Anda di halaman 1dari 116

BAGIAN I : KONSEP DASAR

1
BAB I. TEMPERATUR

1.1. PANDANGAN MAKROSKOPIS

Kuantitas yang diacu sebagai ciri umum atau sifat skala besar dari sistem disebut koordinat
makroskopis. Contoh : dalam sebuah silinder mesin mobil dapat diperinci empat kuantitas
yakni : komposisi, volume, tekanan dan temperatur.

Koordinat makroskopis memiliki ciri khas mencakup :


1. koordinat tidak menyangkutkan pengandaian khusus mengenai struktur materi,
2. jumlah koordinatnya sedikit,
3. koordinat ini dipilih melalui daya terima indera kita secara langsung,
4. koordinat ini dapat diukur.

1.2. PANDANGAN MIKROSKOPIS

Dalam mekanika statistik, sistem diandaikan terdiri dari sejumlah besar N molekul (tidak
nampak dengan mata atau mikroskopis).
Koordinat mikroskopis memiliki ciri khas mencakup :
1. terdapat pengandaian mengenai struktur materi, yaitu molekul dianggap ada,
2. banyak kuantitas yang harus diperinci,
3. kuantitas yang diperinci tidak didasarkan penerimaan indera kita,
4. kuantitas ini tidak dapat diukur.

1.3. RUANG LINGKUP TERMODINAMIKA

Kuantitas makroskopis (P, V, ) yang berkaitan dengan keadaan internal suatu sistem disebut
koordinat termodinamika.

Tujuan termodinamika adalah mencari hubungan umum antara koordinat termodinamika


yang taat asas dengan hukum pokok termodinamika.

1.4. KESETIMBANGAN TERMAL


Kesetimbangan termal adalah keadaan yang dicapai oleh dua (atau lebih) sistem yang
dicirikan oleh keterbatasan harga koordinat sistem itu setelah sistem saling berinteraksi (salah
satu contoh : asas Black)

1.5. KONSEP TEMPERATUR

Sistem temperatur adalah suatu sifat yang menentukan apakah sistem dalam kesetimbangan
termal dengan sistem lainnya.

2
BAB II. SISTEM TERMODINAMIKA
SEDERHANA
2.1. PERSAMAAN KEADAAN

Dalam keadaan nyata, sangat sulit mengungkapkan kelakuan lengkap zat dalam seluruh
pengukuran harga koordinat termodinamika (P, V, ) dengan memakai persamaan sederhana.

Terdapat lebih dari 60 persamaan keadaan yang telah diajukan untuk menggambarkan cairan
saja, uap saja dan daerah uap-cairan.

Di antaranya :

Pv  R
1. Persamaan gas ideal :
(2.1)
yang hanya berlaku pada tekanan (P) rendah dalam daerah uap dan gas.

 P  2 v  b   R
2. Persamaan keadaan van der Waals :
 a
 v 
(2.2)

yang berlaku dengan baik dalam daerah cairan, uap dan di dekat serta di atas titik kritis.

2.2. PERUBAHAN DIFERENSIAL KEADAAN

Setiap infinitesimal dalam koordinat termodinamika (P, V,  ) harus memenuhi persyaratan


bahwa ia menggambarkan perubahan kuantitas yang kecil terhadap kuantitasnya sendiri tetapi
perubahan kuantitas yang besar terhadap efek yang ditimbulkan oleh kelakuan beberapa
molekul.

Persamaan keadaan suatu sistem dapat dibayangkan bahwa persamaan keadaan tersebut dapat
dipecahkan untuk menyatakan setiap koordinatnya dalam dua koordinat lainnya.
Analisisnya :

1. V = fungsi (, P) (2.3)


Maka diferensial parsialnya :
 V   V 
dV    d    dP
   P  P 
(2.4)

Kuantitas kemuaian volume rata didefinisikan :

perubahan volume per satuan volume


Muai volume rata = ,
perubahan temperatur
pada kondisi tekanan tetap.

3
Jika perubahan temperatur dibuat sangat kecil, maka perubahan volume juga menjadi sangat
kecil, maka :
kemuaian volume sesaat (β) dirumuskan :
1  V 
  
V    P
(2.5)

Sebenarnya β merupakan fungsi dari (, P), tetapi dalam percobaan menunjukkan bahwa


banyak zat yang β – nya tidak peka pada perubahan tekanan (dP) dan hanya berubah sedikit
terhadap suhu (

Efek perubahan tekanan pada volume sistem hidrostatik etjika temperaturnya dibuat tetap,
dinyatakan oleh kuantitas yang disebut ketermampatan isotermik (κ dibaca kappa) yang

1  V 
dirumuskan :

   
V  P 
(2.6)

2. P = fungsi (, V) (2.7)


Maka diferensial parsialnya :
 P   P 
dP    d    dV
  V  V 
(2.8)

3.  = fungsi (P, V) (2.9)

     
Maka diferensial parsialnya :

d    dP    dV
 P V  V  P
(2.10)

2.3. TEOREMA MATEMATIS


Andaikan ada hubungan antara ketiga koordinat x, y, z, maka
f (x,y,z) = 0 (2.11)
dengan
x = fungsi (y,z) maka :
 x   x 
dx    dy    dz
 y  z  z  y
(2.12)

Dan y = fungsi (x,z) maka :


 y   y 
dy    dx    dz
 x  z  z  x
(2.13)

4
dengan menyulihkan persamaan (2.13) ke dalam (2.12) diperoleh :
x = fungsi (y,z) maka :
 x   y   y    x 
dx      dx    dz     dz
 y  z  x  z  z  x   z  y
(2.14)

atau
 x   y   x   y   x  
dx      dx          dz
 y  z  x  z  y  z  z  x  z  y 
(2.15)

Sekarang dari ketiga koordinat itu hanya dua yang bebas (x,z). Jika dz = 0 dan dx ≠ 0,
diperoleh :
 x   y 
     1
 y  z  x  z
(2.16)

 x 
  
1
 y  z  y 
(2.17)

 x  z
Jika dx = 0 dan dz ≠ 0, diperoleh :

 x   y   x 
        0
 y  z  z  x  z  y
(2.18)

 x   y   x 
      
 y  z  z  x  z  y
(2.19)

 x   y   z 
       1
 y  z  z  x  x  y
(2.20)

 P   V   P 
Kembali ke sistem hidrostatik berdasarkan persamaan (2.19), diperoleh :

      
 V     P   V
(2.21)

atau
 V 
 
  P   P 
 
 V    V
 
(2.22)

 P 

5
Dari persamaan (2.5) dan (2.6)
1  V 
  
V    P
1  V 
   
V  P 


disulihkan ke dalam persamaan (2.21) diperoleh :
 P 
  
  V 
(2.23)

Kembali ke persamaan (2.8)


 P   P 
dP    d    dV
  V  V 
berdasarkan persamaan (2.6) dan (2.23)
1  V 
   
V  P 
 P  
  
  V 
diperoleh :

dP  d 
1
 V
dV (2.24)


Lalu pada volume tetap (dV = 0), diperoleh :

dP  d

(2.25)
Dengan mengintegrasikan kedua keadaan tersebut, diperoleh :

 dP  
f

d
Pf


(2.26)
Pi

 f  i 
i


Dan

Pf  Pi 

(2.27)

6
Pv  R . Buktikanlah bahwa :
Latihan soal :
1. Persamaan keadaan gas ideal yaitu :


1

a.


1
b.
P

Jawab :
a. Koordinat termodinamika (P, V, ), maka
V = fungsi (P, ), namun karena β terjadi pada tekanan tetap berarti V = fungsi ( ) saja.

Pv  R
Lalu persamaan :

menggunakan perubahan diferensial keadaan menjadi :


 v  1  V 
Pdv  Rd     , karena     
R 1 R
   P P V    P V P
, maka

   terbukti
1

R
b. κ terjadi pada suhu tetap berarti V = fungsi (P) saja.

Pv  R  v  R P 1  dv   R P  2 dP   dP 
P2
 v  R
    2 , karena
 P  P
1  V  R R 1
     x 2 
1
V  P 
x , maka
V P PV P

  terbukti
1
P

7
 air raksa  181 x 106 K 1
2. Diketahui :

 air raksa  3,82 x 1011 Pa 1


Massa air raksa pada tekanan 1 atmosfir (1,01325x105 Pa) dan temperatur 0oC diusahakan
agar volume tetap. Temperatur dinaikkan hingga 10oC, berapa Pa tekanan akhirnya ?

Jawab :


 f  i 
Menggunakan persmaan (2.27)

Pf  Pi 

Diperoleh :
181 x 106 x 10
Pf  1,01325x105 
3,82 x 1011
181 x 106 x 10
Pf  11
 1,01325 x 105
3,82 x 10
Pf  473 105  1,01325 x 105
Pf  474,01325105 Pa

2.4. KUANTITAS INTENSIF DAN EKSTENSIF


Kuantitas dalam bagian sistem yang tetap sama (massanya sama) disebut kuantitas intensif
(tekanan dan temperatur). Kuantitas dalam bagian sistem yang berubah (massanya berubah)
disebut kuantitas ekstensif (volume). Koordinat termodinamika dirangkum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kuantitas intensif dan ekstensif

Sistem sederhana Koordinat Koordinat ekstensif


intensif
Sistem hidrostatik Tekanan (P) Volume (V)
Kawat teregang Gaya tegang (F) Panjang (L)
Selaput permukaan Tegangan permukaan (γ) Luas (A)
Sel listrik Elektromotansi (ε) Muatan (Z)
Lempengan dielektrik Medan listrik (E) Polarisasi (Π)
Batang paramagnetik Medan magnetik (H) Magnetik (M)

8
3. Jika seutas kawat yang panjangnya L, kemuaian linier (α) dan modulus Young
isotermik (Y) mengalami perubahan sangat kecil dari keadaan setimbang awal
keadaan setimbang akhir akibat gaya (F), buktikanlah bahwa perubahan gaya
tegangannya sama dengan :

dF   A Y d 
AY
dL
L
Jawab :
F = fungsi ( , L)
Maka diferensial parsialnya :
 F   F 
dF    d    dL
   L  L 
dF
L  F 
Y  A    
stress
strain dL A  L 
L
 F  YA
  
 L  L
dL
1  L 
 L    
d L    F
 L 
   L
   F
Berdasarkan persamaan (2.19) dan (2.20) untuk fungsi (F, θ, L) :
 x   y   x 
       1
 y  z  z  x  z  y
 x   y   z 
      
 y  z  z  x  x  y
Maka :
 F      L 
       1
  L  L F  F 
 F   L   F 
      
   L    F  L 

9
 F 
    L
AY
   L L
 F 
    AY
   L

Kembali ke persamaan :
 F   F 
dF    d    dL
   L  L 
Akhirnya diperoleh :

dF   AY d  dL  terbukti
AY
L
4. Seutas kawat logam dengan luas penampang
0,0085 cm2, gaya tegang 20 N dan temperatur 20oC, terentang antara dua dukungan
tegar berjarak 1,2 m. Jika temperaturnya dikurangi sehingga menjadi 8oC,
α = 1,5 x 10-5 K-1, Y = 2,0 x 1011 N/m2. Berapa N-kah tegangan akhirnya :

Jawab :
Berdasarkan persamaan :

dF   AY d 
AY
dL
L

dF   AY d
Karena tidak ada perubahan panjang berarti dL = 0, maka

dF  1,5 x 105 x 8,5 x 107 x 2 x 1011 x 8  20


Fakhir  Fawal  306 x 101  Fakhir  30,6  20
Fakhir  50,6 N

5. Jika sebagai tambahan pada kondisi dalam soal no. 4, Dukungan tersebut saling
mendekati dengan jarak 0,012 cm, berapa N-kah gaya tegangan akhirnya ?

Jawab :
Berdasarkan persamaan :

dF   AY d 
AY
dL
L
dF  1,5 x10 x8,5 x10 x2 x10 x8  20  
5 7 8,5x107 x 2 x1011
11
x1,2 x10 4
1,2
Fakhir  Fawal  30,6  17  Fakhir  47,6  20
Fakhir  67,6 N
10
2.5. PEKERJAAN RUMAH
1. Persamaan keadaan hampiran gas nyata pada tekanan
sedang, yang dibentuk untuk memperhitungkan ukuran berhingga molekul

Pv  b   R ,
dirumuskan :

dengan R dan b tetapan. Buktikanlah bahwa :


1
a.   
1
bP
R
1
b.   P
1
bP
R
2 Logam yang kemuaian voluemnya 5,0 x 10-5 K-1 dan kemampatan isotermiknya
1,2 x 10-11 Pa-1 berada dalam tekanan 1 x 105 Pa dan suhunya 20oC. Logam ini
dilingkungi secara pas oleh invar tebal yang kemuaian dan kemampatannya dapat
diabaikan.
a. Berapa Pa-kah tekanan akhrinya jika suhu dinaikkan 32oC?
b. Jika lengkungan penutup dapat menahan tekanan maksimum 1,2 x 108 Pa,
berapa oC-kah suhu tertinggi sistem itu ?

3 Logam yang kemuaian voluemnya 5,0 x 10-5 K-1 dan kemampatan isotermiknya
1,2 x 10-11 Pa-1 berada dalam tekanan 1 x 105 Pa, suhu 20oC dan volumenya 5 liter,
mengalami kenaikan suhu 12 derajat dan pertambahan volumenya 0,5 cm3. Berapa
Pa-kah tekanan akhirnya ?

4. Dengan menggunakan koordinat termodinamika


(P, V,  ), buktikanlah persamaan :

  d   dP
dV
V
5. Pada suhu kritis diketahui bahwa :
 P 
   0.
 V T
Buktikanlah bahwa pada titik kritis, kemuaian volume (β) dan ketermampatan
isotermiknya (κ) menjadi tak berhingga !

11
6. Persamaan keadaan zat elastik ideal dirumuskan :
 L L0 2 
F  K   2  ,
 L0 L 
dengan K tetapan dan L0 (harga L pada gaya tegang nol) hanya merupakan fungsi dari
suhu.
a. Buktikanlah bahwa modulus Young isotermiknya dirumuskan :
K  L 2 L0 
Y   2 
2

A  L0 L 
b. Buktikanlah bahwa modulus Young isotermiknya pada gaya tegangan nol
dirumuskan :
3K
Y
A

12
BAB 3. KERJA
3.1. KERJA

Jika sistem mengalami pergeseran karena beraksinya gaya, disebut kerja.


Kerja yang dilakukan oleh bagian sistem pada sistem yang lain disebut kerja internal,
sedangkan kerja yang dilakukan sistem ke lingkungan atau sebaliknya disebut kerja eksternal.
Yang berperan dalam termodinamika bukan kerja internal, melainkan kerja eksternal.

3.2. PROSES KUASI-STATIK


Proses kuasi-statik adalah proses dalam keadaan ideal dengan hanya mengubah sedikit saja
gaya eksternal yang beraksi pada sistem sehingga gaya takberimbangnya sangat kecil. Proses
kuasi-statik merupakan suatu pengidealan yang dapat diterapkan untuk segala sistem
termodinamika, termasuk sistem listrik dan magnetik.

3.3. KERJA DALAM SISTEM SEDERHANA

Tabel 3.1. Kerja dalam sistem sederhana

Sistem sederhana Kuantitas Kuantitas ekstensif Kerja (J)


Intensif (gaya (pergeseran
rampatan) rampatan)
Sistem hidrostatik Tekanan (P) Volume (V) P dV
Kawat teregang Gaya tegang (F) Panjang (L) F dL
Selaput permukaan Tegangan permukaan Luas (A) γ dA
(γ)
Sel listrik terbalikkan Elektromotansi (ε) Muatan (Z) ε dZ
Lempengan Medan listrik (E) Polarisasi (Π) E dΠ
dielektrik
Batang magnetik Medan magnetik (H) Magnetik (M) μ0H dM

3.4. KERJA DALAM PROSES KUASI-STATIK


Kasus I :
Pemuaian atau pemampatan isotermik yang kuasi-statik dari gas ideal, diperoleh kerja :
dW  P dV diintegralkan maka

 dW   P dV  W   P dV
V2 V2

(3.1)
V1 V1

13
Gas ideal PV = nRθ, maka :
nR 
P , disulikah ke dalam persamaan (3.1), diperoleh :

   
V
nR 
W dV  nR   nR ln V  nR ln V2  ln V1
V2 V
2
dV V2
V1
V V
 V   V2 
V1 V1

W  nR ln 2   2,30 nR  


 V1   V1 
log (3.2)

Latihan soal :

1. Dalam gas ideal terdapat 2 kmol gas yang dipertahankan pada suhu tetap 0oC,
dimana gas itu dimampatkan dari volume 4 m3 menjadi 1 m3. Jika R = 8,314 J/mol
K, berapa kJ-kah kerja yang timbul?

Jawab :
Berdasarkan persamaan (3.2)
 V   1
W  nR ln 2   2 x103 x 8,314 x 273 ln 
 V1   4
W  6300 x 103 J  6300 kJ

Harga W “negatif“ berarti bahwa kerja terjadi dari lingkungan ke sistem gas.

Kasus II :

W   P dV
Pertambahan tekanan isotermik kuasi-statik pada zat padat, diperoleh kerja :
(3.a)

 V   V 
V = fungsi (θ, P), maka diferensial parsialnya :

dV    d    dP
   P  P 
(3.b)

Karena :
1  V 
   
V  P 
1.

2. isotermik (dθ = 0), persamaan (3.a) menjadi :


 V 
dV    x 0   V dP =
   P
dV   V dP (3.c)

14
P 
Lalu persamaan (3.c) disulihkan ke persamaan (3.a), diperoleh :
V
W     V P dP  
P2

P   2 m P 
P2
2
P1
2
V
P1

W   P1  P1
2 2 2 2
2 2 (3.3)
2

dimana :  
m
.
V

2. Tekanan pada tembaga padat bermassa 100 kg ditambah secara kuasi-statik dan
isotermik pada suhu 0oC dari 0 atm hingga 1000 atm (1 atm = 1,01325 x 105 Pa).
Jika diketahui ρ = 8930 kg/m3, κ = 7,16 x 10-12 Pa-1, berapa kJ-kah kerja yang
timbul ?

 
Jawab :

 
Berdasarkan persamaan (3.3)
m 2 7,16 x1012 x100
W  P2  P1   (1,01325x108 ) 2  (0) 2
2 
2

2 x 8930
W  0,411x103 J  0,411 kJ
Harga W “negatif“ berarti kerja dilakukan dari lingkungan ke sistem tembaga.

3. Suatu dielektrik dari bahan ferroelektrik barium stronsium titanat (BaxSr1-xTiO3)


mempunyai persamaan keadaan :

 E,
V

   
dengan χ merupakan fungsi dari θ saja. Buktikanlah bahwa kerja yang dilakukan
dalam perubahan isotermik kuasi-statik dari keadaan itu dirumuskan :
V 
W E2  E1   2  1
1
2V
2 2 2 2
(3.4)
2

Jawab :

W  E d
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui :

   
Diferensial parsialnya : d     d    dE
   E  E 
Karena isotermik maka dθ = 0, maka :
  
d  dE
 E 

15
 
  E    V E     V
V  E 

d   V dE , disulihkan ke persamaan :
Lalu :

W   E d    E V dE  V  E dE
E2 E2

V
 
E1 E1

W E2  E1  terbukti
2 2

 
Karena :

 EE
V
, maka disulihkan :
V

W  E d   

2 2

d d

 
1
1
V V 1

W 2  1  terbukti
1
2V
2 2

4 . Dalam pemuaian adiabatik gas ideal kuasi-statik, diketahui bahwa tekanannya pada

P V  K ,
setiap saat memenuhi persamaan (3.5) :
(3.5)


CP
dimana : CP = CV + nR, dan K merupakan tetapan (Laplace).
CV
Buktikanlah bahwa kerja yang dilakukan untuk pemuaian dari keadaan (P1, V1) ke

P1V1  P2V2 
keadaan (P2 ,V2) dirumuskan dengan persamaan :

W 
 1
(3.6)

Jawab :
Berdasarkan persamaan (3.5) diperoleh :

P V  K  P   K V 
K

 
V

W  P dV   dV 
V2 V2

K V   1
1 V2

  1
Karena kerja KV V1
V1 V1

16
W
1
  1

KV2
 1
 KV1 
 1
 
1
1 
KV2 V2  KV1 V1
 

W
1
P2V2  P1V1   terbukti
1 

17
3.5. PEKERJAAN RUMAH

 
1. Gaya tegang seutas kawat dinaikkan secara kuasi-statik isotermik dari F1 ke F2. Jika
panjang, penampang dan modulus Young kawat itu secara praktis tetap, buktikanlah
bahwa kerja yang dilakukan dirumuskan dalam persamaan (3.5) :

W F2  F1
L 2 2
(3.7)
2 AY
2. Gaya tegang seutas kawat logam yang panjangnya 1 m dan luasnya 1 x 10-7 m2
dinaikkan secara kuasi-statik isotermik pada suhu 0oC dari 0 N hingga 100 N. Jika
diketahui
Y = 2,5 x 1011 N/m2, berapa joule-kah kerja yang dilakukan ?

3. Buktikanlah bahwa kerja yang dilakukan untuk meniup gelembung sabun berbentuk
bola berjejari R dalam proses isotermik kuasi-statik dari keadaan itu dirumuskan

W  8   R2
dalam persamaan (3.6) :
(3.8)

4. Tekanan pada 0,1 kg logam dinaikkan secara isotermik kuasi-statik dari 0 hingga
108 Pa. Jika diketahui : κ = 6,75 x 10-12 Pa-1 dan ρ = 104 kg/m3, berapa joule-kah
kerja yang dilakukan ?

5. Dalam pemuaian adiabatik gas ideal kuasi-statik, buktikanlah bahwa tekanannya


pada setiap saat memenuhi persamaan (3.7) :
P V  K ,

CP
dimana : CP = CV + nR, dan K merupakan tetapan (Laplace).
CV

6. Dalam pemuaian adiabatik gas ideal kuasi-statik, buktikanlah bahwa suhunya pada

 V  1  K ,
setiap saat memenuhi persamaan (3.8) :
(3.9)


CP
dimana : CP = CV + nR, dan K merupakan tetapan (Laplace).
CV

18
BAB IV. KALOR DAN HUKUM PERTAMA
TERMODINAMIKA

4.1. KALOR :

Definisi kalor ialah : berpindahnya „sesuatu“ dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda
bersuhu lebih rendah, dan “sesuatu” ini disebut kalor.

4.2. HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA

Definisi :
Bila suatu sistem yang lingkungannya bersuhu berbeda dan kerja dapat dilakukan
padanya, mengalami suatu proses, maka energi yang dipindahkan dengan cara non
mekanis yang sama dengan perbedaan antara perubahan energi internal (U) dan kerja
(W) yang dilakukan, disebut kalor (Q).
Persamaan Hukum Pertama Termodinamika :
Q = U +W (4.1)

4.3. Bentuk diferensial hukum pertama termodinamika

dQ = dU +dW (4.2)

Untuk proses kuasi statik infinitesimal darsi sistem hidrostatik, hukum pertama
menjadi:
dU = dQ - P dV (4.3)

U merupakan fungsi dari dua antara tiga koordinat termodinamika (P, V, θ)

P merupakan fungsi dari (V, θ)

Tabel 4.1. Kerja dalam sistem sederhana


Sistem sederhana Kerja (J) Hukum pertama termodinamika U fungsi dari
dua antara
Sistem hidrostatik P dV dU = dQ - P dV P, V, θ
Kawat teregang F dL dU = dQ - F dL F, L, θ
Selaput permukaan γ dA dU = dQ - γ dA γ, A, θ
Sel listrik ε dZ dU = dQ - ε dZ ε, Z, θ
terbalikkan
Lempengan E dΠ dU = dQ - E dΠ E, Π, θ
dielektrik
Batang μ0H dM dU = dQ - μ0H dM H, M, θ
paramagnetik

19
Bentuk diferensial Pfaff :
Untuk mengatasi sistem yang lebih rumit, dengan cara mengganti dW dalam hukum
termodinamika dengan dua atau lebih ungkapan.
Misalnya,
Dalam kasus sistem gabungan yang terdiri dari dua bagian hidrostatik yang dipisahkan oleh
dinding diatermik, dirumuskan :
dQ = dU + PdV + P’dV’ (4.4)

sedangkan untuk kasus gas paramagnetik :


dQ = dU + PdV + μ0H dM (4.5)

4.4. KAPASITAS KALOR DAN PENGUKURANNYA


Q Q
Kapasitas kalor rata-rata =
 akhir   awal 2  1 (4.6)

Ketika keduanya, Q dan (θ2 – θ1) mengecil, maka


Harga kapasitas kalor sesaat (C) :
C  lim 
Q dQ
 2 1    d
(4.7)
2 l
Kapasitas kalor molar dirumuskan :

c 
C 1 dQ
n n d
(4.8)

Kapasitas kalor pada tekanan tetap dirumuskan :


 dQ 
CP   
 d  P
(4.9)

Umumnya CP merupakan fungsi (P, θ).

Kapasitas kalor pada volume tetap dirumuskan :


 dQ 
CV   
 d V
(4.10)

Umumnya CV merupakan fungsi (V, θ).


Setiap kapasitas kalor merupakan fungsi dari dua peubah. Namun dalam selang kecil
variasi koordinat, kapasitas kalor dapat dianggap praktis tetap.

20
Tabel 4.2. Kapasitas kalor dalam sistem sederhana
Sistem sederhana Kapasitas kalor Lambang
Sistem hidrostatik Pada tekanan tetap CP
Pada volume tetap CV
Kawat teregang Pada gaya tegang tetap CF
Pada panjang tetap CL
Selaput permukaan Pada tegangan permukaan tetap Cγ
Pada luas tetap CA
Sel listrik Pada elektromontasi tetap Cε
terbalikkan Pada muatan tetap CZ
Lempengan Pada medan listrik tetap CE
dielektrik Pada polarisasi tetap CΠ
Batang Pada medan magnetik tetap CH
paramagnetik Pada magnetisasi tetap CM

Pengukuran kapasitas kalor zat padat, cair dan gas merupakan salah satu proyek percobaan
fisika modern yang paling penting, karena harga numerik kapasitas kalor memberikan sarana
paling langsung untuk membuktikan perhitungan fisikawan teoritis dan menentukan
kesahihan pengandaian beberapa teori modern.

4.5. PERSAMAAN UNTUK SISTEM HIDROSTATIK

Berdasarkan hukum pertama termodinamika dalam tabel 4.1 :


dQ = dU +PdV

U merupakan fungsi dua peubah di antara (P, V, θ).

Kasus :
U merupakan fungsi dua peubah di antara (θ, V), diperoleh :
 U   U 
dU    d    dV
  V  V 
Maka hukum pertama termodinamika dirumuskan :
 U   U 
dQ    d    dV  PdV
  V  V 
 U   U  
dQ    d     P dV
  V  V  
Dengan membagi dengan dθ, diperoleh :
dQ  U   U   dV
      P
d   V  V   d
(4.11)

21
1. Jika V tetap, dV = 0 diperoleh :
 dQ   U 
   
 d V   V
 U 
CV   
  V
(4.12)

Dalam bentuk integral :

QV   CV d
2

(4.13)
1

2. Jika P tetap, dP = 0, persamaan (4.11) menjadi :

 dQ   U   U    V 
        P  
 d  P   V  V     P
 dQ 
Karena CP    dan bentuk integral nya :
 d  P
 V 
QP   CP d serta    V , maka :


2

  P
 U  
1

CP  CV     P V 
 V  
 U  C  CV
   P P
 V  V
(4.14)

 U 
kuantitas   tidak terukur
 V 
namun kauntitas CP , CV ,  bisa diukur

Latihan soal :
1. Kapasitas kalor molar suatu logam pada suhu rendah bervariasi terhadap suhu
menurut persamaan :

c   b
a 3
3
Dengan a, b, Θ tetapan. Berapakah banyaknya kalor per mol dipindahkan selama
berlangsungnya proses sehingga suhunya berubah dari 0,01 Θ menjadi 0,02 Θ ?

22
Jawab :

c   b
a 3
3
Diketahui :

 
 a 3 
2 2
Q c d   3   b  d
 
Karena
1 1
0, 02
 a b 
2
 a b 
Q 4  2  Q 4  2
4  2  4  2 

   
3 3
0, 01

 a
    0,02 2  0,012 
1

 
Q    
b
4  
4 4
3
0, 02 0,01
2

Q  3,75 x 108 a   1,5 x 104 b 2


2. Pada suhu kritis diketahui bahwa :
 P   2 P 
  0  2   0
 V T
dan
 V T
Diketahui persamaan van der waals dirumuskan dalam persamaan (2.2) bab 2 yang

 P  2 v  b  R
terdahulu:
 a
 v 

Tentukanlah:
a. Volume titik kritik nya (vc)
b. Suhu titik kritik nya (θc) ?
c. Tekanan titik kritik nya (Pc) ?
P c v
R 
c
d. nilai : ?
c

R
Jawab :

Karena  P 
 a
2 
v  b   R , maka : P   2
a
 v  v b v
a.

 P   P
Lalu :    0 dan   0
2

2 
 V T  V T
 P  R R
    3  0 lalu  3
v  b  v v  b  v
2a 2a
 v T
2 2

23
 2P  2R R
 2    0
 
 4
v  b v
6a 3a
  T 
3 4 lalu
v v b v 3

Pada titik kritis berarti :


v = vc; θ = θc; P = Pc,

R
Maka pemecahan di atas dibagi saja menjadi :

v  b  v4  1  3  2v  3v  3b
3a
3

R v  b 2v
v  b  v
2a
2 3

v  vc  3b

2a v  b 2a 3b  b
b. Mencari nilai θ c; hasil vc disulihkan ke dalam persamaan
R
    
v  b2 v3 3b3 R
2 2
2a
v3 R

  c 
8a
27 Rb
c. Mencari nilai Pc; hasil vc dan θc disulihkan ke dalam persamaan
 8a 
R 
Rc
8a
 2  
27bR 
Pc    27b  2   2
3b 2b 9b 54b 9b 54b2
a a a 8a a 2a
vc  b vc 3b  b 2 2

Pc 
a
27b2
Pcvc
d. Mencari nilai ; hasil vc, θc dan Pc disulihkan
RTc
a a
3b
  9b 
Pc vc b 2

Rc
27
8a 8a
R
27bR 27b

Pc vc 3
Rc 8

24
4.6. PENGHANTARAN KALOR

Definisi penghantaran kalor :


Transport energi antara elemen volume bertetangga, yang ditimbulkan oleh perbedaan
suhu antar elemen itu.
Tiga jenis penghantaran kalor mencakup : konduksi, konveksi dan radiasi.

4.7. KONDUKTIVITAS TERMAL (K)

d
Penghantaran kalor dalam satu dimensi, diirumuskan :

H   KA
dQ
(4.15)
dt dx

d
H = kalor yang mengalir, A = luas penampang, t = waktu, θ = suhu, dx = ketebalan

bahan.  gradien suhu.


dx
Latihan soal :
3. Andaikanlah koduksi kalor terjadi pada laju yang tetap H melalui dinding silinder
berongga dengan jejari-dalam r1 pada temperatur θ1 dan jejari-luar r2 pada temperatur
θ2. Untuk silinder yang panjangnya L dan konduktivitas termal tetap K, buktikanlah
bahwa perbedaan suhu antara kedua permukaan dinding dirumuskan dalam pesamaan
:

1   2 
H r
2LK
ln 2 (4.16)
r1
Jawab :

d
Berdasarkan persamaan (4.16)

H   KA
dx
d
Luas selimut silinder (A) = 2πrL, maka H   K (2 r L) H  2 K L d
dr
dr r
diintegralkan :

  2 K L  d , diperoleh :
r2 
dr 2

 
r 1

 2 K L   
r1
r2 2
H ln r
r1 1

H ln 2   2 K L 1   2 
 r
 r1 
Akhirnya diperoleh :

1  2   H
ln 2  terbukti
r
2 KL r1
25
4. Kalor mengalir secara radial ke arah luar melalui penyekat silindris berjejari-luar r2
yang menyelimuti pipa uap berjejari-dalam r1. Suhu permukaan dalam penyekat
sebesar θ1 dan permukaan luarnya bersuhu θ2. Pada jarak radial berapakah yang
diukur dari pusat pipa, agar suhunya tepat sama dengan tengah-tengah antara θ1 dan
θ2 ?

Jawab :
Berdasarkan persamaan (4.16) :

1   2 
H r
2LK
ln 2
r1
Jika suhu θ3 merupakan suhu berada di tengah-tengah antara θ1 dan θ2, berarti Δθ = θ1 – θ3 =
θ3 – θ2, maka

1   3  ln 3 dan  3   2 
H r H r
2LK 2LK
ln 2 lalu
r1 r3

ln 3 
H r H r
2LK 2KL
ln 2
r1 r3

 ln 2 , akhirnya diperoleh :
r3 r
Berarti ln
r1 r3

r3  r1 r2

5. Dua cangkang sferis sepusat berjejari 0,05 m dan 0,15 m; rongga di antaranya diisi
dengan arang. Jika energi dikirimkan dengan laju tunak 10,8 W ke pemanas di
pusatnya, maka perbedaan suhu sebesar 50oC terdapat antara kedua bola itu. Berapa

 kah nilai konduktvitas termal arang itu ?


mW
meter K
Jawab :
Berdasarkan persamaan (4.19) dirumuskan (dalam PR no. 4.4 silahkan dibuktikan):
1 1 
1   2    
H
4K  r1 r2 
Berarti :
1 1 10,8  1 1 
K       
4 1   2 
H
 r1 r2  4 x 50  5x10 15x102 
2

K  229 mW
meter K

4.8. KONVEKSI KALOR

H  hA d
Konveksi kalor diirumuskan :
(4.17)
H = kalor yang mengalir, A = luas penampang, dθ = perbedaan suhu.

26
4.9. HUKUM STEFAN-BOLTZMANN

 
Kalor yang dipindahkan oleh radiasi antara benda pada suhu tinggi θ1 ke suhu rendah
θ2, dirumuskan:
P  A  2
4 4
1 (4.18)
P = daya kalor yang mengalir, A = luas penampang,
α = keserapan bahan, σ = tetapan Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/(m2 K4)

Latihan soal :

6. Suhu kerja filamen tungsten suatu lampu pijar sebesar 2460 K dan keserapannya 0,35.

 
Berapa cm2-kah luas permukaan filamen suatu lampu berdaya 100 W ?
Jawab :
Berdasarkan persamaan (4.16)
P  A
4
1

A 
0,35 x 5,67 x10 8 2460
P 100
 4 4

A  1,38x104 m 2  1,38 cm2

27
4.10. PEKERJAAN RUMAH
1 Bila arus listrik diperthankan supaya mengalir dalam sel elekrolit air yang diasamkan
dan 1 mol air terelektrolisis menjadi hidrogen dan oksigen, muatan listrik sebesar
2 faraday dipindahkan melalui baterai dengan elektromontasi ε (1 faraday =
96.500 C). Perubahan energi sisem sebesar + 286.500 J dan 50.000 J kalor yang
diserap. Berapa volt-kah elektromontasi ?

2 Berkaitan dengan energi internal sistem hidrostatik yang merupakan fungsi dari θ, P,
buktikanlah persamaan beiut ini :
a.
 U   V    U   V  
dQ     P   d     P   dP (4.19)
    P    P   P  
 U 
P P

   CP  PV
   P
b. (4.20)

3. Diketahui persamaan van der waals dirumuskan dalam persamaan (2.2) bab 2 yang
terdahulu :

 P  2 v  b   RT
 a
 v 
a. Buktikanlah bahwa kemuaian volume sesaat (β) dirumuskan dalam persamaan

Rv2 v  b
(4.21) :


RTv3  2av  b
2 (4.21)

b. Dari persamaan (4.21) jika a = b = 0,


berapakah nilai β ?

4. Andaikanlah koduksi kalor terjadi pada laju yang tetap H dalam bola berongga
dengan jejari-dalam r1 pada temperatur θ1 dan jejari-luar r2 pada temperatur θ2. Untuk
konduktivitas termal tetap K, buktikanlah bahwa perbedaan suhu antara kedua
permukaan dinding dirumuskan dalam persamaan :
H 1 1
1   2    
4K  r1 r2 
(4.22)

5. Kalor mengalir secara radial ke arah luar melalui penyekat bola berjejari-luar r2 yang
menyelimuti pipa uap berjejari-dalam r1. Suhu permukaan dalam penyekat sebesar θ1
dan permukaan luarnya bersuhu θ2. Pada jarak radial berapakah yang diukur dari
pusat bola, agar suhunya tepat sama dengan tengah-tengah antara θ1 dan θ2 ?

28
6. Batang tembaga silindris padatan panjangnya 0,1 m, salah satu ujungnya
dipertahankan pada suhu 20 K. Ujung yang lain dihitamkan dan dibiarkan kena
radiasi termal dari suatu benda 300 K, tanpa ada energi yang hilang atau ditambahkan.
Ketika kesetimbangan tercapai, berapa derajakat kelvin-kah perbedaan suhu antara
kedua ujungnya ?

