Anda di halaman 1dari 3

NAMA: WIDYAWATI HABARY

NIM: 23131052
KLS: PAI 2
BAHASA INDONESIA
TUGAS 1: PENGENALAN ADAT DAN BUDAYA KEC.SAHU/SUKU SAHU

Menurut cerita warga Sahu, nama Sahu diberikan oleh Kesultanan Ternate.
Nama itu diberikan karena Konon pada saat itu seorang utusan dari sahu sangaji atau orang
yang memimpin daerah sahu dalam bidang pemerintahan kesultanan saat itu/kepala camat
untuk saat ini menemui sang Sultan tepat diwaktu Sahur,sultan pun berkata dalam bahasa
ternate " hara kane si jou sahur, jadi kane suku ngana si golo ngana jiko sahu" sehingga Sultan
memanggil mereka sebagai Orang Sahu kecamatan Sahu dan kecamatan Sahu
Timur, Kabupaten Halmahera Barat, provinsi Maluku Utara. Wilayah sahu awal nya bernama
Ji'o japung malamo(daerah cekungan besar).
Suku Sahu memiliki struktur masyarakat yang terdiri dari struktur masyarakat pada masa
kesultanan dan pada masa kini. Struktur masyarakat pada masa kesultanan Ternate yaitu:
Walasae sbg Marga pimpinan; hanya dari rumpun Walasae yang menjadi pimpinan dalam
masyarakat suku Sahu. Kapita Sebagai panglima perang, Walangatom sbg Marga prajurit, Jou
atau Olan ma balas sbg Pegawai kesultanan; tugasnya mengumpulkan upeti. Jou guru /
Gomater: Bertugas dalam bidang keagamaan (pemimpin ritual). Khalifa: Pendamping Gomater;
tugasnya mempersiapkan berbagai perlengkapan dalam setiap upacara di bidang keagamaan.
Ngoarepe: Masyarakat. Sedangkan struktur masyarakat Suku Sahu saat ini yaitu: Fomanyira:
Pemimpin Gam (desa) atau pemimpin masyarakat. Gam Makale: Merupakan institusi
masyarakat yang anggotanya terdiri dari Walasae dan Walangatom; tugasnya adalah mengatur
dan menegakkan hukum-hukum adat. Babamasohi: Tua-tua kampung; Mereka mendampingi
dan memberikan legitimasi kepada Gam Makale dalam mengatur dan menegakkan hukum
adat. Ngoarepe: Masyarakat.
Selain itu ada juga tarian yang berasal dari suku sahu yaitu Tari Legu Sahu berasal dari kata
“Legu” yang artinya “pesta”. Sehingga Legu Sahu berarti pesta masyarakat Sahu atau Pesta
perayaan panen padi yang diadakan setiap tahun. Tarian rakyat ini merepresentasikan luapan
kegembiraan rakyat saat panen padi. Tarian ini menggambarkan rasa syukur rakyat akan
kesuksesan panen padi. Ketika peran tari Legu sahu sebagai hadiah dalam ulang tahun Sultan
Ternate maupun dalam penyambutan Sultan atau tamu kebesaran, tarian ini menjadi tarian
yang bersifat formal. Dalam gerakan tarian penari pria, terdapat gerakan kaki berupa ayunan
kaki ke depan, ke samping kiri dan ke belakang yang menggambarkan pembersihan rumput
pada jalan yang akan dilalui. Sedangkan gerakan pada tarian yang dibawakan oleh penari
wanita melambangkan rasa kasih sayang satu dengan yang lainnya, serta gerakan bergeser ke
kiri dan ke kanan menggambarkan aktivitas menginjak padi saat selesai panen. Gerakan yang
menunjukkan interaksi antara penari pria dan wanita dalam tarian melambangkan keakraban,
kebersamaan dan kegembiraan dalam suasana pesta rakyat yang sedang dirayakan.
Pada tarian Legu Sahu tidak terdapat syair pengiring dan hanya mempergunakan alat musik
tradisional. Alat music yang dipakai dalam mengiringi tarian ini adalah tifa atau dalam bahasa
setempat dikenal dengan kata didiwang dan gong besar serta gong kecil yang disebut juga
kenong.

Rumah Adat Sasadu.


