Anda di halaman 1dari 3

Kronologi kasus sengketa izin lingkungan hidup PLTU Teluk Sepang Bengkulu dimulai pada

20 Juni 2019, ketika gugatan warga Teluk Sepang didaftarkan terhadap Gubernur Bengkulu,
Lembaga OSS, dan PT. Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) terkait proyek PLTU 2×100
Megawatt. Pada 30 Maret 2023, PT TLB dilaporkan melakukan pelanggaran serius dengan
membuang limbah abu ke kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang-Pulau Baai.
Komunitas Posko Lentera Teluk Sepang melaporkan PT TLB ke Direktorat Jendral
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan pada 25 Maret 2023. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
mengkonfirmasi bahwa area Taman Wisata Alam dijadikan tempat pembuangan limbah abu
PLTU. Warga Bengkulu menggugat izin lingkungan PLTU Teluk Sepang hingga ke
Mahkamah Agung pada 22 September 2021, dengan harapan izin tersebut dibatalkan
berdasarkan Undang-undang. Sejumlah mahasiswa dan aktifis lingkungan hidup juga
melakukan unjuk rasa menuntut pencabutan izin pembangunan PLTU Teluk Sepang pada 3
Desember 2019. Masyarakat Teluk Sepang menduga adanya pelanggaran dalam penerbitan
izin lingkungan PLTU Teluk Sepang, seperti dugaan pemalsuan persetujuan warga dan
dugaan pelanggaran peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
dan Provinsi. Masyarakat Teluk Sepang menolak pendirian PLTU Teluk Sepang karena
khawatir proyek tersebut dapat merusak lingkungan dan ruang. Mereka menyatakan
kekhawatiran terhadap nasib Teluk Sepang dalam jangka waktu lima tahun ke depan jika
pembangunan PLTU terus berlanjut. Masyarakat juga menyoroti pelanggaran terkait
pembuangan limbah abu hasil pembakaran batu bara ke kawasan Taman Wisata Alam Pantai
Panjang-Pulau Baai oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu, yang dianggap sebagai tindakan serius
yang merugikan lingkungan. Masyarakat meminta agar PTUN melakukan penundaan
pembangunan proyek dan konstruksi pembangunan di PLTU Teluk Sepang. Masyarakat
menuntut agar PTUN dapat membatalkan serta mencabut izin lingkungan terbaru yang telah
diterbitkan oleh Lembaga Online Single Submission (OSS).
Warga menggugat putusan terkait izin lingkungan hidup PLTU Teluk Sepang Bengkulu
karena mereka merasa bahwa putusan tersebut tidak adil dan tidak mempertimbangkan
dampak yang sebenarnya terjadi. Meskipun majelis hakim menyatakan bahwa warga tidak
memiliki hak untuk mengajukan gugatan dan bahwa tidak ada dampak yang dirasakan oleh
pihak penggugat, namun fakta lapangan menunjukkan sebaliknya. Selama pemantauan di
lapangan, ditemukan ketidakpatuhan terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal), seperti pengangkutan batu bara melalui jalur darat yang seharusnya
dilakukan lewat jalur laut, serta adanya warga yang tersengat aliran listrik. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat dampak nyata yang dirasakan oleh warga dan ketidaksesuaian
dengan prosedur yang seharusnya diikuti. Oleh karena itu, warga menggugat putusan tersebut
untuk menegakkan keadilan dan keselamatan lingkungan hidup serta sumber penghidupan
mereka. Dalam gugatan terkait izin lingkungan PLTU Teluk Sepang, warga Teluk Sepang
memberikan beberapa alasan sebagai dasar gugatan mereka:
 Dugaan Pelanggaran: Warga Teluk Sepang menduga adanya pelanggaran dalam
penerbitan izin lingkungan PLTU Teluk Sepang, termasuk dugaan pemalsuan
persetujuan warga dan pelanggaran terhadap peraturan daerah mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota dan Provinsi.
 Kerusakan Lingkungan: Warga menolak pendirian PLTU Teluk Sepang karena
khawatir proyek tersebut dapat merusak lingkungan dan ruang. Mereka menyatakan
kekhawatiran terhadap nasib Teluk Sepang dalam jangka waktu lima tahun ke depan
jika pembangunan PLTU terus berlanjut.
 Pembuangan Limbah : Warga juga menyoroti pelanggaran terkait pembuangan limbah
abu hasil pembakaran batu bara ke kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang-
Pulau Baai oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu, yang dianggap sebagai tindakan serius
yang merugikan lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, dampak dari putusan Nomor 112/G/LH/2019/PTUN.BKL terhadap
lingkungan di sekitar PLTU Teluk Sepang Bengkulu adalah:
 Potensi Dampak Operasional PLTU: Majelis hakim menilai bahwa potensi dampak
operasional PLTU di masa depan dapat dicegah dengan dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) yang termasuk rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sehingga sesuai dengan prinsip
pencegahan.
 Dokumen Amdal dan Rencana Pengelolaan Lingkungan: Putusan tersebut
mengandung prinsip pencegahan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauannya.
 Tata Ruang Wilayah: PLTU Teluk Sepang dianggap sebagai Proyek Strategis
Nasional, sehingga kepatuhan terhadap tata ruang dapat mengacu pada Pasal 114A
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Nasional.
Putusan ini menimbulkan kecewa berat di kalangan warga Kelurahan Teluk Sepang, yang
merasa tidak ada keadilan di PTUN Bengkulu. Warga meminta pemulihan hutan mangrove
dan penutupan saluran air bahan. Namun Majelis hakim menolak gugatan yang diajukan
penggugat karena penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.
Dampak dari putusan ini terhadap lingkungan di sekitar PLTU Teluk Sepang Bengkulu adalah
mengandung prinsip pencegahan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauannya, serta mengacu pada Pasal 114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017
tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Dalam putusan Nomor 112/G/LH/2019/PTUN.BKL
tentang izin PLTU Teluk Sepang, pengadilan memberikan beberapa alasan sebagai dasar
putusan tersebut:
 Pengadilan menyatakan bahwa penggugat tidak memiliki kedudukan hukum yang
memadai untuk mengajukan gugatan terkait izin lingkungan PLTU Teluk Sepang. Hal
ini menjadi alasan utama penolakan gugatan yang diajukan oleh masyarakat
Kelurahan Teluk Sepang.
 Potensi Dampak Operasional PLTU: Pengadilan menilai bahwa potensi dampak
operasional PLTU di masa depan dapat dicegah dengan dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) yang mencakup rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan pemantauan lingkungan hidup. Dengan demikian, putusan tersebut mengacu pada
prinsip pencegahan dampak lingkungan.
 Ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang: Pembangunan PLTU Teluk Sepang
dianggap bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota dan
Provinsi, yang menjadi dasar bagi penolakan gugatan terkait izin lingkungan proyek
tersebut

Anda mungkin juga menyukai