7. Tabung logam silindris yang dihitamkan bagian luarnya, tingginya 0,1 meter dan
diameternya 0,05 meter, berisi helium pada titik didih normalnya 4,2 K ketika kalor
penguapannya 21 KJ/kg. Tabung helium itu dilingkungi oleh dinding yang suhunya
dipertahankan pada suhu nitrogen cair 82 K dan ruang di antaranya dihampakan.
Berapa gram-kah banyaknya helium yang menguap perjam ?

8. Seutas kawat tembaga yang panjangnya 1,302 m dan diameternya 3,26 cm


dihitamkan dan diletakkan sepanjang sumbu tabung gelas yang dihampakan. Kawat
dihubungkan dengan baterai, reostat dan ammeter, serta voltmeter dan arusnya
dinaikkan sampai kawat itu hampir meleleh. Pada saat tersebut ammeter
menunjukkan 12,8 A dan voltmeter menunjukkan 20,2 volt. Andaikan semua energi
yang diberikan diradiasikan dan radiasi dari tabung gelas bisa diabaikan. Berapa
kelvin-kah suhu leleh tembaga ?

9. Pada suhu kritis diketahui bahwa :


 P   2P 
   0 dan  2   0
 V T  V T
Diketahui persamaan Dieterici dirumuskan dalam persamaan :

P v  b  e
 a 

 RT
 
 vRT 
(4.23)
Tentukanlah:
a. Volume titik kritik nya (vc)
b. Suhu titik kritik nya (Tc) ?
c. Tekanan titik kritik nya (Pc) ?
Pcvc
d. nilai : ?
RTc

29
BAB V. GAS IDEAL

5.1. ENERGI INTERNAL GAS (KOEFISIEN JOULE)


Dari hukum pertama termodinamika, mengingat Q dan W nol, maka energi
internalnya tidak berubah selama pemuaian bebas.
  
Koefisien joule (efek pemuaian bebas) mengukur kuantitas :   .
 V U
Pada umumnya, energi gas merupakan fungsi setiap dua koordinat (P, V, θ).

Kasus I :
U merupakan fungsi (θ, V), diperoleh :
 U   U 
dU    d    dV
  V  V 
Jika tidak ada perubahan suhu (dθ = 0) pada pemuaian bebas (dU = 0), berarti
 U 
   0 , atau dengan perkataan lain U tidak bergantung pada V.
 V 

Kasus II:
U merupakan fungsi (θ, P), diperoleh :
 U   U 
dU    d    dP
  P  P 
Jika tidak ada perubahan suhu (dθ = 0) pada pemuaian bebas (dU = 0), berarti
 U 
   0 , atau dengan perkataan lain U tidak bergantung pada P.
 P 
Jadi, jika tidak ada perubahan suhu ketika terjadi pemuaian bebas, maka U tidak
bergantung pada V dan P, dan U hanya bergantung pada θ.

5.2. PERSAMAAN GAS IDEAL (GAS SEJATI)

Definisi gas ideal :


Tekanan mendekati nol (tekanan rendah sekali atau kevakuman tinggi sekali), di mana
energi internal gas ideal merupakan fungsi tekanan maupun suhu.

PV  nR (gas ideal)


Persamaan gas ideal dirumuskan :
(5.1)
 U 
   0 (gas ideal)
  
(5.2)
P

30
 U 
Persyaratan bahwa    0 dapat ditulis dengan cara lain, diperoleh :
 P 
 U   U   P 
      , karena :
 V   P   V 
 P  nR
   2  ,
P
 V 
(5.3)
V V
 U 
sehingga hasilnya tidak nol, sedangkan    0 , maka untuk gas ideal
 P 
 U 
   0 (gas ideal)
  
(5.4)

U  fungsi   saja (gas ideal)


V
(5.5)
Untuk proses kausi statik infinitesimal dari sistem hidrostatik, hukum pertama

dQ  dU  PdV
termodinamika :

 U 
CV   
  V
Dalam kasus khusus untuk gas ideal, U merupakan fungsi dari θ saja, sehingga
turunan parsial terhadap θ sama dengan turunan totalnya. Jadi

CV 
dU
d
Diperoleh :
dQ  CV d  PdV
PV  nR , untuk proses kuasi statik infinitesimalnya diperoleh :
(gas ideal) (5.6)

P dV  V dP  nR d  P dV  nR d  V dP
Berdasarkan :

dQ  CV d  nR d  V dP
Dengan menyulihkan ke dalam persamaan (5.6) diperoleh :


dQ  CV  nR  d  V dP
  V
Dibagi dθ diperoleh :

 CV  nR
dQ dP
d d

  V
Pada tekanan tetap (dP = 0) dperoleh :
 dQ 
   CV  nR
0
 d  P d

CP  CV  nR  (gas ideal) (5.7)

dQ  CP d  V dP
Lalu :
(gas ideal) (5.8)

31
5.3. PROSES ADIABATIK KUASI-STATIK

dQ  CV d  PdV
Berdasarkan persamaan (5.5) dan (5.7) tapa
dan dQ  CP d  V dP
Karena dalam proses adiabatik (dQ = 0), maka
CP d  V dP dan
 CV d  PdV
Kedau persmaan tersebut dibagi diperoleh :

 P   P  
V dP C dP C dV dV
P dV CV P CV V V

 P 
Lalu diintegasikan :

  
dP dV
V
ln P   ln V  ln tetapan
ln P   ln V  ln tetapan
ln P  ln V   K
 
ln PV   K 
P V  K (gas ideal) (5.9)

Mencari kemiringan kurva persamaan (5.9) dengan menganggap P fungsi V diperoleh :

P V  K  P   K V 
K

V
 P   
    V    1  
 1

 V Q V V V
 P   P
  
 V Q
(gas ideal) (5.10)
V
Q menandai proses adiabatik. Berdasarkan persamaan (5.3)
 P 
  
P
 V  V
Maka berarti kurva adiabatik mempunyai kemiringan negatif lebih curam daripada kurva
isotermal pada titik yang sama.

32
5.4. METODE RUCHHARDT UNTUK MENGUKUR γ
Metode kerja :
Gas ditempatkan dalam bejana besar bervolume V. Pada bejana itu dipasang tabung gelas
dengan lubang berpenampang sama berluas A. Ke dalam lubang itu dimasukkan bola logam
bermassa m yang tepat menutup lubang tapi masih dapat bergerak bebas sehingga berlaku
sebagai piston. Karena gas agak tertekan oleh bola baja yang ada di dalam kedudukan
kesetimbangan, tekanan gas sedikit lebih besar daripada tekanan atmosfer Po. Dengan
mengabaikan gesekan, diperoleh :

P  Po  Ph  Po  gh  Po   Po 
mgh mg
(5.11)
V A
Simpangan positif (y) kecil menyebabkan perubahan volume yang sangat kecil pula,
sehingga:
dV  y A (5.12)
Simpangan positif (y) kecil menyebabkan pula penurunan tekanan yang sangat kecil. Karena
gaya resultan (F) yang beraksi pada bola sama dengan A dP, dengan mengabaikan gesekan
diperoleh :

dP 
F
(5.13)
A
Perhatian : bila y positif, dP negatif, sehingga F menjadi negatif, jadi F merupakan gaya
pemulih.

Karena bola bergetar cukup cepat, perubahan P dan V berlangsung secara adiabatic. Karena
perubahannya sangat kecil, keadaan yang dilalui gas dapat dianggap mendekati keadaan
setimbang yang menunjukkan proses kuasi statik adiabatik, diperoleh :
P V  K
Dan P  V dV  V dP  0
 1 
(5.14)
Dengan menyulihkan persamaan (5.12) dan (5.13) ke dalam (5.14) diperoleh :

P  V  1 y A  V  0
F
A
Dibagi dengan V γ-1 diperoleh :

P y A  V 0  P y A
F FV
A A
P  A2
lalu : F   y (5.15)
V
Persamaan (5.1) merupakan persyaratan untuk gerak selaras sederhana (Hukum Hooke),
maka periode (τ) dirumuskan :

  2  2  2  2
m m m mV
k F P A 2
P  A2
y V
4 2 mV
Akhirnya :  
A2 P  2
(5.16)

33
5.5. Latihan soal :

5.1. Bola baja bermassa 10 gram diletakkan dalam sebuah tabung berpenampang
melintang 1 cm2. Tabung itu dihubungkan dengan tangki udara bervolume 5 liter,
yang tertekanan udaran 76 cm Hg. Berapa detik-kah periode bola bergetar ?

Jawab :
Berdasarkan persamaan (5.16) :

 
102 x5 x103
  2  2
mV
P  A2 1,01325x105 x1,4 x 10 4
2

  1,18 det ik

5.2. a. Jika y menyatakan ketinggian di atas


permukaan laut, buktikanlah bahwa penurunan tekanan atmosfir yang
ditimbulkan oleh kenaikan dy pada gas ideal dirumuskan :


dP mg
R
dy (5.17)
P

Ph   gy  dP   g dy , karena gas ideal


Jawab :

R dP  g dy  Vg
PV  R  P   
R R
, maka dy
V P
V
dP  mg
 dy  terbukti
P R
5.2. b. Jika penurunan tekanan dalam soal 5.5.a ditimbulkan oleh pemuaian
abdiabatik :
 1 

 P
 
 K , buktikanlah bahwa :
  

 d

dP
P  1 
. (5.18)

34
Jawab :
 1 

Pemuaian adiabatik : 
 
P   
 K memiliki diferensial parsial :
1   
 1   1 

d   
   1
  
 P  
dP  0
  
P

1    
 1   1  

d   
   1
  
 P  

  
P dP

 1    
 1 
 1
  P  

d    1   dP
 dP   
  1 
     P
  
P
   d
  
dP
1  
, maka
P
 d
  terbukti
dP
P  1 

d
5.2. c. Dari (a) dan (b), jika diketahui suatu gas ideal bermassa = 28,96 gram/mol dan

γ = 1,4, hitunglah berapa K/km-kah nilai ?


dy
Jawab :
 d
 
dP mg dP
R P  1 
Karena : dy dan ,maka
P
 d
 dy 
mg
R  1 
d    1  mg  1,4  1  28,96 x103 x 10
     
dy    R  1,4  8,314
d
  9,95 x 10 3 K / meter
dy
d
  9,95 K / km
dy

35
5.6. PEKERJAAN RUMAH

1. Buktikanlah bahwa kerja yang dilakukan oleh gas ideal yang kapasitas kalornya tetap

W  CV awal   akhir 
selama pemuaian adiabatik kuasi statik dirumuskan :

P 
a. (5.19)

Vakhir  Pawal Vawal


W
 1
akhir
b. (5.20)

  1

Pakhir Vakhir   Pawal   
W 1  
c.
  1   Pakhir   (5.21)
 
2. a. Buktikanlah banyaknya kalor yang dipindahkan selama porses kuasi statik
infinitesimal suatu gas ideal dirumuskan :

dQ  V dP  P P dV
CV C
(5.22)
nR nR
b. Gas ideal bervolume 0,05 m3 dan tekanan 120 N/m2 mengalami pemuaian
adiabatik sampai tekanannya turun menjadi 15 N/m2. Anggap γ = 1,4,
tentukanlah :
b.1. berapa m3-kah volume akhirnya ?
b.2. berapa joule-kah kerja yang dilakukan ?

3. Bola baja bermassa 10 gram diletakkan dalam


sebuah tabung berpenampang melintang tertentu. Tabung itu dihubungkan dengan
tangki udara bervolume 5 liter, yang tertekanan udara 76 cm Hg dan periode bola
bergetar 0,96 detik . Berapa cm2-kah penampang melintangnya ?

4. Karbondioksida terdapat dalam bejana


bervolume 5270 cm3. Bola bermassa 16,65 gram diletakkan dala tabung
berpenampang melintang 2,01 cm2, bergetar dengan periode 0,834 detik. Berapa-kah
nilai γ bila barometer menunjuk 7,23 cm ?

5. Buktikanlah bahwa :
a. kemuaian volume sesaat dirumuskan :
1   
   
   P
(5.23)

b. ketermampatan isotermik dirumuskan :


1   
  
  P 
(5.24)

36
BAB VI. ENTROPI

6.1. KONSEP ENTROPI

Konsep entropi (S) mula-mula diperkenalkan oleh : R.J. Clausius (abad 19).
Entropi suatu sistem merupakan fungsi koordinat termodinamik yang perubahannya sama
dQR
dengan integral antara keadaan awal dan akhir, diintegrasikan sepanjang lintasan dapat
T
balik (reversible) sekehendak yang menghubungkan kedua keadaan tersebut.
dS  R
dQ
(6.1)
T
R = dapat balik (reversible)
S = entropi
dS = perubahan entropi
dQ = pemindahan kalor
T = suhu
Dalam bentuk integral :

 dS  
S akhir akhir
dQ
S awal
T


R awal

S
akhir
dQ
(6.2)
T


R awal

0
dQ
(6.3)
R
T

6.2. ENTROPI GAS IDEAL

Jika suatu sistem menyerap sejumlah infinitesimal kalor dQR selama proses dapat
balik, perubahan entropi sama dengan persamaan (6.1):

dS 
dQR
T
Kasus I :
Tinjaulah bahwa dQR untuk gas ideal, dimana entropi gas ideal sebagai fungsi T dan P
diperoleh :
dQR  CP dT  V dP
Dengan membaginya dengan T, diperoleh :

 CP  dP
dQR dT V
T T T
dS  CP  nR
dT dP
(6.4)
T P
37
Perubahan entropi gas ΔS antara keadaan awal dan akhir dengan pengintegrasian persamaan

S  CP   nR 
T2 P2
dT dP

   
(6.4) diperoleh :
T1
T P1
P
S  CP ln T2  ln T1  nR ln P2  ln P1

S   CP
dT

 nR ln P  S0 

   
T
Untuk CP tetap,
S  CP ln T  nR ln P  S0 (6.5)

Kasus II :
Tinjaulah bahwa dQR untuk gas ideal, dimana entropi gas ideal sebagai fungsi T dan V
diperoleh :
dQR  CV dT  P dV
Dengan membaginya dengan T, diperoleh :

 CV 
dQR dT P
dV
T T T
dS  CV  nR
dT dV
(6.6)
T V
Perubahan entropi gas ΔS antara keadaan awal dan akhir dengan pengintegrasian persamaan
(7.6) diperoleh :

S   CV
dT

 nR ln V  S0 

   
T
Untuk CV tetap,
S  CV ln T  nR ln V  S0 (6.7)

6.3. DIAGRAM TS
dS 
dQR
Dalam persamaan : , jika dalam proses adiabatik dapat balik berarti dQR
T
= 0, maka dS = 0 dan S adalah tetapan. Disebut proses isentropik (isotropik).
Jika dua keadaan setimbang berdekatan infinitesimalnya :

dQ  T dS  T
dQ dS
dT dT
Pada isokhorik (dV = 0)
 dQ   dS 
   CV  T  
 dT V  dT V
(6.8)

38
Pada isobarik (dP = 0)
 dQ   dS 
   CP  T  
 dT  P  dT  P
(6.9)

Jika dilakukan variasi suhu CV diketahui, perubahan entropi selama proses isokhorik

Sakhir  Sawal  CV 
(isovolumik) berlangsung dapat dihitung dari persamaan :
dT
,
T

Sakhir  S awal  CP 
dalam proses isobarik :
dT
T
Persamaan tersebut memberikan cara umum untuk menghitung perubahan entropi, tetapi
bukan cara untuk menghitung entropi mutlak suatu sistem dalam keadaan tertentu.

Jika sekumpulan tabel diperlukan untuk mendapatkan perbedaan entropi dan bukan entropi
mutlak, prosedurnya dapat dipermudah dengan memilih keadaan baku sekehendak dan
menghitung perubahan entropi sistem dari keadaan baku ke keadaaan lainnya.
Dalam kasus air, keadaan bakunya dipilih air jenuh pada 0,01oC dan tekanan uapnya 611 Pa,
maka entropinya dihitung terhadap keadaan acuan ini.

Kemiringan kurva pada diagram TS yang menggambarkan proses isokhorik dapat balik
berdasarkan persamaan (6.8) dirumuskan :
 dT 
  
T
 dS V CV
(6.10)

Dalam proses isokhorik dapat balik berdasarkan persamaan (6.9) dirumuskan :


 dT 
  
T
 dS V CP
(6.11)

39
T (Suhu)
isentalpik
isentropik

isokhorik

isobarik

isotermik

S (entropi)

Gambar 6.1. Kurva yang menggambarkan proses dapat balik sistem hidrostatik pada
diagram TS

6.4. Perubahan entropi semesta (total) dalam proses dapat balik


(reversible)

Jika dQR diserap oleh sistem, maka :

dSsistem   dan dSlingkungan   R 


dQR dQ
T T
 dSsistem  dSlingkungan  0
(6.12)
dSsemesta

Jika dQR dibuang oleh sistem, maka :

dSsistem   dan dSlingkungan   R 


dQR dQ
T T
 dS sistem  dSlingkungan  0
(6.13)
dSsemesta

40
6.5. Perubahan entropi semesta (total) dalam proses tidak dapat balik
(irreversible)

Jika sistem mengalami proses tidak dapat dlik (irreversible) antara keadaan setimbang awal


dan keadaan setimbang akhir, perubahan entropi sistem dirumuskan :

S sistem  S akhir  S awal 


akhir
dQ
T (6.14)
R awal

Tabel 6.1 Perubahan entropi semesta tidak dapat balik akibat proses alamiah

Jenis tidak Proses tidak dapat Ssistem Slingkungan Ssemesta


dapat balik balik
Mekanis Lesapan isotermik 0 W W
eksternal dari kerja melalui T T
sistem menjadi
energi internal
sebuah tandon
Lesapan adiabatik T 0 Tf
dari kerja menjadi CP ln f CP ln
energi internal
Ti Ti
sistem
Mekanis Pemuaian bebas V 0 Vf
internal gas ideal nR ln f nR ln
Vi Vi

 
Termal Pemindahan kalor 0 Q Q Q Q
eksternal melalui medium T2 Ti
T2 Ti
dari tandon panas
ke tandon lebih
dingin
Kimia Difusi dua macam 2R ln 2 0 2R ln 2
gas ideal yang
lembam

6.6. Mesin Carnot dan refrigerator

a. Efisiensi mesin Carnot :


W Q1  Q2
  1 2 1 2
Q T
(6.15)
Q1 Q1 Q1 T1
W = kerja yang dilakukan mesin
Q1 = kalor yang diserap mesin
Q2 = kalor yang dibuang mesin
T1 = suhu yang diserap mesin
T2 = suhu yang dibuang mesin

41
b. Unjuk kerja mesin refreigerator (c)

c  
Q1 Q1 T1
W Q2  Q1 T2  T1
(6.16)

W = kerja yang dilakukan mesin


Q1 = kalor yang diserap mesin pada suhu
rendah T1
Q2 = kalor yang terbentuk dalam mesin pada
suhu tinggi T2
T1 = suhu rendah mesin
T2 = suhu tinggi mesin

Ringkasan :
1. dS semesta  0  perubahan entropi dapat balik
2. dSsemesta  0  perubahan entropi tidak dapat balik
3. Pergantian fase yang terkenal yakni :
- peleburan
- penguapan
- penyubliman
4. Pergantian fase yang “relatif kurang terkenal namun sekarang sedang berkembang ”
yakni :
- perubahan bentuk kristal
5. Pada pergantian fase di atas diperoleh :
- suhu dan tekanannya selalu tetap
- entropi dan volumenya berubah
6. Pergantian fase terjadi dalam proses dapat balik, kalor (l) (biasa dikenal sebagai kalor

Sakhir  Sawal   T s  s 
laten) yang dipindahkan per molnya dirumuskan :

l T akhir awal (6.17)


m
Jadi keberadaan kalor laten mengandung arti fisis bahwa terdapat perubahan entropi.

