Anda di halaman 1dari 29

Metode Penelitian Akuntansi

Ringkasan Mata Kuliah RPS 8


Skala Pengukuran Variabel Penelitian

Ditujukan Kepada :
Dr. Made Gede Wirakusuma, SE., M.Si. Ak., CA

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. Cornelieus Gabriel Garrywibowo (1907531081)

2. Kadek Krishna Dhananjaya (1907531083)

3. Ketut Krisnanda Dewi Sukmayana (1907531106)

4. Kadek Egiana Sandy (1907531108)

5. Luh Gde Pasek Puspa Dewi (1907531111)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2021/2022
1. Macam-Macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur
tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai
contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat
dengan skala mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila
digunakan untuk mengukur; meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat
dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan mm.
Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, Pendidikan dan
Sosial antara lain adalah:
1. Skala Likert
2. Skala Guttman
3. Rating Scale
4. Semantic Differential

1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini
telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari
sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:
a. Sangat Setuju a. Selalu
b. Setuju b. Sering
c. Ragu-ragu c. Kadang-kadang
d. Tidak setuju d. Tidak pernah
e. Sangat tidak setuju

a. Sangat positif a. Sangat baik


b. Positif b. Baik
c. Negatif c. Tidak baik
d. Sangat negatif d. Sangat tidak baik
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:
1. Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5
2. Setuju/sering/positif diberi skor 4
3. Ragu-ragu kadang-kadang/netral diberi skor 3
4. Tidak setuju/hampir tidak pemah negatif diberi skor 2
5. Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist
ataupun pilihan ganda.
a. Contoh bentuk checklist
b. Contoh bentuk pilihan ganda

2. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu "ya-tidak";
"benar-salah"; "pernah-tidak pernah"; "positif-negatif" dan lain-lain. Data yang diperoleh
dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert
terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval, dari kata "sangat setuju" sampai "sangat tidak setuju", maka
pada dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu "setuju" atau "tidak setuju".
Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang
tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Contoh :
1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat pimpinan di perusahaan ini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pernahkah pimpinan melakukan pemeriksaan di ruang kerja anda?
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam
bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya
untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor O. Analisa dilakukan seperti
pada skala Likert. Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam
skala pengukuran interval dikotomi.
Contoh:
1. Apakah tempat kerja anda dekat jalan Protokol?
a. Ya
b. Tidak
2. Anda punya ijazah sarjana?
a. Tidak
b. Punya

3. Semantic Differensial
Skala pengukuran yang berbentuk semantic differential dikembangkan oleh Osgood. Skala
ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun
checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban "sangat positifnya"
terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang "sangat negatif" terletak di bagian kiri
garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini
digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.

Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai dengan
negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang dinilai.
Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi responden
terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3,
berarti netral, dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap
pemimpinnya sangat negatif.
4. Rating Scale
Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh
semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-
scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian
kualitatif.
Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah
atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model rating scale,
responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan,
tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu
rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk
mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainya, seperti skala untuk mengukur
status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-
lain.
Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah harus dapat
mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item
instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu
belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka
2.
Contoh:
Seberapa baik data ruang kerja yang ada di Perusahaan A?
Berilah jawaban dengan angka:
4. bila tata ruang itu sangat baik
3. bila tata ruang itu cukup baik
2. bila tata ruang itu kurang baik
1. bila tata ruang itu sangat tidak baik
Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket dan diberikan kepada 30 responden,
maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan seperti pada tabel berikut.
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) = 4 x 10 x 30 =
1200. Untuk ini skor tertinggi tiap butir = 4, jumlah butir = 10 dan jumlah responden = 30.
Jumlah skor hasil pengumpulan data = 818. Dengan demikian kualitas tata ruang
kantor lembaga A menurut persepsi 30 responden itu 818 : 1200 = 68% dari kriteria yang
ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.
2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah dimensi penelitian yang menyediakan data bagi peneliti
untuk mengetahui bagaimana metode dalam mengukur atau menilai variabel. Definisi
operasional merupakan panduan yang benar dalam menakar sebuah variabel, yang dapat
membantu peneliti dalam mempertimbangkan variabel yang setara.
Pengertian definisi operasional menurut para ahli :
a. Sugiyono
Definisi operasional variabel adalah seperangkat petunjuk yang lengkap tentang
apa yang harus diamati dan mengukur suatu variabel atau konsep untuk menguji
kesempurnaan. Definisi operasional variabel ditemukan item-item yang dituangkan
dalam instrumen penelitian (dalam Sugiarto, 2016:38).
b. Sutama
Definisi operasional yaitu pemberian atau penetapan makna bagi suatu variabel
dengan spesifikasi kegiatan atau pelaksanaan atau operasi yang dibutuhkan untuk
mengukur, mengkategorisasi, atau memanipulasi variabel. Definisi operasional
mengatakan pada pembaca laporan penelitian apa yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan atau pengujian hipotesis (2016:52).
c. Nurcahyo & Khasanah
Definisi operasional variabel penelitian yaitu sebuah definisi berdasarkan pada
karakteristik yang dapat diobservasi dari apapun yang didefinisikan atau mengubah
konsep dengan kata-kata yang menguraikan perilaku yang dapat diamati dan dapat
diuji serta ditentukan kebenarannya oleh seseorang (2016:5).

