Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA

LAKSANA KASUS RUMAH SAKIT EFARINA


ETAHAM

DM TIPE 2
Pengertian (Definisi) Suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya.
Anamnesis Keluhan
a. Polifagia
b. Poliuri
c. Polidipsi
d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya

Keluhan tidak khas DM :


a. Lemah
b. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
c. Gatal
d. Mata kabur
e. Disfungsi ereksi pada pria
f. Pruritus vulvae pada wanita
g. Luka yang sulit sembuh

Faktor resiko DM tipe 2 :


a. Berat badan lebih dan obese (IMT≥25 kg/m2)
b. Riwayat penyakit DM di keluarga
c. Hipertensi
d. Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke
(kardiovaskuler)
e. Kolesterol HDL <35mg/dl dan / atau Trigliserida >250mg/dl
atau sedang dalam pengobatan dyslipidemia
f. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4000gram atau pernah
didiagnosis DM gestational
g. Perempuan dengan riwayat PCOS
h. Riwayat GDPT /TGT
i. Aktivitas jasmani yang kurang
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya

Faktor Predisposisi
a. Usia >45 tahun
b. Diet tinggi kalori dan lemak
c. Aktivias fisik yang kurang
d. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg)
a. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau glukosa darah
dada, uasa terganggu (GDPT)
b. Penderita penyakit jantung coroner , tuberculosis ,
hipertiroidime
c. Dyslipidemia
Kriteria Diagnosis
1. Gejala klasik DM (polyuria , polydipsia, polifagia) + glukosa
plasa sewaktu ≥ 200mg/dl. Glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir. ATAU
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126mg/dl.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa
terganggu (TTGO) ≥200mg/dl . TTGO dilakukan dengan
standard WHO , menggunakan beban glukosa anhidrus
75gram yang dilarutkan dalam air. ATAU
4. HbA1c *

*) Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1c ≥ 6,5% belum dapat di


gunakan secara nasional di Indonesia,mengingat standarisasi
pemeriksaan yang masih belum baik.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM ,


maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh.

Kriteria gangguan toleransi glukosa :


a. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa di dapatkan antara 100 – 125 mg/dl
b. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa
plasma 140 – 199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram
c. HbA1c 5,7 – 6,4% *
Klasifikasi DM :
a. DM tipe 1
1. DM pada usia muda <40 tahun
2. Insulin dependent akibat destruksi sel :
- Immune-mediated
- Idiopatik
b. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relative – dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin)
c. Tipe lain :
1. Defek genetic pada fungsi sel β
2. Defek genetic pada kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pancreas
4. Endokrinopati
5. Akibat obat atau zat kimia tertentu, misalnya vacor ,
pentamidine , nicotinic acid ,glukokortikoid , hormone
tiroid , diazoxide , agonis adrenergic ,thiazid, phenytoin ,
interferon, protease inhibitors ,clozapine.
6. Infeksi
7. Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
8. Sindrom genetic lain , yang kadang berhubungan dengan
DM
d. DM gestational
DM Gestational adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat
(TGT ,GDPT , DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Skrining
Dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan
kehamilan.
Faktor resiko DMG meliputi :
a. Riwayat DMG sebelumnya atau TGT atau GDPT
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Obesitas berat (>120% berat badan ideal)
d. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau
dengan berat badan lahir >4000gr
e. Abortus berulang
f. Riwayat PCOS
g. Riwayat Preeclampsia
h. Glukosuria
i. Infeksi saluran kemih berulang atau kandidiasis

Pada wanita hamil yang memiliki resiko tinggi DMG perlu


dilakukan tes DMG pada minggu ke 24 – 28 kehamilan

Bukan Belum
DM pasti DM DM
kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma Vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110
Komplikasi
a. Akut :
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
b. Kronik :
1. Makroangiopati
2. Pembuluh darah jantung
3. Pembuluh darah perifer
4. Pembuluh darah otak
c. Mikroangiopati
1. Pembuluh darah kapiler retina
2. Pembuluh darah kapiler renal
d. Neuropati
e. Gabungan
1. Kardiomiopati
2. Rentan infeksi
3. Kaki diabetic
4. Disfungsi ereksi