T (Suhu)
uap

padat cair

Q (kalor)

42
6.7. LATIHAN SOAL

1. Dalam proses pergantian fase air menjadi uap air pada tekanan 1 atmosfir dan suhu
373 K, kalor laten l23 = 2,26 x 106 J kg-1. Berapa J kg-1 K-1-kah perubahan entropi
spesifik (s) nya ?

Jawab :

l  T sakhir  sawal  , maka


Berdasarkan persamaan (6.17) :

s3  s2   
l23 2,26 x106
 6060 J kg 1 K 1
T 373
2. Jika diketahui kapasitas panas pada tekanan tetap air dalam selang suhu T1 = 273 K
sampai T2 = 373 K (CP dianggap tetap) sebesar 4,18 x 103 J kg-1 K-1.
Berapa J kg-1 K-1-kah perubahan entropi spesifik (s) nya ?

Jawab :
Pada proses tekanan tetap dalam tabel 6.1, pindah panas (Q) yang terjadi sebesar CP
dT, maka :
T 
s2  s1 P     CP
 373 
 CP ln 2   4,18x103 ln 
T2 T
dQ 2 dT
T T  T1   273 
s2  s1 P  1310 J
T1 T1

kg 1 K 1

3. Berapa J K-1 kah perubahan entropi dalam sistem yang mengalami proses :
a. 10 gram es pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm yang melebur pada suhu dan
tekanan tetap ? (Diketahui : kalor laten lebur = 3,34 x 105 J kg-1 K-1)
b. 1 kg air pada suhu 100oC dan tekanan 1 atm yang menguap pada suhu dan
tekanan tetap? (Diketahui : kalor laten uap = 2,26 x 106 J kg-1 K-1)

Jawab :

Sakhir  Sawal 
a. Berdasarkan persamaan (6.17) :

l T , maka
m

S2  S1   
mL21 0,01x3,34 x105

S2  S1   12,23 J kg
T 273
1

b. Berdasarkan persamaan (7.15) :

S 2  S1   
mL21 1x 2,26 x106

S2  S1   6,06x103
T 373
J kg 1

43
4.
P (tekanan)

274,85 C
P2 1370,85 C
b c

a d
P1 548,85 C
0,85 C

V1 V2 V (volume)

Gambar 6.2. Diagram P-V untuk sistem sederhana dapat balik dalam daur a-b-c-d-a.

Perhatikanlah gambar 6.2. Diketahui CV pada suhu bebas = 8 J K-1 dan CP pada suhu bebas =

 dQ pada setiap daurnya ?


10 J K-1. Tentukanlah :
a. Berapakah nilai tetapan laplace ( 
b. berapa joule-kah pindah panas
c. berdasarkan hukum termodinamika I, berapa joule-kah jumlah pindah panas (W)
dalam keseluruhan daur ?

berapa J K -kah perubahan entropi 


d. Jika V1 = 9 liter dan V2 = 20 liter, berapa Pa-kah perbedaan tekanannya (P2 – P1) ?
 dQ 
 T 
-1
e. pada setiap daurnya ?

f. berdasarkan hukum termodinamika II, buktikanlah bahwa jumlah perubahan entropi

T 0 ?
dQ
dapat balik dalam keseluruhan daur dirumuskan :
Jawab :

  , maka   1,25
CP 10
a.
CV 8

 dQ  CV  dT C T  Ta   8 x (274,85  273)  (0,85  273)


Tb

b. a b V b

 dQ
Ta

a b  2192 J

44
 dQ  CP  dT C T  Tb   10 x 1370 ,85  274 ,85 
Tc

b c P c

 dQ
Tb

bc  10960 J

 dQ  CV  dT C T  Tc   8 x 548,85  1370,85
Td

cd V d

 dQ
Tc

a b  6576 J

 dQ  CP  dT C T  Td   10 x 0,85  548,85
Ta

d a V a

 dQ
Td

a b  5480 J

W   dQab   dQbc   dQcd   dQd a


c. berdasarkan hukum termodinamika I, jumlah pindah panas (W) dirumuskan :

W  2192  10960  6576  5480


W  1096 J

V 20 x103  9 x103  11x103


d. W  P V  P   
W 1096 1096

P  9,96 x 104 Pa

 Tb 
T
 274,85  273 
dSab  CV      
Tb

T 
dT
 0,85  273 
C
 a
e. V ln 8 ln

 5,54 J K 1
Ta

dSab
T 
T
 1370,85  273 
dSbc  CP C P ln c   10 ln 
Tc
dT
 b
T  274,85  273 
dSbc  11 J K 1
Tb

 Td 
T T
 548,85  273 
dScd  CV     8 ln 
Td
dT
    
C V ln
T 1370,85 273
dSbc  5,54 J K 1
c c

T 
T
 0,85  273 
dSd a  CP C P ln a   10 ln 
Ta
dT
 Td   548,85  273 
dSd a  11 J K 1
Td

45
f. berdasarkan hukum termodinamika II,

 T  dSabcd a  5,54  11 5,54 11


dQ

  0  terbukti
dQ
T

5. Sebuah resistor 25 dialiri arus listrik A pada suhu tetap 27oC selama 1 detik.
a. Berapa J K-1 perubahan entropi pada resistor?
b. Berapa J K-1 perubahan entropi semesta?
Jika arus yang sama dipertahankan dalam resistor yang sama, tetapi resistor
sekarang disekat secara termal (adiabatik), dengan suhu awal =27oC, massa
resistor = 10 gram, cP = 0,84 kJ/(kg K), hitunglah :
c. Berapa J K-1 perubahan entropi pada resistor?
d. Berapa J K-1 perubahan entropi semesta?

Jawab :

a. Sresistor  , karena energi listrik resistor  0 J , maka


dQ
T
Sresistor    Sresistor  0 J kg 1
dQ 0
T 300
b. Ssemesta  Sresistor  Slingkungan  0   
dQ i 2 Rt 102 x25x1
T T 300
S semesta  8,33 J K 1
c. Karena disekat secara adiabatik berarti dalam resistor terjadi kenaikan suhu, mencari
suhu akhir menggunakan azas black :
dQlistrik  mxCP T  i 2 Rt  mCP (Takhir  Tawal )

Takhir   Tawal   300  598 K


i 2 Rt 102 x 25x1
mCP 0,01x840
T   598 
Sresistor  mCP ln akhir   0,01x840x ln 
 Tawal   300 
Sresistor  5,8 J K 1
d. Ssemesta  Sresistor  Slingkungan  5,8  0
S semesta  5,8 J K 1

46
6 .
T (K)

500
b c

a d
200

S1=R/4 S2=3R/4 S
Gambar 6.3. Diagram T-S untuk sistem sederhana dapat balik dalam daur a-b-c-d-a.

 dQ yang dilakukan pada setiap


Perhatikanlah gambar 6.3. Dalam daur gambar 6.3 dapat berlaku pada mesin Carnot maupun
refrigerator. Tentukanlah :
a. berapa-kah (dalam satuan R) pindah panas
daurnya ?
b. berdasarkan hukum termodinamika I, berapa-kah (dalam satuan R) jumlah pindah
panas (W) dalam keseluruhan daur ?
c. berapa %-kah efisiensi mesin Carnotnya ?
d. berapa %-kah unjuk kerja refrigeratornya ?

 dQ
Jawab :
a b  Ta dS  0 (karena daur isotropik )

 dQ a b 0 J

 dQ  Tb dS  Tb xS c  S a   500 x
 3R R 
   250 R  daur isotermik
 4 4
b c

 dQ b c  250R J

 dQ cd  Tc dS  0 ( karena daur isotropik)

 dQ a b 0 J

47
 dQ  Td dS  Td xS a  S d   200 x 
 R 3R 
  100 R (daur isotermik )
4 4 
d a

 dQ d a  100R J

W   dQab   dQbc   dQcd   dQd a


b. berdasarkan hukum termodinamika I, jumlah pindah panas (W) dirumuskan :

W  250R  0  100R  0
W  150R J
  x100% 
W 150R
c.
Q1 250R
  60 %
c 1 
Q 100R
d. x100%
W 150R
c  67 %

48
6.8. PEKERJAAN RUMAH

1. Sebuah resistor 10 dialiri arus listrik A pada suhu tetap 27oC selama 1 detik.
a. Berapa J K-1 perubahan entropi pada resistor?
b. Berapa J K-1 perubahan entropi semesta?
Jika arus yang sama dipertahankan dalam resistor yang sama, tetapi resistor
sekarang disekat secara termal (adiabatik), dengan suhu awal =27oC, massa
resistor = 5 gram, cP = 0,84 kJ/(kg K), hitunglah :
c. Berapa J K-1 perubahan entropi pada resistor?
d. Berapa J K-1 perubahan entropi semesta?

2. Untuk gas ideal dengan kapasitas kalor tetap, buktikanlah bahwa :


a. Entropinya :
S  CV ln P  CP ln V  K (6.16)
b. ketermampatan adiabatiknya :
1  dV 
KS     
1
V  dP S P
(6.17)

3. Menurut hukum Debye, kapasitas kalor molar pada colume tetap (cV) dari intan
berubah terhadap suhu menurut persamaan :
4 4  T 
cV  3R  
3

5 
(7.18)

Berapa perubahan entropi (dalam satuan R) dari intan bermassa 1,2 gram, jika
dipanaskan pada volume tetap dari 10 sampai 350 K? Diketahui massa atom karbon =
12 dan = 2230 K.

4. Satu kg air diberikan kalor dapat balik dari koil listrik dengan suhu awal 20oC
menjadi 80oC. Diketahui kalor jenis air (cair) =4180 J/kg, tentukanlah :
a. berapa J/K – kah perubahan entropi sistem?
b. berapa J/K – kah perubahan entropi lingkungan?

5. Massa air 10 kg pada suhu 20oC dicampur dengan 2 kg es pada suhu – 5oC pada
tekanan 1 atm sehingga dicapai suhu setimbang. Jika diketahui cP (air) =
4180 J/(kg K), cP (es) = 2090 J/(kg K), kalor lebur es = 3,34x105 J/kg, tentukanlah :
a. berapa derajat kelvin-kah suhu setimbang?
b. berapa J/K-kah perubahan entropi sistem ?

6. Sepuluh gram air pada suhu 20oC dikonversikan menjadi es pada suhu – 10oC pada
tekanan atmosfir sama. Jika diketahui :
cP (air) = 4180 J/(kg K), cP (es) = 2090 J/(kg K), kalor lebur es = 3,34x105 J/kg,
tentukanlah berapa J/K-kah perubahan entropi sistem ?

49
BAB VII. ENTALPI DAN ZAT MURNI
7.1. Entalpi (H)

H  U  PV
Entalpi (H) dirumuskan :
(7.1)
Tinjaulah perubahan entalpi () yang terjadi jika sistem mengalami proses infinitesimal

dH  dU  PdV  VdP
dari keadaan setimbang awal ke keadaan setimbang akhir, diperoleh :
(7.2)

dH  dQ  VdP
Dalam bab sebelumnya diketahui ; dQ = dU + P dV, maka
(7.3)
Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan dT, diperoleh :

 V
dH dQ dP
dT dT dT
Pada tekanan tetap, diperoleh :
 H   Q 
     CP
 T  P  T  P
(7.4)

Seperti dalam konsep entropi, bahwa perubahan entalpi selama proses isobarik sama dengan
kalor yang dipindahkan, yang dinamakan kalor laten (l), yang diukur ketika terjadi perubahan

H akhir  H awal  Q   CP dT
fase pada tekanan tetap, maka :

(7.5)

dH  TdS  VdP
Dalam zat murni yang mengalami proses dapat balik infinitesimal, dapat dirumuskan :
(7.6)
maka diperoleh :
 H 
   T dan
 S  P
(7.7)

 H 
  V
 P  S
(7.8)

Hubungan yang ditunjukkan dalam persamaan (7.7) dan (7.8) memberi petunjuk bahwa sifat
zat murni dapat ditampilkan secara menguntungkan pada diagram yang menggambarkan H
sebagai fungsi dari S dan P.

50
Tabel 7.1 Perbandingan antara U dan H
Energi dalam (U) Entalpi (H)
Pada umumnya Pada umumnya
dU = dQ – PdV dH = dQ + V dP
 U   H 
   CV    CP
 T V  T  P
Proses isokhorik Proses isobarik

U f  U i   CV dT H f  H i   CP dT
Uf - Ui = Q Hf - Hi = Q

U f  U i    P dV H f  H i   V dP
Proses adiabtik Proses adiabtik

Pemuaian bebas Proses sernak


Ui = Uf Hi = Hf

U   CV dT  tetapan H   CP dT  tetapan
Untuk gas ideal Untuk gas ideal

Keadaan setimbang yang berdekatan Keadaan setimbang yang berdekatan


 U   H 
  T   T
 S V  S  P
 U   H 
   P   V
 V S  P  S

7.2. Fungsi Helmholtz

F  U  TS
Fungsi Helmholtz ( sering disebut energi bebas Helmholtz) dirumuskan ;
(7.9)

dF  dU  TdS  SdT
Untuk proses dapat balik infinitesimal diperoleh :

TdS  dU  PdV , maka :


dF   PdV  SdT
Karena
(7.10)
Kasus I:

dF   PdV
Untuk proses isotermik dapat balik, diperoleh :
(7.11)

Ff  Fi   PdV
f

(7.12)
i
Jadi perubahan fungsi Helmholtz selama proses isotermik dapat balik sama dengan kerja
yang dilakukan pada sistem.

51
Kasus II :

dF  0
Untuk proses isokhorik dan isotermik dapat balik, diperoleh :

F  tetap
(7.13)
(7.14)
Sifat ini sangat banyak digunakan dalam ilmu kimia dan berguna untuk meninjau reaksi
kimia yang berlangsung isotermik dan isokhorik.
Peran utama dari fungsi Helmholtz adalah dalam mekanika statistik yang berkaitan erat
dengan fungsi partisi Z (tunggu tanggal mainnya).

dF   PdV  SdT
Kembali ke parsamaan (7.9)

Entropi dan tekanannya daat dihitung dengan memakai diferensiasi sederhana :


 F 
   S
 T V
dan (7.15)

 F 
   P
 V T
(7.16)

7.3. Fungsi Gibbs

G  H  TS
Fungsi Gibbs (sering disebut energi bebas Gibbs) dirumuskan ;
(7.17)

dG  dH  TdS  SdT
Untuk proses dapat balik infinitesimal diperoleh :

dH  TdS  VdP , maka :


dG  VdP  SdT
Karena
(7.18)

dG  0
Untuk proses isobarik dan isotermik dapat balik, diperoleh :

G  tetap
(7.19)
(7.20)

Hasil ini penting, khususnya dalam kaitannya dengan proses yang melibatkan perubahan fase.
Sublimasi, peleburan, penguapan berlangsung secara isotermik dan isobarik serta dapat
dipandang sebagai proses dapat balik.
Jadi ketika proses ini berlangsung, fungsi Gibbs dari sistem tetap.
Jika digunakan lambang g’, g’’, g’’’ berturut-turut untuk fungsi Gibbs molar dari zat padat

g'  g' '


jenuh, zat cair jenuh, uang jenuh, maka persamaan kurva peleburan dirumuskan :
(7.21)

g' '  g' ' '


sedangkan persamaan kurva penguapan dirumuskan :
(7.22)

g'  g' ' '


dan persamaan kurva sublimasih/penghabluran dirumuskan :
(7.23)

g ' g' '  g' ''


Pada titik tripel kdua persamaan itu berlaku serentak, yaitu :
(7.24)

52
Semua g dapat dipandang sebagai fungsi dati T dan P saja, sehingga kedua persamaan itu
dapat diapaki untuk menentukan T dan P pada titik tripel secara unik. Fungsi Gibbs sangat
penting dalam ilmu fisika-kimia dan ilmu teknik, karena reaksi kimia dapat dipandang
berlangsung pada T dan P tetap.

7.4. Dua teorema matematis

Teorema pertama,
Jika terdapat suatu hubungan x, y, z, maka dapat membayangkan z dinyatakan sebagai fungsi
dari x dan y, sehingga :
 z   z 
dz    dx    dy .
 x  y  y  x
Anggaplah :
 z   z 
M    dan N   
 x  y  y  x
Maka : dz  M dx  N dy ,
dengan z, M, N, semuanya fungsi dari x dan y.
Dengan melakukan diferensial parsial M terhadap y dan N terhadap x, diperoleh :
 M    2 z   N    z 
     dan      
2

 y x  x y   x  y  y x 
Karena ruas kanan bernilai sama bersar, maka
 M   N 
    
 y  x  x  y
(7.25)

Persamaan ini dikenal sebagai persyaratan untuk diferensial seksama.

