Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337857224

SEJARAH SASTRA INDONESIA: SEBUAH PERMULAAN

Book · May 2019

CITATIONS READS

0 3,222

1 author:

Ahsani Taqwiem
Universitas Lambung Mangkurat
27 PUBLICATIONS 8 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teori Sastra View project

Pendidikan View project

All content following this page was uploaded by Ahsani Taqwiem on 10 December 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN

AHSANI TAQWIEM

CV. IRDH
SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN

Penulis : Ahsani Taqwiem


Perancang Sampul : Rojagid Ariadi Mohammad
Penata Letak : Laila Nur Hayati
Penyunting : Cakti Indra Gunawan
Pracetak dan Produksi : Yohanes Handrianus Laka

Hak Cipta © 2019, pada penulis


Hak publikasi pada CV IRDH
Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari
buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan pertama Mei 2019


Penerbit CV IRDH
Anggota IKAPI No. 159-JTE-2017
Office: Jl. Sokajaya No. 59, Purwokerto
New Villa Bukit Sengkaling C9 No. 1 Malang
HP / WA 081333252968 / 089621424412
www.irdhcenter.com
Email: buku.irdh@gmail.com

ISBN 978-602-0726-73-1
i-xiiint + 54 hlm, 25.7 cm x 18.2 cm
BAB 1
SASTRA DAN ILMU SASTRA

A. PENDAHULUAN
Sebelum membicarakan sejarah sastra Indonesia lebih jauh,
mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan mengenai
hakikat sastra sebagai sebuah ilmu. Alternatif pemaknaan sastra yang
disajikan di dalam bab ini semoga dapat menambah kekayaan
pemahaman mahasiswa terhadap hakikat sastra. Buku ini dilanjutkan
dengan uraian dan definisi mengenai sejarah sastra. Diharapkan
mahasiswa dapat memahami secara komprehensif mengenai sejarah
sastra dan hubungannya dengan teori dan kritik sastra.
B. SASTRA SEBAGAI ILMU
Sastra sering dianggap sebagai sesuatu yang istimewa sekaligus
unik atau bahkan aneh. Hal ini dirasakan ketika kita merasa mengerti apa
itu sastra namun kebingungan untuk mewujudkannya dalam sebuah
konsep dengan definisi yang tegas dan jelas.
Salah satu batasan sastra yang paling umum adalah
medefinisikan sastra sebagai sesuatu yang tertulis atau tercetak. Definisi
ini membuka kesempatan bahwa sastra tidak hanya terbatas pada belles-
letters, manuskrip cetakan atau tulisan. Di dalamnya bisa saja termasuk
teks-teks kedokteran atau bahkan ilmu sihir di Inggris dan New England.
Hal ini menurut Edwin Greenlaw seorang teorikus sastra Inggris,
disebabkan karena sastra berkaitan erat dengan bahkan identik dengan
sejarah kebudayaan. Pemikiran semacam ini pada akhirnya
mengaburkan studi sastra murni. Kriteria-kriteria di luar sastra akan

AHSANI TAQWIEM
1 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
masuk sepanjang bermanfaat bagi disiplin ilmu lain. Menyamakan sastra
dengan sejarah kebudayaan berarti menolak studi sastra sebagai bidang
ilmu dengan metode-metodenya sendiri (Wellek dan Warren, 2013).
Konsep belles-letters dibawa ke Nusantara dengan padanan
susastra sebagai sebutan untuk tulisan dengan kategori yang indah.
Sastra dirunut berasal dari bahasa Sanskerta dengan akar kata hs- sebagai
kata kerja turunan berarti mengarahkan atau mengajar sedangkan
akhiran -tra menunjukkan alat untuk mengajar atau buku instruksi.
Awalan su- berarti baik atau indah. Dari penjelasan ini dapat dipahami
mengapa susastra sering dipadankan dengan belles-letters (Teeuw,
1984)
Tentu saja batasan ini memiliki celah untuk dibahas sebab indah
dan tidak indah sifatnya sangat personal. Sebuah karya dikatakan sastra
jika dia termasuk kategori mahakarya (great books). Pertimbangan
utama menentukan sebuah teks sastra dengan menempatkan nilai estetis
sebagai parameter utama. Padahal di satu sisi konsep indah tidak adalah
ranah penilaian secara personal. Aspek keindahan karya sastra ini sering
membuat banyak tulisan yang sebenarnya tidak termasuk dalam ranah
sastra dikatakan sebagai sebuah karya sastra. Kitab ajaran kepercayaan,
silsilah kerajaan, dan hukum adat seringkali dimasukkan serta merta
sebagai sebuah karya sastra.
Istilah belle-letters dan literature masih terpisah dan berbeda
sampai saat menjelang Perang Dunia II. Belle-letters adalah sastra yang
mutunya benar-benar tinggi, sedangkan literature adalah sastra biasa.
Karena mutu belle-letters benar-benar tinggi, maka belle-letters
dianggap identik dengan sastra klasik. Maka klasik tidak lain adalah
kelas atu yang kemudian ditafsirkan kuno karena mampu bertahan

AHSANI TAQWIEM
2 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
melampaui berbagai zaman. Literature atau sastra biasa kemudian
memunculkan pembagian antara sastra serius dan sastra hiburan (Darma,
2004)
Teeuw (1984) menyinggung beberapa istilah untuk menjelaskan
konsep sastra di beberapa tempat seperti Literature (Inggris), Literatur
(Jerman), Litterature (Perancis). Istilah tersebut ditelusuri berasal dari
kata Litteratura (Latin). Litteratura berasal dari grammatika; litteratura
dan grammatika yang masing-masing merujuk pada kata littera dan
gramma yang berarti huruf (tulisan; letter). Budaya Barat mengenal
istilah belles-letters, pengertian ini memang mewakili sastra dalam aspek
penggunannya di dalam masyarakat pada zamannya.
Sastra sebagai sebuah seni berkutat pada ruang lingkup
kreativitas penciptaan, sedangkan sastra sebagai sebuah studi berkutat
pada sisi keilmuan yang memerlukan kerangka berpikir ilmiah dengan
sastra sebagai objeknya. Sebagai sebuah seni sastra memiliki kedudukan
yang sejajar dengan bentuk-bentuk kesenian lain. Sastra sebagai seni
menonjolkan aspek-aspek estetik yang sekaligus menjadi pintu bagi
upaya-upaya penelitian yang meposisikan sastra sebagai sebuah seni.
Kontras dengan usaha memahami sastra dengan menempatkan sastra
sebagai ilmu yang lebih mengedepankan logika ilmiah.
Memahami sastra sebagai sebuah ilmu memiliki implikasi yang
menjadikan posisinya sama layaknya cabang pengetahuan yang lain.
Sastra sebagai ilmu, sebutan untuk membedakannya dari sastra sebagai
sebuah seni, dalam perkembangannya diklasifikasian menjadi tiga ranah
yang meliputi sejarah sastra, teori sastra, serta kritik sastra. Ketiganya
adalah sebuah sistem sastra yang saling terhubung satu sama lain.
Sebagai sebuah sistem perubahan satu aspek akan berpengaruh terhadap

AHSANI TAQWIEM
3 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
aspek lain. Sejarah sastra memandang bahwa sastra adalah bagian dari
sejarah yang dapat disusun secara kronologis, teori membahas bangunan
pemikiran yang mengedepankan aspek keilmiahan sastra, sedangkan
kritik terjun langsung membahas sebuah karya secara spesifik.
Sastra dan studi sastra dapat tumpang tindih. Sebagai contoh,
tengoklah kritik sastra H.B. Jassin terhadap sajak-sajak Chairil Anwar.
Karena dalam kritik-kritik itu H.B. Jassin menganalisis sajak-sajak
Chairil Anwar, maka apa yang dilakukannya tidak lain adalah studi
sastra. Melalui kritiknya H.B. Jassin berusaha mempertahankan
argumentasi-argumentasinya dengan logika yang benar (correct).
Namun, karena kritik-kritik sastra itu ditulis sedemikian rupa sehingga
memenuhi syarat untuk dianggap sebagai karya seni yang memiliki
aspek estetika. Maka tulisan-tulisan H.B. Jassin dapat disebut sebagai
sastra. (Darma, 2004)
Puisi, drama, dan novel adalah contoh karya sastra sebab berpijak
pada proses kreativitas dan penciptaan. Di sisi lain kritik sastra juga
memiliki alasan yang kuat jika ingin menyebut dirinya sebagai sebuah
karya sastra. Kritik sastra diciptakan dalam bentuk esai dengan tujuan
untuk menanggapi sebuah karya. Sisi penciptaan dan aspek-aspek
estetika itulah yang membuatnya layak disebut sebagai bagian dari karya
sastra.
Ada teori yang membagi sastra menjadi dua jenis, sastra serius
(interpretative literature) atau sastra interpretative dan sastra hiburan
(escape literature) atau sastra pop. Sastra serius cenderung merangsang
pembaca untuk menafsirkan atau mengiterpretasikan karya sastra itu,
sedangkan sastra hiburan adalah karya sastra untuk melarikan diri
(escape) dari kebosanan, dari rutinitas sehari-hari, atau dari masalah

