Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

ESTETIKA

Disusun oleh :

Nama : Mohamad Irvan Nasrullah (1201619022)

Kelas : 3 PB 1

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021
TRADISI PASOLA (NTT)
Salah satu keindahan budaya dan keberagaman dari Suku Sumba, Sumba Barat, Nusa
Tenggara Timur yaitu tradisi Pasola. Tradisi Pasola adalah Sebuah permainan ketangkasan
dengan saling melempar lembing yang terbuat dari kayu. Dalam tradisi ini, wisatawan bisa
menyaksikan langsung atraksi perang tombak antar suku dengan menunggang kuda. Tombak
yang digunakan juga bukan tombak yang tajam, namun tetap saja akan ada yang terluka,
entah Kuda tunggangan ataupun para peserta Pasola.
PENGERTIAN
Secara etimologi, kata “Pasola” berasal dari kata “sola” atau “hola”, maknanya
sebuah “tombak kayu” atau “lembing”. Setelah mendapat imbuhan “pa” menjadi paduan kata
“Pasola” atau “pahola”, yang berarti sejenis permainan uji ketangkasan dengan cara
menggunakan dan melemparkan lembing kearah depan atau lawan yang saling
berhadaphadapan antar muka. Hola yang digunakan sebagai tongkat kayu berukuran panjang
sekitar 1,5 meter.
Pasola menjadi satu kesempatan masyarakat untuk reuni dengan keluarga, yang telah
keluar atau merantau dari kampung adatnya masing-masing. Pada saat puncak ritual marapu
yang disebut Pasola inilah mereka dapat berkumpul dengan keluarga, dan merayakan Pasola
dan pada kesempatan tersebut mereka dapat melakukan penghormatan terhadap leluhur
mereka, dengan memberikan persembahan berupa sirih dan pinang pada kubur batu leluhur
keluarga mereka.
SEJARAH
Tradisi ini tidak lepas dari kisah seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di
Kampung Waiwuang. Ia adalah janda dari Almarhum Umbu Dulla, dan kemudian
mempunyai suami bernama Umbu Amahu salah satu pemimpin kampung itu. Kemudian
Umbu Amahu pergi mengembara dengan dua pemimpin lainnya yaitu Ngongo Tau Masusu
dan Bayang Amahu. Karena tak kunjung kembali, tiga pemimpin tersebut dianggap telah
meninggal.
Pada masa itu Rabu Kaba terpikat oleh pria lain dari kampung Kodi, Teda Gaiparona.
Namun cinta mereka tak direstui oleh keluarga sehingga mereka memutuskan untuk kawin
lari. Suatu ketika, tiga pemimpin kampung Waiwuang kembali termasuk Umbu Amahu
suami Rabu Kaba. Rabu Kaba yang sudah jatuh cinta dengan Teda Gaiparona tidak ingin
kembali dengan Umbu Amahu. Akhirnya Umbu Amahu memerintahkan warga Waiwuang
untuk mengadakan tradisi menangkap nyale(cacing laut) dan Pasola untuk melupakan
kesedihan tersebut.
PELAKSANAAN
Tradisi ini biasanya akan terlaksana pada bulan Februari atau Maret, namun tanggal
pastinya yang menentukan ialah seorang Rato (tokoh adat). Permainan pasola diadakan di
empat kampung di kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut adalah Kodi,
Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pelaksanaan pasola di keempat kampung ini dilakukan
secara bergiliran
Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat tersebut dilaksanakan pada waktu
bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar ditepi
pantai. Para Rato (pemuka suku) kemudian akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi
hari, setelah hari mulai terang. Setelah nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke
majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila
nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan
kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan
malapetaka. Setelah itu barulah penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat.
Maka selanjutnya Pasola akan berlangsung pada bentangan padang yang luas. Seluruh
warga dari kedua kelompok yang bertanding dan masyarakat umum akan hadir dan melihat
pertandingan tersebut. Pada waktu ritual pertandingan Pasola ini masyarakat setempat yang
ingin menyaksikan Pasola biasanya mengenakan pakaian adat daerah Sumba, dengan
memakai kain khas daerah Sumba. Pasola diikuti oleh lebih dari 100 orang pemuda dari
masing-masing kelompok, mereka bersenjatakan tombak berujung tumpul berdiameter 1,5
cm.
PERLENGKAPAN
- Hola
