakan ilustrasi soal sebagai berikut:
Pemerintah menerbitkan obligasi ritel sebanyak 1 jt lembar dengan harga Rp 1
jt/lembar. Pada tanggal 2 Januari 2006 hasil penjualan bersih obligasi ini
adalah sebesar Rp 1,1 T dan jatuh tempo pada 2 Januari 2011, metode
amortisasinya garis lurus dan bunga dibayarkan setiap 1 Juli dan 1 Januari
dengan tingkat bunga per tahun 10%. Jurnalnya adalah sebagai berikut (di
K/L)
2 Jan 2006
Hutang kepada KUN 1,1 T
Obligasi 1T
Premium Obligasi 0,1 T
1 Juli 2006
Beban Bunga 50 M
Piutang Kepada KUN 50 M
31 Desember 2006
Beban Bunga 50 M
Hutang Bunga 50 M
31 Desember 2006
Premium Obligasi 20 M
Beban Bunga 20 M
(untuk mencatat amortisasi premium sebesar 0,1 T/5tahun

Dengan jurnal di atas maka nilai buku obligasi per 1 Januari 2007 adalah
sebesar 1,08T. Apabila pada tanggal 1 Januari 2007 obligasi itu ditebus
dengan harga 1,1T maka akan diakui kerugian dan jurnalnya adalah sbb (di
K/L):
1 Januari 2007
Obligasi 1T
Premium Obligasi 0,8 T
Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka 0,2 T
Panjang
Piutang dari KUN 1,1 T
BAB IV
KESIMPULAN

Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper -


lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan
penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian
Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat
pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi La-
poran Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam
mencapai pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan
Transparansi.
Terbitnya PP Nomror 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
menjadi tonggak perubahan sistem akuntansi pemerintahan di Indonesia. Namun
demikian masih ada tantangan-tantangan yang harus dihadapi para peminat akuntansi
pemerintahan baik dikalangan akademisi maupun praktisi
Terdapat persamaan dan perbedaan antara akuntansi pemerintahan dan
akuntansi komersial, tetapi intinya fungsinya hampir sama, yaitu menyediakan
informasi untuk kepentingan pengambilan keputusan
Diperlukan tindakan-tindakan strategis untuk lebih mengembangkan akuntansi
pemerintahan, yang salah satunya dengan memperkuat dunia pendidikan tinggi
akuntansi dengan kurikulum dan silabus akuntansi pemerintahan yang disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai