Anda di halaman 1dari 5

_____________________________________________________________________________________

KERJA KURSUS INDIVIDU

TAKBIR KETIKA BACAAN AL-QURAN

________________________________________________________________________________

DISEDIAKAN UNTUK :

USTAZ WAN ISMAIL BIN ABDUL HALIM

KOD SUBJEK :

( KDT2122) TAJWID 2

DISEDIAKAN OLEH :

MUHAMMAD AZIB BIN NOR AZMI

DIPLOMA TAHFIZ & AL QURAN

17080161

990122-03-5881
TAKBIR FIIL QIROAH
Sebagaimana yang telah saya isyaratkan sebelumnya, bahwa qiro`ah Imam ‘Aashim dari
jalan riwayat Imam Hafsh ada beberapa point yang dianggap sebagai bentuk ‘Tafarud’ (riwayat
tunggal) dari Imam Hafsh dalam madzhab qiroahnya. Diantara point tersebut adalah takbir dalam
qiroah. Sebagian ulama qiroah menganggap Imam Hafsh dalam hal ini menyelisihi qiroah
lainnya yang mana mereka menganjurkan adanya takbir dalam qiroah.

Bagaimana bentuk takbir dalam qiroah? Asy-Syaikh DR. Aiman Suwaid dalam salah satu
video kajiannya menyebutkan bahwa sebagian qiroah mereka menganjurkan membaca takbir
setelah membaca surat adh-Dhuhaa dan seterusnya sampai selesai surat an-Naas. Jadi ketika
selesai membaca ayat terakhir dari surat adh-Dhuhaa : { ‫ }َو َأَّم ا ِبِنْع َم ِة َر ِّب َك َفَح ِّد ْث‬lalu bertakbir :
“Allahu Akbar”, disambung Basmalah, lalu membaca awal surat asy-Syarh : { ‫} َأَلْم َنْش َر ْح َلَك َص ْد َر َك‬
sampai akhir : { ‫} َو ِإَلى َر ِّبَك َفاْر َغْب‬, lalu bertakbir : “Allahu Akbar”, disambung Basmalah, lalu
membaca awal surat at-Tiin, dan nanti selesai membaca surat at-Tiin, disambung takbir dan
membaca Basmalah begitu seterusnya sampai surat an-Naas. Jadi takbir dibaca tiap akhir surat
dimulai dari akhir surat adh-Dhuhaa, sampai akhir surat an-Naas.

Dalil ulama qiroah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam
kitab “al-Mustadrook” (no. 5325) :

‫ َثَنا َأُبو َع ْبِد ِهَّللا ُمَحَّم ُد ْبُن‬، ‫ اْلُم ْقِر ُئ اِإْلَم اُم ِبَم َّك َة ِفي اْلَم ْس ِج ِد اْلَحَر اِم‬،‫َح َّد َثَنا َأُبو َيْح َيى ُمَحَّم ُد ْبُن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن ُمَحَّمِد ْبِن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َيِزيَد‬
‫ َقَر ْأُت َع َلى ِإْس َم اِع يَل ْبِن‬:‫ َيُقوُل‬، ‫ َسِم ْع ُت ِع ْك ِرَم َة ْبَن ُس َلْيَم اَن‬: ‫ َقاَل‬،‫ َثَنا َأْح َم ُد ْبُن ُمَحَّمِد ْبِن اْلَقاِس ِم ْبِن َأِبي َبَّز َة‬، ‫َع ِلِّي ْبِن َزْيٍد الَّصاِئُغ‬
‫ َح َّتى َتَخ ِتَم » َو َأْخ َبَرُه َع ْبُد ِهَّللا ْبُن َك ِثيٍر َأَّنُه‬،‫ «َكِّبْر َكِّبْر ِع ْنَد َخ اِتَم ِة ُك ِّل ُسوَر ٍة‬:‫ َقاَل ِلي‬،‫ َفَلَّم ا َبَلْغُت َو الُّض َح ى‬، ‫َع ْبِد ِهَّللا ْبِن ُقْس َطْنِط يَن‬
‫ َأَّن ُأَبَّي ْبَن َكْع ٍب َأَم َر ُه ِبَذ ِلَك َو َأْخ َبَر ُه‬،‫ َو َأْخ َبَرُه اْبُن َعَّباٍس‬، ‫ َأَّن اْبَن َعَّباٍس َأَم َرُه ِبَذ ِلَك‬،‫ َو َأْخ َبَرُه ُمَج اِهُد‬،‫َقَر َأ َع َلى ُمَج اِهٍد َفَأَم َرُه ِبَذ ِلَك‬
‫ُأَبُّي ْبُن َكْع ٍب َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَم َرُه ِبَذ ِلَك‬

“…telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin al-Qoosim bin Abi Bazzah ia
berkata, aku mendengar ‘Ikrimah bin Sulaiman berkata, aku membaca dihadapan Ismail bin

2
Abdillah bin Qusthonthiin, tatkala aku sampai wadh-Dhuhaa, ia (Ismail) berkata : “bertakbirlah,
bertakbirlah di akhir tiap surat (mulai dari adh-Dhuhaa) sampai akhir Al Qur’an (surat an-Naas).
Telah mengabarinya Abdullah bin Katsiir bahwa dia membaca dihadapan Mujaahid dan
memerintahkan (takbir) tersebut, lalu Mujaahid mengabarinya bahwa Ibnu Abbas Rodhiyallahu
‘anhu memerintahkan (takbir) tersebut, lalu Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu mengabarinya
bahwa Ubay bin Ka’ab Rodhiyallahu ‘anhu memerintahkan hal tersebut, kemudian Ubay bin
Ka’ab Rodhiyallahu ‘anhu mengabarinya bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam
memerintahkan (takbir) tersebut”.

Imam al-Hakim setelah meriwayatkan hadits ini menilainya : “ ‫ َو َلْم ُيَخ ِّر َج اُه‬، ‫”َهَذ ا َحِد يٌث َص ِح يُح اِإْل ْسَناِد‬
(hadits ini shahih sanadnya, namun (Bukhori-Muslim) tidak meriwayatkannya). Namun tashih
dari Imam al-Hakim ini, dikritik oleh Imam adz-Dzahabi dengan perkataannya : “al-Bazziy,
diperbincangkan status haditsnya”.

Imam Abu Hatim juga menilai hadits ini mungkar, dan kemudian Imam adz-Dzahabi
dalam kitabnya “as-Siyaar” dengan jelas mengatakan bahwa al-Bazziy adalah mungkar. Al-
Bazziy ini adalah Ahmad bin Muhammad bin al-Qoosim bin Abi Bazzah, sebagaimana perowi
dalam sanad yang dibawakan oleh Imam al-Hakim diatas. Imam al-Albani telah melakukan
takhrij yang luas terhadap hadits ini dalam kitabnya “Silsilah al-Ahaadits adh-Dhoo’ifah (no.
6133)” dan menilainya sebagai hadits mungkar. Termasuk diantaranya beliau melakukan kritikan
terhadap sebagian ulama yang menguatkan hadits ini dengan penguatnya dari perkataan Imam
asy-Syafi’i, dimana sanad perkataan Imam asy-Syafi’i, tidak lepas dari kritikan beliau. Al-
khulashoh hadits tentang pensyariatan takbir di tiap-tiap akhir surat mulai dari adh-Dhuhaa
sampai akhir an-Naas, tidak tsabit dari Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam.

