Anda di halaman 1dari 4

Memperteguh Kepemimpinan Profetik: Mewujudkan Pemimpin

Berintegritas di Era Society

Achmad Fiqri Tarman

Indonesia, dengan sejarah panjang dan populasinya yang beragam, selalu membutuhkan
pemimpin yang mampu membawa perubahan positif. Di tengah berbagai tantangan dan
kompleksitas bangsa, muncullah gagasan tentang pemimpin profetik, yang diharapkan mampu
membawa solusi dan inspirasi. Pada saat ini di indonesia mengalami krisis integritas dikarenakan
kepercayaan publik tergerus oleh skandal korupsi, dan berita bohong, memicu keraguan dan
ketakutan.
Indonesia juga dikenal dengan mayoritas muslim terbanyak di dunia, karakter profetik sangat
relevan dengan kebutuhan Indonesia. Profetik muncul sebagai salah satu pendekatan yang sangat
penting untuk di perhatikan dan diterapkan. Profetik menurut Kuntowijoyo dalam Sukmaya
(2013), Kuntowidjoyo membagi pendekatan profetik menjadi 3 hal, yaitu humanisasi, liberasi,
dan tendensi. Humanisasi diartikan menghormati dan menghargai manusia (memanusiakan
manusia), liberasiadalah pembebasan bangsa dari kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan
pemerasan kelimpahan (merubah pola pikir), transendensi kecenderungan untuk melakukan
sesuatu hal yang lebih baik lagi dari sebelumnya (akhlak). Pemimpin profetik harus memiliki visi
yang jelas, kemampuan untuk memimpin dan menyelesaikan masalah, komitmen terhadap
keadilan sosial, keberanian untuk bertindak, karakter yang kuat, dan kemampuan untuk
berkomunikasi dengan efektif.
Salah satu media jakarta, Haluan, tanggal 22 Agustus 2011 menuliskan bahwa kepercayaan
pada pemimpin saat ini turun kepada titik nadir. Dalam era globalisasi saat ini kepercayaan
kepada pemimpin menjadi faktor yang lebih menentukan daripada hubungan pribadi. Hal ini
memiliki berbagai implikasi dan konsekuensi yang perlu dipertimbangkan. Dalam era globalisasi
sekarang ini orang berpaling ke hubungan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pribadi
sebagai pedoman dan mutu, dari hubungan ini umumnya ditentukan oleh tingkat kepercayaan
kepada pemimpin (Robbins, 2006).

1
Membahasa mengenai kepemimpinan profetik Salah satu pemimpin profetik di Indonesia
yaitu Tokoh Muhammadiyah Prof. K.H. Ahmad Syafii Maarif, S.S., M.A., Ph.D., adalah seorang
ulama dan cendekiawan Indonesia. Ia pernah menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif merupakan contoh pemimpin profetik yang inspiratif.
Beliau telah meninggalkan warisan yang luar biasa bagi Indonesia dalam berbagai bidang.
Keteladanan dan pemikirannya akan terus menjadi sumber inspirasi bagi generasi mendatang.
Menurut Buya Syafii Islam tidak mempermasalahkan apapun nama dan bentuk pemerintahan
yang dipakai oleh pemimpin Islam, yang terpenting adalah bagaimana moral etik dapat berjalan
dengan baik dalam sebuah negara tersebut. Dalam hal ini Buya Syafii memandang Al-Qur’an
petunjuk etik bagi manusia. (Ahmad Syafii Maarif, 2012). Dengan mengutip apa yang
dikemukakan oleh Frithjof Schoun, bagi Buya Syafii, Islam dipahami sebagai agama yang secara
tegas menawarkan prinsip keseimbangan kepada manusia, karena tujuan yang hendak dicapai
oleh Islam adalah tegaknya prinsip-prinsip persamaan, keadilan, persaudaraan dan toleransi.
Pandangan ini didasarkan pada beberapa ayat dalam al-Quran; al-Hujurât, 49:10, 13 dan 15; an-
Nisâ’, 4:58; an-Nahl, 16:90; al-Maidah, 5:8; al-Zumar, 39:18; al-Baqarah, 2:256.
Nilai-nilai di atas merupakan sebuah kriteria seorang pemimpin yang berintegritas sesuai
dengan pemimpin profetik. Di balik gemerlapnya era society, tersembunyi sebuah ancaman yang
kian menggerogoti fondasi kehidupan bersama krisis integritas. Sosiolog dan penulis buku "The
Corrosion of Character," Sennett khawatir bahwa Society 5.0 dapat memicu krisis identitas dan
makna hidup karena manusia semakin tergantikan oleh teknologi (Richard Sennett, 1998).
Islam merupakan agama yang mengajarkan tentang persoalan kepemimpinan yang sesuai
dengan nilai-nilai islam. Kriteria pemimpin yang berintegritas dapat dilihat dari penjelasan Al-
Qur’an berkenaan dengan perintah untuk berlaku adil dan tidak mengutamakan hawa nafsu serta
memberikan keputusan yang tidak menyimpang dari perilaku integritas seorang pemimpin. Hal
ini seperti yang di sebutkan dalam surah Shad ayat 26,
َ‫ّٰللاِ ۗاِنَّ الَّ ِذ ْين‬ َ َ‫ق َو َل تَتَّبِ ِع ا ْل َه ٰوى فَيُ ِضلَّك‬
َ ْ‫عن‬
‫سبِ ْي ِل ه‬ ِ ‫اس بِا ْل َح‬ ِ َّ‫ض فَا ْحكُ ْم بَ ْي َن الن‬ ِ ‫ٰيد َٗاو ُد اِنَّا َجعَ ْل ٰنكَ َخ ِل ْيفَةً فِى ْالَ ْر‬
٢٦ ࣖ ‫ب‬ ِ ‫سا‬َ ِ‫ش ِد ْي ٌد ۢبِ َما نَسُ ْوا يَ ْو َم ا ْلح‬ ٌ َ‫عذ‬
َ ‫اب‬ َ ‫ّٰللاِ لَ ُه ْم‬ َ ْ‫عن‬
‫سبِ ْي ِل ه‬ َ َ‫يَ ِضلُّ ْون‬
Artinya: "(Allah berfirman,) "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah
(penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan
janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.

