Anda di halaman 1dari 32

DIABETES 

 
MELLITUS (DM) 

 
INSULIN
GLUKOSA ​GLIKOGEN ​darah Otot,
​ liver

Gb.3. Kerja hormon insulin

Definisi DM  

 ​Suatu penyakit     ​Hiperglikemi kronis 


metabolik yang    dari DM   
ditandai oleh    dihubungkan   
hiperglikemia yang  dengan kerusakan 
merupakan hasil    jangka panjang, 
dari gangguan    disfungsi, dan   
pada sekresi    kegagalan   
insulin, kerja insulin  berbagai macam 
atau keduanya.   organ, terutama 
mata, ginjal, syaraf, 
jantung, dan   
pembuluh darah. 
Patogenesis   
Autoimmune destruction of
the β-cells of the pancreas

Impairment of insulin
secretion and defects
in insulin action
HYPERGLYCEMIA

Simptom (Gejala)  
Ketoasidosis  
 ​Sindromahiperosmolar 
non ketosis  
Gejala:   Gejala hiperglikemia kronis:  
 ​Poliuria   ▪ ​suseptibilitas terhadap 
infeksi  
 ​Polidipsia  
Komplikasi kronis:  
 ​Polifagia   
▪ ​Retinopati (​potential loss 
 ​Berat  Badan  turun 
of vision​)  
 ​Penglihatan  kabur 
▪ ​Nefropati (​renal failure)​   
Komplikasi akut:  
▪ ​Neuropatiperifer (foot 
 ​Hiperglikemia &    ulcers, amputation,   
Charcot joint)   genitourinary, and   
▪ ​Neuropatiautonom  cardiovascular symptoms 
(causing gastrointestinal,  & sexual disfunction) 

Klasifikasi DM  
1. ​Diabetes tipe 1   
- kerusakan sel β mengarah kepada defisiensi insulin 
absolut  
A. Imun  
B. Idiopatik  
2. ​Diabetes tipe 2 (80%)  
- defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi 
3. ​Tipe spesifik lainnya  
A. Defek genetik dari fungsi sel β  
B. Defek genetik pada kerja insulin  
C. Penyakit pankreas eksokrin  
D. Endokrinopati  
E. Induksi obat atau bahan kimiawi  
F. Infeksi  
G. Bentuk tidak umum dari diabetes dimediasi 
imun ​H. Sindroma genetik lainnya  
4. ​DM kehamilan (Gestational DM) 

Diabetes Mellitus Tipe 1

Kriteria Diagnosis DM  


1. ​GejalaDM ditambah gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl 
(11,1 mmol/l)  
atau  
2. ​Glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) 
atau  
3. ​Glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa (GD 2 
jam PP) ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes 
toleransi glukosa oral (TTGO).  
TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) 
dicairkan dalam air   
TTGO tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan 

rutin. ​Kriteria tersebut harus dikonfirmasi pada hari 


berikutnya. 

Kategori yang berhubungan dengan nilai 


GDP: ​ ​GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal ​
GDP ≥ 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl   
(7,0 mmol/l) = Glukosa Puasa Terganggu 
(​Impaired Fasting Glucose/IFG​)  
 ​GDP ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM  

Kategori yang berkaitan dengan TTGO: ​


Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa < 140 
mg/dl (7,8 mmol/l) = normal toleransi glukosa 
 ​Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa ≥ 140 
mg/dl (7,8 mmol/l) dan < 200 mg/dl (11,1 
mmol/l) = Glukosa Toleransi Terganggu 
(​Impaired Glucose Tolerance​/​IGT​)  
 ​Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa ≥ 200 
mg/dl (11,1 mmol/l) = DM  
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Diabetes

Mellitus​Normoglycemia IFG or IGT

Diabetes

2-h PG ≥140 and Symptoms of


FPG < 110 mg/dl < 200 mg/dl diabetes and
2-h PG < 140 (IGT) casual plasma
mg/dl FPG ≥126 mg/dl or glucose
FPG ≥110 and ​< 2-h PG ≥200 mg/dl concentration ≥200
or mg/dl
126 mg/dl (IFG)
the new diagnostic criteria for 
type 2 diabetes are as follows: 
(ADA Revisions, Diabetes Care, Suppl, January 
2010)  

1. ​An A1c/ HbA1c level of 6.5% or more.   


2. ​Fasting plasma glucose level of 126 mg/dL or more. ​3. 
A 2-hour plasma glucose level of 200 mg/dL or more 
after a 75-g oral glucose tolerance test.   
4. ​A random plasma glucose level of 200 mg/dL or more 
in a patient with symptoms of hyperglycemia.   