Kembali kepada pembahasan kita, jadi secara ilmu hadits pensyariatan bacaan takbir di
tiap akhir surat tidaklah tsabit alias haditsnya adalah lemah. Namun para ulama qiro’ah
menetapkan pensyariatan takbir ini. Misalnya Imam al-Jazariy (w. 833 H) dalam matan “ath-
Thoyyibah an-Nasyr” yang berisi terkait hal ihwal qiro’ah asyarah (qiroah 10 Imam) beliau
berkata (bait 1000 – 1002)

3
‫َو ُس َّنُة الَّتْك ِبيِر ِع ْنَد اْلَخ ْتِم … َص َّح ْت َع ِن ْالَم ِّك ِيَن َأْهِل الِع ْلم‬

‫فِى ُك ِّل َح اٍل َو َلَدى الَّص َالِة … ُس ْلِسَل َع ْن َأِئَّمٍة ِثَقاِت‬

‫ِم ْن َأَّو ِل اْنِشَر اٍح َاْو مَن الُّض َح ى … ِم ْن آِخ ٍر َأْو َأَّو ٍل َقْد ُصِّح َح ا‬

Sunah bertakbir ketika selesai (membaca) … hal ini valid dari ulama qiroah Mekkah
(maksudnya qiroah Imam Ibnu Katsiir)

Pada setiap kali membaca Al-Qur’an, demikian juga ketika sholat … diriwayatkan secara
musalsal (bersambung) dari Aimah yang tsiqoh (terpecaya)

Dari awal surat asy-Syarh atau dari mulai adh-Dhuhaa … baik di akhir surat adh-Dhuhaa
maupun di awalnya, maka kedua hal ini benar semuanya.
Kemudian terkait qiroah Imam Hafsh dari ‘Aashim yang tidak menetapkan takbir
tersebut, ini adalah melalui thoriq asy-Syaathibiyyah. Adapun thoriq lainnya, seperti melalui
thoriq ath-Thoyyibah, dimana dalam baitnya disebutkan :

‫من أول انشراحها أو من فحْد … دْث خلُف تكبير لحفٍص قد ورد‬

Dari awal surat asy-Syarh atau (setelah) fakhadits (ayat terakhir surat adh-Dhuhaa) …
kemudian membaca takbir, dan untuk (riwayat) Hafsh telah datang (juga pensyariatan takbir
tersebut)

Maka dalam thoriq ini, qiroah ‘Aashim via Imam Hafsh ternyata menetapkan takbir juga.

4
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah, secara kaedah-kaedah ilmu hadits penetapan
adanya takbir dalam qiroah baik diawal tiap-tiap surat dari mulai Al-Fatihah sampai an-Naas,
kecuali surat at-Taubah (menurut salah satu madzhab ulama qiroah), begitu juga diawal tiap-tiap
surat mulai dari surat adh-Dhuhaa sampai surat an-Naas, atau disetiap akhir mulai dari akhir
surat adh-Dhuhaa sampai surat an-Naas (madzhab ketiga), hal ini tidaklah tsabit dari Rasulullah
Sholallahu ‘alaihi wa Salaam. Namun telah masyhur dalam qiroah Imam ibnu Katsir tentang
pensyariatan takbir tersebut sebagaimana ditegaskan oleh beberapa ulama pakar qiroah,
diantaranya Imam asy-Syatibhi dalam thoriq Syaatibiyyah, maupun Imam al-Jazaariy dalam
thoriq Thoyyibah. Adapun selain qiroah Imam Ibnu Katsir, menurut mereka juga dianjurkan
untuk membaca takbir tersebut, akan tetapi dalam thoriq Syatibiyyah, tidak ditegaskan bahwa
qiraoh ‘Aashim via Imam Hafsh menetapkan takbir ini, sehingga sebagian ulama menilainya
sebagai Tafarud (kesendirian) dari Imam Hafsh. Namun ternyata hal ini telah diklarifikasi oleh
Imam al-Jazariy dalam thoriq Thoyyibah, bahwa tertetapkan juga pensyariatan takbir
tersebut,dari riwayat Imam Hafsh terhadap qiroah Imam ‘Aashim. Wallahul a’lam.

Anda mungkin juga menyukai