Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
Suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
1. Pengertian hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya.
Keluhan
a. Polifagia
b. Poliuri
c. Polidipsi
d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya

Keluhan tidak khas DM :


a. Lemah
b. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
c. Gatal
d. Mata kabur
e. Disfungsi ereksi pada pria
f. Pruritus vulvae pada wanita
2. Anamnesis g. Luka yang sulit sembuh

Faktor resiko DM tipe 2 :


a. Berat badan lebih dan obese (IMT≥25 kg/m2)
b. Riwayat penyakit DM di keluarga
c. Hipertensi
d. Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke
(kardiovaskuler)
e. Kolesterol HDL <35mg/dl dan / atau Trigliserida
>250mg/dl atau sedang dalam pengobatan dyslipidemia
f. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4000gram atau
pernah didiagnosis DM gestational
g. Perempuan dengan riwayat PCOS
h. Riwayat GDPT /TGT
i. Aktivitas jasmani yang kurang
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya

Faktor Predisposisi
a. Usia >45 tahun
b. Diet tinggi kalori dan lemak
3. Pemeriksaan Fisik c. Aktivias fisik yang kurang
d. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg)
e. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT)
f. Penderita penyakit jantung coroner , tuberculosis ,
hipertiroidime
g. Dyslipidemia
1. Gejala klasik DM (polyuria , polydipsia, polifagia) + glukosa
plasa sewaktu ≥ 200mg/dl. Glukosa plasma sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir. ATAU
4. Kriteria Diagnosis 2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126mg/dl.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa
terganggu (TTGO) ≥200mg/dl . TTGO dilakukan dengan
standard WHO , menggunakan beban glukosa anhidrus 75gram
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
yang dilarutkan dalam air. ATAU
4. HbA1c *

*) Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1c ≥ 6,5% belum


dapat di gunakan secara nasional di Indonesia,mengingat
standarisasi pemeriksaan yang masih belum baik.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau


DM , maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh.

Kriteria gangguan toleransi glukosa :


a. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa di dapatkan antara 100 – 125 mg/dl
b. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar
glukosa plasma 140 – 199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram
c. HbA1c 5,7 – 6,4% *

Klasifikasi DM :
a. DM tipe 1
1. DM pada usia muda <40 tahun
2. Insulin dependent akibat destruksi sel :
- Immune-mediated
- Idiopatik
b. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relative – dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin)
c. Tipe lain :
1. Defek genetic pada fungsi sel β
2. Defek genetic pada kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pancreas
4. Endokrinopati
5. Akibat obat atau zat kimia tertentu, misalnya vacor ,
pentamidine , nicotinic acid ,glukokortikoid , hormone
tiroid , diazoxide , agonis adrenergic ,thiazid, phenytoin
, interferon, protease inhibitors ,clozapine.
6. Infeksi
7. Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
8. Sindrom genetic lain , yang kadang berhubungan
dengan DM
d. DM gestational
DM Gestational adalah suatu gangguan toleransi
karbohidrat (TGT ,GDPT , DM) yang terjadi atau diketahui
pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Skrining
Dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan
kehamilan.
Faktor resiko DMG meliputi :
a. Riwayat DMG sebelumnya atau TGT atau GDPT
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Obesitas berat (>120% berat badan ideal)
d. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau
dengan berat badan lahir >4000gr
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
e. Abortus berulang
f. Riwayat PCOS
g. Riwayat Preeclampsia
h. Glukosuria
i. Infeksi saluran kemih berulang atau kandidiasis

Pada wanita hamil yang memiliki resiko tinggi DMG perlu


dilakukan tes DMG pada minggu ke 24 – 28 kehamilan

Bukan Belum
DM pasti DM DM
kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma Vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Komplikasi
a. Akut :
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
b. Kronik :
1. Makroangiopati
2. Pembuluh darah jantung
3. Pembuluh darah perifer
4. Pembuluh darah otak
c. Mikroangiopati
1. Pembuluh darah kapiler retina
2. Pembuluh darah kapiler renal
d. Neuropati
e. Gabungan
1. Kardiomiopati
2. Rentan infeksi
3. Kaki diabetic
4. Disfungsi ereksi

5. Diagnosis Kerja Diabetes Mellitus tipe …

6. Diagnosis Banding Diabetes Insipidus pada ibu hamil

7. Pemeriksaan 1. Gula darah puasa


2. Gula darah 2 jam Post Prandial
Penunjang
3. HbA1c
Pengobatan pada DM disesuaikan dengan kelainan dasar yang
terjadi, seperti :
 Resistensi insulin pada jaringan lemak , otot, dan hati
8. Tata Laksana  Kenaikan produksi glukosa oleh hati
 Kekurangan sekresi insulin oleh pancreas
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
OHO
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfoniurea bekerja dengan cara :
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
- Menurunkan ambang sekresi insulin
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa.
Obat ini biasa diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang
berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang
tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek
(tolbutamid , glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada
pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.