Teorema kedua,
Jika suatu kuantitas f merupakan fungsi dari x, y, z dan terdapat suatu hubungan antara x, y, z,
maka f dapat dipandang sebagai fungsi dari setiap pasangan x, y, z.
Demikian juga salah satu dari x, y, z dapat dipandang sebagai fungsi dari f dan salah satu dari
x, y, z.
Jadi dengan memandang x sebagai fungsi dari f dan y, maka :
 x   x 
dx    df    dy .
 f  y  y  f
Dengan menganggap y sebagai fungsi dari f dan z, maka :
 y   y 
dy    df    dz .
 f  z  z  f

53
Dengan menyulihkan persamaan dy ke dalam persamaan dx, diperoleh :
 x   x   y   y  
dx    df      df    dz 
 f  y  y  f  f  z  z  f 
 x   x   y    x   y  
dx          df       dz
 f  y  y  f  f  z   y  f  z  f 
Dengan menganggap pula x sebagai fungsi dari f dan z, maka :
 x   x 
dx    df    dz .
 f  z  z  f
Dengan mempadankan kedua persamaan dx di atas, diperoleh :
 x   x   y  
       
 z  f  y  f  z  f 
(7.26)

 x   y   z 
       1
 y  f  z  f  x  f
(7.27)

7.5. Hubungan Maxwell

Dalam sub bab sebelumnya diperoleh hubungan :


1. Energi dalam U,
2. Entalpi H = U + PV,
3. Fungsi Helmholtz F = U - TS,
4. Fungsi Gibbs G = H – TS.

Dengan menggunakan dua buah teorema matematis dalam sub bab sebelumnya dapat
dinyatakan bahwa salah satu dari delapan kuantitas (koordinat termodinamik)
P, V, T, U, S, H, F, G dapat diungkapkan sebagai fungsi dari pasangan lainnya.
Sekarang diasumsikan sistem hidrostatik yang mengalami proses dapat balik infinitesimal
dari suatu keadaan setimbng ke keadaan lainnya, diperoleh :
1. Energi dalamnya berubah sebesar :
dU =dQ – P dV
dU = T dS – P dV,
dengan U, T, P dipandang sebagai fungsi dari S dan V.
2. Entalpinya berubah sebesar :
dH =dU + P dV + V dP,
dH = T dS + V dP,
dengan H, T, V dipandang sebagai fungsi dari S dan P.

54
3. Fungsi Helmholtznya berubah sebesar :
dF =dU – T dS – S dT
dF = – S dT – P dV,
dengan F, S, P dipandang sebagai fungsi dari T dan V.
4. Fungsi Gibbsnya berubah sebesar :
dG =dH – T dS – S dT
dG = – S dT + V dP,
dengan G, S, V dipandang sebagai fungsi dari T dan P.

Karena U, H, F, G semuanya merupakan fungsi yang sebenarnya, diferensialnya seksama


berjenis :
dz  M dx  N dy ,
dan berdasarkan persyaratan untuk diferensial seksama dalam persamaan (7.25)
 M   N 
    
 y x  x y
maka dengan menerapkan hasil ini pada diferensial seksama dU, dH, dF, dG, diperoleh :
 T   P 
dU  T dS  P dV      
 V  S  S V
1. (7.28)

 T   V 
dH  T dS  V dP      
 P  S  S  P
2. (7.29)

 S   P 
dF   S dT  P dV      
 V T  T V
3. (7.30)

 S   V 
dG   S dT  V dP      
 P T  T  P
4. (7.31)

Keempat persamaan di sebelah kanan dikenal sebagai hubungan Maxwell.

Hubungan Maxwell sangat berguna karena menyajikan hubungan antara kuantitas yang dapat
diukur dan kuantitas yang tidak dapat diukur atau yang sukar diukur.

7.6. Persamaan T dS

7.6.1. Persamaan pertama T dS.


Jika Entropi zat murni dapat dipandang sebagai fungsi dari suhu dan volume, maka :
 S   S 
dS    dT    dV ,
 T V  V T
 S   S 
TdS  T   dT    dV

 V   T
dan
T V
karena T dS = dQ untuk proses dapat balik, maka :
 S 
T    CV
 T V

55
 S   P 
Dari hubungan Maxwell ketiga,      , maka
 V T  T V
 P 
TdS  CV dT  T   dV
 T V
(7.32)

Persamaan (7.32) dikenal dengan nama persamaan pertama T dS.

7.6.2. Persamaan kedua T dS.

 S   S 
Jika Entropi zat murni dapat dipandang sebagai fungsi dari suhu dan tekanan, maka :

dS    dT    dP ,
 T  P  P T
 S   S 
TdS  T   dT    dP
 T  P  P T
dan

karena T dS = dQ untuk proses dapat balik, maka :


 S 
T    CP
 T  P
 S   V 
Dari hubungan Maxwell keempat,      , maka
 P T  T  P
 V 
TdS  CP dT  T   dP
 T  P
(7.33)

Persamaan (7.33) dikenal dengan nama persamaan kedua T dS.

Dalam termodinamika dikenal pula persamaan ketiga T dS. Dalam rangka penguasaan
mahasiswa/i terhadap konsep termodinamika buktikan persamaan ketiga T dS yang tertera
dalam sub bab pekerjaan rumah no. Soal 2 dan 3.

Kasus I :
Perubahan tekanan secara isotermik dapat balik. Jika T tetap, maka persamaan (7.33)
menjadi:

Q  T  
 V   V 
TdS  T   dP  dP ,
 T  P  T P
dan

Q  T  V dP
1  V 
karena :koefisien muai volume :     , maka
V  T P
hal ini dapat diintergrasikan jika kebergantungan V dan  pada tekanan diketahui. Jika V dan
tidak peka terhadap perubahan tekanan, maka berlaku V rata-rata dan rata-rata
 __ __ 
 V dan   .
 
 

56
dP  T V  Pf  Pi 
Diperoleh :

Q  T V  
Pf
__ __ __ __

(8.34)
Pi

W   P dV
Untuk kalor yang dibebaskan selama pemampatan diperoleh :

Karena V merupakan fungsi T dan P, maka


 V   V 
dV    dT    dP
 T P   P T
 V  1  V 
Pada suhu tetap berlaku : dV    dP dan karena   
 P T V  P T

W   P  V dP
Maka kerja diperoleh :

Karena ketermampatan isotermik tidak peka terhadap perubahan tekanan maka digunakan
nilai ketermampatan rata-rata, diperoleh :

W    V
Pf
__ __
P dP

 
Pi

W    V Pf  Pi
1 __ __ 2 2
(7.35)
2
Kasus II :
Perubahan tekanan secara adiabatik dapat balik. Jika S tetap, maka persamaan (8.33) menjadi:
 V  T  V 
0  CP dT  T   dP maka dT    dP ,
 T  P CP  T  P
TV
dT  dP (7.36)
CP
Dalam zat padat atau cair, pertambahan tekakan sebesar 1000 atm hanya menimbulkan
perubahan suhu yang kecil. Juga percobaan menunjukkan bahwa CP hampir tidah berubah
walau pertambahan tekanannya mencapai 10.000 atm. Persamaan (7.36) jika diterapkan
untuk zat padat atau cair, dapat dirumuskan :

TV 
P  Pi 
__ __

T  __ f (7.36)
CP

57
7.7. Persamaan Energi

7.7.1. Persamaan pertama energi


Jika zat murni mengalami proses dapat balik infinitesimal antara dua kesetimbangan termal,
perubahan energi dalamnya dirumuskan :
dU  T dS  P dV
Dengan membaginya dengan dV, maka

T P
dU dS
dV dV
Dengan U, S, P dianggap sebagai fungsi T dan V.
Jika T tetap, maka turunannya mejadi turunan parsial, diperoleh :
 U   S 
  T   P
 V T  V T

 S   P 
Dengan memakai hubungan ketiga Maxwell,

     , diperoleh :
 V T  T V
 U   P 
  T   P
 V T  T T
(7.37)

Persamaan (7.37) dinamai persamaan pertama energi.


Dua contoh kegunaan persamaan pertama energi yakni :
1. gas ideal dan
2. gas van der waals.

7.7.2. Persamaan kedua energi

Persamaan kedua energi memperlihatkan kebergantungan energi pada tekanan. Karena :


dU  T dS  P dV ,
dan dengan membaginya dengan dP, diperoleh :

T P
dU dS dV
dP dP dP
Dengan U, S, V dianggap sebagai fungsi T dan P.
Jika T tetap, maka turunannya mejadi turunan parsial, diperoleh :
 U   S   V 
   T    P 
 P T  P T  P T
Dengan memakai hubungan keempat Maxwell,
 S   V 
     , diperoleh :
 P T  T  P
 U   V   V 
   T    P 
 P T  T T  P T
(7.38)

Persamaan (7.38) dinamai persamaan kedua energi.

58
7.8. Persamaan kapasitas kalor

Kasus I :
Berdasarkan persamaan pertama dan kedua T dS persamaan (7.32) dan (7.33)
 P   V 
TdS  CV dT  T   dV dan TdS  CP dT  T   dP ,
 T V  T  P
 P   V 
CV dT  T   dV  CP dT  T   dP

 V   P
maka
T T
Dengan mencari nilai dT, diperoleh :

CP  CV  dT  T  P   V 
dV  T   dP
 T V  T  P
 P   V 
T  T 
T  T P
dT   V dV 
CP  CV CP  CV
dP
Karena T merupakan fungsi V dan P, maka infinitesimalnya :
 T   T 
dT    dV    dP
 V  P  P V
Dengan mempadankan kedua persamaan tersebut, diperoleh :
 P   V 
T  T 
 T   T V  T   T  P
   dan   
 V  P CP  CV  P V CP  CV
Kedua persamaan tersebut menghasilkan :
 V   P 
CP  CV  T    
 T  P  T V
Berdasarkan teorema matematis dalam bab 2, telah dipelajari bahwa :
 P   T   V 
       1
 T V  V  P  P T
 P   V   P 
Maka        , sehingga :
 T V  T  P  V T
 V    V   P  
CP  CV  T        
 T  P   T  P  V T 
Akhirnya :
 V   P 
CP  CV  T    
2

 T  P  V T
(7.39)

59
Persamaan (7.39) merupakan salah satu yang terpenting dalam termodinamika dan
menunjukkan bahwa :
 P 
 
 V T
1. karena selalu negatif untuk semua zat

 V 
dan   selalu positif, maka CP- CV selalu positif atau CP tidak pernah lebih kecil
2

 T  P
daripada CV ,
2. Ketika T  0, CP  CV atau pada suhu nol
mutlak, kedua kapasitas kalor bernilai sama.
 V 
CP = CV, jika    0.
  P
3.
T

Ini terjadi pada suhu 4oC (anomali air), ketika kerapatan air maksimum. Pengukuran
kapasitas kalor zat padat dan cair di laboratorium biasanya berlangsung pada tekanan tetap,
sehingga menghasilkan CP. Sukar sekali untuk mengukur CV secara cermat baik untuk zat
padat maupun cair. Namun harga CV perlu diketahui untuk perbandingan dengan teori.
Persamaan yang menunjukkan perbedaan kapasitas kalor (CP - CV) ini sangat berguna untuk
menghitung CV yang dinyatakan dalam CP serta kuantitas lainnya.

Kasus II
Berdasarkan persamaan pertama dan kedua T dS persamaan (8.32) dan (8.33)
 P  V
TdS  CV dT  T   dV dan TdS  CP dT  T   dP ,
 T V  T  P

 V 
Pada S tetap (isotropik) diperoleh :

CP dTS  T   dPS
 T  P
 P 
CV dTS   T   dVS
 T V
Dengan membaginya, diperoleh
  V  
  T   P 
   P 
 
CP
  P   V  S
  T  
CV
 V 

 V   T   P 
      
CP
CV  T  P  P V  V  S

60
CP  V   P 
Berdasarkan teorema matematis

   
CV  P T  V S
 P 
 
CP  V  S

CV  P 
 
(7.40)

 V T
Ketermampatan adiabatik didefinisikan :
1  V 
S    
V  P  S
(7.41)

dan ketermampatan isotermik didefinisikan :


1  V 
   
V  P T


Akhirnya :

 
CP
S
(7.42)
CV

7.9. Latihan soal

1. Satu mol gas van der waals :

 P  2 v  b   RT
 a
 v 
mengalami pemuaian Isotermik dapat balik dari volume vi ke vf. Buktikanlah bahwa
kalor yang dipindahkan dirumuskan :
v b
q  RT ln  f 
 i
v  b 
Jawab :
Dari persamaan van der waals diperoleh :
 P 
P  2  
v  b  v maka 
 T V v  b 
RT a R

Persamaan pertama T dS menjadi :

TdS  cV dT  RT
dv
vb

61
Karena T tetap, maka TdS  RT
dv
v b
dan prosesnya dapat balik, maka

q   T dS  RT 
vf
dv
vi v  b
Akhirnya diperoleh :
 v b
q  RT ln  f   terbukti
 i
v  b 
2. Jika tekanan pada 15 cm3 air raksa pada 0oC ditambah secara dapat balik dan
isotermik dari 0 hingga 1000 atm, koefisien muai volume rata-rata ()= 178 x 10-6 K-
1
, ketermampatan rata-rata () = 3,38 x 10-6 atm-1, tentukanlah :
a. berapa joule-kah perpindahan kalor yang terjadi?
b. berapa joule-kah kerja yang selama pemampatan ?
c. berapa joule-kah energi dalam yang tersimpan ?

Jawab :


Q  T V  Pf  Pi   273x15x10 6 x178x106 1,013x108 
a. Berdasarkan persamaan (7.34), diperoleh :
__ __

Q  73,8 J

 
b. Berdasarkan persamaan (8.35), diperoleh :

W    V Pf  Pi

 
1 __ __ 2 2


2
W   x1,5x10 5 x3,83x1011 x 1,013x108  02
1 2

2
W  2,95 J
c. U  Q  W  73,8   2,95 ,
U  70,8 J

3. Jika tekanan pada 15 cm3 air raksa pada 0oC ditambah secara isoentropik dari nol
mejadi 1000 atm, dan kapasitas kalor rata-ratanya = 28,6 J/K, koefisien muai volume
rata-rata ()= 178 x 10-6 K-1, ketermampatan rata-rata () = 3,38 x 10-6 atm-1, berapa
K-kah perubahan suhunya ?

62
Jawab :
Berdasarkan persamaan (7.36), diperoleh :

TV 
P  Pi  
__ __

T 

 
__ f
CP
273x1,5 x105 x178x106 x 1,013x108  0
T 
28,6
T  2,58 K

 U   P 
4. Berdasarkan konsep persamaan pertama energi

  T    P
 V T  T T
(7.37)

 P  2 v  b   RT
Untuk gas van der Waals (1 mol):
 a
 v 
Buktikanlah bahwa energi dalam gas van der Waals bertambah ketika volumenya
bertambah pada suhu tetap yang dirumuskan :
 U 
   2 , dan
a
 V T v

u   cV dT   tetapan
a
v
Jawab :
Berdasarkan konsep persamaan pertama energi
 U   P 
  T   P
 V T  T T
(7.37)

 P  2 v  b  RT
Untuk gas van der Waals (1 mol):
 a
 v 
 P 
P  2   
RT a R
vb v  T v v  b

 U 
Dengan menyulihkan ke dalam persamaan (8.37)

  T  P T   2 , maka
R R RT a
 V T vb v b v b v
 U 
   2  terbukti
a
 V T v

63
du  cV dT 
a
Karena dv , diintegrasikan
v2

 du   cV dT   2 dv
a
v
u   cV dT   tetapan  terbukti
a
Akhirnya
v
5. Dengan mengingat bahwa :
1  V  1  V 
   dan      , buktikanlah bahwa :
V  T P V  P T
TV 2
CP  CV 

(7.43)
Jawab :
Diketahui bahwa :
1  V  1  V 
   dan      maka persamaan (7.39) dapat ditulis :
V  T P V  P T
 V   P 
CP  CV  T    
2

 T P  V T
 1  V  
TV   
2

 V  T  P 
CP  CV 
1  V 
  
V  P T
TV 2
CP  CV   terbukti

64
7.10. Pekerjaan rumah

 U   P 
1. Berdasarkan konsep persamaan pertama energi

  T    P
 V T  T T
(7.37)

Buktikanlah untuk gas ideal bahwa energi dalam gas ideal tidak bergantung volume
 U 
yang dirumuskan :   0
 V T

 T   T 
2. Buktikanlah persamaan ketiga T dS yang dirumuskan :

TdS  CV   dP  CP   dV
 P V  V P
(7.44)

T
3. Buktikanlah bahwa ketiga persamaan T dS dapat dirumuskan :

TdS  CV dT 

a. dV (7.45)

TdS  CP dT  VT dP
C
b. (7.46)

TdS  V dP  P dV
C
 V
c. (7.47)

4. Buktikanlah bahwa diferensial dari tiga fungsi termodinamika U, H, F dapat

dU  CP  PV  dT  V P  T dP


dirumuskan :
a. (7.48)
dH  CP dT  V (1   T ) dP
dF  PV  S  dT  PV dP
b. (7.49)

c. (7.50)

5. Dari percobaan terhadap volume air raksa sebanyak 1,47 x 10-5 m3/mol diperoleh
bahwa kapasitas kalor molar air raksa pada tekanan tetap 1 atm dan suhu 0oC (cP)
sebesar 28 J/(mol K). Jika diketahui x 10-6 K-1 dan  3,89 x 10-11 Pa-1.
Tentukanlah :
a. berapa J/(mol K)-kah kapasitas kalor molar air raksa pada volume tetap ?
b. berapa-kah tetapan Laplace nya?

65
BAB VIII. PERUBAHAN FASE
Telah kita pelajari dalam bab 7 mengenai entropi bahwa :
1. Pergantian fase yang terkenal yakni :
- peleburan
- penguapan
- penyubliman
2. Pergantian fase yang “relatif kurang terkenal
namun sekarang sedang berkembang ” yakni :
- perubahan bentuk kristal
3. Pada pergantian fase di atas diperoleh :
- suhu dan tekanannya selalu tetap
- entropi dan volumenya berubah
4. Pergantian fase terjadi dalam proses dapat balik,
kalor (l) (biasa dikenal sebagai kalor laten) yang

Sakhir  Sawal   T s  s 
dipindahkan per molnya dirumuskan :

l T akhir awal
m
Jadi keberadaan kalor laten mengandung arti fisis bahwa terdapat perubahan entropi.

dg   sdT  vdP
Berdasarkan turunan fungsi Gibbs diperoleh :

 g   g 
s    dan v   
 T P  P T
(8.1)

Kita dapat mencirikan dalam perubahan fase yang terkenal dengan salah satu pernyataan
yakni :
1. terdapat perubahan entropi dan volume;
2. turunan pertama fungsi Gibbs berubah secara
takmalar (diskrit)
3. setiap perubahan fase yang memenuhi
persyaratan tersebut dikenal sebagai perubahan fase orde pertama

Untuk perubahan fase seperti ini, variasi suhu dari G, S, V dan CP dapat diperllihatkan sesuai
gambar 8.1.
Perubahan fase dapat dianggap terjadi secara dapat balik dalam dua arah. Gambar keempat
yang memperlihatkan kelakuan CP sangatlah penting karena CP dari campuran dua fase
selama terjadi perubahan fase menjadi tak berhingga. Hal ini berlaku karena perubahan
terjadi pada T dan P yang tetap. Bila P tetap, dT = 0; atau Bila T tetap, dP = 0.

