Anda di halaman 1dari 22

MODUL SEMINAR TOPIK SKRIPSI

(PSI314)

MODUL SESI - 11
INSTRUMEN PENELITIAN

DISUSUN OLEH
YULI ASMI ROZALI, M.PSI, PSIKOLOG

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 22
MEMILIH DAN MENENTUKAN INSTRUMEN PENELITIAN

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu menentukan instrumen
penelitian yang tepat untuk penelitian.

B. Uraian dan Contoh


1. Instrumen Penelitian dalam Penelitian Kuantitatif

Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan menggunakan instrumen untuk


mengumpulkan data. Sedangkan dalam penelitian kualitatif-naturalistik peneliti akan lebih
banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen
kunci (Sugiyono, 2015).
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Apabila
variabel penelitiannya lima, maka jumlah instrumen penelitian yang digunakan juga
berjumlah lima. Instrumen-instrumen penelitian sudah ada yang dibakukan, tetapi masih ada
yang harus dibuat oleh peneliti sendiri. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk
melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap
instrumen harus mempunyai skala (Sugiyono, 2015).
a. Macam-macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukur
tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai
contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat
dengan skala mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila
digunakan untuk mengukur (Sugiyono, 2015).
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen
tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien, dan
komunikatif. Misalnya, berat emas 19 gram, berat besi 100 kg, suhu badan orang yang
sehat 370 celcius, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap
sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. Macam-
macam skala pengukuran dapat berupa: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan
skala rasio. Dari skala pengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval, dan
ratio (Sugiyono, 2015).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 22
Berbagai skala sikap yang dapat digunakan adalah (Sugiyono, 2015):
1) Skala Likert
2) Skala Guttman
3) Semantic Defferensial
4) Rating Scale
Keempat jenis skala tersebut apabila digunakan dalam pengukuran akan didapatkan
data interval atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang akan diukur.
Penjelasan lebih dalam mengenai masing-masing skala sikap adalah sebagai berikut
(Sugiyono, 2015):
1) Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata
antara lain:
a. Sangat setuju a. Sangat positif
b. Setuju b. Positif
c. Ragu-ragu c. Negatif
d. Tidak setuju d. Sangat negatif
e. Sangat tidak setuju

a. Selalu a. Sangat baik


b. Sering b. Baik
c. Kadang-kadang c. Tidak baik
d. Tidak pernah d. Sangat tidak baik

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 22
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,
misalnya saja:
a) Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5
b) Setuju/sering/positif diberi skor 4
c) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3
d) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2
e) Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1

Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam


bentuk checklist ataupun pilihan ganda.
a) Contoh bentuk checklist
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat anda,
dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.
Jawaban
No. Pertanyaan
SS S RG TS STS
1. Universitas ini akan menerapkan sistem
perkuliahan online selama masa perkuliahan √
di tengah pandemi
2. ………………………….

SS = Sangat setuju diberi skor 5


S = Setuju diberi skor 4
RG = Ragu-ragu diberi skor 3
TS = Tidak setuju diberi skor 2
STS = Sangat tidak setuju diberi skor 1

b) Contoh bentuk pilihan ganda


Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan
pendapat anda, dengan cara memberi tanda lingkaran pada nomor jawaban
yang tersedia.
Kurikulum baru itu akan segera diterapkan di lembaga pendidikan anda?
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu/netral

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 22
d. Setuju
e. Sangat setuju