2
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari Perhitungan."
Penerapan kepemimpinan profetik di era modern bukan tanpa tantangan. Pertama,
dibutuhkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan edukasi tentang pentingnya
kepemimpinan profetik di tengah masyarakat. Kedua, perlu dibangun sistem dan mekanisme
yang mendukung lahirnya pemimpin profetik, seperti sistem pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan karakter dan nilai-nilai profetik.
Di tengah berbagai tantangan dan kompleksitas bangsa, muncullah gagasan tentang
pemimpin profetik, yang diharapkan mampu membawa solusi dan inspirasi. Profetik muncul
sebagai salah satu pendekatan yang sangat penting untuk di perhatikan dan diterapkan. Profetik
menurut Kuntowijoyo dalam Sukmaya (2013), Koentowidjoyo membagi pendekatan profetik
menjadi 3 hal, yaitu humanisasi, liberasi, dan tendensi. Humanisasidiartikan menghormati dan
menghargai manusia (memanusiakan manusia), liberasiadalah pembebasan bangsa dari
kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan (merubah pola pikir),
transendensi kecenderungan untuk melakukan sesuatu hal yang lebih baik lagi dari sebelumnya
(akhlak).
Untuk menumbuhkan kesadaran dan edukasi tentang pentingnya kepemimpinan profetik di
tengah masyarakat perlu dibangun sistem dan mekanisme yang mendukung lahirnya pemimpin
profetik, seperti sistem pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang berfokus pada
pengembangan karakter dan nilai-nilai profetik.

DAFTAR RUJUKAN

Kuntowijoyo. 2013. Islam Sebagai Ilmu: Epistimologi, Metodologi, dan Etika, Yogyakarta:
Tiara Wacana: 2006, hal 87.
Robbins, S. P. 2006. Perilaku organisasi (Edisi ke-10, Terjemahan). Jakarta: PT. Indeks
Gramedia.
Sennett, R. 1998. Korosi karakter: Konsekuensi pribadi dari pekerjaan dalam kapitalisme baru
(Terjemahan). Jakarta: Pustaka Pelajar.
Sholikin, Ahmad, 2013. Pemikiran Politik Negara Dan Agama Ahmad Syafii Maarif. Politik
Muda 2(1): hal 194-203

3
BIODATA SINGKAT

Nama Lengkap : Achmad Fiqri Tarman


Tempat dan
Tanggal Lahir : Makassar, 14 Mei 2003
Minat : Basket, Bulutangkis, Game
Aktivitas : Mahasiswa
Sosmed : Ig, @mintchocobar. Yt, @achmadfiqri9528

Anda mungkin juga menyukai