Tujuan definisi operasional


a. Menetapkan aturan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur
variabel
b. Memberikan arti yang tidak ambigu dan konsisten untuk istilah/variabel yang jika
tidak dilengkapi dengan definisi operasional, maka dapat ditafsirkan dengan cara
yang berbeda
c. Membuat pengumpulan data serta analisis lebih fokus dan efisien
d. Memandu jenis data informasi apa yang dicari oleh peneliti.
Tipe definisi operasional
1. Definisi Operasional Tipe A (Pola I)
Tipe A disusun berdasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga
menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat
terjadi. Penggunaan prosedur yang dilakukan oleh peneliti dapat membuat gejala
tersebut bisa terealisasikan.
2. Definisi Operasional Tipe B (Pola II)
Tipe B disusun berdasarkan pada bagaimana suatu objek didefinisikan kemudian
dapat dioperasionalisasikan dengan baik, yaitu berupa apa yang dilakukannya atau
yang menyusun karakteristik dinamisnya.
3. Definisi Operasional Tipe C (Pola III)
Tipe C dapat disusun berdasarkan pada penampakan atau gambaran visual suatu
objek atau gejala tersebut seperti apa, yaitu apa saja yang menyusun karakteristik-
karakteristik statisnya.

Cara Membuat Definisi Operasional


1. Cara pertama
a. Identifikasi karakteristik
Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah pentingnya mengidentifikasi
karakteristik atau jenis masalah yang akan diukur.
b. Tentukan alat atau instrumen pengukur
Alat ukur yang bisa dan sering dipakai biasanya adalah alat ukur fisik
seperti jam, timbangan, mikrometer dan lainnya. Pada pengamatan visual
atau fisik diperlukan penglihatan normal atau membutuhkan alat seperti
kaca pembesar untuk memudahkan pengamatan.
c. Jelaskan metode pengujian
Metode pengujian adalah prosedur paling baru untuk digunakan dalam
aktivitas pengukuran. Misalnya ketika mengukur waktu, maka titik awal
mulai dan titik akhir harus ditentukan.
d. Sebutkan kriteria keputusan
Kriteria keputusan merepresentasikan kesimpulan yang berasal dari
pengujian. Merinci atau menyebutkan apa saja kriteria yang digunakan
untuk mengambil simpulan dari pengujian tersebut.
e. Dokumetasikan definisi operasional
Definisi operasional akan lebih baik jika di dokumentasi dan distandarisasi.
Definisi harus diikutsertakan dalam materi dan lembar prosedur dan hasil
langkah 1 hingga 4 harus dimasukan dalam satu dokumen.
f. Uji definisi operasional
Definisi operasional harus membuat tugas yang akan dilakukan menjadi
jelas dan mudah. Cara terbaik untuk menguji definisi operasional adalah
dengan meminta seseorang yang berbeda untuk mengamatinya.

2. Cara Kedua
Berikut merupakan tahap-tahap dalam membuat definisi operasional yang bisa
diandalkan (Variabel Terikat, Variabel Luar, dan Variabel Bebas):
a. Pastikan apa saja variabel yang diteliti.
Peneliti akan menentukan kegunaan dari setiap variabel dan klasifikasinya,
dapat merupakan variabel luar, variabel terikat maupun variabel bebas.
b. Temukan arti konseptual yang akurat mengenai setiap variabel.
Hal ini dapat dicari pada penelitian terdahulu, buku maupun kamus. Atau
bisa memformulasikannya secara mandiri namun harus berlandaskan
sumber-sumber terkait dan pengalaman yang ada di kepustakaan.
c. Kenali apa yang bisa dilaksanakan ketika peneliti sedang mengukur
variabel.
Perlu diketahui dalam melaksanakan pengukuran terdapat berbagai macam
metode yang bisa dilakukan. Dapat dengan observasi, komparasi, bertanya,
dan sebagainya.
d. Tentukan metode yang paling baik untuk dilaksanakan ketika
mendeskripsikan / menggambarkan variabel.
Dalam penentuan metodenya harus jelas sumbernya dan detail.
e. Catatlah dalam rupa tabel, bisa juga menggunakan narasi.
Penggunaan tabel umumnya dilakukan pada laporan skripsi, sementara
narasi digunakan pada publikasi ilmiah.

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka
diharapkan hasil penelitian akan menjadi lebih valid dan reliabel. Instrumen yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena
meteran memang alat untuk mengukur panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika
digunakan untuk mengukur berat. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang
sama. Alat ukur panjang dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel konsisten.

Dengan demikian, instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan
menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasiI (data)
penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi obyek
yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen untuk mengumpulkan
data. Oleh karena itu peneliti harus mampu mengendalikan obyek yang diteliti dan
meningkatkan kemampuan dan menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang
diteliti.

Namun, semua instrumen yang dikatakan reliabel belum tentu menandakan bahwa
instrumen tersebut valid. Contohnya, meteran yang putus dibagian ujungnya, bila
digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak
valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut rusak. Oleh karena itu
walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas
instrumen perlu dilakukan.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Berikut ini dikemukakan cara pengujian validitas dan reliabilitas instrumen yang akan
digunakan untuk penelitian.

Pengujian Validitas Instrumen

● Pengujian Validitas Konstruksi (Construct Validity)

Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment
experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang
akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan
dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun
itu. Mungkin para ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa
perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total. Jumlah tenaga ahli yang
digunakan minimal tiga orang dan umumnya mereka yang telah bergelar doktor
sesuai dengan lingkup yang diteliti.

Setelah pengujian konstruksi dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di


lapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Instrumen tersebut
dicobakan pada sampel dari mana populasi diambil. Setelah data ditabulasikan,
maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan
mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor, dan
mengkorelasikan skor faktor dengan skor total.

Berikut ini diberikan contoh analisis faktor untuk menguji construct validity yaitu
misalnya akan dilakukan pengujian construct validity melalui analisis faktor
terhadap instrumen untuk mengukur prestasi kerja pegawai. Jadi dalam hal ini
variabel penelitiannya adalah prestasi kerja. Berdasarkan teori dan hasil konsultasi
ahli, indikator prestasi kerja pegawai meliputi dua faktor yaitu: kualitas hasil kerja
dan kecepatan kerja. Selanjutnya indikator (faktor) kecepatan kerja dikembangkan
menjadi tiga pertanyaan, dan kualitas hasil kerja dikembangkan menjadi 4 butir
pertanyaan. Instrumen yang terdiri 7 butir pertanyaan tersebut, selanjutnya
diberikan kepada 5 pegawai sebagai responden untuk menjawabnya. kerja
dikembangkan menjadi 4 butir pertanyaan. Instrumen yang terdiri 7 butir
pertanyaan tersebut, selanjutnya diberikan kepada 5 pegawai sebagai responden
untuk menjawabnya.