 ​Inthe absence of symptoms of hyperglycemia, the first 


3 options listed should be confirmed with repeated 
testing.   
 ​Patients with an A1c level between 5.7% and 6.4% 
should be considered to have prediabetes and should 
receive appropriate counseling on therapeutic lifestyle 
change.  
Kriteria untuk mengetahui adanya 
DM pada individu yang 
asimptomatik  
1. ​Usia
≥ 45 tahun, pemeriksaan diulang setiap 3 tahun. ​2. 
Pemeriksaan seharusnya dipertimbangkan pada usia 
lebih muda atau dilakukan lebih sering pada individu 
dengan:  
2​
 ​Overweight (BMI ≥ 25 kg/m​ )  
 ​Ada riwayat DM pada saudara tingkat pertama  ​
Populasi etnis risiko tinggi (orang Amerika-Afrika, 
Amerika-Hispanik, penduduk asli Amerika/Indian, 
Amerika-Asia, Penduduk Kepulauan Pasifik)  
 ​Pernah melahirkan bayi dengan BBL > 9 lb (​± ​4 kg) 
atau didiagnosis GDM  
 ​Hipertensi ( ≥ 140/90)  
 ​Kadar Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl (0,90 mmol/l) 
dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mmol/dl (2,82 
mmol/l)  
 ​Tes sebelumnya mempunyai IGT atau IFG. 

Major Risk Factors for Type 2 


Diabetes  
1. ​Family history of diabetes (i.e. parents or 
siblings with diabetes)  
2. ​Overweight (BMI 25 kg/m​2​)  
3. ​Habitual physical inactivity  
4. ​Race/ethnicity(e.g. African-Americans, 
Hispanic-Americans, Native-Americans, Asian 

Americans, and Pasific Islanders)​ ​5. ​Previously 


identified IFG or IGT  
6. ​Hypertension (≥ 140/90 mmHg in adults) ​7. ​HDL 
cholesterol ≤ 35 mg/dl (0,90 mmol/l) ​and/or 
triglyceride level ≥ 250 mmol/dl (2,82 ​mmol/l)  
8. ​History of GDM or delivery of a baby weighing 
> 9 lb  
9. ​Polycystic ovary syndrome 
Masalah Pembedahan Pasien DM  
1. ​Angkamortalitas penderita DM yang mengalami 
pembedahan kurang lebih 5 kali lebih tinggi dari 
penderita non DM.   
2. ​Penyebab
utama mortalitas dan morbilitas 
penderita DM adalah penyakit jantung dan 
pembuluh darah, infeksi serta gangguan ginjal.  
3. ​Infeksi
merupakan penyulit pada pasca bedah 
tersering dan menyebabkan 20% kasus 
kematian ​pada penderita DM  
4. ​Fokus
utama ahli anestesi adalah evaluasi 
prabedah dan terapi penyakit  
5. ​Kunci
untuk mengelola kadar glukosa darah pra 
bedah pada pasien diabetik adalah 
menetapkan ​sasaran yang jelas 
Respon Metabolik Penderita 
DM Perioperatif  
 ​Pembedahan dan anestesi memicu respon stress neuro 
endokrin & pelepasan hormon2 kontra regulasi -> retensi 
insulin Jar perifer, >> glukosa hepar, ggn sekresi insulin  
 ​Peningkatan hormon katabolik (katekolamin, glukagon dan 
kortisol), << hormon anabolik (insulin & testosteron) dlm 
plasma  
 ​Pelepasan
katekolamin sistemik (epineprin & norepineprin) -> 
merangsang glikogenesis & glukoneogenesis hepar  
 ​Efek epineprin thd reseptor adrenergik alfa & beta >> laju 
metabolik & fungsi pankreas  
 ​<< insulin + >> glukoneogenesis & >> retensi insulin -> 
hiperglikemia & intoleransi glukosa 
Manajemen Perioperatif 
Evaluasi type DM dan riwayat hipoglikemi,   
 ​Diabetik
Ketoasidosis (KAD) dan Hyperglicemic Hyperosmolar 
Nonketotic Coma (HHNKC).   
 ​Pasienyang telah terkontrol gula darahnya -> hiperglikemi 
ataupun hipoglikemia ketika terinfeksi atau paska pemberian 
steroid.   
 ​Evaluasi komplikasi DM tersering  
 ​gagal ginjal  
 ​neuropati sensori ataupun otonom (delayed gastric 
emptying, sick sinus syndrome, hipotensi ortostatik),  
 ​artherosklerosis coroner atau perifer (Silent MI) 
 ​kebutaan karena hemoragi retina,   
 ​kaku sendi yang memungkinkan pasien menjadi sulit 
diintubasi 
 ​Infeksi aktif -> resisten thd terapi  