Tombak kayu, berupa lembing yang biasanya terbuat dari kayu kandangar, timbullawu,
kayu kopi. Sebagai senjata, para peserta Pasola akan berbekal tombak kayu dengan
diameter sekitar 1,5 cm sampai 3 cm. Ujung tombak atau lembing yang digunakan harus
tumpul dan tidak tajam.
- Kuda Sandelwood
Kuda Sandalwood atau Kuda Sandel merupakan kuda pacu asli dari Indonesia yang
dikembangkan di Pulau Sumba. Kuda Sandel ini mempunyai postur yang cenderung
lebih rendah dibandingkan kuda ras Amerika dan Australia. Konon kuda ini hasil
persilangan dari Kuda Arab dengan Kuda poni lokal.
Keistimewaan dari kuda ini terletak pada kecepatan dan daya tahannya. Sehingga
menjadikan kuda Sandalwood atau Sandel menjadi salah satu kuda poni terbaik di
Indonesia.
- Kostum Kapotah
Kostum ini terbuat dari kain atau kulit kayu, atau bisa juga menggunakan ikat kepala dari
kain biasa, selempang berupa kain. Seorang yang akan berlaga tentu sudah
mempersiapkan segala sesuatunya seperti halnya atribut-atribut atau kostum yang
dipergunakan dalam Pasola.
NILAI NILAI YANG TERKANDUNG
- Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan yang terkandung dalam Pasola berupa permohonan doa kepada Tuhan
agar diberikan kekuatan dan keselamatan dalam pertandingan serta setelah pelaksanaan
Pasola selesai diharapkan Tuhan atau Ilahi yang tertinggi dapat memberikan
kesejahteraan dan keselamatan untuk semua masyarakat, dengan memberikan hasil
panen yang melimpah kepada masyarakat Sumba. Bagi Rato dan peserta Pasola itu
sendiri berdoa dilakukan agar pertandingan berjalan dengan lancar dan selamat dari awal
hingga akhir
- Nilai Kebersamaan
Nilai kebersamaan terkandung dalam Pasola terlihat pada kebersamaan masyarakat
dalam persiapan maupun dalam pelaksanaannya. Sebagai masyarakat agraris, mereka
menjunjung tinggi aspek kebersamaan baik dalam pengerjaan lahan maupun panen
memerlukan bantuan anggota masyarakat lain. Dalam Pasola mereka bahu membahu
mengerjakan semua keperluan dalam ritual adat, karena mereka berkeyakinan bahwa apa
yang mereka lakukan adalah untuk semua lapisan masyarakatnya.
- Nilai Disiplin
Nilai disiplin dalam Pasola dapat terlihat pada berbagai macam aturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang wajib diikuti oleh peserta Pasola. Setiap peserta diharuskan
disiplin untuk mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disepakati bersama atau yang
telah ada dan telah dilaksanakan secara turun temurun. Dalam aturan Pasola Peserta
harus menggunakan lembing yang tumpul, tidak diruncingkan dan semua peserta disiplin
melaksanakannya.
- Nilai Kepemimpinan
Peran pemimpin agama atau imam adat yaitu seorang Rato memiliki peran yang sangat
penting dalam Pasola, mulai dari penentuan jadwal Pasola, proses pencarian nyale,
pembukaan Pasola sampai penutupan Pasola. Dalam penentuan hari Pasola Rato
diberikan hak mutlak untuk menentukan hari Pasola yang tepat agar Pasola yang
dilaksanakan dapat berjalan lancar dan terhindar dari malapetaka yang tidak diinginkan.
Sebelum memutuskan waktu pelaksanaan Pasola Rato tersebut melakukan meditasi atau
melaksanakan penyepian serta pemotongan ayam korban ditempat yang dianggap suci.
(ABDURRAHMAN 2018)

DAFTAR PUSTAKA
‌ABDURRAHMAN, ROSADI. 2018. “STUDI TENTANG TRADISI PASOLA DI DESA
PERO BATANG KECAMATAN KODI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.” Skripsi Universitas Muhammadiyah
Mataram 9 (1): 1–11.

Anwar, J. (2021, June 29). Tradisi Pasola Suku Sumba dari Nusa Tenggara Timur. Gencil

News. https://gencil.news/gaya-hidup/budaya/tradisi-pasola-suku-sumba/

‌Majalah JendelaPermainan ketangkasan Pasola asal NTT. (2021). Kemdikbud.go.id.

https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/kebudayaan/detail/permainan-ketangkasan-pasola-

asal-ntt
Suprapto. (2021). Tradisi Pasola, Nusa Tenggara Timur. Voinews.id.

https://voinews.id/indonesian/index.php/berita-internasional/item/20854-tradisi-pasola-

nusa-tenggara-timur

Tradisi Perang Pasola di Sumba Barat yang Mencengangkan. (2017, November 29).

Phinemo.com. https://phinemo.com/perang-antar-suku-di-nusa-tenggara-timur/

Anda mungkin juga menyukai