Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ABORTUS

Disusun Oleh :

Deanita Savira Ramdan 2260151005

Moch Nabil Yazid Nastiar 2260151037

Pembimbing :

Lina Marlinawati, dr., SpOG., M.Kes

DAPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 2


BAB I ....................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................................... 4
2.1 Definisi .......................................................................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi.................................................................................................................................. 4
2.3 Etiologi .......................................................................................................................................... 5
2.4 Patogenesis .................................................................................................................................... 8
2.5 Penegakan Diagnosis ..................................................................................................................... 9
2.5 Diagnosis ....................................................................................................................................... 9
2.6 Klasifikasi .................................................................................................................................... 11
2.6.1 Abortus imminens ..................................................................................................................... 11
2.6.2 Abortus insipiens ...................................................................................................................... 12
2.6.3 Abortus inkomplit ..................................................................................................................... 12
2.6.4 Abortus komplit ........................................................................................................................ 12
2.6.5 Missed abortion ........................................................................................................................ 12
2.6.6 Abortus habitualis ..................................................................................................................... 13
2.6.7 Abortus febrilis ......................................................................................................................... 13
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................................................................... 14
2.7.1 Tatalaksana Abortus Imminens ................................................................................................ 14
2.7.2 Tatalaksana Abortus Insipiens .................................................................................................. 14
2.7.3 Tatalaksana abortus inkomplit .................................................................................................. 15
2.7.4 Tatalaksana Abortus komplit .................................................................................................... 16
2.7.5 Tatalaksana missed abortion ..................................................................................................... 16
2.7.6 Tatalaksana Abortus febrilis / abortus infeksiosa ..................................................................... 17
2.8 Kuretase ....................................................................................................................................... 18
2.8.1 Indikasi Kuretase ...................................................................................................................... 18
2.8.2 Teknik dilatasi dan kuretase ..................................................................................................... 18
BAB III .................................................................................................................................................. 20
PENUTUP ............................................................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus, yang juga dikenal sebagai keguguran, merujuk pada berakhirnya kehamilan
sebelum janin mencapai masa viabilitas, yakni sebelum usia kehamilan 20 minggu atau saat
berat janin masih di bawah 500 gram. Angka kejadian keguguran bervariasi dalam penelitian,
dengan perkiraan bahwa satu dari empat perempuan yang pernah hamil akan mengalami
keguguran. Sebagian besar kasus terjadi pada trimester pertama kehamilan, dengan perkiraan
insiden keguguran berkisar antara 10 hingga 28 persen. Data dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Kesehatan RI tahun 2012 menunjukkan bahwa 4,1 persen
kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh keguguran. Selain risiko kematian, keguguran juga
dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan psikologis, dengan penelitian menunjukkan
hubungan antara keguguran dan risiko gangguan kejiwaan, penggunaan obat terlarang, stres,
dan penurunan status kesehatan secara umum pada perempuan yang mengalaminya.1
Kasus keguguran yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dapat terjadi sebagai akibat
dari upaya pengguguran kehamilan atau induksi keguguran yang dilakukan sebelumnya dengan
metode yang tidak aman. Praktik induksi keguguran dapat dilakukan baik pada kehamilan yang
diinginkan maupun yang tidak diinginkan, serta pada perempuan yang sudah menikah maupun
yang belum. Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017
menunjukkan bahwa sekitar 15 persen kelahiran pada perempuan usia 15-49 tahun tidak
diinginkan pada saat itu, dan 12 persen perempuan belum menikah usia 15-24 tahun pernah
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Praktik induksi keguguran yang tidak aman
diperkirakan mencapai 25 juta kasus setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan sekitar 44.000
perempuan meninggal akibatnya.1
Meskipun belum ada data epidemiologis yang akurat untuk kondisi ini di Indonesia,
penelitian pada tahun 2000 memperkirakan bahwa terdapat sekitar 2 juta kasus keguguran per
tahun. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa sekitar 49,4 persen upaya induksi
keguguran dilakukan oleh perempuan sendiri, dengan metode yang paling umum meliputi
penggunaan pil, jamu, dan pijat. Pada tahun 2018, angka kejadian abortus di RSUP Hasan
Sadikin Bandung berkisar antara 18-19 persen berdasarkan laporan yang diterima.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut buku Obstetri Patologi Fakultas Kedokteran Unpad, Abortus merupakan
berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable) di dunia luar, tanpa mempersoalkan
sebabnya. Abortus merupakan patologi kehamilan yang dapat timbul pada trimester pertama
atau awal trimester dua.2 Menurut Ilmu kebidanan sarwono Abortus merupakan ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, sebagai batasan ialah
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Berdasarkan
PPK obstetric dan ginekologi dan Kemenkes RI (2020), abortus adalah berakhirnya kehamilan
pada umur kehamilan < 22 minggu (berat janin < 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan. Abortus memiliki dua jenis utama yaitu Abortus Spontan dan
Abortus Buatan. Abortus spontan terjadi ketika hasil konsepsi keluar dari rahim tanpa adanya
intervensi medis atau mekanis. Sementara itu, abortus buatan mencakup dua kategori yang
berbeda, yaitu abortus provocatus criminalis atau pengguguran yang disengaja, dan abortus
therapeutics atau pengguguran yang dilakukan atas dasar medis untuk melindungi kesehatan
ibu.2,3
Abortus provocatus terbagi lagi menjadi dua kategori Abortus provocatus artificialis
dan abortus provocatus criminalis. Abortus provocatus artificialis dilakukan atas indikasi
medis untuk kepentingan ibu, seperti dalam kasus penyakit jantung, hipertensi esensial, atau
kanker serviks yang membahayakan nyawa ibu. Sementara itu, abortus provocatus criminalis
merujuk pada pengguguran kehamilan yang dilakukan tanpa alasan medis dan dianggap ilegal
menurut hukum, baik dilakukan oleh tenaga medis yang berwenang maupun oleh individu yang
tidak memiliki kewenangan dalam bidang medis.2,3

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO diperkirakan di Indonesia kasus abortus mencapai 2,3 juta kasus setiap
tahunnya. Abortus spontan di indonesia adalah 10%-15% dari 5 juta kehamilan setiap tahunnya
atau 500.000-750.000. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam dan sebagian besar studi
menyatakan abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Menurut SKDI pada tahun
2012, kejadian abortus di Indonesia sebesar 1,6% dan di Provinsi Jawa Barat sebesar 0,12%.

Antara tahun 2015 dan 2019, sekitar 121 juta kehamilan yang tidak diinginkan terjadi
setiap tahun. 61% berakhir dengan abortus, 39 kasus abortus per 1000 wanita berusia 15-49
tahun dan total abortus pertahun adalah 73 juta kasus. Prevalensi abortus berulang di antara
semua abortus telah meningkat di beberapa negara, seperti Swedia (dari 19% pada 1975
menjadi 38% pada 2008), Selandia Baru (dari 23% pada 1991 menjadi 38% pada 2011), dan
Prancis (dari 18% pada 1990 menjadi 28% pada 2002 dan menjadi 41% pada 2011).1,4

2.3 Etiologi
Penyebab abortus dapar merupakan gabungan beberapa faktor. Lebih dari 80% abortus
spontan terjadi dalam 12 minggu awal kehamilan. Umumnya abortus didahului oleh kematian
janin lalu menjadi perdarahan.2 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus
adalah:
1. Faktor Janin
Kejadian abortus dapat melibatkan komponen kromosom yang normal
atau abnormal (aneuploid). Sekitar 75 persen dari abortus dengan kromosom
abnormal ditemukan pada 8 minggu pertama kehamilan, dengan kelainan
maternal terjadi sekitar 95 persen dan kelainan paternal sekitar 5 persen. Jenis-
jenis kelainan kromosom yang paling umum ditemukan adalah trisomi, yang
terjadi sebanyak 50-60 persen, monosomi X sebanyak 9-13 persen, dan triploidi
sebanyak 11-12 persen.
Kelainan yang sering terjadi pada abortus meliputi gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin, atau plasenta. Ovum yang mengalami
patologi dapat menyebabkan kondisi seperti kurangnya pertumbuhan embrio
atau yang biasa dikenal sebagai blighted ovum, di mana ovum memiliki rongga
yang kosong tanpa adanya embrio yang berkembang, atau embrio yang
mengalami degenerasi atau tidak berkembang sempurna.2
2. Faktor Maternal
- Infeksi: Infeksi maternal dapat berisiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada saat akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Kematian janin secara pasti tidak diketahui
penyebabnya, apakah janin yang terinfeksi atau akibat toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi. Abortus dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi, seperti rubella,
sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia,
campak, hepatitis, polio, dan ensefalomielitis, yang disebabkan oleh
virus. Selain itu, bakteri seperti Salmonella typhi dan parasit seperti
Toxoplasma gondii serta Plasmodium juga dapat menjadi penyebab
abortus.2
- Penyakit Vaskular: Hipertensi
- Kelainan Endokrin: Abortus spontan dapat terjadi akibat berbagai
kondisi, seperti disfungsi tiroid, defisiensi insulin, atau produksi
progesteron yang tidak mencukupi. Disfungsi tiroid, misalnya, yang
dapat berkaitan dengan defisiensi yodium, diketahui memiliki korelasi
dengan kejadian abortus. Autoantibodi tiroid juga telah dilaporkan
meningkatkan risiko abortus, bahkan tanpa terjadi hipotiroidisme yang
nyata. Sementara itu, pada diabetes melitus, risiko abortus terkait dengan
tingkat kontrol metabolik pada trimester pertama kehamilan. Meskipun
angka abortus spontan pada ibu dengan diabetes dalam 21 hari setelah
konsepsi dapat mirip dengan kelompok non-diabetes, pengendalian
glukosa yang tidak memadai dapat menyebabkan peningkatan signifikan
dalam angka abortus. Selain itu, defisiensi produksi progesteron, baik
oleh korpus luteum maupun plasenta, juga telah dilaporkan
menyebabkan peningkatan risiko abortus. Meskipun jarang terjadi,
laporan kasus defisiensi fase luteal juga menjadi perhatian dalam
kaitannya dengan kejadian abortus.2
- Faktor Imunologi: Inkompatibilitas pada sistem HLA (Human Leukocyte
Antigen) merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian abortus.
Sistem HLA, yang merupakan sistem penanda antigen pada permukaan
sel manusia, memiliki peran penting dalam mengatur respons imun
tubuh terhadap antigen asing. Ketika terjadi inkompatibilitas pada sistem
HLA antara ibu dan janin, sistem kekebalan tubuh ibu dapat bereaksi
secara berlebihan terhadap janin, yang akhirnya dapat menyebabkan
keguguran. Hal ini dapat terjadi karena sistem kekebalan tubuh ibu
mengenali janin sebagai benda asing dan mengaktifkan respons imun
yang berujung pada penolakan janin. Oleh karena itu, inkompatibilitas
sistem HLA dapat menjadi salah satu faktor risiko yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus.2
- Trauma: Umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut,
misalnya trauma akibat pembedahan yaitu Pengakatan ovarium yang
mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke- 8 atau
Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat
kehamilan.2
- Kelainan Uterus: Hipoplasia uterus, mioma (terurama mioma
submukosa), serviks inkompeten, septum uterus, adhesi intrauterin.
3. Faktor Eksternal:
- Radiasi: Paparan radiasi dalam rentang dosis 1 hingga 10 rad selama
kehamilan pada tahap 9 minggu pertama dapat menimbulkan risiko
kerusakan pada janin. Dalam kondisi ini, paparan radiasi pada embrio
yang sedang berkembang memiliki potensi untuk mengganggu
perkembangan sel-sel janin secara abnormal, yang pada gilirannya dapat
menghasilkan cacat bawaan atau kelainan perkembangan lainnya. Lebih
lanjut, dosis radiasi yang melebihi ambang batas ini dapat meningkatkan
risiko keguguran.2
- Obat-obatan: Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain.
Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan diatas
trimester pertama kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang berat.2
- Tembakau: Merokok telah didokumentasikan sebagai faktor yang
meningkatkan risiko abortus euploid, yaitu abortus yang disebabkan oleh
kelainan kromosom yang normal. Ibu hamil yang merokok dengan
tingkat konsumsi lebih dari 14 batang rokok per hari dilaporkan memiliki
risiko dua kali lipat untuk mengalami abortus euploid dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak merokok. Paparan zat-zat beracun yang
terkandung dalam asap rokok dapat mengganggu proses perkembangan
janin, menghasilkan efek negatif pada kesehatan dan kelangsungan
hidup kehamilan.
- Alkohol: Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat sering
mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan, bahkan
bila alkohol dikonsumsi dalam jumlah sedang. Kejadian abortus
meningkat duakali lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap minggu,
dan tiga kali lipat bila minum alkohol setiap hari.
- Kafein: Konsumsi kopi dalam jumlah lebih dari empat cangkir perhari
tampaknya sedikit meningkatkan risiko abortus. Bila kadar Paraxantin
(suatu metabolit kafein) dalam darah ibu sangat tinggi, dapat
meningkatkan risiko abortus dua kali lipat. Konsumsi kafein dalam
jumlah sedang (kurang dari 4 cangkir perhari) kecil kemungkinannya
menyebabkan abortus spontan.
- Kontrasepsi: Kontrasepsi oral atau zat spermisida yang digunakan dalam
krim dan jeli kontrasepsi tidak terdapat cukup bukti yang mendukung
peningkatan insidensi abortus. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR,
IUD-intrauterin device) berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus
septik bila terjadi kehamilan karena kegagalan kontrasepsi.2