66
Jadi,
 S 
CP  T    
 T  P
(8.2)

1  V 
    
V  T  P
(8.3)

1  V 
    
V  P T
(8.4)

G S

Fungsi Gibbs entropi

Fase awal Fase akhir


Fase awal Fase akhir
T T

a b

V CP Menuju ~

volume Kapasitas kalor

Fase awal Fase akhir Fase awal Fase akhir


T T
c d

Gambar 8.1. Ciri perubahan fase orde pertama

67
Persamaan T dS kedua memberikan hasil yang tak tertentu bla diterapkan pada perubahan

TdS  CP dT  TV dP
fase orde pertama. Karena :

Dimana CP   dT  0   dP  0
Namun untuk persamaan T dS pertama bisa diintegraskan melalui perubahan fase. Bila 1 mol
zat diubah secara dapat balik, isotermik dan isobarik dari fase awal (f (i)) ke fase akhir (f (f)),
persamaan T dS nya adalah :
 P 
Tds  cV dT  T   dv
 T V
dapat diintegrasikan dengan pengertian bahwa berbagai T dan P ketika terjadi perubahan fase
memenuhi hubungan yang menyatakan bahwa P merupakan fungsi dari T saja, tak
 P 
bergantung pada V, sehingga   
dP
 T V dT
.

Jadi Tds  T s (f)


 s (i )  l T v v
dP ( f ) (i )

dT
maka diperoleh :


dP l
dT T (v( f )  v(i ) )
(8.5)

Persamaan 8.5 dikenal dengan persamaan Clapeyron yang berlaku untuk setiap perubahan
fase orde pertama dan berlangsung pada T dan P tetap.

Dengan langkah lain, dalam bab 7 bahwa fungsi Gibbs tetap selama suatu proses dapat balik
berlangsung pada T dan P tetap. Jadi suatu perubahan fase pada T dan P,
g (i )  g ( f ) (8.6)
Dan untuk perubahan fase pada T + dT dan P + dP
g ( i )  dg (i )  g ( f )  dg ( f ) (8.7)
Dengan mensulihkan persamaan 14.6, maka :
dg (i )  dg ( f ) (8.8)
 s(i )dT  v(i )dP  s ( f )dT  v( f ) dP
dP s ( f )  s (i )

dT v ( f )  v (i )

 
Dengan mengalikan T, diperoleh :
dP T s ( f )  s (i )


dT T v( f )  v (i ) 
Akhirnya diperoleh :


 
dP l
 terbukti
dT T v  v (i )
(f)

Dalam pembahasan selanjutnya diberikan perjanjian untuk fase padat, cair, uap masing-
masing diberi tanda aksen (’), dwi aksen (’’), tri aksen (’’’).

68
8.1. Peleburan

Metode paling sederhana untuk mengukur kalor lebur zat padat adalah dengan mengirimkan
energi listrik dengan laju tetap dan mengukur suhunya pada selang waktu tertentu yang

I
dirumuskan dengan persamaan :

lF  (8.9)
n
Dalam tahun 1929 Prof. F.E. Simon dan Prof. G. Glatzel emngusulkan suatu persamaan yang
cukup berhasil untuk meyatakan data pada kurva peleburan, yakni :
 T c 
P  PTP  a    1
 TP  
(8.10)
T
Dengan TTP dan PTP menyatakan koordinat titik tripel dan a dan serta c merupkakan tetapan
yang bergantung pada zatnya. Pada suhu tinggi PTP dapat diabaikan, maka diperoleh :
P  T  
    1
c

a  TTP  
(8.11)

Tabel 8.1. Parameter peleburan untuk gas mulia yang terkondensasi


(menurut Prof. S.E. Babb)
Gas muia TTP PTP (kPa) a C
terpadatkan (K) (MPa)
Ne 24,6 43,2 103,6 1,60
Ar 83,8 69,0 227,0 1,50
Kr 116,0 73,3 305,0 1,40
Xe 161,0 81,7 345,5 1,31

Teori mengenai proses yang sebenarnya terjadi bila suatu zat padat melebur telah menarik
perhatian fisikawan/wati selama bertahun-tahun. Teori yang mua-mula diusulkan oleh Prof.
Lindemann menyatakan bahwa zat padat melebur bila amplitudo getaran kisi menjadi cukup
besar untuk mematahkan gaya tarik yang memegang kisi itu; dalam kalimat yang sederhana
”Dalam peleburan, zat padat mengguncangkan dirinya sehingga pecah”. Dengan pandangan
ini, Prof. Lindemann menurunkan rumus :

mv  2
2
3
(8.12)
TM
Dimana : m dan v merupakan massa molekul dan volume molar, suhu karakteristik Debye
dan TM suhu lebur.

69
8.2. Penguapan; persamaan Trouton

Kalor penguapan cairan titik didih normal dari 250 K sampai sekitar 550 K pada umumnya
diukur langsung dengan kalorimeter.
Sama dengan peleburan, metode paling sederhana untuk mengukur kalor uap zat cair adalah
dengan mengirimkan energi listrik dengan laju tetap dan mengukur suhunya pada selang

I
waktu tertentu yang dirumuskan dengan persamaan :
lF  (8.13)
n
Hal yang lebih menarik adalah cairan kriogenik dengan titik didih normal di sekitar 100 K
atau kurang. Untuk cairan ini (Nitrogen cair dan argon cair), orang harus memilih informasi
yang terdapat dalam pegangan keteknikan yaitu tekakan, entropi, entalpi dan volume dari
cairan jenuh pada suhu titik tripel hingga titik kritis.

Kembali ke persaman Clapeyron, untuk proses penguapan dirumuskan :


 
dP lV
dT T v '''  v''
Asumsi :
Pada daerah suhu yang kecil yang cukup jauh dari titik kritis, maka lV sebagai suatu tetapan
disekitar titik didih normalnya dan v’’’ serta v’’ dapat diabaikan, tekanan uapnya cukup kecil
untuk dihampiri oelh persamaan keadaan gas ideal atau v’’’ =RT/P, diperoleh persamaan
Clapeyron menjadi:

 
  V2
dP lV lV l
dT T v  v  RT  RT
T 
''' ''

 P  P
P
dP ln  
 PC 
d
 P  
lV d ln P
1 1
d  d 
(8.14)
R dT
T2 T  T 
Di mana PC = tekanan titik kritis.

Jika persamaan 8.14 kita integrasi melalui selang suhu kecil sekitar TB dengan lV memiliki
harga tetap lVB, diperoleh rumus empiris :

 tetapan  VB
P l
ln (8.15)
PC RT

 5,4 TC
lVB
(8.16)
R
Berdasarkan kaidah Prof Trouton, kenaikan suhu cukup kecil sehingga hampiran kasar
didapatkan dengan mengambil

9
lVB
(8.17)
RTB
Kaidah Trouton ini sangat penting bila TC belum diketahui.
70
8.3. Sublimasi; persamaan Kirchhoff

Persamaan Clapeyron untuk sublimasi :


 
dP lS
dT T v'''  v'
(8.18)

Sublimasi biasanya terjadi pada tekanan rendah, uapnya bisa dipandang sebagai gas ideal,
maka :

v' ' ' 


RT
(8.19)
P
Karena P kecil, v’’’ menjadi besar, benar-benar jauh leih besar dari pada volume molar

v' ' 'v'  v


padatan (v’), sehingga v’ bisa diabaikan, maka :
(8.20)
Persamaan Clapeyron (8.18) menjadi :
dP
 S  P  S
dP l l
dT T RT dT R
P T2
dP
lS  R P   R  2,30R
d ln P d log P
1 1
d  d 
dT (8.21)

T  T 
2
T
Sehingga dapat dilihat bahwa lS sama dengan – 2,30R kali kemiringan kurva yang diperoleh
bila log P dirajah terhadap 1/T.

Tekanan uap padatan biasanya diukur untuk selang suhu kecil. Dalam selang ini grafik log P
terhadap 1/T praktis merupakan gars lurus, diperoleh :

log P    tetapan
tetapan
(8.22)
T
Misalnya, dalam selang suhu dari 700 K hingga 739 K, tekanan uap magnesium (Mg)
memenuhi persamaan :

log P    8,589
7527
(8.23)
T
Sedangkan dalam selang suhu dari 575 K hingga 630 K, tekanan uap seng (Zn) memenuhi
persamaan :

log P    8,972
6787
(8.24)
T
Jadi dari suhu dari 700 K hingga 739 K, kalor sublimasi (lS) Mg sebesar 2,30 R x 7527 =
144 kJ/mol, sedangkan dari suhu dari 575 K hingga 630 K, kalor sublimasi (lS) Zn sebesar
2,30 R x 76787 =130 kJ/mol.

71
Selanjutnya kita menurunkan persamaan Kirchhoff untuk kalor sublimasi (lS) pada suhu
sekehendak kita.

Dari bab 7, suatu perubahan infinitesimal eltalpi molar anatara dua keadaan kesetimbangan

dh  Tds  vdP
suatu sistem kimia diberikan :
(8.25)
Masukkan persamaan T ds kedua, diperoleh :
  v  
dh  cP dT  v  T    dP
  T P 
dh  cP dT  v1  T dP
Perubahan entalpi yang berhingga antara dua keadaan PiTi dan PfTf, diperoleh :

h f  hi   cP dT   v1  T dP
f f

(8.26)
i i

lS  h' ' 'h'


Karena
(8.27)
Maka :

lS   c dT   cP' dT  l0
T T
'''
P (8.28)
0 0
l0 adalah kalor sublimasi pada nol mutlak.
Persamaan 8.28 dikenal dengan persamaan Kirchhoff.

72
8.4. Latihan soal :

01. Dalam persamaan Clayperon, proses perubahan fase orde satu, suhu titik lebur zat
timbal hitam (Pb) = 600 K dan kalor laten peleburannya = 300 kJ/mol. Jika dalam
proses tersebut selisih volume spesifik fase cair dengan volume spesifik fase padatnya
= 25 liter/mol, berapa Pa/K-kah rasio perubahan tekanan dan perubahan suhu
 dP 
 ?
 dT 

Jawab :

 dP 
   lebur , maka
 dT  T v"v'
l
Berdasarkan persamaan Clapeyron :

 dP 
  

 dT  T v"v' 600x 25 x10


x106  2 x10 4 Pa / K
llebur 300x103 1
3
50

8.5. Pekerjaan Rumah :

01. Dalam proses perubahan fase orde satu, suhu titik lebur zat litium (Li) = 460 K dan
kalor laten peleburannya = 4,60 kJ/mol. Jika dalam proses tersebut rasio perubahan
 dP 
tekanan dan perubahan suhu    104 Pa/K, berapa liter/mol-kah selisih volume
 dT 
spesifik fase cair dengan volume spesifik fase padatnya ?

73
BAGIAN II : PENERAPAN KONSEP DASAR

74
BAB IX. PENDAHULUAN MEKANIKA
STATISTIK
9.1. Prinsip pokok

Dalam pembahasansebelumnya diketahui bahwa molekul suatu gas ideal tidak bisa dianggap
bebas sempurna satu terhadap lainnya, karena jika demikian, molekul tidak bisa mencapai
distribusi kecepatan setimbang.
Jadi harus ada anggapa bahwa :
terjadi antar aksi, tetapi hanya ketika bertumbukan dengan molekul lain dan dengan
dinding.
Untuk memerikan bentuk antar aksi yang terbatas diacu bahwa molekul sebagai „antar aksi
lemah“ atau „kuasi bebas“. Sedangkan pemebahasan partikel „berantar aksi kuat“ berada di
luar lingkup pembahasan sekarang (tunggu tanggal mainnya pada mata kuliah : Fisika
Statistik dan Mekanika Kuantum).

Selain memiliki sifat kuasi bebas, molekul gas ideal memiliki ciri lain, yakni :
1. semua molekul terbedakan, karena bertempat dalam ruang,
2. semua molekul memiliki kecepatan tertentu.

Sedangkan sifat kuasi statik (dalam bab sebelumnya), molekul gas ideal memiliki ciri yakni :
1. semua molekul tak terbedakan, karena tak bertempat dalam ruang,
2. semua molekul tak memiliki kecepatan tertentu.

Partikel yang menempati kedudukan kisi yang teratur dalam kristal bisa dibedakan, karena
partikel itu bergetar terbatas di sekitar titik tetap, sehingga satu partikel bisa dibedakan dari
partikel tetangganya menurut tempatnya.

9.2. Perlakuan statistik dari gas ideal

Perlakuan statistik dari gas ideal sebagai sejumlah partikel kuasi-bebas (antar kasi
lemah) terbedakan. Andaikan gas ideal ekaatomik terdiri dari N partikel sekitar 1020 partikel,
berada dalam wadah berbentuk kubus yang panjang sisinya L. (Langkah pertama) seluruh
energi  untuk masing-masing partikel dianggap merupakan energi kinetik translasi.

Dalam arah x energinya :


  
 m( x) 
2

1     px
 x  m x  
2 2

2  
(9.1)
2m 2m
Dengan px merpakan komponen x dari momentum.

Jika partikel diandaikan bergerak bebas bolak balik antara dua bidang datar berjarak L, maka
bentuk mekanika kuantum yang paling sederhana menyatakan bahwa dalam satu daur
lengkap (dari dinding ke dinding lain dan kembali ke dinding semula), yang berjarak 2L,
momentum teptan px dikalikan dengan lintasan total 2L harus merupakan bilangan bulat
dikalikan dengan tetapan Planck h.

75
Jadi
p x 2 L  nx h (9.2)
Dengan menyulihkan persamaan (9.2) ke dalam (9.1) diperoleh :

 x  nx
h2
2
(9.3)
8mL2
nx  8m x
L
(9.4)
h
Harga energi kinetik x yang diperoleh adalah diskret, sesuai dengan harga bilangan bulat nx;
namun jika nx berubahn dengan satu, maka perubahan yang bersesuaian dalam x sangat kecil,
karena nx biasanya merupakan bilangan yang sangat besar.

Dengan memperhitungkan ketiga komponen momentum, untuk energi kinetik total suatu

 
partikel diperoleh :
px  p y  pz
x   nx  ny  nz
2 2 2
h2 2 2 2
2 (9.5)
2m 8mL
Perincian bilngan bulat untuk masing-masing nx, ny, nz merupakan perincian keadaan
kuantum partikel. Semua keadaan yan dicirikan dengan harga n sedemikian rupa sehingga
nx2 + ny2 + nz 2 = tetap,
akan memiliki energi kinetik yang sama.

Contoh keadaan kuantum Guggenheim,:


Pemakaian keadaan kuantum yang diberikan Prof. Guggenheim, memperlihatkan
bahwa semua keadaan kuantum yang bersesuaian dengan harga nx, ny, nz dalam table 9.1
memiliki energi

  66
h2
.
8mL2
Terdapat dua belas keadaan kuantum yang berkaitan dengan tingkat energi yang sama,
sehingga diacu terdapat tingkat energi yang memeiliki 12 degenerasi (turunan). Dalam setiap
kasus yang sebenarnya, nx2 + ny2 + nz 2 merupakan suatu bilangan yang sangat besar, sehingga
degenerasi tingkat energi yang sebenarnya juga sangat besar.

Bagaimana pun dekatnya, tetap saja, hanya sejumlah diskret tingkat energi yang dapat
dimiliki oleh molekul gas ideal.

Tabel 9.1 Keadaan kuantum dengan harga nx2 + ny2 + nz 2 = 66


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
nx 8 1 1 7 7 4 4 1 1 5 5 4
ny 1 8 1 4 1 7 1 7 4 5 4 5
nz 1 1 8 1 4 1 7 4 7 4 5 5

76
Jadi salah satu persoalan pokok dalam mekanika statistic adalah menentukan populasi tingkat
energi ini dalam kesetimbangan yakni bilangan banyaknya partikel N1 yang memiliki energi
1banyaknya partikel N2 yang memiliki energi 2 dan seterusnya. Dengan mudah dapat
ditunjukkan bahwa banyaknya keadaan kuantum gi yang bersesuaian dengan tingkat energi i
(degenerasi tingkatan itu) jauh lebih besar daripada banyaknya partikel yang menempati
tingkatan itu.

gi  Ni
Jadi :
(9.6)

Dengan demikian sangatlah mustahil bahwa lebih dari satu partikel akan menempati keadaan
kauntum yang sama pada saat yang sama.

Pada setiap saat beberapa partikel bergerak sangat cepat dan beberapa yang lain bergerak
lambat, sehingga partikel tersebar di antara sejumlah besar keadaan kuantum yang berbeda.
Dengan berjalannya waktu, partikel saling bertumbukan dan bertumbukan dengan dinidng
atau memancarkan dan menyerap foton, sehingga masing-masing partikel mengalami banyak
perubahan dari satu keadaan kuantum ke keadaan kuantum lainnya.

Pengandaian pokok dari mekanika statistik menyatakan bahwa :


„Semua keadaan kuantum mempunyai peluang yang sama untuk dihuni. Peluang
didapatkannya suatu partikel dalam suatu keadaan kuantum tertentu sama utnuk
semua keadaan.“

Tinjaulah Ni partikel dalam salah satu keadaan kauntum gi yang berkaitan dengan energi i.
Setiap partikel memiliki gi pilihan untuk menempati gi keadaan kuantum yang berbeda.
Partikel kedua memiliki banyak pilihan gi yang sama, dan seterusnya. Banyaknya cara Ni
partikel terbedakan dapat didistribusikan di antara gi keadaan kuantum menjadi giN , tetapi
N
jumlah g i terlalu besar, karena ini berlaku untuk partikel terbedakan seperti A, B, C dalam
tabel 9.2. Tabel 9.2 menunjukkan enam cara yang berbeda, bahwa tiga partikel terbedakan
(A, B, C) dapat menempati keadaan kuantum 2, 7, 10. Jika partikel tidak mempunyai
identitas, maka hanya ada satu cara saja untuk menempati keadaan kuantum khusus ini. Ini
berarti kita harus membaginya dengan 6 yaitu 3 !. Banyaknya permutasi dari Ni benda yang
Ni
terbedakan ialah Ni !. Jika kuantitas g i dibagi dengan faktor ini, maka ungkapan yang
dihasilkan akan berlaku untuk partikel takterbedakan.

Tabel 9.2. Terdapat enam cara untuk tiga partikel terbedakan (A, B, C) untuk dapat
menempati tiga keadaan kuantum yang diberikan (2, 7, 10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A B C
A C B
B A C
B C A
C A B
C B A

77
Jadi :
banyaknya cara Ni partikel 
  gi i
  
N
takterbedakan dapat didistribu sikan (9.7)
di antara keadaan kuantum g  Ni !
 i 

9.3. Peluang termodinamika suatu keadaan makro tertentu (


Banyaknya distribusi keadaan kuantum yang bersesuaian dengan tingkat energi yang sama
dan bahwa degenerasi masing-masing tingkatan jauh lebih besar daripada banyaknya partikel
yang dapat diperoleh pada salah satu tingkatan pada suatu waktu. Perincian bahwa pada saat
tertentu terdapat :
N1 partikel pada tingkat energi 1 dengan degenerasi g1
N2 partikel pada tingkat energi 2 dengan degenerasi g2
. . .
. . .
. . .
Ni partikel pada tingkat energi i dengan degenerasi gi
dalam suatu wadah bervolume V jika gas terdiri atas N partikel dan energi dalam U adalah
suatu pemerian keadaan makro gas.
Banyaknya cara distribusi keadaan untuk mendapatkan suatu keadaan makro dari N partikel
takterbedakan, maka peluang termodinamika suatu keadaan makro tertentu (dirumuskan :

  1 2 ........
N
g N1 g 2
(9.8)
N1! N 2!
Sedangkan banyaknya cara distribusi keadaan untuk mendapatkan suatu keadaan makro dari
N partikel terbedakan, maka peluang termodinamika suatu keadaan makro tertentu
(dirumuskan :

  N! 1 2 ........
N
g N1 g 2
(9.9)
N1! N2!

9.4. Statistik Bose-Einstein

 gi  1  N i  !
Banyaknya distibusi keadaan untuk tingkatan energi ke-i dirumuskan :

i 
gi  1 ! Ni!
(9.10)

Contoh :
Pada tingkatan energi ke-i terdapat 3 keadaan (gi = 3) dan 2 partikel (Ni = 2), maka

gi  1  Ni  !  3  1  2 !  4!
banyaknya cara /kemungkinan distribusi berdasarkan persamaan (9.10) adalah :

i 
gi  1 ! Ni! 3  1! 2! 2! 2!
i  6

78
Tabel 9.3. Banyaknya cara/kemungkinan distribusi Keadaan dari 2 partikel terbedakan
pada 3 tingkatan energi berdasarkan statistik Bose-Einstein
1 2 3
••
••
••
• •
• •
• •

Keenam cara tersebut digambarkan sesuai tabel 9.3.

Untuk masing-masing distribusi cara tingkatan energi, hanya terdapat satu kemungkinan yang
terjadi.
Sedangkan total banyaknya cara/kemungkinan distribusi keadaan atau peluang
termodinamika pada keadaan makro tertentu untuk setiap tingkatan energi berdasarkan

 gi  1  N i  !
statistik Bose-Einstein (B-E) dirumuskan:

WB  E  Wk  i  
i i gi  1 ! Ni! (9.11)

Contoh :
Pada tingkatan energi p dan q dengan degenerasi pada tingkatan energi p (gp) = 3 dan
banyaknya partikel (Np) = 2, serta degenerasi pada tingkatan energi q (gq) = 2 dan banyaknya
partikel (Nq) = 1, maka peluang termodinamika pada keadaan makro ke-k yang terdapat Np =

 g i  1  Ni  !
2, Nq = 1, berdasarkan statistik B-E adalah (menggunakan persamaan 9.11) :

WB  E  Wk   i  
gi  1 ! Ni!
3  1  2! 2  1  1!
i i

WB  E  Wk 
3  1! 2! 2  1! 1!
WB  E  Wk   6 x2
4! 2!
2! 2! 1! 1!
WB  E  Wk  12

79
9.5. Latihan soal :

1. Jika terdapat partikel takterbedakan mengikuti


Statistik Bose-Eisntein (B-E), dimana terdapat 7 kemungkinan tingkatan energi dari
keadaan makro (macrostate) dengan kondisi N = 6, U = 6gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik B-E ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik B-E

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 __
Ni
6 • 0,041
5 • 0,088
4 • • 0,205
3 •• • • 0,410
2 • • ••• •• • 0,830
 • •• • ••• •• •• ••• 1,600
•• •••
0 ••• •• •• •• ••• ••• ••• •• •• • 2,830
•• •• •• ••


Wk 63 135 135 90 180 270 100 180 216 135 28 1532

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 11.

c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?

 gi  1  Ni  !
Berdasarkan persamaan (9.11) :

WB  E  Wk   i  
gi  1 ! Ni!
3  1  1! 3  1  5!  3!
i i

WB  E  W1   3x 21
3  1! 1! 3  1! 5! 2! 1!
7!
2! 5!
WB  E  W1  63

80
WB  E  W2  W3 
3  1  1! 3  1  1! 3  1  4!
3  1! 1! 3  1! 1! 3  1! 4!
  3x3x15
3! 3! 6!
2! 1! 2! 1! 2! 4!
WB  E  W2  W3  135

WB  E  W4 
3  1  2! 3  1  4!  4!  6 x15
3  1! 2! 3  1! 4! 2! 2!
6!
2! 4!
WB  E  W4  90

WB  E  W5  W8 
3  1  3! 3  1  2! 3  1  1!
3  1! 3! 3  1! 2! 3  1! 1!
  10 x6 x3
5! 4! 3!
2! 3! 2! 2! 2! 1!
WB  E  W5  W8  180

WB  E  W6 
3  1  3!  3  1  1! 
 3! 
3  1! 3!  3  1! 1!   2! 1!  10x 27
3 3
5!
2! 3!  
WB  E  W6  270

WB  E  W7 
3  1  3! 3  1  3!  5!  10 x10
3  1! 3! 3  1! 3! 2! 3!
5!

 W7  100
2! 3!
WB  E
 3  1  2!  4! 
 W9     6
 3  1! 2!   2! 2!
3 3

 
3
WBE

WB  E  W9  216

WB E  W10 
3  1  4!  3  1  1! 
 3! 
3  1! 4!  3  1! 1!   2! 1!  15x9
2 2
6!
2! 4!
WB  E  W10  135

WB E  W11 
3  1  6!  
3  1! 6!
8!
2! 6!
WB  E  W11  28

81
  Wi  63  135  135  ......  28
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
11

  1532
1

 N2k Wk
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi :

Ni 
__
1
 k
(9.12)

N0 
1
5 x63  4 x135  4 x135  .....  1x135  4332
__

1532 1532
N 0  2,830
__

N1 
1
1x135  2 x180  1x 270  .....  6 x28
__

1532
N1  1,600
__

N2 
1
1x135  1x270  3x100  .....  1x135
__

1532
N 2  0,830
__

N3 
1
2 x90  1x270  1x180
__

1532
N3  0,411
__

N4 
1
1x135  1x180
__

1532
N 4  0,205
__

N5 
1
1x135
__

1532
N5  0,088
__

N6 
1
1x63
__

1532
N 6  0,041
__

82
Ni   N
f. banyaknya total kedudukan partikel adalah :
__
(9.13)

Ni   Ni  2,830  1,600  0,830  0,411  0,205  0,088 0,041


i i
__

Ni   N i  6
i
__

2. Berdasarkan tabel dalam jawaban soal 1.a, jika


sebuah partikel pada tingkatan energi kedua melompat keluar (menghilang) dari
distribusi tersebut, tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh
kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari distribusi statistik B-E ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro
(macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada
masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel
pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik B-E, jika sebuah partikel pada tingkatan energi kedua melompat
keluar (menghilang) dari distribusi tersebut

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 __
Ni
6
5
4 • 0,129
3 • 0,259
2 •• • 0,655
 • •• •• 1,400
••
0 •• ••• ••• •• • 2,560
••


Wk 45 90 60 108 45 348

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 5.

83
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?

 gi  1  N i  !
Berdasarkan persamaan (9.11) :

WB  E  Wk   i  
gi  1 ! Ni !
3  1  1! 3  1  4!  3!
i i

WB  E  W3   3x15
3  1! 1! 3  1! 4! 2! 1!
6!
2! 4!
WB  E  W3  45

WB  E  W6 
3  1  1! 3  1  1! 3  1  3!
3  1! 1! 3  1! 1! 3  1! 3!
  3x3x10
3! 3! 5!
2! 1! 2! 1! 2! 3!
WB  E  W6  90

WB  E  W7 
3  1  2! 3  1  3!  4!  6 x10
3  1! 2! 3  1! 3! 2! 2!
5!
2! 3!
WB  E  W7  90

WB  E  W9 
3  1  2! 3  1  2! 3  1  1!
3  1! 2! 3  1! 2! 3  1! 1!
  6 x 6 x3
4! 4! 3!
2! 2! 2! 2! 2! 1!
WB  E  W5  W8  108

WBE  W10 
3  1  4!  3 1  1!  6!  3! 
3  1! 4!  3  1! 1!  2! 4!  2! 1!  15x3

WB  E  W10  45

  Wi  45  90  60  108  45
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
10

  348
3

84
 N2k Wk
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi :

Ni 
__
1
 k
(9.12)

N0 
1
4 x45  3x90  3x60  2 x108  1x 45  891
__

348 348

N0  2,560
__

N1 
1
1x90  2 x108  4 x45
__

348
N1  1,400
__

N2 
1
2 x60  1x108
__

348
N 2  0,655
__

N3 
1
1x90
__

348
N3  0,256
__

N4 
1
1x45
__

348
N 4  0,129
__

f. banyaknya total kedudukan partikel adalah :


Ni   N
__
(9.13)

Ni   Ni  2,560  1,400  0,655  0,258  0,129


i i
__

Ni   N i  5
i
__

85
9.6. Pekerjaan rumah :

1. Jika terdapat partikel takterbedakan mengikuti


Statistik Bose-Eisntein (B-E), dimana terdapat 7 kemungkinan tingkatan energi dari
keadaan makro (macrostate) dengan kondisi N = 7, U = 6gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh
kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari distribusi statistik B-E ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

2. Jika terdapat partikel takterbedakan mengikuti


Statistik Bose-Eisntein (B-E), dimana terdapat 8 kemungkinan tingkatan energi dari
keadaan makro (macrostate) dengan kondisi N = 6, U = 7gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh
kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari distribusi statistik B-E ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

86
BAB X. PENDAHULUAN MEKANIKA
STATISTIK
10.1. Statistik Fermi-Dirac (F-D)

Banyaknya distibusi keadaan untuk tingkatan energi ke-i dirumuskan :

i 
 g i  Ni  ! N i !
gi !
(10.1)

Syarat dalam statistik F-D bahwa g i  Ni (degenerasi (gi) harus lebih besar sama dengan
partikel dalam kotak).

Contoh :
Pada tingkatan energi ke-i terdapat 3 keadaan (gi = 3) dan 2 partikel (Ni = 2), maka

3!
banyaknya cara /kemungkinan distribusi berdasarkan persamaan (10.1) adalah :

i   
gi  Ni  ! Ni! 3  2! 2! 1! 2!
gi ! 3!

i  3
Ketiga cara tersebut digambarkan sesuai tabel 10.1.

Tabel 10.1. Banyaknya cara/kemungkinan distribusi Keadaan dari 2 partikel terbedakan


pada 3 tingkatan energi berdasarkan statistik Fermi-Dirac
1 2 3
• •
• •
• •

Untuk masing-masing distribusi cara tingkatan energi, hanya terdapat satu kemungkinan yang
terjadi. Sedangkan total banyaknya cara/kemungkinan distribusi keadaan atau peluang
termodinamika pada keadaan makro tertentu untuk setiap tingkatan energi berdasarkan
statistik Fermi-Dirac (F-D) dirumuskan:

WF  D  Wk  i  
 gi  N i  ! Ni !
gi !
(10.2)
i i

10.2. Latihan soal :


1. Jika terdapat partikel takterbedakan mengikuti
Statistik Fermi-Dirac (F-D), dimana terdapat 5 kemungkinan tingkatan energi dari
keadaan makro (macrostate) dengan kondisi N = 6, U = 6gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh
kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari distribusi statistik F-D ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?
87
Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik F-D

k 1 2 3 4 5 __
Ni
4 • 0,123
3 • • 0,494
2 • ••• •• 1,150
 •• • ••• •• 1,730
0 ••• ••• ••• •• •• 2,510


Wk 9 27 1 9 27 73

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 5.

c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?


Berdasarkan persamaan (10.2) :

WF  D  Wk  i  
 g i  N i  ! Ni !
gi !
i i

WF  D  W1  W4   1x3 x3
3  3! 3! 3  2! 2! 3  1! 1!
3! 3! 3!

WF  D  W1  W4  9

 1x3
 3! 
 W2 
3  3! 3!  3  1! 1!
3

 
3! 3
WF  D

WF  D  W2  27

 1
 3! 
WF  D  W3  
 3  3! 3!
2


2

WF  D  W3  1

 3
 3! 
WF  D  W5  
 3  2 ! 2!
3


3

WF  D  W5  27

  Wi  9  27  1  9  27
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
11

  73
1

88
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi dalam statistik

 N2k Wk
M-B sama dengan B-E :

Ni 
__
1
 k
(10.3)

N0 
1
3x9  3 X 27  1x3  2 x9  2x27  189
__

73 73

N0  2,510
__

N1 
1
2x9  1x27  3x9  2x27
__

73
N1  1,730
__

N 2  1x27  3x1  2 x 27


__
1
73
N 2  1,150
__

N3 
1
1x27  1x9
__

73
N3  0,494
__

N4 
1
1x9
__

73
N 4  0,123
__

Ni   N
f. banyaknya total kedudukan partikel (sama seperti statistik B-E) adalah :
__
(10.4)

Ni   Ni  2,510  1,730  1,150  0,494  0,123


i i
__

N i   N i  6,007
i
__

2. Berdasarkan tabel dalam jawaban soal 1.a, jika


sebuah partikel pada tingkatan energi kedua melompat keluar (menghilang) dari
distribusi tersebut, tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik F-D ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

89
Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik F-D, jika sebuah partikel pada tingkatan energi kedua melompat
keluar (menghilang) dari distribusi tersebut

k 1 2 3 4 5 __
Ni
4 0,123
3 • 0,494
2 •• • 1,150
 • •• 1,730
0 ••• ••• •• 2,510


Wk 27 1 27 73

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 3.

c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?


Berdasarkan persamaan (10.2) :

WF  D  Wk  i  
 g i  N i  ! Ni !
gi !
i i

 1x3
 3! 
 W2 
3  3! 3!  3  1! 1!
2

 
3! 2
WF  D

WF  D  W2  9
WF  D  W3   1x3
3  3! 3! 3  2! 2!
3! 3!

WF  D  W3  3

 3 x3
 
 W5  
 3  2! 2! 3  1! 1!
2


3! 3! 2
WF  D

WF  D  W5  27

   Wi  9  3  27
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
5

  39

90
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi dalam
statistik F-D:
Ni   N2k Wk
__
1
 k
(10.3)

N0 
1
3x9  3x3  2x27  90
__

39 39
N0  2,310
__

N1 
1
1x9  2x27
__

39
N1  1,620
__

N2 
1
2 x3  1x 27
__

39
N 2  0,846
__

N3  1x9
__
1
39
N3  0,231
__

Ni   N
f. banyaknya total kedudukan partikel adalah :
__
(10.4)

Ni   N i  2,310  1,620  0,846  0,231


i i
__

N i   N i  5,007
i
__

10.3. Statistik Maxwell-Boltzmann

i  gi
Banyaknya distibusi keadaan untuk tingkatan energi ke-i dirumuskan :
Ni
(10.5)
Contoh :
Pada tingkatan energi ke-i terdapat 3 keadaan (gi = 3) dan 2 partikel (Ni = 2), maka

i  gi N  32
banyaknya cara /kemungkinan distribusi berdasarkan persamaan (12.3) adalah :

i  9
i

Kesembilan cara tersebut digambarkan sesuai tabel 10.2.

91
Tabel 10.2. Banyaknya cara/kemungkinan distribusi Keadaan dari 2 partikel terbedakan
pada 3 tingkatan energi berdasarkan statistik Maxwell-Boltzmann
1 2 3
ab
ab
ab
a b
b a
a b
b a
a b
b a

Dalam statistik M-B setiap partikel dalam kotak dibedakan.


Untuk masing-masing distribusi cara tingkatan energi, hanya terdapat satu kemungkinan yang
terjadi. Sedangkan total banyaknya cara/kemungkinan distribusi keadaan atau peluang
termodinamika pada keadaan makro tertentu untuk setiap tingkatan energi berdasarkan
statistik Maxwell-Boltzmann (M-B) dirumuskan:

WM  B  Wk  N!
N
gi i
(10.6)
i Ni !

10.4. Latihan soal :

1. Jika terdapat partikel terbedakan mengikuti Statistik Maxwell-Boltzmann (M-B),


dimana terdapat 7 kemungkinan tingkatan energi dari keadaan makro (macrostate)
dengan kondisi N = 6, U = 6gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik M-B ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

92
Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik M-B

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 __
Ni
6 • 0,013
5 • 0,065
4 • • 0,195
3 •• • • 0,455
2 • • ••• •• • 0,910
 • •• • ••• •• •• ••• 1,640
•• •••
0 ••• •• •• •• ••• ••• ••• •• •• • 2,730
•• •• •• ••
3 1386x35
35 
Wk 18 90 90 45 180 360 60 180 270 90
35 35 35 35 35 35 35 35 35 35

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 11.

c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?


Berdasarkan persamaan (10.4) :

WM  B  Wk  N!
N
gi i
i Ni !

WM  B  W1  6 ! 
35 31
5! 1!
WM  B  W1  18 x 35
 31 
 W2  W3  6 !    30 x3x35
2
34
 1! 
WM  B
4!
WM  B  W2  W3  90 x 35

 W4  6 ! 
34 32 30 x3x35
WM  B
4! 2! 2
WM  B  W4  45 x 35

WM  B  W5  W8  6 ! 
33 32 31 120 x3x35
3! 2! 1! 2
WM  B  W5  W8  180 x 35

 31 
 W6  6 !    120x3x35
3
33
 1! 
WM  B
3!
WM  B  W6  360 x 35
93
 32 
 W9  6 !    6!
3
3x35
 2! 
WM  B
8
WM  B  W9  270 x 35
 31  34

 W10  6 !     6!
2
3 x35
 1!  4!
WM  B
4!
WM  B  W10  90 x 35

 W11  6 !  3 x35
36
WM  B
6!
WM  B  W11  3 x 35

  Wi  18x35  90 x35  ......  3x35


d. banyaknya total peluang termodinamika ?
11

  1386x35
1

 N2k Wk
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi :

Ni 
__
1
 k
(10.7)

N0 
1

5 x18x35  4 x90 x35  .....  1x90 x35 
__

5
1386x3
N0  2,730
__

N1 
1

1x90x35  1x360x35  .....  6 x3x35 
__

5
1386x3
N1  1,640
__

N2 
1

1x90x35  1x360x35  .....  1x90x35 
__

5
1386x3
N 2  0,910
__

N3 
1

2 x45x35  1x360x35  1x180x35 
__

5
1386x3
N3  0,455
__

94
N4 
1

1x90 x35  1x180 x35 
__

5
1386 x3

N 4  0,195
__

N5 
1
 
__

5
1x90 x35
1386x3
N5  0,065
__

N6 
1
 
__

5
1x18x35
1386x3
N 6  0,013
__

f. banyaknya total kedudukan partikel adalah :


Ni   N
__
(10.8)

Ni   N i  2,730  1,640  0,910  0,455  0,195  0,065 0,013


i i
__

Ni   N i  6
i
__

2. Berdasarkan tabel dalam jawaban soal 1.a, jika sebuah partikel pada tingkatan energi
kedua melompat keluar (menghilang) dari distribusi tersebut, tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik M-B ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

95
Jawab :
a. Gambar dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh keadaan dari
distribusi statistik M-B, jika sebuah partikel pada tingkatan energi kedua melompat
keluar (menghilang) dari distribusi tersebut

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 __
Ni
6
5
4 • 0,074
3 • 0,286
2 •• • 0,714
 • •• •• 1,430
••
0 •• ••• ••• •• • 2,500
••


Wk 5 20 10 30 5 70x35
35 35 35 35 35

b. banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk adalah 5.

c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?