Dengan bentuk pilihan ganda, maka jawaban dapat diletakkan pada


tempat yang berbeda-beda. Untuk jawaban di atas “sangat tidak setuju”
diletakkan pada jawaban nomor pertama. Untuk item selanjutnya jawaban
“sangat tidak setuju” dapat diletakkan pada jawaban nomor terakhir.
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-
butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, netral, atau negatif
sehingga responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Contoh:
(1) Saya setuju dengan Ujian Nasional untuk mengukur kompetensi
lulusan sekolah di Indonesia (positif).
(2) Ujian Nasional telah banyak diterapkan di negara-negara maju
(netral).
(3) Saya tidak setuju dengan Ujian Nasional untuk mengukur kompetensi
lulusan sekolah di Indonesia (negatif).
Dengan cara demikian maka kecenderungan responden untuk
menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist dapat dikurangi. Dengan
model ini pula responden akan selalu membaca pertanyaan setiap instrumen
dan juga jawabannya. Pada bentuk checklist, sering jawaban tidak dibaca,
karena letak jawaban sudah menentu. Tetapi dengan bentuk checklist dapat
pula diperoleh keuntungan yaitu singkat pembuatannya, hemat kertas, mudah
mentabulasikan data, dan secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh
dari skala tersebut adalah berupa data interval.

2) Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapatkan jawaban yang tegas,
yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif” dan lain-
lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua
alternatif). Jadi kalau pada skala likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat
setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada skala guttman hanya ada dua
interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala guttman
dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 22
Contoh:
1. Bersediakah anda hidup berdampingan dengan anggota keluarga yang
homoseksual?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pernahkah anda berciuman dengan kekasih anda?
a. Tidak pernah
b. Pernah

Skala guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat
dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan
terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi
skor 0. Analisa dilakukan seperti pada skala likert.

3) Semantic Defferensial
Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial dikembangkan
oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya
tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum
yang jawaban “sangat positif” nya terletak di bagian kanan garis dan jawaban
yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang
diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur
sikap atau karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.

Contoh:
Mohon berikan nilai mengenai gaya
kepemimpinan Kepala Sekolah

Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak bersahabat


Tepat janji 5 4 3 2 1 Lupa janji
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela
Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi
Responden dapat memberi jawaban pada rentang jawaban yang positif
sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 22
dinilai. Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi
responden terhadap kepala sekolah itu sangat positif. Sedangkan apabila
responden memberi jawaban pada angka 3 berarti netral, dan apabila responden
memberi jawaban pada angka 1 maka persepsi responden terhadap kepala sekolah
sangat negatif.

4) Rating Scale
Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dibuat
menjadi kuantitatif. Tetapi dengan rating scale data mentah yang diperoleh
berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju,
pernah atau tidak pernah adalah data kualitatif. Dalam skala model rating scale,
responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah
disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran
sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya,
seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan,
kemampuan, proses kegiatan, dan lain-lain.
Yang penting bagi penyusunan instrumen dengan rating scale adalah
harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada
setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2
oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga
memilih jawaban dengan angka 2.

Contoh 1:
Seberapa baik ruang kelas di sekolah A?
Berilah jawaban dengan angka:
4. Bila tata ruang itu sangat baik
3. Bila tata ruang itu cukup baik
2. Bila tata ruang itu kurang baik
1. Bila tata ruang itu sangat tidak baik

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 22
Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
No.
Pertanyaan tentang tata ruang kelas Interval jawaban
Item
1. Penataan meja murid dan guru sehingga
4 3 2 1
komunikasi lancar.
2. Pencahayaan alam tiap ruangan. 4 3 2 1
3. Pencahayaan buatan/listrik tiap ruang sesuai
4 3 2 1
dengan kebutuhan.
4. Warna lantai sehingga tidak menimbulkan
pantulan cahaya yang dapat mengganggu 4 3 2 1
guru dan murid.
5. Sirkulasi udara setiap ruangan. 4 3 2 1
6. Keserasian warna media pendidikan, perabot
4 3 2 1
dengan ruangan kelas.
7. Penempatan almari buku. 4 3 2 1
8. Penempatan ruangan guru. 4 3 2 1
9. Meningkatkan keakraban sesama murid. 4 3 2 1
10. Kebersihan ruangan. 4 3 2 1

Contoh 2:
Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata pelajaran berikut sebelum dan
sesudah mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka adalah sebagai
berikut.
0 = bila sama sekali belum tahu
1 = telah mengetahui sampai dengan 25%
2 = telah mengetahui sampai dengan 50%
3 = telah mengetahui sampai dengan 75%
4 = telah mengetahui 100% (semuanya)
Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan
Pengetahuan sebelum ikut Pengetahuan sesudah ikut
Mata pelajaran
diklat diklat
0 1 2 3 4 Komunikasi 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Tata ruang kantor 0 1 2 3 4

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 22
Pengambilan
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
keputusan
Sistem pembuatan
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
laporan
0 1 2 3 4 Pemasaran 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Akuntansi 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Statistik 0 1 2 3 4

Dengan dapat diketahuinya pengetahuan sebelum dan sesudah mengikuti


diklat, maka pengaruh pendidikan dan latihan dalam menambah pengetahuan para
pegawai yang mengikuti diklat dapat dikenali. Data dari pengukuran sikap dengan
skala sikap adalah berbentuk data interval, demikian juga dalam pengukuran tata
ruang. Tetapi data hasil dari pengukuran penambahan pengetahuan seperti di atas
akan menghasilkan rasio.
Selain instrumen seperti yang telah dibahas di atas, ada instrumen
penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data nominal dan ordinal.
Penjelasan lebih lanjut mengenai instrumen tersebut adalah sebagai berikut
(Sugiyono, 2015):
1) Instrumen untuk menjaring data nominal
Contoh:
a) Berapakah jumlah guru di sekolah anda? ………… guru.
b) Berapakah guru yang dapat berbahasa Inggris? ………… guru.
c) Berapa murid yang paling anda sukai? ………… murid.
d) Berapakah jumlah komputer yang dapat digunakan di lembaga pendidikan
anda? ………… komputer.
e) Dari mana anda mengetahui lokasi sekolah ini? ………….

2) Instrumen untuk menjaring data ordinal


Contoh:
Berilah ranking terhadap faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas kerja
karyawan!

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 22
Tabel 2
Ranking Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan
Rank
Faktor yang memengaruhi produktivitas kerja karyawan
No.
……. 1. Latar belakang pendidikan formal
……. 2. Dorongan keluarga
……. 3. Training sebelum bekerja
……. 4. Magang sebelum bekerja
……. 5. Bakat seseorang
……. 6. Pengawasan atasan
……. 7. ……………………..
Dengan instrumen seperti tabel 2, responden diminta untuk mengurutkan
ranking faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas kerja karyawan. Misalnya,
bakat seseorang merupakan faktor yang paling berperan dalam memengaruhi
produktivitas maka faktor nomor 5 tersebut diberi ranking 1.

b. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat apabila dinamakan
membuat laporan daripada melakukan penelitian. Namun demikian dikatakan oleh Emory
(dalam Sugiyono, 2015) dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan
sebagai bentuk penelitian.
Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada
alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan sebagai instrumen
penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian (Sugiyono, 2015).
Instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam ilmu alam
sudah banyak tersedia dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Variabel-variabel dalam
ilmu alam misalnya panas, maka instrumennya adalah calorimeter, variabel suhu maka
instrumennya adalah thermometer. Instrumen-instrumen tersebut mudah didapat dan telah
teruji validitas dan reliabilitasnya, kecuali yang rusak dan palsu. Instrumen-instrumen yang
rusak atau palsu bila digunakan untuk mengukur harus diuji validitas dan reliabilitasnya
terlebih dahulu (Sugiyono, 2015).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 22
Instrumen-instrumen dalam penelitian psikologi memang ada yang sudah tersedia
dan teruji validitas dan reliabilitasnya, seperti instrumen mengukur motivasi berprestasi,
mengukur sikap, mengukur bakat, dan lain-lain. Walaupun instrumen-instrumen tersebut
sudah ada tetapi sulit untuk dicari, dimana harus dicari dan apakah bisa dibeli atau tidak.
Selain itu, instrumen-instrumen dalam bidang sosial walaupun telah teruji validitas analisis
reliabilitasnya tetapi bila digunakan untuk tempat tertentu belum tentu tepat dan mungkin
tidak valid dan reliabel lagi. Hal ini perlu dimaklumi karena gejala atau fenomena sosial itu
cepat berubah dan sulit dicari kesamaannya. Instrumen tentang kepemimpinan mungkin
valid untuk kondisi Amerika, tetapi mungkin tidak valid untuk Indonesia (Sugiyono,
2015).
Oleh karena itu maka para peneliti dalam bidang psikologi seringkali menyusun
dan menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitiannya sendiri. Jumlah instrumen
penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti.
Misalnya akan meneliti tentang “pengaruh dukungan sosial terhadap stres kerja pada
anggota polisi sabhara” (Yunita, 2020). Dalam hal ini ada dua instrumen yang perlu dibuat
yaitu:
1) Instrumen untuk mengukur dukungan sosial
2) Instrumen untuk mengukur stres kerja

c. Cara Menyusun Instrumen


Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang
ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya,
dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian
dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk memudahkan
penyusunan instrumen, maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen” atau
“kisi-kisi instrumen” (Sugiyono, 2015).
Sebagai contoh misalnya variabel penelitiannya “tingkat kekayaan” maka indikator
kekayaan misalnya adalah: rumah, kendaraan, tempat belanja, pendidikan, jenis makanan
yang sering dikonsumsi, jenis olahraga yang sering dilakukan, dan sebagainya. Untuk
indikator rumah, bentuk pertanyaannya misalnya: 1) berapa jumlah rumah, 2) dimana letak
rumah, 3) berapa luas masing-masing rumah, 4) bagaimana kualitas bangunan rumah, dan
sebagainya (Sugiyono, 2015).
Agar bisa menetapkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti, maka
diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti dan teori-teori

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 22
yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun instrumen haruslah secermat
mungkin agar diperoleh indikator yang valid. Caranya dapat dilakukan dengan membaca
berbagai referensi (seperti buku dan jurnal), membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya
yang sejenis, dan konsultasi pada orang yang dipandang ahli (Sugiyono, 2015).
Yunita (2020) dalam skripsinya yang berjudul “pengaruh dukungan sosial terhadap
stres kerja pada anggota polisi sabhara”, kisi-kisi instrumennya ditunjukkan pada tabel 3
dan tabel 4.

Tabel 3
Kisi-kisi Skala Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Favourable Unfavourable Total
Dukungan Menyampaikan empati,
emosional kepedulian, perhatian, hal positif, 18, 1, 24*, 10, 5, 17, 30*,
7
dan dorongan ke seseorang itu 28*, 21 35
merasa nyaman dan dicintai.
Penghargaan Ekspresi yang berupa penilaian
positif terhadap ide-ide, perasaan, 27, 2 19*, 25* 2
dan performa orang lain.
Dukungan Memberikan bantuan langsung,
instrumental seperti memberikan bantuan 12*, 3, 33,
20*, 11, 29* 3
finansial atau membantu dengan 36*
tugas-tugas.
Dukungan Memberikan saran, arah, umpan
13*, 22, 6, 38*, 8*, 4, 26,
informasi balik terhadap apa yang sedang 8
34*, 31, 9 14, 37
dikerjakan orang lain.
Dukungan Meliputi perasaan keanggotaan
jaringan sosial dalam kelompok seperti perasaan
diterima dalam kelompok yang 15*, 32, 39* 7*, 16, 23* 2
saling berbagi dan beraktifitas
sosial bersama.
Total 11 11 22

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 22
Tabel 4
Kisi-kisi Skala Stres Kerja
Aspek Indikator Favourable Unfavourable Total
Biologis a. Meningkatnya detak jantung 1 1
b. Otot tangan dan kaki bergetar 16, 9 2
c. Gangguan tidur 25 2, 21*, 5 3
d. Meningkatnya tekanan darah 3, 10* 1
Psikososial
a. Gangguan daya ingat 23, 24 4* 2
(kognitif)
b. Gangguan perhatian 18 1
Psikososial
a. Kecemasan yang berlebih 11*, 15* 13, 19, 17 3
(emosi)
b. Merasa sedih 22 1
6, 12, 14,
c. Mudah marah 7*, 8* 3
20*
Psikososial
Meningkatnya sikap agresif dan
(perilaku 26 1
kehilangan kendali
sosial)
Total 12 6 18

2. Instrumen Penelitian dalam Penelitian Kualitatif

a. Instrumen Penelitian

Terdapat dua hal utama yang memengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu kualitas

instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kuantitatif, kualitas

instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas

pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Oleh karena itu instrumen yang telah teruji validitas dan

reliabilitasnya belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel apabila

instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Instrumen

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 22
dalam penelitian kuantitatif dapat berupa tes, pedoman wawancara, pedoman observasi,

dan kuesioner (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah

peneliti itu sendiri. Oleh karena itu sebagai instrumen peneliti juga harus “divalidasi”

seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke

lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap

pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang

diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun

logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri melalui evaluasi diri seberapa

jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori, dan wawasan terhadap

bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2015).

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, memiliki fungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya

(Sugiyono, 2015).

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono,

2015) menyatakan bahwa: “The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human.

We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry,

but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been

used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that

is grounded in the data that the human instrument has product”.

Selanjutnya, Nasution (dalam Sugiyono, 2015) mengatakan mengenai instrumen

penelitian kualitatif: “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada

menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur

penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 10 /
22
dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu

dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak

jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang

dapat mencapainya”.

Berdasarkan kedua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian

kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi

instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas,

maka dapat dikembangkan suatu instrumen (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun

selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka kemungkinan akan dikembangkan

instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan

membandingkan dengan data yang telah dikemukakan melalui observasi dan wawancara.

Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour question, tahap focused and

selection, melakukan pengumpulan data, analisis, dan membuat kesimpulan (Sugiyono,

2015).

Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2015) peneliti sebagai instrumen penelitian

serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan

dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau

angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia.

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan

pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu untuk sering merasakannya,

menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.


Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 11 /
22
5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat

menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah

pengamatan, untuk mengetes hipotesis yang timbul seketika.

6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data

yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk

memperoleh penegasan, perubahan, atau perbaikan.

7) Dalam penelitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif

yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara

statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia

sebagai instrumen, respon yang aneh dan yang menyimpang justru diberi perhatian.

Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk

mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang

diteliti.

Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif


dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi peneliti juga melakukan
wawancara kepada orang-orang di dalamnya (Sugiyono, 2015).

a) Macam-macam Interview/Wawancara
Esterberg (dalam Sugiyono, 2015) mengemukakan beberapa macam
wawancara yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.
(1) Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi
apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara
pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan
wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan
pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara ini pula pengumpulan data
dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
22
setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan
training kepada calon pewawancara (Sugiyono, 2015).
(2) Wawancara semiterstruktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan
(Sugiyono, 2015).
(3) Wawancara tak berstruktur (unstructured interview)
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan
(Sugiyono, 2015).
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka seringkali digunakan dalam
penelitian pendahuluan atau malah untuk penelitian yang lebih mendalam
tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha
mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada
pada objek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau
variabel apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan
yang lebih lengkap, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-
pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam objek (Sugiyono,
2015).
Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden,
peneliti juga dapat menggunakan wawancara tidak terstruktur misalnya saja
melakukan wawancara kepada seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka
peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam sampai
diperoleh keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan (Sugiyono,
2015).
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara
pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 /
22
terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat
mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu
tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara
“berputar-putar baru menukik” artinya pada awal wawancara yang dibicarakan
adalah hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan dan bila sudah terbuka
kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan maka segera
ditanyakan (Sugiyono, 2015).
Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara seringkali bias. Bias
adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data
tersebut subjektif dan tidak akurat. Kebiasan data ini akan tergantung pada
pewawancara, yang diwawancarai (responden), dan situasi dan kondisi pada saat
wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral, misalnya ada maksud
tertentu, akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan apa yang
disampaikan oleh responden. Responden akan memberi data yang bias bila
responden tidak dapat menangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti
atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberi pertanyaan yang
bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga telah dikemukakan di
atas, sangat memengaruhi proses wawancara yang pada akhirnya juga akan
memengaruhi validitas data (Sugiyono, 2015).

b) Langkah-langkah Wawancara
Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono, 2015) mengemukakan ada tujuh
langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian
kualitatif, yaitu:
(1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
(2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
(3) Mengawali atau membuka alur wawancara
(4) Melangsungkan alur wawancara
(5) Mengonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
(6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
(7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh

c) Jenis-jenis Pertanyaan Dalam Wawancara

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
22
Patton (dalam Sugiyono, 2015) menggolongkan enam jenis pertanyaan yang
saling berkaitan yaitu:
(1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman
(2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat
(3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
(4) Pertanyaan tentang pengetahuan
(5) Pertanyaan yang berkenaan dengan indera
(6) Pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau demografi

d) Mencatat Hasil Wawancara


Hasil wawancara harus segera dicatat setelah selesai melakukan wawancara
agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan
tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis
terhadap hasil wawancara. Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang
dianggap penting, yang tidak penting, data yang sama dikelompokkan. Hubungan
satu data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan sehingga menghasilkan pola
dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu ditanyakan kembali pada
sumber data lama atau yang baru agar memperoleh ketuntasan dan kepastian
(Sugiyono, 2015).

1) Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi maka sebenarnya peneliti mengumpulkan sekaligus menguji kredibilitas
data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan
berbagai sumber data (Sugiyono, 2015).
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan
observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang
sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber
yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2015).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
22
Mengenai triangulasi, Stainback (dalam Sugiyono, 2015) mengatakan bahwa
tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena,
tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.
Selanjutnya Bogdan (dalam Sugiyono, 2015) mengatakan bahwa tujuan penelitian
kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman
subjek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya mungkin apa
yang dikemukakan informan salah, karena tidak sesuai dengan teori ataupun dengan
hukum.

C. Latihan
1. Jelaskan mengenai manusia sebagai instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif!
2. Apakah yang menjadi perbedaan dalam instrumen penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif?
3. Bagaimana cara penyusunan instrumen dalam penelitian kuantitatif?

D. Kunci Jawaban
1. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, memiliki fungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan
atas temuannya (Sugiyono, 2015). Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln
dan Guba (dalam Sugiyono, 2015) menyatakan bahwa: “The instrument of choice in
naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may
be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing
mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of
inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the
human instrument has product”. Selanjutnya, Nasution (dalam Sugiyono, 2015)
mengatakan mengenai instrumen penelitian kualitatif: “Dalam penelitian kualitatif,
tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian
utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.
Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
22
Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan
hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
2. Dalam penelitian kuantitatif, kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas

dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan

cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu instrumen yang

telah teruji validitas dan reliabilitasnya belum tentu dapat menghasilkan data yang

valid dan reliabel apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam

pengumpulan datanya. Instrumen dalam penelitian kuantitatif dapat berupa tes,

pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti

itu sendiri. Oleh karena itu sebagai instrumen peneliti juga harus “divalidasi” seberapa

jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman

metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,

kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun

logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri melalui evaluasi diri

seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori, dan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono,

2015).

3. Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang


ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi
operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator
ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk
memudahkan penyusunan instrumen, maka perlu digunakan “matrik pengembangan
instrumen” atau “kisi-kisi instrumen” (Sugiyono, 2015).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
22
DAFTAR PUSTAKA

Lenggogeni, A. P. (2020). Gambaran pembentukan identitas homoseksual pada gay (Skripsi).


Diambil dari: https://digilib.esaunggul.ac.id/index.php.
Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta.
Yunita, W. (2020). Pengaruh dukungan sosial terhadap stres kerja pada anggota polisi sabhara
(Skripsi). Diambil dari: https://digilib.esaunggul.ac.id/index.php.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 /
22

Anda mungkin juga menyukai