TABEL 1

DATA PRESTASI KERJA 7 PEGAWAI

Seperti telah dikemukakan bahwa, analisis faktor dilakukan dengan cara


mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor
tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut merupakan construct
yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrumen
tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik.

TABEL 2

HASIL PERHITUNGAN PENGUJIAN VALIDITAS KONSTRUKSI

Berdasarkan tabel di atas telah dihitung bahwa korelasi antara jumlah faktor 1 (Xi)
dengan skor total (Y) = 0,85 dan korelasi antara jumlah faktor 2 (X2) dengan skor
total CY) = 0,94. Karena koefisien korelasi kedua faktor tersebut di atas 0,30, maka
dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil kerja dan kecepatan kerja merupakan
konstruksi yang valid untuk variabel prestasi kerja pegawai.

Selanjutnya apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau tidak, dapat
diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total (Y). Jadi
untuk keperluan ini ada tujuh koefisien korelasi yang perlu dihitung. Bila harga
korelasi di bawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut
tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa butir no 2 (faktor 1) tidak valid,
karena korelasi butir tersebut dengan skor total hanya 0,22 (di bawah r kritis 0,3).
Butir tersebut tidak selaras dengan butir yang lain.

● Pengujian Validitas Isi (Content Validity)

Dalam instrumen yang berbentuk test, pengujian validitas isi dapat dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Untuk instrumen yang akan mengukur efektivitas pelaksanaan program,
maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi
instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan.

Secara teknis pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dibantu dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen, atau matrik pengembangan instrumen. Dalam
kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur dan nomor
butir pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-
kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan
sistematis. Pada setiap instrumen baik test maupun nontest terdapat butir-butir
pertanyaan atau pernyataan. Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih
lanjut, maka setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka selanjutnya diujicobakan,
dan dianalisis dengan analisis item atau uji beda.
● Pengujian Validitas Eksternal

Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan)


antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di
lapangan. Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai, maka
kriteria kinerja pada instrumen itu dibandingkan dengan catatan-catatan di
lapangan (empiris) tentang kinerja pegawai yang baik. Bila telah terdapat kesamaan
antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan
instrumen tersebut mempunyai validitas eksternal yang tinggi.

Instrumen penelitian yang mempunyai validitas eksternal yang tinggi akan


mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula.
Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti.
Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian selain meningkatkan validitas
eksternal instrumen, rnaka dapat dilakukan dengan memperbesar jumlah sampel.

Pengujian Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal,


secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), ekuivalen, dan
gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan
menganalisis konsistensi butir–butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.

● Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test–retest dilakukan dengan
cara mencobakan instrument beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini
instrumennya sama dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien
korelasi antara percobaan pertama dengan percobaan berikutnya. Bila koefisien
korelasi positif dan signifikan, maka instrument tersebut dikatakan reliable.
Pengujian cara ini sering juga disebut stability.
● Ekuivalen
Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi
maksudnya sama. Pengujian reliabilitas instrumen dengan cara ini cukup dilakukan
sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama,
instrument berbeda. Reliabilitas instrumen dihitung dengan cara mengkorelasikan
antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan ekuivalen.
Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrument dapat dinyatakan reliable.
● Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencoba dua instrumen yang
ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi cara ini merupakan
gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan
mengkorelasikan dua instrument, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua,
dan selanjutnya di korelasikan secara silang. Hal ini dapat digambarkan seperti
gambar berikut :

● Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency dilakukan dengan cara
mencobakan instrument sekali saja, kemudian yang diperoleh dianalisis dengan
teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas
instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah
dua dari Spearman Brown (split half), KR 20, KR 21 dan Anova Hoyt. Berikut
diberikan rumus-rumusnya.

1. Rumus Spearman Brown

Dimana:

𝑟i = reliabilitas internal seluruh instrumen

𝑟b = korelasi product moment antara belahan pertama


dan kedua

2. Rumus KR. 20 (Kuder Richardson)

Dimana :

k = jumlah item dalam instrumen

pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1 qi


= 1 – pi

st2 = varians total

3. Rumus KR.21

Dimana:

K = jumlah item dalam instrumen.


M = means skor total.
st2 = varians total.

4. Analisis Varians Hoyt (Anova Hoyt)

Dimana:

MKs = mean kuadrat antara subyek.

MKe = mean kuadrat kesalahan.

ri = reliabilitas instrumen.
DAFTAR PUSTAKA

Awwaabiin, Salmaa. 2021. Definisi Operasional: Pengertian, Ciri-ciri, Contoh, dan Cara
Menyusunnya dalam https://penerbitdeepublish.com/definisi-operasional/. Diakses pada 4
November 2021.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

PENERAPAN AKUNTANSI PADA USAHA MIKRO KECIL


DAN MENENGAH (UMKM)
Elisabeth Penti Kurniawati1, Paskah Ika Nugroho2 dan Chandra Arifin3

ABSTRACT

Accounting is an information system that produces a report for the stakeholders about the
economic activities and condition of the company. Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs)
as nation's economy cantilever, a lot of these company have not been applied accounting in their
business. The objective of this research is to identify and analyze the application and the obstacle of
accounting at the Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs). The research took 51 MSMEs in
Salatiga using convenience sampling method. The data used are primary data obtained through
interviews and questionnaires. Techniques analysis of this research is a qualitative descriptive
analysis techniques. Results showed that most SMEs in Salatiga already keep records of sales,
purchasing, inventory, payroll expenses and other costs. While reporting statements made include
sales, purchasing, inventory and payroll. Obstacles that hinder SMEs in the application of
accounting include educational background, have not been trained accounting and haven’t need
with accounting application.