Diagnosis Kerja Diabetes Insipidus pada ibu hamil


Pemeriksaan Penunjang 1. Gula darah puasa
2. Gula darah 2 jam Post Prandial
1. HbA1c
Terapi Pengobatan pada DM disesuaikan dengan kelainan dasar yang terjadi,
seperti :
 Resistensi insulin pada jaringan lemak , otot, dan hati
 Kenaikan produksi glukosa oleh hati
 Kekurangan sekresi insulin oleh pancreas
OHO
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfoniurea bekerja dengan cara :
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
- Menurunkan ambang sekresi insulin
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa.
Obat ini biasa diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang
berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua
dianjurkan preparate dengan waktu kerja pendek
(tolbutamid , glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien
DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.

b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai
dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah
metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi tinggi
didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara
cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya prose
tersebut maka metformin biasa diberikan 2 – 3 kali sehari
kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan dosis
maksimal dapat menurunkan A1C sebesar 1 – 2 %. Efek
samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL
pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal
jantung serta harus diberikan dengan hati – hati pada orang
lanjut usia.Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT >30)
sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27
– 30) dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonylurea
karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini
dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada
pengobatan tunggal masing - masing.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
resisteni insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Cara pemberian OHO , terdiri dari :
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal
b. Sulfonylurea : 15 – 30 menit sebelum makan
c. Repaglinid , Nateglinid : sesaat sebelum makan
d. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
e. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan
pertama
f. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan
g. DPP – IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
Dosis Dosis
Nama Generik Maksimal Awal Lama Kerja Frekuensi
Sulfonilurea
Klorpropamid 500 50 6 - 12 1
Glibenklamid 15 -20 2,5 12-24 1-2
Glipisid 20 5 10-16 1-2
Glikasid 240 80 10-20 1-2
Glikuidon 120 30 10-20 2-3
Glipisid GITS 20 5 1
Glimepirid 6 1 1
Biguanid
Metformin 2500 500 1-3
Inhibitor α glukosidase
Acarbose 300 50 1-3
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
 DM dengan berat badan menurun cepat / kurus
 Ketoasidosis , asidosis laktat , dan koma hyperosmolar
 DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi
berat , dan lain lain)
 DM dengan kehamilan / DM gestational yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.

Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah , lalu
dinaikkan perlahan seuai dengan hasil glukosa darah pasien. Jika pasien
sudah diberikan sulfonylurea atau metformin sampai dosis maksimal
namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dianjurkan
penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
Edukasi Edukasi meliputi pemahaman tentang :
a. Penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM
d. Intervensi farmakologis
e. Hipoglikemia
f. Masalah khusus yang dihadapi
g. Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
ketrampilan
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
i. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap
2minggu / 1 bulan

Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi :
a. Karbohidrat 45 – 65%
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung
karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan
dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari , 60 – 70 %
diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA (monounsaturated fatty acids)
sebagai sumber energy, maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori per hari.
4. Jumlah serat 25 – 50 gram per hari
5. Jumlah sucrose sebagai sumber energy tidak perlu
dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per
hari
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori
seperti sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa
7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari
10 gram/hari
8. Fruktosa tidak bole lebih dari 60 gram/ hari
9. Makanan yang banyak mengandung fruktosa tidakperlu
dibatasi
b. Protein 15 – 20%
Rekomendasi pemberian protein :
1. Kebutuhan protein 15 – 20 % dari total kebutuhan energy
per hari
2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol,
asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi
glukosa darah
3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol,
pemberian protein sekitar 0,8 -1,0 mg/kg berat badan /
hari
4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein
diturunkan sampai0,85 gram/kg berat badan /hari dan
tidak kurang dari 40 gram
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber
protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.
Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.
c. Lemak 20 – 25%
Lemak mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per
gramnya.
Rekomendasi pemberian lemak :
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh,
jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.
2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl , asupan lemak jenuh
diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari
3. Konsumsi kolesterol maksimal 300mg/hari , jika kadar
kolesterol LDL ≥100mg/dl , maka maksimal kolesterol yang
dapat di konsumsi 200 mg/hari
4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans
5. Konsumsi ikan seminggu 2 – 3 kali untuk mencukupi
kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
6. Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 %
dari asupan kalori per hari

Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

Tingkat Evidens VI
Tingkat Rekomendasi A
Penelaah Kritis 1. 1.dr. Ade Baswin , Sp.PD
2. dr. Jhon Effraim Ginting , Sp.PD
3. dr. Efrilyn , S.PD
4. Tim Komite Medis
Tim Mutu
Indikator Medis 3- 5 hari
Kepustakaan 2. Pnduan Pelayanan Medik PAPDI
3. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA
LAKSANA KASUS RUMAH SAKIT EFARINA
ETAHAM