b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman
adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi
tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi
secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya
prose tersebut maka metformin biasa diberikan 2 – 3 kali
sehari kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan
dosis maksimal dapat menurunkan A1C sebesar 1 – 2 %.
Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan dan >
1,5 mg/dL pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati
dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati – hati
pada orang lanjut usia.Obat ini dianjurkan untuk pasien
gemuk (IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan
berat lebih (IMT 27 – 30) dapat dikombinasi dengan obat
golongan sulfonylurea karena mempunyai cara kerja
sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa
darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing -
masing.

c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
α glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.

d. Insulin sensitizing agent


Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang
mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas
insulin , sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin
dan berbagai masalah akibat resisteni insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Cara pemberian OHO , terdiri dari :
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
b. Sulfonylurea : 15 – 30 menit sebelum makan
c. Repaglinid , Nateglinid : sesaat sebelum makan
d. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
e. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan
suapan pertama
f. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan
g. DPP – IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
Nama Dosis Dosis Lama
Generik Maksimal Awal Kerja Frekuensi
Sulfonilurea
Klorpropamid 500 50 6 - 12 1
Glibenklamid 15 -20 2,5 12-24 1-2
Glipisid 20 5 10-16 1-2
Glikasid 240 80 10-20 1-2
Glikuidon 120 30 10-20 2-3
Glipisid GITS 20 5 1
Glimepirid 6 1 1
Biguanid
Metformin 2500 500 1-3
Inhibitor α glukosidase
Acarbose 300 50 1-3

Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
 DM dengan berat badan menurun cepat / kurus
 Ketoasidosis , asidosis laktat , dan koma hyperosmolar
 DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi
berat , dan lain lain)
 DM dengan kehamilan / DM gestational yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat
tersebut.

Jenis Kerja Preparat


Kerja Pendek Actrapid Human 40 /
Humulin
Actrapid Human 100
Kerja Sedang Monotard Human 100
Insulatard
NPH
Kerja Panjang PZI (tidak dianjurkan karena
resiko hipoglikemia)
Campuran kerja pendek dan Mixtard
sedang / panjang

Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah , lalu
dinaikkan perlahan seuai dengan hasil glukosa darah pasien. Jika
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS
pasien sudah diberikan sulfonylurea atau metformin sampai dosis
maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
Edukasi meliputi pemahaman tentang :
a. Penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM
d. Intervensi farmakologis
e. Hipoglikemia
f. Masalah khusus yang dihadapi
g. Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
ketrampilan
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
i. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur
setiap 2minggu / 1 bulan

Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi :
a. Karbohidrat 45 – 65%
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang
mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu
sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari , 60 – 70 %
diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA (monounsaturated fatty acids)
sebagai sumber energy, maka jumlah KH maksimal
9. Edukasi (Hospital
70% dari total kebutuhan kalori per hari.
Health Promotion) 4. Jumlah serat 25 – 50 gram per hari
5. Jumlah sucrose sebagai sumber energy tidak perlu
dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per
hari
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori
seperti sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa
7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari
10 gram/hari
8. Fruktosa tidak bole lebih dari 60 gram/ hari
9. Makanan yang banyak mengandung fruktosa tidakperlu
dibatasi
b. Protein 15 – 20%
Rekomendasi pemberian protein :
1. Kebutuhan protein 15 – 20 % dari total kebutuhan
energy per hari
2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol,
asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi
glukosa darah
3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol,
pemberian protein sekitar 0,8 -1,0 mg/kg berat badan /
hari
4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein
diturunkan sampai0,85 gram/kg berat badan /hari dan
tidak kurang dari 40 gram
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber
protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIABETES MELLITUS

Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.

c. Lemak 20 – 25%
Lemak mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori
per gramnya.
Rekomendasi pemberian lemak :
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak
jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori
per hari.
2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl , asupan lemak
jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori
perhari
3. Konsumsi kolesterol maksimal 300mg/hari , jika kadar
kolesterol LDL ≥100mg/dl , maka maksimal kolesterol
yang dapat di konsumsi 200 mg/hari
4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans
5. Konsumsi ikan seminggu 2 – 3 kali untuk mencukupi
kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
6. Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10
% dari asupan kalori per hari
10. Prognosis Tergantung dari pengendalian faktor resiko
11. Indikator
Adnyana Losen dkk. 2006. Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Melitus di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar. 7;3,
186-193
Goldberg, Ronald dkk. 2008. Management of Type 2 Diabetes.
358;3, 293-298.
12. Kepustakaan
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI

Price, Sylvia. A dan Lorraine M. Wilson. 2004. Patofisiologi


Konsep Klinis Perjalanan Penyakit Volume 1. Jakarta : EGC

Jakarta, 15 Feb 2019


Mengetahui,
KSM Ilmu Penyakit Mata Komite Medik RSU Menteng Mitra Afia

Dr. Isfahani, SpM dr. TerryLawanto, SpB


SIP : SIP :

Anda mungkin juga menyukai