Sasadu merupakan bangunan yang mencerminkan jiwa masyarakat Sahu, yang memiliki enam
jalan masuk dan keluar tanpa memiliki daun pintu. Hal ini melambangkan keramahan
masyarakat Sahu; terbuka dan mau menerima siapa pun yang berkunjung ke rumah atau
wilayahnya. Untuk membangun rumah adat ini, tidak boleh sembarangan. Membangunnya
harus dari arah Timur ke Barat, dan material kayu yang dipakai juga kayu dan bambu tertentu.
Jika diperhatikan, sangat menarik bahwa bagian keempat sisi rumah yang digunakan sebagai
pintu masuk, dibuat lebih rendah dibandingkan rumah pada umumnya. Hal ini punya makna
supaya orang yang bertamu harus tunduk dan hormat kepada adat istiadat dan sesama.
Rumah ini dibangun menggunakan paku, kayu dan tali. Sebagai contoh, atap Sasadu yang
terbuat dari daun Sagu diikat dan dipaku. Ini melambangkan kebersamaan Suku Sahu. Dari
desainnya, rumah adat Sasadu berbentuk Burung Garuda berkepala dua yang sedang
mengerami telurnya. Burung Garuda ini melambangkan Kesultanan Ternate. Filosofinya adalah
rumah adat Sasadu dianggap sebagai pelindung Suku Sahu.
Suku Sahu, membangun rumah adatnya dengan satuan ukuran tertentu yang diambil melalui
keputusan adat. Sasadu terdiri atas delapan tiang utama. Dulu saat pertama kali Sasdu
dibangun, ukuran tinggi tiang bukan berdasarkan meteran melainkan berdasarkan tinggi tubuh
satu perempuan. Jadi, perempuan tersebut berdiri kemudian ditambah posisi duduk dan
sembilan kepalang di atasnya.
Meskipun tidak menggunakan meteran, delapan tiang ini memiliki tinggi yang sama. Dulu lantai
sasadu terbuat dari tanah yang dikeraskan, namun sekarang telah berganti menjadi lantai dari
campuran semen dan pasir. Di atas lantai, dibangun enam buah kursi panjang yang disebut
dego-dego dan empat buah meja panjang yang disebut tataba.

Adat orom sahu.


Sasadu menjadi tempat berkumpulnya warga untuk bermusyawarah dan merayakan pesta
panen raya padi. Perayaan panen padi bisa berlangsung selama tujuh hingga sembilan hari.
Selama perayaan ini, musik khas, dan makanan disajikan tidak pernah putus. Konon, kabarnya
jika kita sudah berada di dalam Sasadu, kita tidak pernah merasa kenyang.
Orom Sasadu merupakan upacara adat atau tradisi yang dilakukan masyarakat Halmahera Barat
khususnya suku Sahu. Tradisi ini mempunyai nilai luhur yang kental dan memiliki makna yang
mendalam. Tradisi berupa pesta makan bersama ini dinamakan Orom Sasadu.
Orom berarti makan, sementara sasadu berarti rumah adat. Masyarakat Sahu menggelar Orom
Sasadu dua kali setahun. Ritual pertama biasanya digelar bulan Januari setelah selesai
menanam.
Dalam ritual itu, hanya digelar makan kecil yang tidak melibatkan banyak orang. Setelah panen,
baru digelar makan besar. Biasanya pada bulan Agustus.
Meski dalam beberapa tahun terakhir, Orom Sasadu digelar pada sekitar bulan Mei dalam
rangkaian acara Festival Teluk Jailolo. Menurut kepercayaan asli Suku Sahu, digelarnya ritual
Orom Sasadu akan mendatangkan hasil yang berlimpah pada musim panen berikutnya.
Salah satu keunikan ritual Orom Sasadu adalah durasinya yang bisa sangat panjang. Di masa
silam, ritual ini berlangsung selama 7 hari 7 malam, 5 hari 5 malam, 3 hari 3 malam, atau cuma
semalam, tergantung dari hasil panen yang diperoleh. Jumlah hari pelaksanaan ritual mesti
ganjil.
Dulu, ritual makan bersama ini sangat ajaib. Selama acara yang berlangsung berhari-hari itu,
mereka yang merayakannya tidak merasa mengantuk meski tidak tidur sama sekali. Mereka
tidak merasa kenyang, meski makan terus-menerus sambil bernyanyi dan menari .Mereka juga
tidak mabuk, meski banyak meminum ciu (minuman keras tradisional khas Halmahera Barat).
Meminum ciu menjadi keharusan bagi semua orang yang hadir dalam acara adat ini.Salah satu
makanan yang khas yang disajikan dalam acara makan bersama ini adalah nasi cala atau nasi
kembar. Nasi yang dibungkus daun pisang ini dimasak dengan cara dibakar menggunakan
bambu. Ada makna khusus di balik menu tradisional ini. Nasi kembar melambangkan
perdamaian, persatuan, serta gotong royong dan saling tolong-menolong antara Suku Sahu
Talai dan Sahu Padisuwa.
Dengan demikian, tradisi yang telah berusia ratusan tahun ini juga memiliki fungsi untuk
mempersatukan masyarakat serta menjaga kedamaian daerah setempat

Anda mungkin juga menyukai