AHSANI TAQWIEM
4 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
yang sukar diselesaikan. Sastra hiburan, dengan demikian, sifatnya
menghibur dan karena itu banyak digemari. Karena banyak digemari
itulah, sastra hiburan juga dinamakan sastra pop, yaitu sastra yang
populer. (Darma, 2004)
Istilah lain dalam dunia sastra adalah sastra kanon. Terlepas dari
sebuah karya termasuk belle-letters atau literature, semua karya sastra
tersebut dapat dikategorikan sebagai sastra kanon. Dalam bahasa Arab,
kanun berarti hukum atau aturan (Darma, 2004). Karya sastra yang
termasuk kanon dapat diibaratkan sebagai sesuatu yang sudah dijadikan
standar untuk menilai karya sastra lain. Karya kanon menjadi acuan dan
aturan serta seringkali menjadi kiblat bagi perkembangan sastra
selanjutnya.
Moeliono (dalam Junus, Andi Muhammad dan Andi Fatimah
Junus, 2016) pernah menawarkan pembagian istilah yang lebih spesifik
untuk membedakan istilah sastra, susastra, dan kesusastraan khususnya
di Indonesia. Batasan yang ditawarkannya adalah:
a. Istilah sastra dipakai sebagai istilah umum yang memiliki
keterkaitan dengan ilmu. Fakultas sastra misalnya memberikan
kesan bahwa di fakultas itu dipelajari ilmu-ilmu sastra.
b. Istilah susastra dipakai untuk merujuk pada hasil karya sastra yang
kongkrit. Istilah ini mungkin sama dengan konsep literature dan
belies-lettres.
c. Istilah kesusastraan dipakai untuk mengacu pada pengabstrakan
sastra. Misalnya teori kesusastraan dan sebagainya.
Awalnya istilah kesusastraan lebih banyak dipakai oleh
sastrawan dan kritikus bahkan menjadi nama sebuah lembaga seperti
Direktorat Bahasa dan Kesusastraan. Belakangan kecederungan ini

AHSANI TAQWIEM
5 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
bergeser menjadikan istilah sastra yang lebih banyak digunakan. Hal ini
disebabkan bahwa konsep sastra sudah mencakup apa yang dimaksud
dengan istilah kesusasteraan.
Keistimewaan sastra sehingga tidak ada satu definisi final dan
tunggal menjadikanya selalu terbuka akan kemungkinan-kemungkinan
alternatif penafsiran, tergantung dari kebutuhan sosial masyarakat yang
menetukan jenis teks sastra apa yang mereka inginkan atau ingin mereka
anggap sebagai sastra. Beragam sudut pandang dan titik tolak dalam
menilai dan mempelajari sastra di sisi lain memang melelahkan namun
sekaligus memperkaya sastra itu sendiri. Kemultidisiplinan yang
dimilikinya menjadi kelebihan tersendiri sehingga potensi sastra menjadi
sesuatu yang stagnan agaknya berkurang.
Banyaknya usaha penafsiran yang dilakukan menguntungkan
para pembelajar, peneliti, dan penikmat sastra serta bagi sastra itu
sendiri. Batasan yang beragam menjadi pilihan untuk menemukan
definisi yang paling pas menurut kebutuhan personal atau keperluan
akademis. Bagi para ilmuwan tentu saja definisi yang dipilih diharapkan
mampu menjadi batu pijakan melakukan riset melalui serangkaian
argumentasi ilmiah yang kuat dan meyakinkan. Pilihan-pilihan tersebut
tentu menghasilkan implikasi yang berbeda dan beragam. Keputusan
memilih satu pendapat atau bahkan menggabungkan beberapa definisi
sastra harus dibarengi dengan pengetahuan dan alasan-alasan logis agar
dapat dipertanggungjawabkan.
C. DEFINISI SEJARAH SASTRA
Sejarah sastra adalah salah satu dari tiga cabang ilmu sastra selain
teori dan kritik sastra. Pemahaman akan sejarah sastra sangat penting
sebab ketiga aspek studi sastra saling menopang satu sama lain. Secara