Keywords: Accounting, Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs)

ABSTRAK

Akuntansi merupakan sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sebagai penopang perekonomian bangsa sampai saat ini masih banyak yang
belum menerapkan akuntansi dalam menjalankan usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisis penerapan akuntansi pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) serta kendala-kendala yang dihadapi di dalamnya. Penelitian ini mengambil 51 UMKM
di Kota Salatiga dengan metode convenience sampling. Data yang dipergunakan adalah data primer
yang diperoleh melalui hasil wawancara dan kuesioner. Teknik analisis dari penelitian ini adalah
tehnik analisis diskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM di
Salatiga sudah melakukan pencatatan atas penjualan, pembelian, persediaan, biaya gaji dan biaya
lainnya. Sedangkan pelaporan yang dibuat meliputi laporan penjualan, pembelian, persediaan dan
penggajian. Kendala yang menghambat UMKM dalam penerapan akuntansi antara lain adalah latar
belakang pendidikan, belum pernah mengikuti pelatihan akuntansi dan belum ada kebutuhan
terhadap penerapan akuntansi.

Kata Kunci : Akuntansi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)


1 Elisabeth Penti Kurniawati, Falkutas Ekonomika dan Bisnis, Jurusan Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana,
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711.
2 Paskah Ika Nugroho, Falkutas Ekonomika dan Bisnis, Jurusan Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana,

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711.


3 Chandra Arifin, Falkutas Ekonomika dan Bisnis, Jurusan Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana,

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711.

Informatics and Business Institute Darmajaya 1


JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

1. PENDAHULUAN memenuhi persyaratan dalam pengajuan


kredit berupa laporan keuangan,
Pemerintah memberi perhatian yang sangat mengevaluasi kinerja, mengetahui posisi
besar terhadap perkembangan Usaha Mikro keuangan dan menghitung pajak. (Warsono,
Kecil Dan Menengah (UMKM). Bertahannya 2010). Masalah keuangan terkait dengan
UMKM terhadap krisis moneter yang terjadi UMKM sedikit berbeda dengan usaha
pada tahun 1998 menjadi alasan utama berskala besar. Pada usaha berskala besar
mengapa pemerintah harus menaruh perhatian umumnya menggunakan metode akrual dalam
yang besar. Sejak krisis yang terjadi pada pencatatan akuntansinya, sedangkan pada
tahun 1998, hampir 80% usaha besar UMKM umumnya menggunakan metode
mengalami kebangkrutan dan banyak berbasis kas yang mengakui pendapatan dan
melakukan PHK. UMKM sangat berperan beban ketika kas diterima atau dikeluarkan.
dalam mengurangi tingkat pengangguran. Salah satu UMKM yang membutuhkan
Oleh karena itu, keberhasilan UMKM mampu akuntansi adalah usaha pertokoan. Akuntansi
meningkatkan perekonomian Indonesia yang diperlukan pada usaha pertokoan
karena kegiatan operasional UMKM dapat meliputi pencatatan dan pelaporan keuangan.
mandiri dan tidak menanggung beban besar Melalui pencatatan dan pelaporan keuangan
akibat krisis tersebut. Dan yang membuat dapat mengetahui posisi usahanya, jumlah
UMKM lebih tangguh lagi karena tingkat piutang, hutang, persediaan, penjualan, dan
resiko yang dimiliki lebih kecil dalam laba tiap periode. Pencatatan dan pelaporan
menyalurkan dan memanfaatkan dana keuangan sangat berguna untuk proses
perbankan. pengambilan keputusan suatu bisnis untuk
melanjutkan usaha mereka.Walaupun
Salah satu tantangan utama yang dihadapi akuntansi menyediakan informasi keuangan
oleh wirausahawan UMKM adalah terkait yang penting bagi kesuksesan UMKM tetapi
dengan pengelolaan dana. Pengelolaan dana sampai saat ini masih banyak UMKM yang
yang baik merupakan faktor kunci yang dapat belum menerapkan akuntansi dalam
menyebabkan keberhasilan atau kegagalan usahanya.
UMKM. Meskipun banyak faktor lain yang
mempengaruhi UMKM tetapi persoalan- Sebagian besar pengusaha tidak mengetahui
persoalan di UMKM lazimnya muncul akibat laba yang didapatkan, mereka menjawab
kegagalan mengelola dana. Metode praktis bukan dengan nominal angka rupiah
dan manjur dalam pengelolaan dana pada melainkan dengan benda-benda berwujud
UMKM adalah dengan menerapkan akuntansi seperti motor, rumah, atau mobil. Jawaban
dengan baik. Dengan demikian, akuntansi tersebut tidak menggambarkan laba yang
menjadikan UMKM dapat memperoleh sebenarnya didapatkan oleh perusahaan
berbagai informasi keuangan yang penting karena itu merupakan salah satu penggunaan
dalam menjalankan usahanya. Informasi dana yang mungkin didanai dari laba atau
keuangan yang dapat diperoleh UMKM justru dari utang ataupun pengambilan modal
antara lain informasi kinerja perusahaan, pemilik. Karena hal itulah penulis ingin
informasi penghitungan pajak, informasi meneliti tentang penerapan akuntansi pada
posisi dana perusahaan, informasi perubahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
modal pemilik, informasi pemasukan dan khususnya usaha pertokoan di Jalan Jendral
pengeluaran kas. Sudirman Salatiga.