2.4 Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.2
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8
sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak terlepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin
masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.2

2.5 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis abortus didasarkan pada sejumlah tanda dan gejala yang dapat
terjadi selama kehamilan. Salah satu tanda utama adalah adanya perdarahan atau bercak yang
mungkin berlangsung selama beberapa hari dan dapat disertai dengan keluarnya hasil konsepsi,
seperti jaringan plasenta atau janin. Selain itu, seringkali terjadi kram atau nyeri pada daerah
atas simfisis, yang merupakan tanda potensial dari kontraksi rahim saat proses abortus terjadi.
Pemeriksaan fisik juga dapat mengungkapkan kondisi serviks yang tertutup atau terbuka, yang
juga menjadi indikator penting dalam menegakkan diagnosis abortus. Kombinasi dari tanda-
tanda ini memberikan landasan bagi tenaga medis untuk melakukan evaluasi yang tepat guna
memastikan diagnosis dan mengelola kondisi abortus dengan tepat sesuai dengan keadaan
spesifik pasien.2

2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis abortus dilakukan oleh dokter atau bidan berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan bilamana diperlukan.
Anamnesis pada kasus abortus perlu dilakukan dengan memperhatikan kenyamanan pasien,
menanyakan hanya hal-hal yang penting untuk asuhan pasca abortus. Terdapat beberapa hasil anamnesis
yang dapat membantu menegakkan diagnosis kasus abortus, misalnya adanya tanda dan gejala
kehamilan awal, perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi, dan rasa
sakit atau kram perut didaerah atas simfisis.1
2.6 Klasifikasi

2.6.1 Abortus imminens

Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan lahir, dapat disertai nyeri perut
bawah yang ringan, buah kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. Keguguran iminens
merupakan perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, hasil konsepsi masih dalam
uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis keguguran iminens ditentukan karena pada wanita
hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai sedikit nyeri abdomen atau tidak sama
sekali, uterus membesar sesuai usia kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.4
Keguguran iminens berbeda dengan perdarahan implantasi, yaitu perdarahan dalam jumlah sedikit
di awal kehamilan akibat menembusnya villi korealis ke dalam desidua pada saat implantasi embrio.
Perdarahan implantasi umumnya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai perut
mulas.1

2.6.2 Abortus insipiens

Abortus insipiens merupakan abortus yang sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan
atau sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai abortus komplit atau inkomplit.
Perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
semakin bertambah, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa perut mulas menjadi
lebih sering dan kuat serta perdarahan semakin banyak.4

2.6.3 Abortus inkomplit

Abortus inkomplit adalah keguguran yang dimana sebagian buah kehamilan telah keluar melalui
kanalis servikalis dan masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim. Pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
terkadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.4

2.6.4 Abortus komplit

Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis servikalis secara lengkap.
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri. Seluruh
hasil kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium
uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.2,4

2.6.5 Missed abortion

Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsinya seluruhnya tertahan dalam kandungan
selama 8 bulan atau lebih. Pasien tidak merasakan keluhan apapun kecuali pertumbuhannya yang
terhambat. Missed abortion umumnya dapat didahului oleh tanda-tanda abortus iminens yang kemudian
mnghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subjektif kehamilan menghilang, uterus tidak
membesar lagi dan cenderung mengecil serta tes kehamilan menjadi negative. Dengan ultrasonografi
dapat ditentukan segera pakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan kehamilan atau tidak.4

2.6.6 Abortus habitualis

Abortus spontan yang berulang, berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau lebih. Pemeriksaan fisik
dapat ditemukan seperti pada abortus insipiens, abortus iminens, inkomplit, komplit dan missed
abortion.4