AHSANI TAQWIEM
6 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
sederhana sejarah sastra melihat sastra dari sudut pandang kesejarahan.
Beberapa hal yang dibicarakan di dalamnya antara lain asal usul,
perkembangan, dan ciri estetik sebuah karya sastra dari waktu ke waktu.
Hal ini menyebabkan seringkali sejarah sastra memberikan batasan agar
tetap fokus dan menjaga ruang lingkup bahasannya agar tidak terlalu
luas. Sering kita lihat istilah sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra
Inggris, sejarah sastra Eropa, sejarah sastra Jawa, sejarah sastra Banjar,
dan lain-lain.
Tidak mungkin teori sastra dapat berdiri tanpa sejarah dan kritik.
Saat membicarakan teori maka sebenarnya di dalamnya terdapat bagian-
bagian kritik dan sejarah yang turut membangun sebuah teori. Begitu
juga ketika kita berusaha membicarakan sebuah kritik sastra. Saat
membangun sebuah kritik kita memerlukan teori dan sejarah sebagai
batu pijakan dalam melakukan ulasan mendalam. Membicarakan sejarah
pun tidak bisa melepaskan diri dari proses teori dan kritik yang membuat
sebuah karya memiliki keunikan dari karya yang lain.
Secara etimologi istilah sejarah dapat ditelusuri dalam kosakata
bahasa Arab syajarah (syajaratun) yang berarti pohon. Sedangkan
konsep sejarah dalam bahasa Arab memili kata sendiri yaitu tarikh.
Penelusuran lain mendapati bahwa konsep sejarah juga dekat dengan
bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai.
Beberapa istilah dengan konsep yang dekat antara lain geschichte dalam
bahasa Jerman, gescheiedenis dalam bahasa Belanda, historie dalam
bahasa Prancis, dan stori dalam bahasa Italia.
Sejarah sastra jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas akan
menjadi semacam cerminan kebudayaan masyarakat bahkan sebuah
bangsa. Sastra yang dipahami sebagai hasil kebudayaan akan menjadi

AHSANI TAQWIEM
7 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN
alternatif cara memahami peristiwa dan pemikiran yang mempengaruhi
perkembangan sebuah bangsa. Jika konteksnya kita tarik dalam kontek
bangsa Indonesia, maka sejarah sastra Indonesia akan menjadi cara untuk
melihat bagaimana karya-karya yang pernah terbit, siapa saja para
pengarangnya, konflik dan permasalahannya apa yang muncul di dalam
karya tersebut, serta banyak hal lain yang menjadi penting sebagai
sebuah pondasi sejarah melihat Indonesia secara utuh.
Sejarah sastra tentu memiliki perbedaan misalnya jika
dibandingkan dengan sejarah politik. Sejarah umum menjadikan fakta,
data, dan bahan-bahan lain yang mampu menjelaskan masa lampau
sebagai dasar pertimbangan. Selanjutnya semua data tersebut akan
disusun secara kronologis dan saling melengkapi satu sama lain.
Sedangkan sejarah politik sering meletakkan sebuah peristiwa sebagai
acuannya. Hal ini seringkali bersifat objektif sebab mengandalkan
pendapat seseorang dalam menempat dan menilai sebuah peristiwa
dalam kurun waktu perjalanan politik tertentu.
Sejarah sastra berangkat dari karya yang sifatnya kongkrit.
Karya-karya sastra tersebut dipandang membawa nafas dari zaman yang
diwakilinya. Naskah-naskah lama atau bahkan terbitan terbaru menjadi
tolak ukur dalam memandang sejarah. Karena sifat sebuah karya yang
sangat universal dan mengandung nilai, sebuah karya menjadi penting
ketika karya tersebut menjadi karya kanon yang merepresentasikan
sebuah ide atau konsep zaman tertentu.
Permasalah dari titik tolak di atas adalah unsur subjetivitas dalam
memandang sebuah karya sastra. Setiap pembaca sastra memiliki standar
yang sifatnya pribadi sehingga ketika terjadi dialektika maka ada
beragam versi saat membicarakan satu karya. Memahami persoalan

AHSANI TAQWIEM
8 SEJARAH SASTRA INDONESIA:
SEBUAH PERMULAAN

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai