Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KLUSTER KESEHATAN BENCANA GEMPA BUMI

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok dari Mata Kuliah Manajemen Bencana

Dosen Pengampu: Heri Puspito S. Kep

DISUSUN OLEH:

1. Aprilia Rizkiana (1811604065) 9. Sry Rezeki (1811604102)


2. Felisa Zulka Kharisni (1811604066) 10. Tutut Handayani (1811604105)
3. Lenny Wulandari (1811604067) 11. Nabila (1811604109)
4. Firly Kana Fajriani (1811604068) 12. Mellinia Dinda Safira (1811604110)
5. Ega Fikri Firdaus (181160478) 13. Caesar Akbar Wirayasa (1811604111)
6. Muhammad Kholil (1811604084) 14. Sri Utami (1811604117)
7. Delis Anjani (1811604099) 15. Mughni Kurnia (1811604125)
8. Nurrahmulyo (1811604101)

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESRESIOLOGI

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian yang tidak diinginkan oleh siapapun, namun
demikian kondisi tersebut dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja.
Salah satu bencana yang sering terjadi yaitu gempa bumi. Indonesia merupakan salah
satu negara paling rawan bencana di dunia, seringkali dan tidak terduga, yaitu salah
satunya yaitu gempa bumi (CFE-DM, 2018). Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) mencatat pada 2017 terjadi 2.862 kejadian bencana alam, diantaranya banjir
(34,2%), puting beliung (31%), tanah longsor (29,6%), kebakaran hutan dan lahan
(3,4%), gempa bumi (0,7%), kekeringan (0,6%), gelombang pasang/abrasi (0,4%), dan
letusan gunung api (0,1%) (BNPB, 2018).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) memiliki peran aktif dalam
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana sebagai
unit pelayanan kesehatan terdekat di masyarakat (BNPB, 2015b). Puskesmas bertugas
untuk memberikan pelayanan kesehatan saat krisis bencana dengan melakukan
berbagai kegiatan seperti: pelayanan gawat darurat 24 jam, pendirian pos kesehatan 24
jam di sekitar lokasi bencana, upaya gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan sanitasi
pengungsian, upaya kesehatan jiwa serta upaya kesehatan rujukan sesaat setelah
terjadinya bencana (DEPKES, 2007).
Tenaga kesehatan di puskesmas memiliki peran untuk mempersiapkan
kelompok rentan pada fase akut bencana (Tatuil, Mandagi and Engkeng, 2015). Mereka
perlu untuk membekali diri dengan skill manajemen bencana yang baik (Tatuil,
Mandagi, & Engkeng, 2015).
Hasil studi pendahuluan mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan yang bekerja
di Puskesmas Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat belum pernah mendapatkan
pelatihan dan manajemen tanggap bencana. Beberapa di antara mereka menyatakan
belum mengetahui tentang manajemen bencana ataupun terlibat langsung dalam
penanganan bencana. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan tenaga kesehatan dalam
menghadapi potensi bencana di Kabupaten Sumbawa Barat masih diragukan. Penelitian
sebelumnya menjelaskan bahwa lemahnya kompetensi profesional telah menyebabkan
tenaga kesehatan gagal untuk berperan saat bencana (Tatuil, Mandagi and Engkeng,
2015). Dalam penelitian ini bermaksud mengidentifikasi sosiodemografi tenaga
kesehatan di puskesmas serta menggambarkan pengetahuan tenaga kesehatan dalam
manajemen bencana di Puskesmas wilayah rawan bencana di Kabupaten Sumbawa
Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau getar-getar yang terjadi di
permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan
gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak
bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa
Bumi yang dialami selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan
alat Seismometer. Momen Magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa
Bumi terjadi untuk seluruh dunia.
Skala Rickter adalah skala yang dilaporkan oleh observatorium seismologi
nasional yang diukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude. Kedua skala yang sama
selama rentang angka mereka valid. Gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar
hampir tidak terlihat dan jika besarnya 7 lebih berpotensi menyebabkan kerusakan
serius di daerah yang luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa Bumi terbesar
bersejarah besarnya telah lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya.

B. Manajemen Bencana
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, manajemen bencana adalah suatu proses
dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi
bencana.
Tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan
korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah
asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air
minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan
sosial daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

a. Tahap Pra Bencana

1. Pencegahan (prevention). Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya


bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya Melarang
pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang penambangan batu di daerah yang
curam, dan Melarang membuang sampah sembarangan.
2. Mitigasi Bencana (Mitigation). Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi
dapat dilakukan melalui: a) pelaksanaan penataan ruang, b) pengaturan
pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, dan c) penyelenggaraan
pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
3. Kesiapsiagaan (Preparedness). Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
4. Peringatan Dini (Early Warning). Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang atau upaya
untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera
terjadi. Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera
(immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi (official).

b. Tahap Saat Terjadi Bencana

1. Tanggap Darurat (response). Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa
aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain: a) pengkajian
yang tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya; b) penentuan status
keadaan darurat bencana; c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana; d) pemenuhan kebutuhan dasar; e) perlindungan terhadap kelompok
rentan; dan f) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
2. Bantuan Darurat (relief). Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa: Pangan, Sandang, Tempat tinggal
sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih.

c. Tahap Pasca Bencana

1. Pemulihan (recovery). Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk


mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.
2. Rehabilitasi (rehabilitation). Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pasca bencana.
3. Rekonstruksi (reconstruction). Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan
usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana,
sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat,
dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca
bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik
dan program rekonstruksi non fisik.
BAB III

ANALISIS KASUS

Berdasarkan kasus yang ada di Sumbawa Barat dimana daerah tersebut merupakan
salah satu daerah yang rawan bencana salah satunya yaitu gempa bumi. Sebagian besar tenaga
kesehatan (dokter, perawat, dan bidan) memiliki pengetahuan yang baik tentang manajemen
bencana, khususnya terkait pengertiannya, dan upaya-upaya yang dilakukan di setiap fasenya,
walaupun sebagian besarnya masih salah dalam membedakan klasifikasi bencana alam, non
alam daan bencana sosial. Di beberapa penelitian sejenisnya yang dilakukan pada tenaga
kesehatan yaitu perawat menunjukkan bahwa hasil ini tidak sejalan dengan penelitian
Hermawati (2010), yang menunjukkan bahwa perawat memiliki tingkat pengetahuan tentang
bencana yang lebih rendah. Demikian pula, hasil studi Hammad et al (2011) yang
menyimpulkan bahwa perawat memiliki pengetahuan kebencanan yang kurang.

Menurut asumsi peneliti, peningkatan teknologi informasi melalui internet


mempengaruhi pengetahuan umum responden terkait manajemen bencana, sehingga walaupun
sebagian besar responden tidak pernah mengikuti pelatihan tentang manajemen bencana,
responden sudah mengetahui tentang dasar-dasar pengetahuan yang harus diketahui tenaga
kesehatan dalam manajemen bencana. Salah satu contohnya adalah ketersediaan informasi dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI tentang berbagai informasi
terbaru terkait penanganan bencana yang terjadi di Indonesia yang dapat diakses dengan mudah
melalui situs internet. Hal ini merupakan bentuk perkembangan kondisi telekomunikasi untuk
penanganan bencana di Indonesia yang tentunya sangat bermanfaat terutama dalam
menghadapi situasi krisis saat bencana terjadi.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen bencana di
puskesmas wilayah rawan bencana di Kabupaten Sumbawa Barat sebagian besar
termasuk pada kategori baik. Tingkat pendidikan, tempat bekerja, dan pernah terlibat
dalam kegiatan tanggap darurat bencana secara signifikan berhubungan dengan
pengetahuan tenaga kesehatan di puskesmas tentang manajemen bencana. di puskesmas
agar lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana
dengan mengikuti pelatihan kebencanaan dan kegawatdaruratan secara kontinue dalam
rangka menunjang kesiapan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang cepat,
tanggap, sigap dan tepat saat menghadapi situasi krisis bencana.
Pemantauan kesiapan tenaga kesehatan dalam manajemen bencana dapat
dilakukan secara berkala oleh Dinas Kesehatan, dimana hasilnya dapat menjadi
rekomendasi untuk peningkatan kompetensi tenaga kesehatan yang ada, peningkatan
sarana dan prasarana serta akses informasi di bidang kesehatan dan penanggulangan
bencana. Diperlukan adanya tim yang terlatih untuk menangani kesiapsiagaan bencana,
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang terlatih maka diperlukan adanya
pelatihan kegawatdaruratan dan kebencanaan bagi setiap individu terutama tenaga
kesehatan di puskesmas.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan wawasan informasi untuk bisa
dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk metode atau desain penelitian lainnya dengan
jumlah sampel yang lebih banyak sehingga hasilnya dapat dijadikan bahan referensi
untuk penelitian lanjutan menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagan
bencana.

B. Saran
Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan
wawasan informasi untuk bisa dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk metode atau
desain penelitian lainnya dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan menjadi bahan
refrensi untuk penelitian lanjutan yang menyangkut faktor kesiapsiagaan bencana.
Bagi tenaga kesehatan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dari
penelitian ini bagaimana cara manajemen bencana, khususnya terkait pengertiannya,
dan upaya-upaya yang dilakukan di setiap fasenya, walaupun sebagian besarnya
masih salah dalam membedakan klasifikasi bencana alam, non alam daan bencana
sosial.
Bagi masyarakat masyarakat di kabupaten sumbawa barat dapat memahami
mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi yang berupa pengetahuan
dan sikap terhadap risiko gempa bumi, rencana tanggap darurat terhadap bencana
gempa bumi, sistem peringatan bencana gempa bumi dan dapat menyebarluaskan ke
anggota keluarga dan masyarakat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Manulu, H., & Elon, Y. (2019). Peningkatan Kesiagaan Bencana Gempa Bumi
Melalui Pendekatan Drilling. In Jurnal Keperawatan Galuh (Vol. 1, Issue 2).
https://doi.org/10.25157/jkg.v1i2.2634
2. Susilawati, A., Efendi, F., & Hadisuyatmana, S. (2019). Gambaran Kesiapan Tenaga
Kesehatan dalam Manajemen Bencana di Puskesmas Wilayah Rawan Bencana.
Indonesian Journal of Community Health Nursing, 4(1), 11.
https://doi.org/10.20473/ijchn.v4i1.12395

3. Arsi Susilawati, F. E. (2019). GAMBARAN KESIAPAN TENAGA KESEHATAN


DALAM MANAJEMEN . INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY HEALTH
NURSING , 6.

Anda mungkin juga menyukai