2.6.7 Abortus febrilis

Abortus febrilis merupakan abortus yang disertai dengan infeksi. Keluhan dapat ditemukan adanya
demam hingga > 38°C, adanya riwayat abortus atau abortus provokatus dan nyeri perut bawah.3

Gambar 1. Klasifikasi Abortus1


2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Tatalaksana Abortus Imminens

Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan pervaginam, nyeri perut bawah yang
ringan, ostium uteri masih tertutup, dan besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan. Bila
kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin maka yang dilakukan:4

1. Rawat jalan
2. Tidak diperlukan tirah baring total
3. Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau hubungan seksual
4. Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan kehamilan selanjutnya
5. Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi janin (USG) 1 minggu
kemudian

a) Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu kemudian

b) Bila hasil USG tidak baik, lakukan evaluasi sesuai usia kehamilan

2.7.2 Tatalaksana Abortus Insipiens

Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau sedang, kontraksi rahim
sering dan kuat, besar uterus masih sesuai umur kehamilan, dan akan berakhir sebagai abortus
komplit atau inkomplit. Tatalaksana yang dilakukan adalah:4

1. Evaluasi (prosedur terminasi kehamilan)

2. Uterotonika pasca evaluasi (prosedur misoprostol 400)

3. Antibiotik profilaksis selama 3 hari

- Doksisiklin 200 mg
- Azitromisin 500 mg
- Metronidazol 500 mg
2.7.3 Tatalaksana abortus inkomplit

Abortus Inkomplit ditandai dengan sebagian sisa konsepsi telah keluar melalui kanalis
servikalis dan masih ada yang tertinggal, kanalis servikalis masih terbuka, dan sering kali terjadi
perdarahan. Tatalaksana yang dapat diberikan:4

1. Bila ada syok, atasi dulu syok (perbaiki keadaan umum)

2. Transfusi bila Hb < 8 gr%

3. Evaluasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)

4. Uterotonika (metil ergometrin tablet 3 x 0,125 mg)

Beri antibiotik spektrum luas selama 3 hari.

Gambar 2. Algoritma tatalaksana abortus Insipiens dan Inkomplit.1


2.7.4 Tatalaksana Abortus komplit

Abortus komplit ditandai dengan seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rongga rahim
secara lengkap, ostium uteri sudah menutup, uterus sudah mengecil sehingga tidak memerlukan
pengobatan khusus. Hanya saja ibu diberikan roboransia.

Gambar 3. Algoritma tatalaksana Abortus komplit.1

2.7.5 Tatalaksana missed abortion

Missed abortion atau abortus tertunda in ditandai dengan tertahannya (retensi) hasil
konsepsi yang telah mati dalam rahim, pasien merasa pertumbuhan janin terhenti dan tanda
kehamilan sekunder pada payudara hilang, dan pemeriksaan test urin kehamilan negatif.
Tatalaksana yang dilakukan adalah:2.4

1. Jika usia kehamilan dibawah 12 minggu dilakukan kuretase

2. Jika usia kehamilan 12-20 minggu dilakukan induksi terlebih dahulu baru melakukan
kuretase

3. Uterotonika pasca evaluasi

4. Antibiotika
Gambar 4. Algoritma tatalaksana Missed abortus.1

2.7.6 Tatalaksana Abortus febrilis / abortus infeksiosa

1. Perbaiki keadaan umum

2. Posisi fowler

3. Antibiotic yang adekuat (antibiotik spektrum luas, aerob dan anaerob) dilanjutkan
dengan tindakan kuretase

4. Uterotonika (metil ergometrin 0,2 mg IM)

5. Kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dilakukan setelah 6 jam pemberian


antibiotik dan uterotonika parenteral
Tabel 2. Antibiotik Parenteral Untuk Abortus Septik3
Antibiotik Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin iv 3 x 1 gr
Gentamisin 2 x 80 mg
Metronidazol 2 x 1 gr
Ceftriaxone iv 1 x 2 gr
Amoksisilin + Asam Klavulanik iv 3 x 500 mg
Klindamisin 3 x 600 mg

2.8 Kuretase
Kuretase adalah prosedur medis yang digunakan untuk menghilangkan jaringan
abnormal dari rahim, serviks, atau area lain dalam rongga uterus. Prosedur ini sering dilakukan
sebagai bagian dari diagnosis atau pengobatan kondisi kesehatan reproduksi, seperti kanker
serviks, polip endometrium, atau keguguran yang tidak lengkap. Kuretase dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang disebut kuret, yang memiliki ujung melengkung atau tajam untuk
mengangkat atau mengikis jaringan yang tidak diinginkan dari dinding rahim. Prosedur ini
biasanya dilakukan oleh dokter spesialis seperti dokter kandungan atau ahli bedah.2