 ​Hiperglikemia-> diuresis osmotik, disertai dehidrasi dan 


hilangnya ion Natrium (Na+) and Kalium (K+)  
 ​Monitor cairan resusitasi (CVP atau PA, kateter urin) dengan cairan
saline, dan tambahkan KCl jika urin output telah dinilai.
 ​koreksi
kalium -> hipokalemia -> insulin dan glukosa 
mendorong kalium untuk masuk ke dalam sel  
 ​HHNK -> dehidrasi parah) & hyperosmolar pd plasma -> 
Monitoring & resusitasi cairan agresif dan cukup insulin << BG 
10%/jam  
 ​Pembedahan minor dan sedang, obat hypoglikemik pada 
pasien NIDDM ditunda -> monitoring BG  
 ​Pembedahan mayor pasien NIDDM dan semua tipe pembedahan
pasien IDDM, kontrol gula darah merupakan hal yang kritis selama
masa perioperatif -> infus insulin
 ​Kadar gula darah harus diawasi dan jaga agar tetap dalam 
range 120-180 mg/dl.  
 ​Hiperglikemia dihindari -> fagositosis dan penyembuhan luka 

 ​hipoglikemia -> kerusakan CNS  


 ​Pemberian glukosa perioperatif direkomendasikan cegah
katabolisme otot dan hipoglikemia.
 ​Gejalahipoglikemia atau hipoperfusi lbh mudah dikomunikasikan
pada pasien sadar dengan anestesi regional dibandingkan pada
anestesi umum
 ​Tanda hipoglikemia pada anestesi umum menyerupai “light
anesthesia” dengan takikardi dan hipertensi.
 ​AgenInhalasi, steroid serta pembedahan dapat meningkatkan
kadar gula darah.
 ​Hindari penggunaan succinilcholine pada pasien dengan neuropati
 ​Metabolik
dan stress hormonal akan berlanjut hingga 4 hari 
pasca operasi mayor -> monitoring ketat 
Pencapaian Kontrol Glukosa Darah 
Perioperatif  
 ​Bervariasi
-> jenis pembedahan, beratnya penyakit yang 
mendasari, kesiapan untuk mencapai kontrol glukosa 
darah, umur, dan sesitifitas terhadap insulin.   
 ​Target gula darah pd berbagai pembedahan  
Rasional  
Populasi pasien 
Target Glukosa ​Darah  
Puasa: 90-126 ​kg/dl   menurun, lama ​rawat 
Pembedahan ​umum   GDS : < 180 ​mg/dl   inap memendek, 
Angka kematian  Infeksi ​lebih rendah  

Operasi Jantung < 150 mg/dl Angka kematian menurun, Resiko 


infeksi Sternum Menurun  
Penyakit Kritis 80-110 mg/dl Angka Mortalitas, Morbiditas dan lama 
rawat inap menurun  
Kelainan   <110 mg/dl >> mortalitas bila 
neurologis akut   GDS > 110 mg/dl 