Inisiatif utama dalam pengelolaan dana adalah Berdasarkan latar belakang yang telah
mempraktikan akuntansi dengan baik. Dengan diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini
akuntansi yang memadai maka UMKM dapat adalah masih banyak usaha kecil yang
Informatics and Business Institute Darmajaya 1
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

kurang menyadari peranan akuntansi bagi Menurut Carl S. Warren, James M. Reeve dan
suatu usaha. Apabila akuntansi ini diterapkan Philip E. Fees (2006) Akuntansi merupakan
dengan baik dan memadai maka dapat sistem informasi yang menghasilkan laporan
membantu peningkatan usaha mereka dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dapat menghasilkan suatu laporan yang dapat mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi
dipercaya dan handal sehingga dapat perusahaan. Laporan keuangan menurut
digunakan untuk berbagai macam keperluan Ikatan Akuntan Indonesia (2000) dalam
oleh pengelola usaha. Persoalan penelitian Standar Akuntansi Keuangan terdiri dari 5
yang dibahas adalah: (lima) yaitu: neraca, laporan laba-rugi,
1. Bagaimana penerapan akuntansi laporan perubahan modal, laporan arus kas
dilakukan oleh UMKM di pertokoan dan catatan atas laporan keuangan. Laporan-
Jendral Sudirman Salatiga? laporan tersebut mempunyai fungsi masing-
2. Apa saja kendala yang menghambat masing yang berguna untuk memberikan
UMKM tersebut dalam penerapan informasi mengenai posisi bisnis suatu usaha.
akuntansi?
Laporan Laba Rugi adalah suatu ikhtisar
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendapatan dan beban selama periode
kontribusi secara tidak langsung terhadap tertentu, misal sebulan atau setahun.
UMKM dengan cara memberikan informasi Laporan ini melaporkan tentang pendapatan
mengenai kendala penerapan akuntansi yang dan beban selama periode waktu tertentu
dihadapi oleh UMKM di Pertokoan berdasarkan konsep penandingan atau
khususnya di Jalan Jenderal Sudirman matching concept yaitu dengan
Salatiga kepada Pemerintah Kota dan kepada membandingkan beban dengan pendapatan
dinas terkait sehingga laporan ini dapat yang dihasilkan selama periode terjadinya
digunakan sebagaimana mestinya untuk beban tersebut. Laporan ini juga melaporkan
meningkatkan kualitas pencatatan akuntansi kelebihan pendapatan terhadap beban-beban
untuk UMKM. Bagi perkembangan ilmu yang disebut dengan keuntungan bersih atau
akuntansi diharapkan penelitian ini bisa juga sebaliknya, jika beban lebih besar dari
dijadikan acuan dalam perkembangan ilmu pada pendapatan disebut rugi bersih.
akuntansi selanjutnya yang lebih inovatif (Warren, 2006).
sehingga akuntansi dapat diterapkan dengan
lebih efektif dan efisien oleh UMKM. Laporan Perubahan modal suatu ikhtisar
mengenai perubahan pada modal pemilik
Akuntansi yang telah terjadi selama periode waktu
tertentu seperti pada bulanan maupun
Menurut Kieso (2002), akuntansi tahunan. Laporan ini dibuat setelah laporan
didefinisikan secara tepat dengan laba rugi karena laporan laba rugi ikut
menjelaskan tiga karakteristik penting dari muncul pada laporan ini. (Warren, 2006).
akuntansi: (1) pengidentifikasian,
pengukuran, dan pengkomunikasian Neraca merupakan sebuah laporan yang
informasi keuangan tentang (2) entitas berisi daftar mengenai aset, kewajiban, dan
ekonomi kepada (3) pemakai yang modal pemilik pada tanggal tertentu. Pada
berkepentingan. Secara umum, akuntansi umumnya tanggal pada neraca menggunakan
dapat didefinisikan sebagai sistem informasi hari pada akhir bulan atau akhir tahun.
yang menghasilkan laporan kepada pihak- (Warren, 2006).
pihak yang berkepentingan mengenai
aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Laporan Arus Kas adalah laporan yang
(Warren, 2006). menggambarkan arus kas masuk dan arus
10 Informatics and Business Institute Darmajaya
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

kas keluar atau setara kas. Laporan Arus Memiliki hasil penjualan tahunan
Kas dapat memberikan informasi yang kurang dari Rp300.000.000,00
memungkinkan para pemakai untuk (tiga ratus juta rupiah)
mengevaluasi perubahan dalam Aset bersih 2. Usaha Kecil : Usaha ekonomi
perusahaan, struktur keuangan (termasuk produktif yang berdiri sendiri, yang
likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan dilakukan oleh orang perorangan atau
untuk mempengaruhi jumlah serta waktu badan usaha yang bukan merupakan
arus kas dalam rangka adaptasi dengan anak perusahaan atau bukan cabang
perubahan keadaan dan peluang. Informasi perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
Arus Kas juga berguna untuk menilai atau menjadi bagian baik langsung
kemampuan perusahaan dalam maupun tidak langsung dari usaha
menghasilkan kas dan setara kas dan menengah atau usaha besar yang
memungkinkan para pemakai memenuhi kriteria sebagai berikut :
mengembangkan model untuk menilai dan  Rp50.000.000,00 < Aset ≤
membandingkan nilai sekarang dari arus kas Rp500.000.000,00
masa depan (future cash flows) dari berbagai Memiliki kekayaan bersih lebih
perusahaan (Endif, 2009). Dalam metode dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
berbasis kas, pendapatan dilaporkan pada juta rupiah) sampai dengan paling
periode dimana kas didapatkan atau banyak Rp500.000.000,00 (lima
diterima. ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat
Akuntansi bermanfaat untuk menghasilkan usaha); atau
laporan yang berfungsi sebagai sumber  Rp300.000.000,00 < Omzet ≤
informasi utama yang menjadi dasar dalam 2.500.000.000,00
pengambilan keputusan bagi pemangku Memiliki hasil penjualan tahunan
kepentingan atau stake holder (Warren, lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
2006). ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak
Usaha Mikro Dan Kecil Menengah Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
Bentuk UMKM dapat berupa perusahaan 3. Usaha Menengah: Usaha ekonomi
perseorangan, persekutuan, seperti misalnya produktif yang berdiri sendiri, yang
firma dan CV, maupun perseroan terbatas. dilakukan oleh perseorangan atau
UMKM dapat dikategorikan menjadi tiga badan usaha yang bukan merupakan
terutama berdasar jumlah aset dan omzet anak perusahaan atau cabang
sebagaimana tercantum di Undang – perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang atau menjadi bagian baik langsung
UMKM sebagai berikut: maupun tidak langsung dengan usaha
1. Usaha Mikro : Usaha produktif milik kecil atau usaha besar yang memenuhi
perseorangan dan atau badan usaha kriteria sebagai berikut:
perseorangan yang memenuhi kriteria  Rp500.000.000,00 < Aset ≤
sebagai berikut : Rp10.000.000.000,00
 Aset ≤ Rp50.000.000,00 Memiliki kekayaan bersih lebih
Memiliki kekayaan bersih kurang dari Rp500.000.000,00 (lima
dari atau sama dengan ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta paling banyak
rupiah) Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
 Omzet ≤ Rp300.000.000,00 milyar rupiah) tidak termasuk
10 Informatics and Business Institute Darmajaya
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

tanah dan bangunan tempat sudah diperoleh melalui wawancara semi


usaha; atau terstruktur dan kuesioner.
 Rp2.500.000.000,00 < Omzet ≤  Mengidentifikasikan pencatatan dan
Rp50.000.000.000,00 pelaporan akuntansi dari setiap klasifikasi.
Memiliki hasil penjualan tahunan  Menganalisis kendala-kendala yang
lebih dari Rp2.500.000.000,00 dihadapi UMKM dalam penerapan
(dua milyar lima ratus juta rupiah) akuntansi.
sampai dengan paling banyak  Mengolah data dan membuat kesimpulan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh secara menyeluruh berdasarkan data yang
milyar rupiah). diperoleh.

2. METODE PENELITIAN
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah data primer. Data primer Obyek dalam penelitian ini adalah pertokoan
dalam penelitian ini berupa hasil wawancara yang ada di Jalan Jendral Sudirman Salatiga
dan kuesioner terhadap pemilik atau yang memenuhi kriteria sebagai UMKM
pengelola toko. Metode yang digunakan (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sesuai
dalam pengambilan sampel menggunakan undang-undang No.20 tahun 2008 tentang
convenience sampling. Dengan n (jumlah UMKM. Dari berbagai toko yang terdapat di
sampel) paling sedikit 30 (Supranto, 2009). Jalan Jendral Sudirman Salatiga, diambil
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian beberapa sampel yang akan dijadikan sumber
ini menggunakan wawancara dan kuesioner. penelitian ini untuk mewakili populasi
Proses wawancara dilakukan penulis dengan UMKM yang ada di Salatiga. Dari 60 toko
menggunakan depth interview. yang disurvey, 6 toko menolak melakukan
wawancara dan kuesioner, 3 toko datanya
Teknik analisis yang digunakan adalah tidak valid sehingga 51 toko yang memenuhi
analisis kualitatif dengan tipe deskriptif. kriteria akan diteliti secara lebih lanjut.
Penelitian dengan analisis kualitatif Sebagian besar usaha pertokoan di Jalan
merupakan penelitian yang mempunyai ciri Jenderal Sudirman Salatiga didominasi oleh
datanya dinyatakan dalam keadaan usaha kecil (64.71%). Usaha kecil tersebut
sewajarnya atau sebagaimana adanya, dengan sebagian besar dikelola sendiri (84,3%)
tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol dengan latar belakang pendidikan pengelola
atau bilangan (Nanawi dan Martini, sebagian besar merupakan lulusan tingkat
2004:174). Tipe penelitian deskriptif bertugas Sekolah Menengah Atas (37%). Penerapan
untuk melakukan representasi obyektif akuntansi yang dilakukan meliputi pencatatan
mengenai gejala-gejala yang terdapat di dan pelaporan akuntansi.
dalam masalah penelitian. Representasi itu
dilakukan dengan mendeskripsikan gejala- Untuk mengetahui apakah UMKM di Salatiga
gejala sebagai data atau fakta sebagaimana menerapkan akuntansi atau tidak maka perlu
adanya (Bungin, 2003). diketahui mengenai apa saja pencatatan yang
dilakukan oleh para pengelola usaha.
Langkah-langkah analisis yang dilakukan Berdasarkan pertanyaan yang diajukan
adalah: kepada responden mengenai pencatatan yang
mereka lakukan, hasil yang diperoleh
 Mengklasifikasikan data berdasarkan
pencatatan akuntansi, pelaporan akuntansi ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar
di bawah ini:
dan kendala bisnisnya yang menghambat
UMKM dalam penerapan akuntansi yang

10 Informatics and Business Institute Darmajaya


JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

Tabel 1. Transaksi yang Dicatat oleh Pengelola UMKM


Responden Jumlah
Transaksi yang
No. Mencatat Tidak Mencatat Responden
Dicatat
Jumlah % Jumlah % Total %
1 Penjualan 34 66,67 17 33,33 51 100
2 Pembelian 32 62,75 19 37,25 51 100
3 Persediaan 28 54,90 23 45,10 51 100
4 Kas Masuk 40 78,43 11 21,57 51 100
5 Kas Keluar 40 78,43 11 21,57 51 100
6 Biaya 31 60,78 20 39,22 51 100
7 Gaji 24 47,06 27 52,94 51 100

Sumber : Data primer yang diolah.

45
40
35 Penjualan
Jumlah Responden

30 Pembelian

25 Persediaan
Kas Masuk
20
Kas Keluar
15
Biaya
10
Gaji
5
0
Transaksi yang dicatat

Gambar 1. Transaksi yang Dicatat oleh Pengelola UMKM

Dari tabel 1 menunjukan bahwa sebagian dikelola sendiri (lihat lampiran 6). Ada 10
besar pertokoan di Jalan Jendral Sudirman responden (19,6%) yang tidak hanya mencatat
melakukan pencatatan terhadap kas masuk kas masuk dan kas keluar, maupun hanya
dan kas keluar (78,43%). Sebagian besar yang mencatat penjualan, pembelian, biaya dan
hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja gaji. Menurut pendapat pengelola, mereka
memiliki latar belakang pendidikan Sekolah hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja
Dasar sampai dengan Sekolah Menengah sudah cukup memadai untuk menjalankan
Pertama (40%) dan Sekolah Menengah Atas usahanya. Apabila kas masuk lebih besar
sampai dengan Sarjana (60%) (lihat lampiran daripada kas keluar berarti laba.
5). Sebagian besar (80,49%) yang hanya
mencatat kas masuk dan kas keluar usahanya
Informatics and Business Institute Darmajaya 1
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

Ada 11 responden (21,57%) melakukan responden (53,33%) yang mencatat gaji, yang
pencatatan transaksi penjualan, pembelian, memiliki karyawan tetapi tidak mencatat gaji
persediaan dan biaya. Hanya 8 responden beranggapan bahwa gaji sudah dimasukan
(19,51%) yang mencatat penjualan, didalam kas keluar. Ada 9 responden
pembelian, biaya, gaji dan usahanya dikelola (17,65%) yang sistem pencatatannya
sendiri. Dengan anggapan bahwa mencatat terkomputerisasi. Pengelola yang sistem
transakti penjualan, pembelian, persedian, dan pencatatannya terkomputerisasi memiliki latar
biaya dapat mengetahui lebih jelas laba atau belakang pendidikan diatas Sekolah
rugi usahanya. Sebagian besar yang Menengah Pertama. Para pengelola memiliki
melakukan pencatatan penjualan, pembelian, anggapan bahwa dengan menggunakan sistem
persediaan dan biaya memiliki latar belakang terkomputerisasi akan dapat mengurangi
pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama resiko kesalahan perhitugan persediaan.
(70%). Pada pencatatan gaji, dari 51 Laporan yang dibuat oleh responden
responden terdapat 8 responden yang tidak berhubungan dengan pencatatan yang mereka
memiliki karyawan (15,7%). Dari 43 lakukan. Berikut gambaran laporan yang
responden yang memiliki karyawan, hanya 24 dibuat oleh UKM di kota Salatiga:

Tabel 2. Laporan yang Dibuat oleh Pengelola UMKM

Laporan yang Jumlah


Membuat Tidak membuat Periodisasi
No Dibuat Responden
Responden Jumlah % Jumlah % Total % Hari Minggu Bulan
Laporan
1 34 66,67 17 33,33 51 100 26 2 6
Penjualan
Laporan
2 27 52,94 24 47,06 51 100 16 5 6
Pembelian
Laporan
3 23 45,10 28 54,90 51 100 10 3 10
Persediaan
4 Laporan Gaji 20 39,22 31 60,78 51 100 3 0 17
Sumber : Data primer yang diolah

Gambar 2. Laporan yang Dibuat oleh Pengelola UMKM

10 Informatics and Business Institute Darmajaya


JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

Berdasarkan informasi dari tabel 2 dan yang dilakukan oleh pengelola toko di jalan
gambar 2 menunjukan bahwa sebagian besar Jendral Sudirman adalah untuk pengelolaan
responden membuat laporan penjualan usaha (66.67%). Masih cukup banyak yang
(66,67%) dan laporan pembelian (52,94%). tidak membuat pelaporan usaha (15.69%).
Hal itu dikarenakan adanya anggapan bahwa Yang tidak membuat pelaporan usaha,
kegiatan utama dalam usaha pertokoan adalah sebagian besar hanya melakukan pencatatan
pada penjualan dan pembelian. Sebagian kas masuk dan kas keluar saja. Menurut
besar yang membuat laporan penjualan dan pendapat dari 7 responden (13,52%),
pembelian memiliki latar belakang pelaporan akuntansi tidak diperlukan untuk
pendidikan Sekolah menengah Atas. Semua usaha yang sistem penjualannya tidak ada
responden yang membuat laporan persediaan kepastian harga jualnya, kalau ada selisih dari
pasti membuat laporan penjualan dan laporan kas masuk dan kas keluar berarti ada laba
pembelian. Menurut anggapan pengelola usaha. Ada 6 responden (11,76%) yang
usaha pertokoan laporan persediaan dapat melakukan pelaporan penjualan pajak, 4
dibuat apabila ada laporan penjualan dan diantaranya (66,67%) masuk karegori usaha
pembelian. Dengan menghitung jumlah menengah.
persediaan awal ditambah dengan pembelian
dikurang dengan jumlah barang terjual Dari seluruh pengelola usaha, mereka sudah
diketahui sisa barang yang dapat dijual. mempunnyai catatan dan laporan, tetapi
belum ada yang sampai membuat laporan laba
Sebagian besar responden (60,78%) tidak rugi, perubahan modal dan neraca. Selama ini
membuat laporan gaji. Para pengelola yang para pengelola mengetahui adanya laba atau
memiliki karyawan dan membuat laporan gaji rugi diperoleh dari selisih antara harga
ada 21 responden (46,67%). Dari 24 penjualan dan harga pembelian. Jika selisih
responden yang melakukan pencatatan gaji, dari harga penjualan dan harga pembelian
21 responden (87,5%) tersebut juga positif menunjukan laba, jika selisih dari
melakukan pelaporan gaji. Ada 6 responden harga penjualan dan harga pembelian negatif
(11,76%) yang tidak mempunyai karyawan, menunjukan rugi, kalau ada laba berarti
jadi secara langsung juga tidak melakukan modal bertambah dan seandainya kalau rugi
pencatatan gaji dan tidak membuat laporan maka modal berkurang, para pengelola tidak
penggajian. Para pengelola usaha pertokoan mempunyai neraca, tetapi mengetahui
beranggapan bahwa dengan adanya laporan kekayaan hanya pada kas dan laporan
penggajian akan memudahkan dalam persediaan.
pengambilan keputusan apakah akan
menambah atau mengurangi jumlah
Dari penelitian ini kendala yang menghambat
karyawan.
UMKM tersebut dalam penerapan akuntansi
adalah dari segi kemampuan yang meliputi
Sebagian besar pengelola usaha membuat
Latar belakang pendidikan dan keahlian yang
laporan penjualan, pembelian dan persediaan
dimiliki oleh pemilik atau pengelola kurang
setiap hari. Ditunjukan pada usaha bisnis
memadahi, sehingga kurangnya pemahaman
handphone, dari 10 responden 7 (70%)
akan pentingnya akuntansi dalam pengelolan
diantaranya mencatat laporan penjualan setiap
usaha. Hal itu ditunjukan dari sebagian besar
harinya, 4 responden (40%) membuat laporan
pengelola usaha (37,25%) pada tingkat
pembelian dan laporan persediaan setiap
Sekolah Menengah Atas dan pada tingkat
harinya. Untuk laporan gaji, dari 20
Sekolah Menengah Pertama (25,49%).
responden yang membuat pelaporan gaji, 17
Sebagian besar pengelola usaha pertokoan
(85%) diantaranya melakukan pelaporan gaji
(94.12%) tidak pernah ikut pelatihan
setiap bulan. Sebagian besar tujuan pelaporan
Informatics and Business Institute Darmajaya 1
JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

akuntansi. Dan sebagian kecil (5,88%) yang data yang jelas tentang aset operasional yang
pernah mengikuti pelatihan akuntansi adalah digunakan, umumnya para pemilik hanya
berasal dari SMK, terutama bidang menggunakan patokan aset dengan rata - rata
Akuntansi. Sebagian besar (90,20%) pemilik aset operasional yang digunakan oleh usaha
atau pengelola toko tidak membutuhkan sejenis yang dilakukan oleh toko lain.
pelatihan akuntansi. Hanya sebagian kecil Perhitungan aset hanya diperkirakan oleh
pemilik saja (9.80%) yang merasa butuh akan pemilik atau karyawan pengelola toko saja.
akuntansi dikarenakan adanya keinginan Para pemilik toko yang tidak mengijinkan
untuk memajukan usahanya. Dari segi penulis melakukan survey juga membatasi
pengelola sebagian besar dikelola oleh kelengkapan data yang dibutuhkan dan
pemilik sendiri (84,3%) dan pengalaman lama adanya subyektivitas dari penulis.
yang menunjukan meskipun tidak
menggunakan akuntansi usaha dapat berjalan. Dalam penelitian ke depan sebaiknya
Pemilik menganggap bahwa penerapan bersama-sama dengan pemerintah kota dalam
akuntansi hanya diperlukan untuk usaha yang hal ini khususnya dinas koperasi mengadakan
tidak dikelola sendiri. Menurut 26 responden penelitian ini secara mendalam terhadap
(50,98%) yang usahanya sudah berdiri lebih UMKM. Dari informasi yang terkumpul
dari 10 tahun menunjukan meskipun tidak digunakan untuk memberikan pelatihan
menggunakan akuntansi, tetapi usaha dapat akuntansi kepada para UMKM. Hasilnya
berjalan. diharapkan akan sama - sama menguntungkan
antara UMKM dan pemerintah.
4. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian ini ditarik kesimpulan
Bungin, Burhan, 2003, Analisis Data
bahwa pencatatan yang dilakukan meliputi
Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja
pencatatan penjualan (66,67%), pembelian
Grafindo Persada
(64,70%), persediaan (52,94%), kas masuk
(78,43%), kas keluar (78,43%), biaya Endif, 2009, “Penerapan Akuntansi untuk
(60,78%) dan gaji (47,06%). Pelaporan UKM”,
akuntansi dilakukan hanya sebatas untuk http://www.penerapanakuntansiuntuku
kepentingan pengelolaan usaha. Sebagian km.com. diakses Tanggal 29 Mei
besar laporan yang dibuat oleh pengelola 2010.
usaha adalah Laporan penjualan (66,67%), Ihalauw, John J.O.I. 2000. Bangunan Teori.
laporan pembelian (52,94%), laporan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
persediaan (45,10%) dan laporan gaji Satya Wacana, Salatiga.
(41,18%). Kendala yang menghambat
UMKM tersebut dalam penerapan akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia, 2000, Standar
antara lain: Dilihat dari segi kemampuan yang Akuntansi Keuangan, Jakarta,
meliputi latar belakang pendidikan yang Salemba Empat
kurang memadahi, belum pernah mengikuti Nanawi dan Martini. 2004. Penelitian
pelatihan akuntansi dan kebutuhan akuntansi Terapan. Yogyakarta: Universitas
masih kurang memadahi dan dari segi Gajah Mada.
pengelola belum ada kebutuhan terhadap
penerapan akuntansi. Raja, Oscar, Ferdy Jalu, dan Vincent D’ral,
2010. Kiat Sukses Mendirikan dan
Hal lain yang membatasi penelitian ini adalah Mengelola UMKM. Jakarta: Lpress
tentang keakuratan data. Karena tidak ada

10 Informatics and Business Institute Darmajaya


JMK, Vol 10 No. 2, September 2012 Elisabeth PK, Paskah Ika Nugroho dan Chandra Arifin

Supramono, S. 2001. Metode Penelitian.


Jakarta : Erlangga
Supranto, Johanes. 2009. Statistik Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Erlangga
Warren, Carl S., James Reeve dan Philip E.
Fees, 2006, Pengantar Akuntansi,
Edisi Dua Puluh Satu, Jakarta:
Salemba Empat

Warsono, Sony, Arif Darmawan, dan


M.Arsyadi Ridha, 2010. Akuntansi
UMKM Ternyata Mudah Dipahami
dan Dipraktikkan. Asgard Chapter
Yogyakarta.

10 Informatics and Business Institute Darmajaya

Anda mungkin juga menyukai