Berdasarkan persamaan (10.11) :

WM  B  Wk  N!
N
gi i
i Ni !
 31 
 W3  W10  5 !  
34
 1! 
WM  B
4!
WM  B  W3  W10  5 x 35
 31 
 W6  5 !    20 x35
2
33
 1! 
WM  B
3!
WM  B  W6  20 x 35
 32  20x35
WM  B  W8  5 !   
33
3!  2!  2
WM  B  W8  10 x 35
 32   31  5! x35
 W9  5 !    
2

 2!   1! 
WM  B
4
WM  B  W6  30 x 35

96
  Wi  5x35  20 x35  10 x35  30 x35  5 x35
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
10

  70x35
3

 N2k Wk
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi :

Ni 
__
1
 k
(10.9)

N0 
1

4 x5x35  3x20 x35  3x10x35  2 x30 x35  1x5 x35 
__

5
70 x3
N 0  2,500
__

N1 
1

1x20 x35  2 x30 x35  4 x5 x35 
__

5
70 x3
N1  1,430
__

N2 
1
2 x10x35  1x30 x35 
__

5
70 x3
N2  0,714
__

N3 
1
 
__

5
1x 20x35
70x3
N 3  0,286
__

N4 
1
 
__

5
1x5 x35
70x3
N 4  0,074
__

Ni   N
f. banyaknya total kedudukan partikel adalah :
__
(10.10)

N i   N i  2,500  1,430  0,714  0,286  0,074


i i
__

Ni   N i  5
i
__

97
10.5. Pekerjaan rumah :

1. Jika terdapat partikel takterbedakan mengikuti


Statistik Fermi-Dirac (F-D), dimana terdapat 5 kemungkinan tingkatan energi dari
keadaan makro (macrostate) dengan kondisi N = 6, U = 7gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik F-D ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

2. Jika terdapat partikel terbedakan mengikuti Statistik Maxwell-Boltzaman (M-B),


dimana terdapat 5 kemungkinan tingkatan energi dari keadaan makro (macrostate)
dengan kondisi N = 6, U = 7gi = 3, Tentukanlah :
a. gambarkan dalam bentuk tabel seluruh kedudukan partikel dalam seluruh
keadaan dari distribusi statistik M-D ?
b. berapakah banyaknya keadaan makro (macrostate) yang terbentuk ?
c. banyaknya peluang termodinamika pada masing-masing keadaan makro ?
d. banyaknya total peluang termodinamika ?
e. banyaknya rata-rata kedudukan partikel pada setiap tingkatan energi ?
f. banyaknya total kedudukan partikel ?

98
Bab XI.
Fungsi Gamma dalam termodinamika
11.1. Fungsi Gamma (fungsi Faktorial)

Dapat didefinisikan sebagai


A. Integral tertentu

z   e  t t z 1dt Re(z)>0
0
B. Limit tak hingga
1.2.3.........( n  1)n.n z
z  lim
n   z ( z  1)( z  2).........( z  n)
Bukti:

n t  n z 1
F ( z , n )   1   t
 
dt
0 n
n t  n  t  z 1

n
lim F ( z , n)  lim  1   t dt   lim 1   t
n
z 1
n n  0 n  0 n   n 
dt

 t
 et
n
Diketahui : lim 1  
n   n 
Bukti:

 t
n
Ambil : lim 1  n   A , dikalikan ln sehingga menjadi
n   

 t  t
m
ln A  lim ln1    lim n ln1  
n  n  n   n

 t  t 
m
ln 1   ln 1  
 n    ln 1 0
 lim   
n 1 1 0 0 (TD)
n 

99
Memakai Metode Lophital

1 t
 t  t 2
ln1   1   n
 n  n t
ln A  lim  lim  lim
n  n   n   1  t 
 
1 1
n n 2  n 
t t
ln A    t
 t  1 0
1  
 
A  e t
 t
 et
n
Jadi lim 1  n 
n   
Kasus khusus untuk t = -1 maka

  e  1
 (1) 
n
lim 1 
n   n 

 1
n
lim 1    e
n   n 

Kembali ke definisi I
 t  n
F  z , n    1   t z 1dt
0 n 

z   e  t t z 1dt (terbukti)
0

Kembai ke definisi II

F z, n    1   t z 1dt
n t  n

0 n 

u  t  nu
t
Misal
n
dt  ndu

100
Syarat batas t1  0  u1  0
t 2  n  u2  1

F  z , n    1  u  nu 
1 n
z 1
ndu
0

  1  u  n
1 n
z 1
n 1u z 1 du

 
0

n  1  u  u du  n  1  u 
1 n 1 n
z z 1 z d uz
z

 1  u  d u 
0 0


z 1
n n z

z 0

 pdq  p.q   qdp


Memakai Metode Integral Parsial

 1  u  d u  p  1  u   
n

dq  d u z
1
8 n

dp   n1  u  q  uz
0
n 1

  1  u  .u    u
du

 1  u  d u .  n1  u 
1 n 1
z n z 1 z n 1
du

 
0

  n  1  u  u du  n  1  u 
0 0

d u z 1
z  1
1 1
n 1 z n 1

p  1  u   
0 0
Kembali memakai integral parsial

dq  d u z 1
n 1

dp  n  11  u  q  u z 1
n2

 
du

 1  u  d u 
n  

z  1 
    0       
1
n 1
1
n z z 1 1 z 1 n2
1 u .u u . n 1 1 u du

0
0

n  

 z  1 
  0    
1
n  z z 1
n 1 1 u u du

  nn  1  
 1  u  z  1 0
1  u  .
z2

 z  2
1 1
n z n 2 d u
du
0
.... dan seterusnya maka :

101
F  z, n    1  u  d u 
1
nz n z

z
n  nn  1n  2...3.2.1
0


z   z  1z  2... z  n 
 

1.2.3...n  2n  1.n.n z


F z , n  
z z  1 z  2... z  n 
1.2.3...n  2n  1n.n z

n   z  z  1z  2 ...z  n 
Jadi z lim (terbukti)

Selanjutnya kita bisa mencari hubungan rekursinya (Fungsi Gamma/Fungsi Faktorial)

1.2.3...n  2 n  1.n.n z


z  lim
n   z z  1z  2...z  n 

1.2.3...n  1n n z 1
z  1  lim
n   z  1z  2 z  3...z  n z  1  n 
1.2.3...n  1.n.n z
 lim
n   z  1  n  z z  1z  2z  3...z  n 
n.z
.

1.2.3...n  1.n.n z
 lim
n   z  1  n  n   z z  1z  2 ...z  n 
n.z
. lim

z 1  z z

Fungsi Gamma merupakan fungsi faktorial untuk harga z  1 (bilangan bulat)


1.2.3...n  1.n.n z
* 1  lim
n   1.2.3...nn  1

 lim
n
n  n  1
1  1  0!

102
1.2.3...n  1.n.n 2
* 2  lim 2.3.4...n.n  1n  2 
n
n2 n2
 lim  lim
n   n  1n  2  n   n 2  3n  2
2  1  1!

1.2.3...n  1n.n 3
* 3  lim 3.4.5...n  1nn  1n  2 n  3
n 
n3
3  1.2. lim
n   n  1n  2n  3
3  1.2  2!  2

1.2.3.4.5...n  1.n.n 4
4  lim
n   4.5.6...nn  1n  2 n  3n  4 
*
n4
 1.2.3. lim
n   n  1n  2n  3n  4
4  1.2.3  3!

Jadi z  1  z z  z!

11.2. Latihan Soal



 t z 1dt
1. Buktikanlah bahwa: z   e t dapat ditulis:
0

a. z  2  e  y y 2 z 1dy
0

z   ln 
1
1 z 1

 y
b. dy
0

103
Jawab :
 
  t t 2 1dt  2 e  y 2 y 2 z 1dy
a. z  e 
0 0
misal t  y 2  dt  2 ydy

z   e  y y 2z 1 2 ydy


 2

0

z  2  e  y y 2 z 1dy , terbukti
2

 1  1  2 1

z  e tt z 1 dt   ln 
0  
b. dy
0 y

1
t  ln    ln y 1   ln y
 y
misal

t   ln y  ln y  t  y  e t
dy  e  t dt e  t dt   dy
Syarat batas:

t1  0  y1  e 0  1
t2    y2  e    0
1
e  

z   e  t t z 1dt
0

z   e  t t z 1dt
0

   ln  .  dy
 1
0 z 1

1
y

z    ln 
 1
1 z 1

0
y
dy , terbukti

104

2. Diketahui bahwa:

z  1 z 
sin z
, untuk 0<z<1.

 
1
Buktikanlah bahwa
2
Jawab:

 
z   1   
1 1 1
1
sin   
2 2 2 sin 90
2
 1
  
2

 2
 
 1
   !   , terbukti
1
 2 2

3. Diketahui bahwa
z 1  z z
z! z z  1!
z  1! z!
z
Maka 1  0!  1
1!
1

0  1!   
0! 1
0 0
n  1  n!  , n = bilangan bulat negatif

z
z !  z ! 
sin  z
Lalu didapat

105
4. Berdasarkan soal no. 2 dan 3, kita dapat mencari hubungan rekursi fungsi gamma
1
/fungsi faktorial pecahan . Tentukanlah:
2
1  3 5  7 5 3
a.     ! c.     !   !
2  2 2  2 2  2
e.

3  5 3 1
b.     !   !
2  2 2 2
d.

Jawab

z 1
a. z  1  z z  z 

z! z z  1!
z

z  1! z!
z

z  z 1   1   
1 1 1 1
2 2 2 2

 
1 1 1
2 2 2
 1
   2  2  ! 2 
1 1
2 2  2
z 1
z
z
Untuk z  
3
2
 1
1

   2  2 
1 2 1

2 1 2
2

106
z 1
b.
z
z
 1
3

untuk z       
3 3 2 2 1

2 2 3 3 2
2

    2   
3 2 4
2 3 3

z 1
c. z 
z

3

untuk z       
5 5 2 2 3

2 2 5 5 2
2

    
5 2 4 8
2 5 3  15

z 1
d. z 
z
z 1  z z Untuk z     
1 3 1 1 1
2 2 2 2 2
e. z 1  z z

z     
3 5 3 3 3 1
untuk
2 2 2 2 2 2

 
5 3
2 4

107
5. Dari soal no.4, gambarkanlah sketsa fungsi gamma/fungsi faktorial

Jawab:
Dari soal no.4 didapatkan :

1  3
    !  2 
2  2
3  5 4
    ! 
2  2 3


5  7
   ! 
8
 z!  ~ untuk z  1 ,
2  2 15
z = bilangan bulat negatif
1  1
   ! 
2  2
3 1 1
  ! 
2  2 2
5 3 3
  !  , dan seterusnya
2 2 4

z!


4
3

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 z

 
8
15

 

2 

108
11.3. Pekerjaan rumah

1. Buktikanlah bahwa :

 x 4 dx   1 !  5
  
4
a.
e
0 4

0  x 
 1 1
     
1 3 4
2
3
2
b. x ln dx 4
27

109
BAB XII. Penerapan Fungsi Gamma dalam
distribusi Maxwell (Teori kinetika gas)
12.1. Penerapan fungsi gamma

Distribusi Maxwell merupakan distribusi kecepatan partikel dalam kinetika gas


digambarkan sebagai berikut :

N
jumlah
partikel
T3>T2>T1

T3 T2 T1

V(kecepatan)

N+dN
dN
N

dV

V V+dV V

Jumlah partikel yang memiliki kecepatan antara v dan v+dv dirumuskan

N  m    mv 2  2
3

 4   exp v dv
 2kT 
2

N0  2 kT 
Jika harga ekspektasi (harga rata-rata) v n adalah

v   vn

n dN
0 N0

110
12.2. LATIHAN SOAL :
Buktikan bahwa
 n  3  n 1
   !
 2kT 2  2   2kT  2  2
n n

vn     
1.  m  3  m  1
!
2 2

v  kecepa tan rata  rata 


8kT
m
2.

v rms  v 2 
3kT
3.
m
Jawab :

vn   vn   v n 4 
 m   2 kT 2
 
3

 e
mv 2
dN 2

  
1. v dv
0
N 0
2 kT

v
 m 

3

v n  4 


mv 2
n2

 2kT 
2
e 2 kT
dv
0

 
 m 

3

v  2  2 z 1  t 2

 2kT  0
2
n
2 t e dt

 m 
1

t2  v t   v
m 2 2

 
Misal
2kT 2 kT

 2kT 
1

v  t
2

 m 
 2kT 
1

dv    dt
2

 m 
 
n2

 2
 m    2kT  2  2  2 kT 

3 1 1

v n  2   m  t  e t   dt

2 2

  0     
 
2 kT m

111
n2

 2 
 m   2kT   2kT 

3 1

v n  2     t n 2 e t dt
 2kT   m  0  m 
2 2 2 2

n2

2 t n  2 e t dt
 m   2kT   2kT 

3 1

v  2      
 2kT   m   m 
2 2 2 2
n

2 t n  2 e t dt
 m   2kT 
 
3 n 3

v  2    
 2kT   m 
2 2 2 2
n

 2 t e dt
 1   m   2kT   2kT 

3 3 3 n

v  2       
n  2 t 2

    2kT   m   m  0
2 2 2 2
n

 2  t e dt
1  2kT 

n

v  2 
2 z 1 t 2
2

  m  0
n

2  2kT  n3
n

vn     2z 1  n  2  2z  n  3  z 
2

 m  2
 n 3  n3
   
 2kT 2  2   2kT 2  2 
n n

vn     
 m    m  3
2 2

 n  1
 !
 2kT   2 
n

vn   
2

 m   1 !
 
TERBUKTI

2

112
2. Kecepatan rata-rata = ekspektasi kecepatan
11
 !
      2 1!
1 1

vn       
2 kT 2 2 kT 2kT 2 8kT
m
2

 m   1 !  m  1  m  TERBUKTI
 
2 2

3. vrms = Kecepatan root mean square

  2  1 
1

 2kT 2  2 !
2

   
2

vrms  v2  v2    
1

 m  1 
2

 2 
!

 3   31 
1 1

 2kT  2 !  2kT  2  2 !


2 2

       3kT  2
1

v rms           
     m 
v2
 !   ! 
m 1 m 1
 2   2 

v rms  v2 
3kT
TERBUKTi
m
02. Diketahui distribusi gamma dirumuskan sebagai berikut :

f x  

1

x  1e 
,x0
x
1
 

f x   0, x  0

  x n f x x

n
Jika harga ekspetasi jarak xn adalah x
0
Buktikanlah bahwa :

 n
xn   n
a

b harga ekspetasi = x  
 2  x2  x   2
2
c varian =

113
Jawab :


 
1

xn  x  1e 
x
x
1
 
1. xn
0


 
1

xn  x  1 n e 
x
1 x

  0

t x  x  t  x  t
1
Misal

   t  e  t


1  1 n t
 
n
x

0

  t  1 n e t t

   1 n
1
 
n
x

0


  n

 t z 1e t t
 
n

x
0

n
  z 1   1  n  z    n

n
x

 n
xn   n
 TERBUKTI

 1 
x  1  
2.
 

x   TERBUKTI

 2  x2  x
2
3.
 2 
x2   2   2   1 x 2   2  2   2
 
, maka

     2  2 dan   x  x   2  2   2   2  2
2 2 2 2 2
x

x 2   2 TERBUKTI

114
12.3. PEKERJAAN RUMAH

01. Diketahui bahwa fungsi distribusi kelajuan molekul dirumuskan :

F  v2 e

mv2
2 kT
,

vmax 
2kT
buktikanlah bahwa kelajuan maksimumnya sebesar : !
m


N t  N 0 e  t , di mana  = konstanta peluruhan dan waktu rata-rata yang
02. Jika diketahui peluruhan radioaktif dirumuskan sebagai berikut :

dibutuhkan partikel untuk meluruh (mean lifetime =  ) antara t dan t + dt dirumuskan


sebagai berikut :


N (t )

t
t dt


N (t )
0
 . Berbantuan penyelesaian fungsi gamma,

t
dt
0


1

buktikanlah bahwa :

115
DAFTAR PUSTAKA
1. Arfken, G.B., and H.J. Weber. Mathematical Methods for Physicists, 4th edn,
Academic Press, Inc., San Diego, (1995).
2. Debye, P. Polar Molecules. Dover Publications, Inc., New York, (1945).
3. Fraden, J. Handbook of Modern Sensors : Physics, Designs and Applications.
Springer-Verlag New York, Second Edition, (1996).
4. F.W. Sears and G.L. Salinger. Thermodynamics, kinetic and statistical mechanics.
Addison-Wesley Publishing Co, Inc., Reading. (1975).
5. Irzaman, Y. Darvina, A. Fuad, P. Arifin, M. Budiman, and M. Barmawi. Physical and
Pyroelectric Properties of Tantalum Oxide Doped Lead Zirconium Titanate
[Pb0.9950(Zr0.525Ti0.465Ta0.010)O3] Thin Films and Its Application for IR Sensor. Journal
of Physica Status Solidi (a), 199 (3), (2003).
6. M.W. Zemansky and R.H. Dittman. Heat and thermodynamics. 6th edition. McGraw
Hill Inc. 1982. (maupun terjemahannya).
7. Sze, S.M. Physics of Semiconductor Devices. 2nd edn. John Wiley & Sons,
Singapore, (1981).
8. Uchino, K. Ferroelectric Devices, Marcel Dekker, Inc. New York. (2000).

116

Anda mungkin juga menyukai