Manajemen Prabedah  
 ​Menilai tipe diabetesnya  
 ​Penilaianberatnya penyakit: Onset DM, 
Pengobatan yg dijalani, Ketidakstabilan DM 
(KAD), hiperglikemi, masalah metabolik lain, 
komplikasi: nefropati, ggn jantung dll  
 ​Penggoolongan Kelas DM  
▪ ​Kelas 1 -> DM dengan terapi diet/ diet & OAD  
▪ ​Kelas
2: DM dengan terapi insulin sampai 40 
unit/hari  
▪ ​Kelas
3: DM dengan terapi insulin > 40 unit/hari/ 
DM tipe 1 
Anestesi Pasien DM  
1. Anestesi Umum  
a. ​Premedikasi tdk berbeda dg px umum -> Kombinasi 
analgetik opioid, obat penenang (benzodiazepin) dg atau 
tanpa antikolinergik; Pemberian antagonis reseptor H2 
(ranitidin); Metoklopramid -> untuk pengosongan lambung 
px DM  
b. ​Induksi
Anestesi: Thiopental, midazolam, atau propofol dosis 
sedasi  
Hindari ketamin -> terutama pada DM dg KAD  
c. ​Pemeliharaan Anestesi  
Anestesi dpt dipertahankan dengan N2O-O2  
Penggunaan enflarance tidak mempengaruhi kadar 
glukosa 
2. Anestesi Regional  
​Anestesi regional (epidural, spinal, blok saraf 
perifer) mempunyai keuntungan dibanding 
GA pd px DM  
​Bahaya aspirasi paru dpt dikurangi 
seminimal mungkin  
​Spinalanestesi dapat menghindari problem 
efek toksik sistemik -> pd blok spinal tinggi 
status cairan hrs baik  
​Kekurangan Pada hipovolemia dan asidosis 
akan menurunkan volume distribusi obat lokal 
anestesi -> shg dpt menyebabkan toksis pada 
dosis rendah 
Manajemen Perioperatif
Pasien yang mendapatkan terapi Oral Anti Diabetes
(OAD)
 ​Pada hari operasi px menghentikan OAD oral
 ​Sulfonilurea
-> hipoglikemia & >> risiko iskemik
dan infark miokard perioperatif
 ​Metformin >> risiko terjadinya asidosis
laktat. ​ ​Dapat diberikan insulin short acting
(sc)
 ​PxDM tipe 2 (konsentrasi GD tidak dapat di
kontrol dg O AD) -> dipertimbangkan
pemberian ​insulin preoperatif
Pasien dengan terapi Insulin   
 ​Pasien DM tipe 1 -> mengurangi dosis insulin 
waktu tidur (malam) sebelum operasi -> Cegah 
hipoglikemia.  
 ​Mempertahankan dosis insulin secara kontinyu 
didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah 
sebelumnya  
 ​Konsulkanpasien ke dokter anestesi dan 
penyakit dalam  
 ​Monitoring berkala -> mengenali kondisi 
hiperglikemia maupun hipoglikemia 
Preoperatif pasien DM   
 ​Semua pengobatan umum diteruskan sampai waktu pagi 
hari operasi.   
 ​Metformin
dihentikan 2 hari sebelum operasi mayor -> 
menyebabkan asidosis laktat.   
 ​Chlorpropamidadihentikan 3 hari sebelum operasi -> 
masa kerjanya memanjang -> Glibenclamid (obat kerja 
pendek) dapat menggantikannya.   
 ​Glibenclamiddihentikan sekurang-kurangnya 24 jam 
sebelum operasi.   
 ​BilaDM sangat tidak terkontrol tetapi keton tidak 
ditemukan baik dalam darah maupun urin, mulai 
pemberian insulin menurut sliding scale.   
 ​Bila keton ditemukan, tunda operasi bila tidak emergensi 

Bedah Minor
DM tipe 1:
 ​Berikaninsulin kerja sedang dengan dosis separuh total insulin pagi
secara subkutan bila glukosa darah pagi sekurang-kurangnya 126
mg/dL.
 ​Gula darah diperiksa 1 jam preoperasi dan minimal 1 kali intraoperasi
serta setiap 2 jam setelah operasi.
 ​Pemberian insulin rutin dimulai saat penderita mulai makan
DM tipe 2:
 ​Hentikan regimen hipoglikemik oral pada hari operasi, gula darah
diukur 1 jam sebelum operasi dan sekurang-kurangnya 1 kali selama
operasi.
 ​Penderitayang mendapat terapi insulin sebelumnya di injeksi insulin
subkutan dengan dosis separuh dari total dosis pagi bila kadar gula
darah pagi sekurang-kurangnya 126 mg/dL.
 ​Setelah operasi gula darah diperiksa
 ​di ruang operasi, -> siapkan akses intravena
 ​periksagula darah setiap 2 jam dimulai setelah
pemberian insulin, setiap 1 jam intra operasi dan
2-4 jam setelah operasi.
 ​Apabilapasien mulai hipoglikemia (GD < 100
mg/dL) -> berikan suplemen dekstrosa (ex Dex
50%)
 ​Bila
tjd hiperglikemia intraoperatif (>150-
180mg/dL) dapat diberikan insulin intravena,
atau
 ​regularinsulin via NaCl 0,9% piggy bag (50-100 u
per 50-100 ml NaCl 0,9 %)
Pembedahan Elektif
Pada Hari Persiapan
 ​Penderita kelas 1
DM yang diterapi / terkontrol _> ​tergantung pembedahannya apakah 
 ​Px
OAD perlu diganti dengan regular insulin (RI).   
 ​Bila setelah pembedahan px diharapkan dapat segera diberikan 
intake peroral, maka OAD tidak perlu diganti dengan RI.   
 ​Pada pembedahan besar dimana dalam beberapa hari asupan 
harus melalui per infus maka OAD harus segera diganti dengan RI.   