2.8.1 Indikasi Kuretase


Indikasi kuretase meliputi perdarahan uterus yang abnormal, yang mencakup
perdarahan ireguler, menorrhagia, serta kecurigaan terhadap kondisi malignan atau
premalignan. Selain itu, prosedur kuretase juga dilakukan untuk menghapus benda asing atau
jaringan yang tertinggal di kavitas endometrium, termasuk sisa jaringan setelah abortus atau
produk konsepsi yang mungkin tersisa setelah proses persalinan. Kuretase juga diperlukan
untuk mengevaluasi temuan intrakavitas yang diperoleh dari pemeriksaan penunjang, seperti
kecurigaan adanya polip atau fibroid yang terdeteksi melalui ultrasonografi. Selain itu, prosedur
ini digunakan untuk evaluasi dan pengeluaran cairan dari kavitas endometrium serta
pengambilan sampel endometrium untuk tujuan diagnostik.2

2.8.2 Teknik dilatasi dan kuretase


Bibir serviks anterior dijepit dengan tenakulum bergerigi setelah pemeriksaan dalam
untuk menentukan besar dan posisi uterus. Anestetik lokal misalnya lidokain 1 atau 2
%sebanyak 5 ml disuntikkan secara bilateral ke dalam serviks. Cara lain, digunakan blok
paraservikal. Sonde dimasukan ke dalam cavum uteri dengan hati-hati untuk mengidentifikasi
status os internum dan untuk memastikan ukuran dan posisi uterus. Serviks diperlebar lebih
lanjut dengan dilator Hegar atau Pratt sampai kuret isap aspirator vakum dengan ukuran
diameter yang memadai dapat dimasukkan. Jari keempat dan kelima tangan yang memasukkan
dilator harus diletakkan di perineum dan bokong sewaktu dilator didorong melewati os
internum. Hal ini merupakan pengamanan tambahan agar tidak terjadi perforasi uterus.
Kemudian digunakan kuretase isap untuk mengaspirasi sisa kehamilan. Aspirator vakum
digerakkan di atas permukaan secara sistematis agar seluruh rongga uterus tercakup. Apabila
hal ini telah dilakukan dan tidak ada lagi jaringan yang terhisap, dilakukan kuretase tajam
dengan hati-hati apabila diperkirakan mash terdapat potongan janin atau plasenta. Kuret tajam
lebih efektif dan bahaya yang ditimbulkannya seharusnya tidak lebih besar daripada yang
ditimbulkan oleh instrumen tumpul. Perforasi uterus jarang terjadi pada saat kuret digerakkan
ke luar, tetapi dapat terjadi saat memasukkan setiap instrumen ke dalam uterus. Pada kasus-
kasus yang telan melewati usia gestasi 16 minggu, janin diekstraksi, biasanya dalam potongan-
potongan, dengan menggunakanforseps Sopher atau yang serupa atau intrumen destruktif
lainnya Risiko perforasi dan laserasi uterus meningkat pada janin yang lebih besar dan uterus
yang lebih tipis.2
BAB III
PENUTUP

Penanganan medis bagi perempuan pasca keguguran bervariasi tergantung pada jenis
keguguran yang terjadi. Pada keguguran insipiens, keguguran inkomplit, dan missed abortion,
intervensi medis diperlukan untuk membantu mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim dengan
tujuan menyelamatkan nyawa ibu. Keguguran komplit tidak memerlukan intervensi medis
untuk mengeluarkan hasil konsepsi karena proses tersebut sudah selesai, namun tetap
memerlukan konseling dan pelayanan kontrasepsi. Sementara itu, pada keguguran yang bersifat
septik, selain evaluasi terhadap hasil konsepsi, perawatan medis khusus diperlukan untuk
mengatasi infeksi yang mungkin timbul.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Asuhan Pasca


Keguguran yang Komprehensif. 2020.

2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.


Obstetri Patologi. Bandung: Sagung Seto; 2021. h. 2.
3. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2018. 460–474 p.
4. KSM/DEP Obstetri & Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Panduan Praktik Klinis
Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. 2021.

Anda mungkin juga menyukai