Typhoid Fever pada Anak


Pengertian Suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella thypii
Anamnesis 1. Demam naik turun
2. Rewel
3. Lemas atau lesu
4. Tidak nafsu makan
5. Mual atau muntah
6. Gangguan pencernaan
Pemeriksaan Fisik 1. Suhu tubuh > 37,5 C
2. Lidah kotor
3. Nyeri perut
Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin
2. Tubex/ Widal
3. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai indikasi medis
Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anammesis
2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
3. Sesaui kriteria pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja Typhoid Fever pada Anak
Diagnosis Banding 1. DBD
2. Appendicitis Akut
Terapi 1. Terapi Cairan
2. Obat Antipiretik
3. Obat Anti Biotik
 Kloramfenikol 50-100 mg/kgbb/hari oral atau IV dibagi
4 dosis selama 10-14 hari.
 Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari oral atau intravena
 Kortimoksasol 6 mg/kgbb/hari oral selama 10 hari
 Ceftriakson 80 mg/kgbb/hari intravena atau IM
 Cefiksim 10 mg/kgbb/hari oral dibagi 2 dosis selama 5
hari
4. Obat Antagonis reseptor H2
5. Obat Anti emetik bila muntah
6. Obat Diare bila diperlukan
Edukasi 1. Istirahat yang cukup
2. Makan makanan yang rendah serat dan Lunak
3. Jaga kebersihan
Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat Rekomendasi C
Penelaah Kritis 1. dr. Meiviliani Sinaga, Sp.A
2. dr. Fitri Prinda Sitanggang, Sp.A
3. Tim Komite Medis
4. Tim Mutu
Indikator Medis Dirawat selama 3 - 6 hari
Kepustakaan Nelson Edisi 16
PPM IDAI Jaya
Buku ajar infeksi IDAI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA
LAKSANA KASUS RUMAH SAKIT EFARINA
ETAHAM

DIARE AKUT PADA ANAK


Pengertian Perubahan konsistensi dan atau frekuensi BAB lebih dari 3
kali per 24 jam dan berlangsung kurang dari 1 minggu
Anamnesis 1. BAB Cair > 3x dalam 1 hari
2. Mual
3. Muntah
4. Dapat disertai demam
5. Anak tampak lemas
Pemeriksaan Fisik 1. Ubun – ubun besar cekung
2. Mata cekung
3. Bibir kering
4. Air mata tidak ada
5. Rewel / agitasi
6. Turgor kulit menurun
7. Akral hangat/dingin
8. Dapat disertai penurunan berat badan
Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin
2. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan
indikasi medis
Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
3. Sesuai kriteria pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja Diare akut
Diagnosis Banding 1. Disentri
2. Kolera
Terapi 1. Terapi Cairan ( Rehidrasi jika ada tanda-tanda dehidrasi )
 Terapi A
Oralit diberikan sampai diare berhenti. Umur < 1 tahun
berikan 50-100 ml setiap diare, umur >1 tahun diberikan
100-200 ml setiap diare.
 Terapi B
Berikan oralit 75ml x berat badan anak dalam 3 jam
pertama. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit
berikanlah.
Untuk bayi < 6bln yang tidak mendapat ASI berikan
100-200 ml air masak, untuk yang mendapatkan ASI,
ASI dilanjutkan.
 Terapi C
Berikan cairan intravena Ringer laktat/ Nacl 0,9%, :
Bayi usia < 1 tahun 30ml/kgbb dalam 1 jam pertama lalu
70 ml/kgbb dalam 5 jam berikutnya.
Bayi usia > 1 tahun berikan cairan 30 ml/kgbb dalam 30
menit dan 70 ml/kgbb dalam 2 ½ jam
2. Probiotik
3. Zink
4. Anti piretik bila diperlukan
5. Anti biotik bila diperlukan
6. Antagonis Reseptor H2 bila mual atau muntah
Edukasi 1. Asupan nutrisi yang cukup
2. Edukasi mengenai pencegahan infeksi berulang, pola hidup
sehat termasuk hindari asap rokok dn sanitasi lingkungan

Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat Rekomendasi C
Penelaah Kritis 1. dr. Meiviliani Sinaga, Sp.A
2. dr. Fitri Prinda Sitanggang, Sp.A
3. Tim Komite Medis
4. Tim Mutu
Indikator Medis Dirawat selama 3 – 4 hari
Kepustakaan Nelson Edisi 16
PPM IDAI Jaya
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA
LAKSANA KASUS RUMAH SAKIT EFARINA
ETAHAM

PNEUMONIE PADA ANAK


Pengertian Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan paru diakibatkan oleh mikro organisme
Anamnesis 1. Demam
2. Batuk
3. Sesak Nafas
4. Gelisah
5. Rewel
6. Malas menyusu/ hilang nafsu makan
7. Anak tampak lemas
Pemeriksaan Fisik 1. Suhu Tubuh > 37,5 c
2. Takipnea
3. Dapat disertai retraksi dinding dada
4. Suara nafas tambahan ronki atau wheezing
Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin
2. Foto thorax
3. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan indikasi
medis
Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
3. Sesuai kriteria pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja Pneumonia Pada Anak
Diagnosis Banding 1. Bronchitis
2. Bronchiolitis
Terapi 1. Oksigen
2. Terapi cairan
3. Obat anti piretik
4. Obat Antibiotik
5. Obat batuk, expektoran atau mukolitik
6. Bronkodilator bila diperlakukan
7. Chest Fisioterapi bila diperlukan
Edukasi 1. Cukup intake cairan dan kalori.
2. Makanan lunak dan mudah dicerna.
3. Setelah demam reda dapat diberikan makanan padat dan
cukup kalori.
4. Jaga kebersihan makanan dan minuman.
5. Imunisasi
6. ASI ekslusif
7. Hindari kontak dengan orang dewasa/anak yang menderita
infeksi saluran napas
Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat Rekomendasi C
Penelaah Kritis 1. dr. Meiviliani Sinaga, Sp.A
2. dr. Fitri Prinda Sitanggang, Sp.A
3. Tim Komite Medis
4. Tim Mutu
Indikator Medis Dirawat selama 4 – 7 hari
Kepustakaan Nelson Edisi 16
PPM IDAI Jaya
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA
LAKSANA KASUS RUMAH SAKIT EFARINA
ETAHAM

KEJANG DEMAM PADA ANAK


Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenakan suhu tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Kejang yang terjadi pada bayi dibawah
umur 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung
singkat kurang dari 15 menit bersifat kejang umum dan tidak
berulang dalam 24 jam.
Kejang demam kompleks adalah kejang berlangsung lebih 15
menit bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
yang didahulu kejang fokal dan berulang dalam 24 jam.
Anamnesis 1. Kejang disertai demam
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Sifat kejang ,lama , fokal / berulang
Pemeriksaan Fisik 1. Suhu Tubuh > 38o C
2. Status neurologis= normal
3. Tidak ditemukan tanda tanda tekanan intrakranial
meningkat
4. Tidak ditemukan tanda-tanda rangsang meningeal
5. Tidak ditemukan tanda-tanda lateralisasi
6. Kesadaran bisa baik atau menurun
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
2. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan
indikasi medis
Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
3. Sesuai kriteria pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja Kejang Demam Pada Anak
Diagnosis Banding 1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam komplikasi
3. Gangguan elektrolit
4. Epilepsi
5. SOL
Terapi 1. Terapi cairan
2. Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg /kgBB oral atau drip
diberikan setiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Ibuprofen 5
-10 mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari
3. Anti kejang : diazepam oral 0.3 mg/kgBB setiap 8 jam
atau diazepam rectal 0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
suhu > 38.5 C
4. Anti reseptor H2 bila mual atau muntah
Edukasi 1. Kenali suhu saat kejang
2. Sediakan : thermometer, obat turun panas, obat anti kejang
rektal
3. Ke RS segera bila :
- Kejangnya lama, fokal dan berulang
- Bila anak panas tinggi lebih dari 37.50 C
- Bila pasca kejang anak tidak sadar
Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat Rekomendasi C
Penelaah Kritis 1. dr. Meiviliani Sinaga, Sp.A
2. dr. Fitri Prinda Sitanggang, Sp.A
3. Tim Komite Medis
4. Tim Mutu
Indikator Medis Dirawat selama 4 – 7 hari
Kepustakaan Bunga Rampai Tips Pediatrik
PPM IDAI Jaya

Anda mungkin juga menyukai