 ​Penderita kelas 2 dan 3  


 ​Bila
penderita menggunakan long acting -> ganti dengan RI, 
dimonitor beberapa hari untuk mendapatkan dosis yang sesuai.   
 ​Bila ada gangguan elektrolit dan asam basa harus dikoreksi dahulu 
Pada Hari Pembedahan  
 ​Pagi hari sblm operasi: nilai baseline data glukosa darah 
puasa,   
 ​pasang infus dengan cairan yang mengandung glukosa, 
sebaiknya tidak menggunakan cairan yang   
mengandung RL.   
 ​Dosis maksimal insulin pada hari pembedahan yaitu 2/3 
dari dosis yang biasa diberikan, -> 1/3 dosis maksimal 
tersebut diberikan subcutan pagi hari setelah infus 
terpasang, dan 2/3 nya direncanakan diberikan pasca 
bedah  
 ​Sebelum pemberian insulin berikutnya dilakukan 
pemeriksaan kadar glukosa darah dahulu atau pantau 
setiap 3 jam pasca operasi.  
 ​Hasil pemeriksaan glukosa darah -> penyesuaian dosis 
insulin -> cegah hipoglikemia 
Regimen Pemberian Insulin
dengan ​metode sliding scale
Kadar Glukosa Darah   Dosis Insulin  

200-250 mg/dl   2-3 unit 

250-300 mg/dl   3-4 unit 

300-400 mg/dl   4-8 unit (cek gula darah 1-2 jam) 

> 400 mg/dl   10 unit (cek gula darah tiap jam) 

Pembedahan Emergensi
 ​Pxharus dievaluasi secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik),
kadar gula darah, aseton serum, elektrolit dll
 ​Bila px ketoasidosis jika memungkinkan tunda beberapa jam untuk
melakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
 ​Segeratentukan kadar glukosa darah, ureum, creatinin serum, elektrolit (K+
dan Na+), keton, analisa gas darah (pH dan PCO2), koreksi dehidrasi
dengan NaCl 0,9%
 ​Berikan RI secara IV sebanyak 5-10 unit (bolus), kemudian dilanjutkan
dengan 50 unit dalam 500 cc normal saline dimulai dengan 2-8 unit/jam (20
– 80 cc/jam).
 ​Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan secara serial setiap 2 – 3 jam
dan diperkirakan kadar glukosa darah turun antara 75 – 100 mg/dL.
 ​Monitoring pH, K+, dan glukosa darah dilakukan secara ketat.

Tehnik regulasi cepat pada DM  


 ​Jangan memberi cairan yang mengandung 
karbohidrat bila kadar gula darah > 200 
mg/dL.  
 ​BeriRI iv 4 unit tiap jam sampai gula darah 200 
mg/dL atau reduksi urine positif lemah (dosis 4 
unit/jam dapat << kadar gula darah 50 – 75 
mg/dL)  
 ​Bilakadar gula darah sudah tercapai, RI 
diteruskan secara subkutan dg interval awal 
tiap 4 jam, bila respon baik dapat diberikan 
tiap 8 jam. 
Manajemen Paska Operatif
 ​Monitor kadar glukosa harus dilanjutkan pada periode
paska bedah.
 ​Pada pembedahan sehari, regimen OAD segera dilanjutkan
sesudah penderita diperbolehkan diit oral.
 ​Pengecualian adalah pada prosedur yang berhubungan
dengan pemakaian radiokontras iodine, OAD golongan
biguanide (metformin) baru dapat diberikan setelah 72 jam
dan kreatinin serum normal
 ​Pada pembedahan mayor yang mengharuskan penderita
belum diperbolehkan diit oral atas indikasi tertentu, maka
infus karbohidrat masih dipertahankan untuk mencegah
hipoglikemia dan ketosis

Manajemen Paska Operatif


DM tipe 1:
 ​Stop infus saat penderita makan dan minum.
 ​Kalkulasitotal dosis insulin penderita preoperatif
dan berikan insulin solubel (actrapid) subkutan
yang terbagi dalam 3-4 dosis per hari. Sesuaikan
dosis selanjutnya hingga level glukosa stabil.
DM tipe 2:
 ​Stopinfus IV dan mulai pemberian obat oral anti
diabetik saat penderita makan dan minum

TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai